penelitian, perumusan masalah, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teori, berisi tinjauan pustaka dan dasar teori yang berkaitan dengan fuel cell dan CFD.
BAB III : Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data.
Bab IV : Data dan Analisa, berisi data hasil pengujian dan analisa data hasil pengujian.
Bab V : Penutup, berisi kesimpulan penelitian dan saran yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
commit to user
5 BAB II LANDASAN TEORI
2 . 1. Ti nj aua n Pu st a ka
Pemodelan proton exchange membrane fuel cell (PEMFC) pernah dilakukan dengan menggunakan software Fluent 6.3. Pemodelan menggunakan model tiga dimensi (3D). Dalam peneilitian tersebut digunakan reaktan H2 dan O2. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pengaruh porositas Gas Diffusion Layer (0.2, 0.4, 0.6, dan 0.8) terhadap performa fuel cell. Hasil yang ditunjukkan dari simulasi adalah pada tegangan dibawah 0.8 V semakin besar porositas semakin tinggi densitas arus yang dihasilkan. Namun pada tegangan diatas 0.8 V semua variasi porositas menunjukkan hasil densitas arus yang hampir sama (Wei dkk., 2011). Dengan menggunakan software fluent pemodelan yang dilakukan dapat menjadi lebih mudah. Hal ini karena semua nilai dari parameter
fuel cell yang perlu dimasukkan dalam model adalah nilai dari beberapa parameter
secara langsung seperti mass flow, temperatur, tekanan dan lain-lain. Fluent
sendiri menyediakan pemodelan secara 2D dan 3D. Dengan fluent juga dapat dilihat kontur tekanan, temperatur, kecepatan fluida sampai fraksi massa dari zat. Namun sayangnya, pada penelitian ini tidak ada validasi dari hasil pemodelan dengan eksperimen langsung. Pada dasarnya sebuah model harus memiliki pembanding dengan keadaan nyata agar dapat diketahui apakah model yang dibuat mendekati pada keadaan nyata. Untuk variasi porositas dari diffusion layer
tidak memberikan hasil yang signifikan pada performa fuel cell. Karena pada tegangan tinggi sampai sedang 1.1-0.7 V hampir tidak ada perbedaan karakteristik I-V dari semua variasi. Perbedaan baru terlihat pada tegangan kurang dari 0.7 V. Maka perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai parameter lain untuk meningkatkan performa fuel cell.
Percobaan lain dilakukan untuk mengetahui pengaruh geometri dari flow
pattern terhadap performa dari mikro Proton Exchange Membrane fuel cell
(PEMFC). Dalam studi ini geometri yang dimaksud adalah sudut belokan pada
commit to user
menggunakan mikro fuel cell dengan membran nafion NRE212 dengan luas permukaan 1,44 cm2. Terdapat tiga variasi sudut belokan dan tiga variasi
rib/channel. Variasi sudut belokan yang digunakan adalah 30-150, 60-120 dan
90-90. Sedangkan variasi dari rib/channel adalah 500/700 m, 800/700 m dan 100/500 m. Hasilnya menunjukkan bahwa pada sudut tikungan 60° dan 120° dapat memberikan kinerja yang lebih baik pada 20 dan 40 sccm (standard
centimeter cubic per minute) laju aliran inlet dibandingkan dengan desain
konvensional yaitu flow pattern dengan sudut belokan 90o-90o. Selain itu, saluran yang lebih luas dengan jarak rib/channel sempit memberikan kinerja yang lebih baik. Dengan flow pattern yang lebih luas memberikan sensitifitas yang lebih baik dari kerja mikro fuel cell. Performa PEMFC akan menurun seiring naiknya flow
rate (Chen dkk., 2009). Penelitian secara langsung seperti ini akan menghasilkan
data pada kondisi sebenarnya. Namun dengan penelitian secara langsung harus disiapkan specimen uji dari variasi geometri flow pattern, sehingga membutuhkan biaya yang lebih dalam pembuatan specimen. Penelitian pun terbatas pada pengujian terhadap specimen yang ada. Jika terdapat kemungkinan dari bentuk baru yang lebih optimal maka harus membuat bentuk tersebut dan dilakukan pengujian.
Penelitian tentang pemodelan dan eksperimen tentang SOFC APUs (Solid
Oxide Fuel Cell Auxiliary Power Units) menjelaskan bahwa untuk implementasi
SOFC pada bidang transportasi, terdapat kriteria-kriteria yang harus terpenuhi agar kerja dari fuel cell dapat optimal. Kriteria-kriteria tersebut adalah temperatur operasi yang rendah, konfigurasi fuel cell yang optimal, standarisasi produk, dan kontrol yang maksimal. Dalam hal ini pemodelan yang dibantu data eksperimen akan sangat membantu dalam mengembangkan fuel cell untuk memenuhi kriteria tersebut. Penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap eksperimen untuk mengetahui kondisi nyata dari fuel cell. Kemudian membuat model fisik untuk memodelkan fuel cell. Kemudian control-oriented modeling
untuk mencari kontrol yang maksimal untuk mengimplementasikan fuel cell pada bidang transportasi. Hasilnya adalah data hasil simulasi fisik dan eksperimen adalah mendekati sama. Tidak seperti SOFC APUs tanpa kontrol, SOFC APUs dengan kontrol akan terhindar dari temperatur yang membahayakan yaitu diatas 180oC. Namun kondisi kerja untuk fuel cell yang menggunakan sistem kontrol masih relatif
commit to user
7
tinggi dibanding dengan PEMFC yaitu berkisar antara 150-160oC. Selain itu SOFC membutuhkan reformer dan air pre heater untuk aplikasinya. PEMFC hanya membutuhkan gas storage untuk menampung bahan bakar (Pianese dkk., 2010).
Penelitian tentang pemodelan PEMFC juga dapat menggunakan MATHLAB/SIMULINK dan PSPICE. Inti dari pemodelan yang dilakukan adalah memodelkan PEMFC mendekati keadaan asli dengan asumsi-asumsi yang telah dibuat, diantaranya temperatur kerja, dimensi fuel cell dan lain sebagainya. Setelah itu dilakukan validasi dengan uji nyata yang mana propertis yang dimasukkan ke dalam model adalah mengikuti uji nyata ini. Pengujian tersebut menggunakan 500-W Avista Labs SR-12 PEM fuel cell stack. Hasil dari simulasi tersebut berupa karakteristik I-V, I-P, respon temperatur, dan transient responses. Ternyata hasil dari simulasi memperlihatkan hasil yang mendekati dengan hasil uji spesimen langsung. Sehingga dengan model ini dapat memprediksi kelistrikan dari PEMFC stack baik dalam kondisi steady maupun transient (Wang dkk., 2005). Pemodelan dengan menggunakan MATHLAB/SIMULINK dan PSPICE perlu memasukkan parameter dari fuel cell sampai dengan properties dari material yang digunakan. Langkah ini dapat dipersingkat jika menggunakan software fluent
karena fluent telah menyediakan database properties material untuk pemodelan
fuel cell. Pada penelitian ini pemodelan dilakukan sampai mengetahui
karakteristik performa dari fuel cell, sedangkan dari model yang telah dibuat tersebut memungkinkan untuk diteliti parameter yang dapat meningkatkan performa dari fuel cell.
Sel bahan bakar merupakan sumber daya baru yang paling menarik karena tidak hanya memecahkan masalah lingkungan, tetapi juga masalah sumber daya alam tak terbarukan. Pernah dilakukan penelitian menggunakan analisa numerik untuk mengetahui efisiensi dari fuel cell dengan bentuk micro channel yang berbeda. Karakteristik aliran dengan kondisi batas yang sama disimulasikan dalam enam bentuk micro channel yang berbeda baik yang telah ada maupun rancangan baru. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik aliran seperti kecepatan, keseragaman, dan laju aliran, sangat tergantung pada bentuk saluran itu sendiri. Itu berarti efisiensi sel bahan bakar mikro bisa ditingkatkan melalui konfigurasi yang optimal dari bentuk saluran untuk aliran gas hidrogen. Hasil penelitian ini
commit to user
menunjukkan bahwa bentuk terbaik untuk saluran gas hidrogen adalah dengan bentuk bukan alur, melainkan ruangan dengan tonjolan-tonjolan yang teratur didalamnya. Micro channel dengan bentuk tersebut memiliki aliran gas lebih uniform dan dari hasil analisa numerik menunjukkan peningkatan efisiensi fuel cell. Tahap terakhir adalah pembuatan channel tersebut dengan metode SU-8
(epoxy type negative photo-resist) yang mana merupakan metode yang mudah
untuk membuat bentuk yang rumit dalam skala mikro (Choi dkk., 2009). Sayangnya dengan bentuk tersebut ternyata channel dari fuel cell sulit untuk dibuat. Pembuatan micro channel dengan metode SU-8 memberikan efek negatif berupa penurunan performa fuel cell karena adesi material elektroda ke channel. Sehingga perlu dicari material yang lebih baik untuk membuat geometri yang paling optiamal tersebut.
2 . 2. D asa r Teo ri
2 . 2. 1 . Fue l Ce l l
Fuel Cell atau sel bahan bakar adalah sebuah alat dimana bahan bakar dan
pengoksidasi melalui sistem reaksi kimia terkontrol dan menghasilkan produk dan arus listrik secara langsung ke sebuah rangkaian eksternal seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Bahan bakar dan pengoksidasi tidak bereaksi pada suatu proses pembakaran yang cepat, namun bereaksi secara bertahap pada elektroda-elektroda yang terpisah. Elektroda positif selanjutnya disebut katoda dan elektroda negatif disebut anoda. Sebuah elektrolit memisahkan kedua elektroda tersebut. Laju terjadinya reaksi dibatasi oleh waktu yang dibutuhkan untuk difusi spesies kimia melalui elektroda dan elektrolit dan kinetika reaksi (Moran dkk., 2004).
commit to user
9
Dalam sel bahan bakar, bahan bakar gas dialirkan secara terus-menerus ke katoda (elektroda positif), sedangkan oksidan (oksigen murni atau udara) diumpankan secara terus menerus ke Anoda (elektroda negatif). Reaksi elektrokimia berlangsung di elektroda untuk menghasilkan arus listrik.
Beberapa keuntungan dari sistem sel bahan bakar meliputi:
Sel bahan bakar memiliki potensi untuk efisiensi operasi yang tinggi yang tidak tergantung pada ukuran sistem.
Sel bahan bakar memiliki desain yang scalable.
Banyak jenis sumber bahan bakarpotensial yang tersedia. Selain itu penggunaannya luas seperti untuk untuk transportasi ataupun sistem daya yang
portable. Hal ini seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Zero Emission.
Tidak memiliki bagian yang bergerak sehingga tidak bising dan tidak bergetar. Sel bahan bakar menyediakan kemampuan mengisi ulanghampir seketika jika dibandingkan dengan baterai.
Sedangkan keterbatasan sistem sel bahan bakar adalah sebagai berikut: Teknologi untuk saat ini masih tergolong mahal dalam pembuatan membran maupun katalis serta sistem penyimpanan hidrogen.
Perlu adanya sistem reforming untuk bahan bakar yang bukan hidrogen murni. Penggunaaan hidrogen yang tidak murni akan mengakibatkan penurunan kualitas Fuel Cell seiring dengan penggunaannya karena elektroda akan terdegradasi dan elektrolit akan terkontaminasi (Spiegel, 2007).
Gambar 2.2. Jenis-jenis fuel cell dan aplikasinya (European-Commission, 2003)
Fuel Cell memiliki beberapa jenis dengan pembeda antara satu jenis
dengan jenis yang lain adalah elektrolit dan bahan bakar dari fuel cell itu sendiri. Tabel 2.1 berikut menunjukkan beberapa jenis fuel cell yang sering dijumpai.
commit to user
11
Dari bermacam-macam fuel cell tersebut, tiap-tiap fuel cell memiliki efisiensi, densitas energi dan waktu start up yang berbeda-beda. Untuk efisiensi, selain dipengaruhi oleh jenis dari fuel cell namun juga bagaimana fuel cell tersebut digunakan. Fuel cell jenis PEMFC memiliki densitas energi paling tinggi yaitu sekitar 3,8-6,5 kW/m2. Selain itu dibanding dengan jenis fuel cell yang lain, PEMFC memiliki waktu start up paling tnggi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2. Perbedaan efisiensi, densitas energi dan waktu start up fuel cell
(Spakovsky, 1999)
Jenis FC Efisiensi listrik (%) Densitas Energi (kW/m2)
Waktu Start Up
SOFC 50-65 (stk), 45-50 (sis), >74 (hib)
1,5-2,6 orde jam MCFC 50-60 (sis), 55-70 (hib) 0,1-1,5 orde jam
PAFC 40-50 (stk), 41 (sis) 0,8-1,9 orde jam
PEMFC 40-55 (stk) 3,8-6,5 orde menit-jam
AFC 45-60 (stk) 0,7-8,1 orde menit
DMFC 40 (stk) - -
Keterangan : Stk : Stack
Sis : Sistem Hib : Hibrid
2 .2. 2. PEMFC
Proton exchange membrane fuel cells (PEMFC) dapat memberikan densitas
daya yang tinggi. Selain itu PEMFC lebih ringan serta memiliki volume yang lebih kecil dibandingkan dengan sel bahan bakar jenis lain untuk daya output yang sama. PEMFC menggunakan polimer padat sebagai elektrolit dan elektroda karbon berpori
(porous carbon electrodes) yang mengandung katalis platina. PEMFC hanya
membutuhkan hidrogen, oksigen dari udara, dan air untuk sistem operasinya dan tidak membutuhkan cairan korosif seperti pada sel bahan bakar jenis lain. PEMFC beroperasi pada sekitar 80°C. Efisiensi PEMFC dapat mencapai 40– 50%, suatu nilai
commit to user
yang jauh melampaui efisiensi mesin bakar BBM yang kurang dari 20% (Smith, 1971). Skema dan reaksi dari PEMFC dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4.
Untuk reaksi kimia yang terjadi di PEMFC adalah sebagai berikut : Anoda : 4H+ + 4e- + O2 2O (2.1)
Katoda : 2H2 + + 4e- (2.2)
Gambar 2.3. Skema Proton Exchange Membrane (Voight dkk., 2009)
commit to user
13
2 .2. 3. Te rmodinamika F ue l C el l
Fuel cell akan menghasilkan energi elektrik maksimum jika beroperasi pada kondisi thermodynamically reversible. Tegangan tertinggi adalah tegangan reversible. Tegangan keluaran dari fuel cell dapat dinyatakan sebagai berikut.
( ) = (2.3)
Dimana Vrev adalah tegangan reversible (tegngan maksimum fuel cell), sedangkan Virrev adalah tegangan Irreversible (rugi tegangan). Sedangkan kerja maksimum dari
fuel cell adalah negatif dari energi bebas Gibbs.
= (2.4)
= = (2.5)
Dimana adalah perubahan entalpi pembentukan dari proses kimia yang terjadi pada fuel cell dan dapat dinyatakan sebagai berikut.
= (2.6)
Kerja dalam bentuk elektrik juga dapat dinyatakan sebagai
= (2.7)
Dimana Q adalah muatan listrik dan E adalah perbedaan potensial elektrik.
= (2.8)
Dimana n adalah jumlah mol elektron yang dialirkan dan F adalah konstanta Faraday (96,485 Coulumb/mol elektron). Sehingga
= (2.9)
Dimana Er adalah potensial reversible standard.
Hubungan antara tegangan dan temperatur pada kondisi standard (T=25oC) dan dengan asumsi perubahan enthalpi tidak berubah terhadap temperatur adalah:
= = (2.10)
= ( 25) (2.11)
Untuk hidrogen-oksigen pada kondisi standard
commit to user
Dimana untuk reaksi tersebut pada - 285,8 kJ
-237,3 kJ/mol maka
= . /
, / = 1,229 (2.13)
Tegangan aktual fuel cell dapat dinyatakan sebagai berikut.
= ln / (2.14)
Dimana R adalah konstanta gas ideal sehingga tegangan aktual untuk hidrogen-oksigen pada kondisi standard adalah
= 1,229 , . ln
, / = 1,219 V (2.15) Performa dari hidrogen-oksigen fuel cell dapat dilihat pada Gambar 2.5 (Spiegel, 2007).
Gambar 2.5. Karakteristik performa fuel cell (Spiegel, 2007).
Arus yang dihasilkan oleh fuel cell dapat juga dihitung dengan mengacu pada laju alir massa reaktan dengan menggunakan rumus di bawah ini
= (2.16)
Dimana : = mass flow rate oksigen (kg/s)
v = Elektron Valensi dari oksigen
commit to user
15
M = berat molekul oksigen (kg/kmol)
Dari persamaan di atas jelas terlihat bahwa arus yang dihasilkan oleh fuel cell berbanding lurus dengan mass flow rate oksigen.
Selanjutnya untuk mendapatkan kurva karakteristik I-P terlebih dulu menghitung daya yang dihasilkan fuel cell. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.
= . (2.17)
Dimana P = daya (watt)
V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere)
Selain itu dapat juga dihitung efisiensi enegi dari fuel cell. Persamaan untuk menghitung efisiensi fuel cell adalah sebagai berikut.
= (2.18)
= (2.19) Dimana V = tegangan (V)
I = Arus (A) VH2 = Debit H2 (m3/s)
Hl =LHV dari hidrogen (10,8 x 106 J/m3) (Larminie dkk., 2003)
Nilai kalor (heating value) dari suatu bahan bakar adalah suatu nilai positif yang sama dengan besarnya entalpi pembakaran. Entalpi pembakaran didefinisikan sebagai selisih antara entalpi dari produk hasil pembakaran dan entalpi reaktan ketika pembakaran sempurna terjadi pada tekanan dan temperature konstan.
Ada dua nilai kalor yang dikenal melalui istilahnya yaitu nilai kalor atas
(higher heating value-HHV) dan nilai kalor bawah (lower heating value-LHV). Nilai
kalor atas diperoleh ketika semua air yang terbentuk oleh pembakaran berbentuk cair, sedangkan nilai kalor bawah diperoleh ketika air yang terbentuk oleh pembakaran berbentuk uap. Nilai kalor atas melebihi nilai pkalor bawah sebesar jumlah energi yang
commit to user
dibutuhkan untuk menguapkan cairan yang terbentuk. Nilai untuk HHV dan LHV juga tergantung dari apakah bahan bakar berupa cairan atau gas (Moran dkk., 2004).
2 .2. 4. Teo ri Te nta ng C o mp u ta ti onal F l ui d D y n am ic (C FD ) FLUEN T- GAMBIT
Secara definisi, Computational Fluid Dynamic (CFD) adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan parsamaan-persamaan matematika (model matematika) (Tuakia, 2008). Computational Fluid Dynamic (CFD) memiliki tiga proses umum yang mendasari ilmu ini. Proses tersebut adalah Pre-processing,
Solving dan Post-processing. Pre-processing adalah proses identifikasi masalah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah boundary condition, masalah yang akan diselesaikan dan geometri (mesh). Hal lain yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah hal-hal yang akan dicapai dalam pemodelan CFD dan kemampuan solver. Proses selanjutnya adalah Solving. Proses ini sering disebut sebagai black box-nya CFD. Solving dalah proses dimana user memasukkan parameter-parameter seperti boundary condition, mengatur under relaxation factor, serta perhitungan numerik (iterasi). Proses terakhir adalah post-processsing yang merupakanproses analisa hasil dari solver.
Perangkat lunak Computational Fluid Dynamic (CFD) dapat memberi kemampuan untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan panas, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, interaksi fluida dengan struktur, dan sistem akustik hanya dengan pemodelan di komputer. Perangkat lunak ini bisa digunakan untuk membuat virtual prototype dari sebuah sistem atau alat yang ingin dianalisa dengan menerapkan kondisi nyata di lapangan sehingga mampu meminimalkan waktu dan biaya yang dibutuhkan dibandingkan dengan melakukan pengujian konvensional. FLUENT adalah salah satu jenis program CFD yang menggunakan metode elemen hingga yang mampu menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap sehingga dapat menyelesaikan kasus aliran fluida dengan mesh (grid) yang tidak terstruktur sekalipun dengan cara yang relatif mudah (Tuakia, 2008).
commit to user
17
2 .2. 5. Prosedur Pemodelan Geo met ri Mengg unakan GAMBIT (G e om e t ry an d M e s h B u il ding I n te llige n t T o olki t)
Gambar 2.6. Prosedur Pemodelan FLUENT-GAMBIT.
Agar dapat memodelkan dan mensimulasikan dengan menggunakan FLUENT, geometri dari model harus terlebih dulu dibuat dan berbagai parameter simulasi harus terlebih dulu ditentukan. GAMBIT digunakan untuk keperluan tersebut. GAMBIT
berfungsi untuk membuat model geometri, membuat mesh dan menentukan boundary
condition yang digunakan pada model untuk analisis CFD. Prosedur pemodelan
menggunakan FLUENT-GAMBIT bisa dilihat lebih jelas dalam Gambar 2.6.
Kualitas mesh dari geometri yang dibuat di GAMBIT penting untuk diperiksa terlebih dahulu sebelum di-export. Kualitas mesh ini akan mempengaruhi hasil iterasi yang dilekukan FLUENT. Parameter kualitas mesh yang sering dipermasalahkan oleh
commit to user
Aspect ratio
Mesh yang baik memiliki aspect ratio 5. Aspect ratio didefinisikan sebagai berikut.
= (2.20)
EquiAngle Skew
Didefinisikan sebagai
= , (2.21)
max min adalah maksimum dan minimum diantara dua sisi yang berhubungan pada suatu elemen mesh. Sedangkan eq adalah sudut karakteristik dari elemen. Bentuk elemen persegi memiliki sudut karakteristik 90o dan bentuk elemen segitiga memiliki sudut karakteristik 60o. Kualitas dari parameter ini dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 3. Kriteria Kualitas Mesh berdasarkan equiangle skew.
QEAS Quality
QEAS = 0 Equilateral (Perfect)
0 < QEAS Excellent
0.25 < QEAS Good
0.5 < QEAS Fair
0.75 < QEAS Poor
0.9 < QEAS Very poor (sliver)
QEAS = 1 Degenerate EquiSize Skew Didefinisikan sebagai = (2.22) b a
commit to user
19
Dimana S adalah luasan (2D) atau volume (3D) dari sebuah elemen mesh. Sedangkan Seq adalah maksimum luasan (2D) atau volume (3D). Mesh dikatakan baik jika memenuhi batas equisize skew sebagai berikut.
0 1 (2.23)
2 .2 .6 . Pe mo dela n deng a n F L U E N T
FLUENT adalah salah satu jenis program CFD yang menggunakan metode
volume hingga. FLUENT menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap, sehingga dapat menyelesaikan kasus aliran fluida dengan mesh (grid) yang tidak terstruktur sekalipun dengan cara yang relatif mudah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan FLUENT, yaitu :
1. Menentukan tujuan pemodelan. 2. Pemilihan model komputasi. 3. Pemilihan model fisik. 4. Penentuan prosedur.
Permasalahan aliran fluida akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan FLUENT. Dasarnya meliputi penentuan konvergensi, sehingga solusinya akurat untuk semua jangkauan dari variabel aliran. Penjelasan tentang parameter konvergen dan akurat tersebut adalah sebagai berikut :
Konvergen, berarti parameter aliran pada batas-batas aliran yang ada sudah mendekati nilai kondisi batas yang ditetapkan sebelumnya. Skala konvergensi pada FLUENT diterjemahkan dalam bentuk residual. Default nilai residual maksimum pada FLUENT adalah 0,001 (kecuali untuk energi yaitu 10-6). Nilai residual dapat diubah oleh pengguna. Semakin kecil nilai residual, maka model aliran akan semakin mendekati keadaan sebenarnya. Akan tetapi jumlah iterasi yang diperlukan juga semakin banyak.
Akurat, adalah properti dari metode numerik untuk menghasilkan solusi yang mendekati solusi eksak (eksperimen).
commit to user
FLUENT sendiri menyediakan pemodelan khusus untuk fuel cell dalam menu
add-on.FLUENT menyediakan dua jenis pemodelan untuk fuel cell yaitu SOFC dan
PEMFC. Terdapat beberapa persamaan yang mendasari pemodelan ini yaitu : Persamaan Kekekalan Massa
( )
+ . ( ) = (2.24)
Persamaan Kekekalan Momentum
( )
+ . ( ) = + + ( ) + (2.25)
Persamaan Kekekalan Energi
+ . = . + (2.26) Conservation of Species ( ) + . ( ) = + = (2.27) Conservation of Charge = (2.28)