• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

II. 3. 3 Peranan Public Relations Dalam Perusahaan

II.4 Corporate Social Responsibility (CSR)

II.4.4 Community Development Ujung Tombak Dari Corporate Social

Responsibility (CSR)

Dewasa ini, isu Corporate Social Responsibility (CSR) mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu pendorongnya adalah perubahan paradigma dunia usaha untuk tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi harus pula bersikap etis dan berperan dalam menciptakan investasi sosial. Di antaranya, yang lazim dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan kegiatan karitatif, filantropis dan menyelenggarakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (Community Development).

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah konsep moral dan etis yang

berciri umum, oleh karena itu pada tataran praktisnya Corporate Social

Responsibility (CSR) adalah konsep moral dan etis yang berciri umum, oleh

karena itu pada tataran praktisnya harus dialirkan ke dalam program-program konkrit. Salah satu bentuk aktualisasi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah Pengembangan Masyarakat atau CommunityDevelopment (CD). Program- program Community Development (CD), dapat dilakukan perusahaan-perusahaan atas dasar sikap dan pandangan yang umumnya telah ada (inheren) dalam dirinya, yaitu sikap dan pandangan filantropis (kedermaan).

Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang

dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Secara hakekat, Community Development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap

kehidupan komunitas lokal. Prinsip dasar pembangunan komunitas (Community

Development) yang bersumber dari dunia usaha (perusahaan) dan pemerintah

pada dasarnya masih memandang komunitas lokal termasuk di dalamya komunitas asli, sebagai obyek yang harus diperhatikan dan diubah agar dapat setara kehidupannya dengan komunitas lainnya dan mandiri.

Perusahaan umumnya memiliki sikap filantropis yang didasarkan atas dua motif sekaligus, yakni altruisme dan self interest. Pendekatan altruisme (sifat mementingkan kepentingan orang lain) belum menjadi mainstream oleh sebagian besar perusahaan. Sebagian besar pengambil keputusan perusahaan memandang filantropi perusahaan sebagai pencerahan atas kepentingan pribadi (self interest).

Self interest merupakan aspek yang tidak dapat dihindari dalam praktek

kedermawanan sosial perusahaan. Motif perusahaan dalam menyumbang seringkali tidak sepenuhnya didasarkan atas panggilan tanggung jawab moral, melainkan dalam bentuk pemberian dengan motif; charity (amal atau derma),

imagebuilding (promosi), tax-facility (fasilitas pajak) security-prosperity

(keamananan dan peningkatan kesejahteraan), atau bahkan money laundering. Berbeda dengan pandangan pemerintah dan perusahaan, banyak anggapan dari komunitas asli dan komunitas lokal melihat industri khususnya Pertambangan dan Pengusahaan Hutan (HPH) sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan bahkan lebih merupakan suatu bencana. Anggapan ini didasari adanya posisi pemerintah dan dunia usaha (industri) adalah sebagai pendatang dengan kekuatan ekonomi dan politik yang mencari kehidupan di wilayah komunitas lokal.

Untuk mengatasi hal itu, pemerintah dan pihak perusahaan seharusnya memastikan keberlanjutan investasinya pada pengembangan infrastruktur sosial

melalui program-program keterlibatan komunitas, pendekatan kemitraan, mengembangkan pola-pola adaptasi dunia usaha terhadap komunitas lokal dan mengembangkan kepemilikan komunitas lokal. Selain itu diperlukan juga usaha untuk menemukenali pranata-pranata sosial yang berlaku, lembaga-lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang dan menyertakannya dalam investasi infrastruktur yang dibutuhkan, baik oleh industri maupun oleh komunitas lokal, sehingga komunitas lokal terutama komunitas asli dapat mengembangkan kemampuannya.

Beroperasinya sebuah perusahaan haruslah mengingat dan memperhatikan keadaaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya, sehingga dengan adanya pergerakan sosial budaya komunitas sekitar yang nyata-nyata bervariasi, akan dapat menghambat berjalanya perusahaan itu sendiri, seperti munculnya kecemburuan sosial akibat dari pola hidup dan pendapatan yang sangat jauh berbeda antara perusahaan (pegawai perusahaan) dengan komunitas sekitar. Begitu juga dengan kondisi di dalam perusahaan itu sendiri, yaitu antara pegawai atau karyawan yang berasal dari komunitas lokal biasanya akan mempunyai perbedaan pendapatan dan bahkan juga perlakuan dibandingkan dengan pegawai atau karyawan yang berasal dari komunitas pendatang (bisa juga dari komunitas bangsa asing sebagai tenaga ahli). Kenyataan-kenyataan ini pada dasarnya dapat menjadi penghambat bagi berjalannya sebuah korporasi dan juga menjadi hambatan dalam pembentukan kebudayaan perusahaan.

Kegiatan Community Development (CD) untuk lingkungan industri pada dasarnya dapat dipergunakan sebagai media peningkatan komitmen masyarakat untuk dapat hidup berdampingan secara simbiotik dengan entitas bisnis (perusahaan) beserta operasinya.76 Dalam kenyataannya juga komunitas lokal

tidak hanya berdiri pada sisi lingkungan sosial suatu perusahaan atau berada di luar perusahaan yang bersangkutan, akan tetapi juga berada di dalam perusahaan sebagai karyawan atau pegawai. Sehingga dengan demikian anggota dari komunitas lokal, juga anggota dari komunitas perusahaan yang setiap individunya akan dapat bermain dalam status dan peran yang berbeda sekaligus (sebagai anggota perusahaan dan sebagai anggota komunitas lokal). Keadaan ini memungkinkan seorang individu dalam komunitas lokal yang bekerja pada korporasi akan dapat mempunyai pertentangan peran ketika dihadapkan pada masalah yang menyangkut peran dari kedua komunitas tersebut. Kedudukan komunitas dalam konsep Community Development (CD) pada lingkungan industrial adalah sebagai bagian dari stakeholders yang secara strategis memang diharapkan memberikan dukungannya bagi eksistensi perusahaan.

Memang dengan keberadaan suatu perusahaan di suatu daerah maka akan dapat mendorong bermunculannya kegiatan-kegiatan sosial ekonomi komunitas sekitarnya, seperti adanya perusahaan-perusahaan jasa menunjang kehidupan perusahaan yang besar. Akan tetapi kemunculan perusahaan jasa ini pada umumnya berasal dari luar komunitas lokal dengan modal usaha yang berbeda dengan komunitas lokal. Untuk meningkatkan peran serta komunitas pada kegiatan perusahaan atau paling tidak untuk menjaga kemunculan ketidaksetaraan sosial ekonomi komunitas dengan perusahaan atau dengan pendatang lainnya diperlukan suatu cara untuk meningkatkan daya saing dan mandirinya komunitas lokal.

Kemudian untuk itu diperlukan suatu wadah program yang berguna untuk menciptakan kemandirian komunitas lokal untuk menata sosial ekonomi mereka

sendiri maka diciptakan suatu wadah yang berbasis pada komunitas yang sering disebut sebagai Community Development yang mempunyai tujuan untuk pemberdayaan komunitas (empowerment), bagaimana anggota komunitas dapat mengaktualisasikan diri mereka dalam pengelolaan lingkungan yang ada disekitarnya dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri tanpa ketergantungan dengan pihak-pihak lain. Sehingga dengan demikian, pranata sosial yang sudah ada di komunitas sebelumnya dapat berjalan tanpa adanya ketergantungan dari pihak perusahaan dan sekaligus perusahaan dapat menjadi bagian dari komunitas yang bersangkutan dimana perusahaan tersebut berada.

Konsep dasar Community Development adalah kesadaran bahwa terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan komunitas yang berada dalam lingkungan sekitarnya. Komunitas lokal mengharapkan perusahaan bersedia membantu mereka dalam manghadapi masalah-masalah mereka. Sebaliknya pihak perusahaan mengharapkan mereka diperlakukan secara adil dan cara pandang yang sportif. Berdasarkan pandangan ini pihak perusahaan harus mengeksplorasi hubungan mereka dengan komunitas. Kemudian mengidentifikasi titik-titik yang dianggap kritis dalam menjalin hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan. Dari sini dirumuskan bagaimana perusahaan merespon kebutuhan serta masalah-masalah yang mereka hadapi.

Konsep dan perspektif Community Development memang begitu luas, karena itu memerlukan pemahaman yang lebih mendalam. Di samping metodologinya harus benar, kaidah-kaidahnya juga harus tepat. Melaksanakan

saja, atau sebaliknya hanya mengandalkan inovasi dari pelaksanaan Community

Development, juga bisa menjebak masyarakat kepada ketergantungan yang baru.

Secara umum ruang lingkup program-program Community Development dapat dibagi berdasarkan tiga kategori yang secara keseluruhan akan bergerak secara bersama-sama, ketiga kategori dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Community Relations; Yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut

pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Seperti seringnya pihak perusahaan dengan anggota komunitas lokal bertukar pikiran dalam suatu hal, atau membangun pertemuan-pertemuan yang kerap dilakukan. Dalam kedermawanan (charity) perusahaan. Kegiatan yang menyangkut hubungan sosial antara perusahaan dan komunitas lokal pada dasarnya merupakan kegiatan yang harus dilakukan pertama kali dalam kaitannya hubungan antara perusahaan dan komunitas lokal. Dari hubungan ini maka dapat dirancang pengembangan hubungan yang lebih mendalam yang terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang ada dikomunitas lokal sehingga perusahaan dapat menerapkan program selanjutnya. 2. Community Services; Merupakan pelayanan perusahaan untuk

memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Ini dapat ditunjukkan dengan adanya pembangunan secara fisik sektor-sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi dan sebagainya yang berupa puskesmas, rumah ibadah, sekolah, jalan raya, sumber air minum dan sebagainya. Inti dari kategori ini adalah memberikan

kebutuhan yang ada di komunitas dan pemecahan tentang masalah yang ada dikomunitas dilakukan oleh komunitas sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan-kebutuhan yang ada di komunitas dianalisis oleh para community development officer, dengan menggunakan metode yang bersifat kualitatif. Hal ini berkaitan untuk menggali kebutuhan yang muncul di komunitas dapat digali dengan cara mengidentifikasi sifat-sifat dari komunitas itu sendiri secara fungsional yang bersumber dari komunitas itu sendiri.

3. Community Empowering; Adalah program-program yang berkaitan

dengan memberikan akses yang lebih luas kepada komunitas untuk menunjang kemandiriannya, seperti pembentukan koperasi, usaha industri kecil lainnya yang secara natural anggota komunitas sudah mempunyai pranata pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Kategori ini pada dasarnya lebih mendalam dari pada community services, hal ini menyangkut keberlanjutan dari kegiatan yang ditanamkan pada pranata-pranata sosial yang ada di komunitas. Sehingga dalam kategori ini, kemandirian komunitas adalah sasaran utama dari program pembangunan komunitas. Selain komunitas dapat menjaring permasalahannya serta pemecahan masalahnya sendiri, komunitas dapat melaksanakan program secara mandiri dengan “pancingan” akses yang diberikan oleh perusahaan dalam program pembangunan komunitas. Kategori ini pada dasarnya melalui tahapan-tahapan

kategori lain seperti melakukan community relations pada awalnya, yang kemudian berkembang pada community services dengan segala metodologi penggalian data dan kemudian diperdalam melalui ketersediaan pranata sosial yang sudah lahir dan muncul di komunitas melalui program kategori ini.

Banyak perusahaan yang telah menerapkan program-program Community

Development, yang dilakukan dengan tujuan dan motif-motif pragmatis tertentu,

misalnya dalam kerangka membangun kondisi hubungan yang lebih harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, atau menjalin co-eksistensi damai. Tujuan-tujuan pragmatis seperti ini tidak dapat disalahkan, akan tetapi sebaiknya dilakukan dengan metodologi yang benar. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan dan yang diwujudkan dalam bentuk pembangunan komunitas (Community Development) maka perlunya suatu rancangan serta pemantauan yang pada dasarnya tercakup dalam program pembangunan komunitas itu sendiri yang berupa audit sosial. Berjalannya program pembangunan komunitas akan dapat sesuai dengan rencana yang telah dijalankan dan sesuai dengan kondisi komunitas yang merupakan sasaran program asalkan adanya suatu pemerikasaan yang bersifat sosial dan juga audit sosial. Hal ini berkaitan dengan tujuan dari pembangunan komunitas yang mengarah pada partisipasi antara berbagai komunitas sebagai anggota komunitas yang lebih luas. Partisipasi yang dimaksud bukanlah hanya partisipasi satu pihak yang sebagai partisipasi komunitas terhadap sesuatu, akan tetapi partisipasi dari semua komunitas, khususnya komunitas korporasi terhadap komunitas lokal dan juga

terhadap komunitas lainnya sebagai stakeholder. Sistem yang terbangun dalam sebuah komunitas mengisyaratkan adanya hubungan yang fungsional antara berbagai segmen yang hidup di dalamnya.

Konsep Community Development yang benar bagi sebuah perusahaan di negara-negara maju, Community Development dapat dilakukan dalam bentuk- bentuk aksi penolakan atau advokasi atas tindakan-tindakan masyarakat, seperti aborsi, diskriminasi rasial. Namun dalam konteks Indonesia, oleh karena sebagian besar masyarakat di lingkungan industri berada dalam kondisi kemiskinan, maka kegiatan Community Development yang relevan adalah dalam bentuk pemberdayaan masyarakat.86 Pembangunan komunitas (Community

Development) yang diteliti oleh Bobby Batubara tahun 2005-2006 memberikan

gambaran kepada Indonesia betapa pentingnya sebuah program pembangunan komunitas diterapkan disebuah perusahaan guna beradaptasi dengan komunitas lokal. Program pengembangan komunitas atau pembangunan komunitas ini menjadi dasar bagi perkembangan aktivitas perusahaan pada masa selanjutnya, yaitu setelah dilakukan sebuah komitmen antara perusahaan dengan komunitas lokal.

Indikator keberhasilan suatu program pembangunan komunitas dapat dilihat dari bentuk-bentuk kebersamaan yang terjalin antara pihak-pihak pemerintah, perusahaan dan komunitas lokal yang tergambar dalam partisipasi dan keberlanjutan (sustainability). Partisipasi dapat dilihat sebagai keterlibatan para pihak di dalam mengelola program-program Community Development. Secara mendasar, partisipasi bukanlah milik dari komunitas lokal, dalam arti yang diminta untuk berpartisipasi bukan hanya komunitas lokal atau rakyat atau

komunitas, akan tetapi semua pihak harus berpartisipasi.88 Program Community

Development direkomendasikan untuk didedikasikan pada peningkatan pendapatan (ekonomi) atau kesejahteraan masyarakat, masalah-msalah pekerjaan, peningkatan pendidikan, kesehatan masyarakat, penguatan kelembagaan lokal serta tersedianya basik infrastruktur yang memadai.

Dari sisi perusahaan unsur-unsur yang mendasari Community Development adalah pengembangan citra perusahaan (Corporate Image Development), aktivitas pengembangan komunitas (Community Development) itu sendiri, dan tentu saja memang terdapat unsur filantropi (Philanthropy) yang menjadi cikal bakal kegiatan Community Development. Corporate image terbentuk dari asosiasi antara perusahaan dengan sekumpulan atribut positif maupun negatif. Seperti perusahaan diasosiasikan dengan atribut-atribut: bermutu, layanan baik, akan tetapi kurang memiliki tanggung jawab sosial. Jadi sejatinya corporate image berada dalam benak para stakeholders-nya. Dari sisi individu, atribut-atribut yang menonjol (salience) inilah yang menentukan apakah sebuah perusahaan dinilai mempunyai reputasi baik atau buruk.

Sebagian besar donasi perusahaan dalam konteks Corporate Social

Responsibility (CSR) masih merupakan hibah sosial, dan masih sedikit yang

berupa hibah pembangunan. Hibah sosial adalah “bantuan kepada suatu organisasi nirlaba untuk kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan atau kegiatan lain untuk kemaslahatan masyarakat dengan hak pengelolaan sepenuhnya pada penerima”, sementara hibah pembangunan merupakan bantuan selektif kepada suatu kegiatan pengembangan masyarakat (Community Development). Kegiatan Community

perusahaan. Tetapi harus disadari citra (image) sifatnya lebih terbatas dari sisi luasnya terpaan terhadap khalayak (publics), dan dari sisi rentang waktu.

Corporate image menjangkau publik yang lebih terbatas, dan dalam rentang

waktu yang terbatas pula. Jika mengharapkan jangkauan khalayak yang lebih luas dan rentang waktu yang lebih panjang dibahas dalam manajemen reputasi.

Reputasi merupakan akumulasi dari corporate image secara lintas kelompok antar stakeholders, maupun dalam lintasan waktu (over the time). Perusahaan memiliki stakeholders seperti karyawan, pemegang saham, pelanggan, komunitas, yang acap dikelompokkan sebagai primary groups, dan media, pemerintah, pemasok sebagai secondary groups. Namun penggolongan ini tidak baku karena setiap perusahaan mempunyai nature of business yang berbeda dan pengelompokannya pun berbeda. Kelompok-kelompok stakeholder ini masing- masing memiliki image tertentu terhadap perusahaan. Kumpulan dari corporate

image masing-masing kelompok dalam rentang waktu yang panjang akan

membentuk reputasi perusahaan. Manajemen reputasi mempunyai tugas utama untuk mengelola image agar sesuai dengan yang dinginkan oleh perusahaan (wished image). Walaupun demikian manajemen reputasi harus bergerak di “dua dunia” agar tidak timpang: dunia realitas dan dunia image. Bergerak di dunia realitas dalam arti perusahaan harus benar-benar mempunyai organizational

behavior yang dapat mendukung kinerja perusahaan dan menunjang reputasi

perusahaan. Kemudian langkah-langkah manajemen reputasi dalam dunia realitas ini harus didukung oleh kegiatan corporate communication yang efektif agar persepsi konstutiens tidak salah, dan terbentuklah - dan dalam jangka panjang reputasi - yang diharapkan. Ada semacam paradoks yang berkembang dalam

pengelolaan reputasi, bahwa semakin dibutuhkan, reputasi cenderung semakin sulit untuk dikelola. Reputasi yang kuat dibangun dari tindakan operasional sehari-sehari yang konsisten dengan tata nilai perusahaan, tidak cukup satu gebrakan saja. Langkah-langkah yang kongkrit yang harus dilakukan adalah melakukan analisis kebutuhan komunitas (community need analysis). Dalam melakukan analisis kebutuhan harus diperhatikan benar agar dapat memenuhi kebutuhan (needs), dan bukan sekedar keinginan (wants) yang dapat bersifat superfisial demi pemenuhan sesaat saja. Analisis harus dilakukan secara mendalam agar dapat menggali kebutuhan yang sesungguhnya, bukan berlandaskan keinginan perusahaan atau keinginan tokoh-tokoh masyarakat saja.

Klasifikasi pembangunan, masyarakat (Community Development), menurut Arthur Dunham, dalam bukunya Outlook for Community Development Review, bahwa mengikuti garis kualitas masyarakat yang hendak dibangun dibagi atas 3 (tiga) klasifikasi Community Development (CD), yaitu:

1. Development for Community, adalah pendekatan yang menempatkan masyarakat pada posisi sebagai objek pembangunan. Karena itu, inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh aktor dari luar. Pendekatan saeperti ini relevan dilakukan pada masyarakat yang kesadaran dan budayanya terdominasi. Namun berbagai temuan lapangan memperlihatkan bahwa Development for Community akan sangat mudah menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap pihak luar.

2. Development with Community, adalah pendekatan yang dilakukan

Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama, dan sumber daya yang dipakai berasal dari kedua belah pihak. Bentuk Community

Development ini adalah yang paling populer dan banyak diaplikasikan

oleh berbagai pihak. Dasar pemikiran bentuk Community

Development ini adalah, perlunya sinergi dari potensi yang dimiliki

oleh masyarakat lokal dengan yang dikuasi oleh aktor luar. Keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan juga diharapkan dapat mengembangkan rasa memiliki terhadap inisiatif pembangunan yang ada sekaligus membuat proyek pembangunan menjadi lebih efesien.

3. Development of Community, adalah pendekatan yang menempatkan

masyarakat sendiri sebagai agen pembangunan, sehingga inisiatif perencanaan, dan pelaksanaan dilakukan sendiri oleh masyarakat. Masyarakat menjadi pemilik dari proses pembangunan. Peran aktor dari luar dalam kondisi ini lebih sebagai sistem pendukung bagi proses pembangunan.

Ketiga pendekatan Community Development tersebut pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat lokal. Perbedaan yang ada lebih berada pada sarana (means) yang dipakai. Efektivitas sarana ini sangat ditentukan oleh konteks dan karaterisitik masyarakat yang dihadapi. Di sinilah letak peran korporasi sangat penting sebagai agen perubahan masyarakat, dalam menentukan program Community Developmentnya masing-masing, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program

Community Development yaitu cater, yang berarti program-program yang

disajikan harus benar-benar sesusai dengan kebutuhan mereka, dan jangan bersikap seolah-olah tahu, serta memperhatikan dan utilize, yang berarti sedapat mungkin melibatkan tenaga kerja setempat untuk melaksanakan proyek. Misalnya, dalam pembangunan gedung sekolah, sedapat mungkin menyerap tenaga kerja setempat. Selanjutnya harus ada kepekaan (sensitive) dalam memahami situasi psikologis, sosial, budaya yang tengah berkembang dalam komunitas. Dan yang terakhir adalah socialize, dalam arti sosialisasi program

Community Development kepada pihak luar melalui aktivitas perusahaan.

Telah terjadi pergeseran paradigma dalam pengembangan komunitas atau

Community Development yang dilakukan sebuah perusahaan. Dahulu program ini

bersifat ad hoc, artinya hanya dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu dengan tujuan yang juga terbatas. Programnya pun hanya bersifat charity, memberikan pertolongan bagi yang membutuhkan yang dampaknya hanya terasa dalam jangka waktu yang lebih pendek. Kesadaran untuk melakukan Community Development pun masih kurang karena perusahaan menganggap program ini semata-mata sebagai beban biaya. Pelaksanaan aktivitas lebih didasarkan karena adanya dorongan faktor-faktor eksternal, seperti program Community Development karena memperingati peristiwa bersejarah tertentu atau karena telah terjadi bencana di suatu wilayah.

Tujuan pelaksanaan Community Development menurut B. Tamam Achda, antara lain adalah:

ekonomi dalam jangka panjang;

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik dalam dimensi ekonomi, sosial, maupun budaya;

3. Memperkuat kelembagaan lokal yang mampu mempelopori tumbuhnya prakarsa-prakarsa lokal;

4. Meningkatkan kemandirian masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun budaya. Dalam menjalankan program Community

Development perusahaan lebih memperlakukan komunitas yang

dikembangkannya sebagai mitra. Hubungan antara perusahaan dengan komunitasnya bersifat timbal balik dan program- program yang disajikan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan komunitas yang dikembangkannya. Saat ini Community Development telah menjadi kebutuhan moral bagi perusahaan. Perusahaan tidak lagi menganggap

Community Development sebagai hal yang berada di luar tanggung

jawab mereka dan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan organisasi-organisasi nirlaba lainnya. Pelaksanaan aktivitas

Community Development saat ini lebih berorientasi pada etika.

Perusahaan tidak bisa mengabaikan peran komunitas karena bagaimanapun masyarakat, khususnya komunitas sekitar, memiliki peran baik langsung maupun tidak langsung, dalam hal memelihara eksistensi perusahaan seperti dalam bentuk pembelian produk-produk yang dihasilkannya, penyediaan tenaga kerja, dan sebagainya. Faktor-faktor pendorong yang berasal dari internal perusahaan saat ini telah menjadi penggerak bagi dijalankannya program Community

Development. Program Community Development telah menjadi bagian

dari usaha perusahaan dalam mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkannya.103 Pengembangan Masyarakat (Community

Development) pada dasarnya merupakan strategi perubahan sosial

terencana yang secara profesional didesain untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pada tingkat komunitas.

Komunitas dan korporat diusahakan berada dalam sebuah hubungan simbiosis mutualisme. Keberadaan perusahaan diharapkan dapat memacu derap roda perekonomian, yang membawa komunitas menuju taraf hidup yang lebih