• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Wina Sanjaya (2005: 100) pendekatan adalah istilah yang diberikan untuk hal yang bersifat lebih umum. Sedangkan Muhibbin Syah (2006: 155) mengemukakan tentang pendekatan belajar sebagai cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Selain itu, menurut Syaiful Sagala (2006: 68) ada istilah pendekatan pembelajaran yang merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu.

Roy Killen (Wina Sanjaya, 2005: 15) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Jadi, pendekatan merupakan sebuah cara atau strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Wina Sanjaya (2005: 109), Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannnya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Johnson (2009: 65) menyatakan bahwa CTL adalah sebuah sistem menyeluruh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika

bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Bagian- bagian CTL yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Menurut Masnur Muslich (2007: 41) Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.

Penerapan model CTL menggunakan 7 komponen atau asas pokok dalam CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic

assessment). Kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual adalah kelas

yang menggunakan ketujuh prinsip atau komponen CTL dalam pembelajarannya (Trianto, 2010: 111).

Masnur Muslich menyebut istilah asas-asas pembelajaran CTL sebagai komponen utama CTL. Secara rinci, Masnur Muslich (2007: 44-48) mengemukakan tentang prinsip dasar setiap komponen utama CTL.

a. Konstruktivisme

1) Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.

2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.

3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.

5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.

6) Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.

b. Bertanya

1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya. 2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui

tanya jawab.

3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas).

4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

5) Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : (a) menggali informasi; (b) mengecek pemahaman siswa; (c) membangkitkan respon siswa; (d) mengetahui kadar keingintahuan siswa; (e) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; (f) memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa; dan (h) menyegarkan pengetahuan siswa.

c. Inkuiri

1) Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.

2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.

3) Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan hipotesis, pengumpulan data, dan penyimpulan.

d. Masyarakat belajar

1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.

2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.

3) Sharing terjadi apabila terjadi komunikasi dua atau multiarah.

4) Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.

e. Pemodelan

1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.

2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau ahlinya.

3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.

f. Refleksi

1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.

2) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.

3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.

g. Penilaian autentik

1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.

2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.

3) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).

4) Penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan kriteria yang jelas.

5) Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. 6) Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua, dan

sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan atau untuk menentukan prestasi siswa.

Masnur Muslich (2007: 43) menjelaskan apabila ketujuh komponen ini diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas berikut : (a) kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, (b) kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan dipelajari, (c) kegiatan belajar yang bisa mengkondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil ”menemukan” sesuatu, (d) kegiatan belajar yang bisa menciptakan situasi belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman lain, (e) kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan sebagainya, (f) kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa. (g) Kegiatan belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.

Latar belakang CTL menurut Syaiful Sagala (2006: 87) adalah belajar akan lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah serta lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya mengetahui.

Selain itu, pembelajaran yang hanya berorientasi pada target penguasaan materi terbukti hanya berhasil dalam mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak dalam penyelesaian masalah jangka panjang (kehidupan sehari-hari). Wina Sanjaya (2005: 125) menyatakan bahwa CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. Oleh karena itu, dalam CTL, keaktifan siswa senantiasa mengalami peningkatan.

Johnson (2009: 75-87) mengemukakan tiga prinsip dalam CTL yaitu sebagai berikut.

a. Prinsip kesaling-bergantungan

Prinsip ini membantu siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna. Misalnya, ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya.

b. Prinsip diferensiasi

Diferensiasi membuat siswa untuk saling menghormati keunikan, perbedaan, dan keragaman masing-masing sehingga menghasilkan gagasan dan hasil yang baru yang berbeda.

c. Prinsip pengorganisasian diri

Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri sehingga siswa sadar akan potensi yang dimilikinya dan selalu menjadi dirinya sendiri.

Hairudin (2007: 44) mengemukakan langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual di kelas sebagai berikut: (a) kembangkan pemikiran

bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya (komponen konstruktivisme), (b) laksanakan kegiatan enemukan sendiri untuk mencapai kompetensi yang diingikan (komponen inkuiri), (c) kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya (komponen bertanya), (d) ciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen masyarakat belajar), (e) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (komponen pemodelan), (f) lakukan refleksi di akhir pertemuan, agar peserta didik merasa bahwa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen refleksi), (g) lakukan penilaian autentik dari berbagai sumber dan cara (komponen assesmen autentik)

Pada pendekatan pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) materi pelajaran akan bertambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Selanjutnya siswa memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai kombinasi dan struktur kelompok (Depdiknas 2002:8). Dengan demikian jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang

kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep materi pelajaran yang dibahas.

E. Hubungan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan

Dokumen terkait