• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) DI SD NEGERI REJONDANI PRAMBANAN SLEMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) DI SD NEGERI REJONDANI PRAMBANAN SLEMAN."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah diwujudkan dengan adanya

interaksi belajar mengajar antara peserta didik dan guru dalam proses

pembelajaran. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya kegiatan

pembelajaranya pemerintah memberlakukan kebijakan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) yang kemudian disempurnakan menjadi

Kurikulum 2013. Kurikulum ini menekankan pembelajaran yang berbasis

kompetensi yaitu pembelajaran ke arah penciptaan dan peningkatan

serangkaian kemampuan dan potensi siswa agar mampu mengantisipasi

tantangan dalam kehidupannya yang beraneka ragam. Pendidikan tidak lagi

berpusat pada guru, tetapi berpusat kepada siswa karena guru bukanlah satu-

satunya sumber belajar. Dengan demikian, guru dapat memanfaatkan

lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.

Kurikulum KTSP berorientasi pada tercapainya kompetensi siswa.

Kompetensi siswa akan lebih mudah tercapai, apabila pembelajaran berpusat

pada siswa dan didukung konteks atau kenyataan di lingkungan yang

dihadapinya. Tugas dan peran guru sesuai dengan KTSP adalah menjadi

fasilitator yang memberi kemudahan belajar kepada seluruh siswa untuk

dapat mencapai kompetensi yang diharapkan (Mulyasa, 2006:142). Guru

harus mampu memilih dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai

dengan kompetensi yang akan dicapai dan melibatkan siswa secara aktif

(2)

menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif dan

menyenangkan bagi siswa untuk belajar.

Salah satu mata pelajaran dalam KTSP adalah IPA (Ilmu Pengetahuan

Alam). IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam

semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo, 1992 : 3). Berdasarkan

pengertian tersebut, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis. IPA bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan

pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep, atau prinsip tetapi juga sebuah

proses untuk menemukan. Pengetahuan tentang alam hendaknya dibangun

sendiri oleh siswa melalui kegiatan belajarnya dengan mengamati maupun

mengalami langsung fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Hal ini sesuai

pendapat Sumaji (1998: 35) bahwa pembelajaran IPA ditujukan agar siswa

mampu memahami dan menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitannya

dengan kehidupan nyata untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, proses

pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung agar

siswa mengembangkan kompetensinya untuk memahami dan memecahkan

masalah-masalah yang berkaitan dengan alam sekitar.

Kenyataan yang terjadi di kelas VB SD Negeri Rejondani Kabupaten

Sleman menunjukkan pembelajaran IPA masih berpusat pada guru. Guru

belum memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui kegiatan

nyata, menyelidiki masalah-masalah yang berkaitan kehidupan sehari-hari

secara langsung. Pembelajaran lebih sering disampaikan melalui ceramah

(3)

cenderung pasif kecuali mendengarkan dan mencatat. Pembelajaran

berlangsung searah. Metode ini menjadi kebiasaan dan menjadikan anak didik

kurang mandiri dalam belajar. Siswa-siswa menjadi kurang termotivasi untuk

belajar. Guru memberikan pengetahuan IPA kepada siswa secara teoritis dan

abstrak, sedangkan siswa hanya menerima dan menghafalkan pengetahuan

IPA yang disampaikan guru begitu saja.

Pembelajaran yang disampaikan melalui ceramah menjadikan objek

belajar tampak abstrak atau tidak nyata sehingga menjadikan pelajaran IPA

juga kurang menarik. Hal ini menjadikan materi pelajaran sulit dipahami.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian siswa

dalam belajar IPA antara lain dengan mengaitkan materi yang disajikan

dengan konteks kehidupan nyata sehari-hari yang dikenal siswa di

sekelilingnya atau dengan memberikan informasi manfaat materi yang sedang

dipelajari bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa untuk

menyelesaikan masalah (Cahya Prihandoko, 2006: 10). Permasalahan yang

diangkat dari kehidupan anak lebih mudah dipahami oleh anak, karena nyata,

terjangkau oleh imajinasinya, dan dapat dibayangkan sehingga lebih mudah

baginya untuk mencari kemungkinan penyelesaian menggunakan kemampuan

yang telah dimiliki (Pitadjeng, 2006: 53-54).

Pembelajaran yang didominasi oleh guru kelas bukan hanya berdampak

pada rendahnya motivasi belajar, tetapi juga rendahnya hasil belajar. Hasil

belajar ini tampak dari masih banyaknya siswa yang mendapat nilai ulangan

(4)

tindakan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan

pendekatan pembelajaran yang menjadikan siswa terlibat aktif dalam kegiatan

belajar

Upaya yang telah dilakukan guru untuk memperbaiki proses

pembelajaran adalah dengan menggunakan metode demonstrasi dan

penggunaan media, tetapi belum memberikan hasil yang optimalkarena

pembelajaran masih berpusat pada guru. Demonstrasi masih dilakukan sendiri

oleh guru, sedangkan siswa belum diberi kesempatan untuk melakuakn

demonstrasi. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran IPA yang

berpusat pada siswa (student centered) sehingga siswa dapat membangun

sendiri pengetahuannya.

Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan pendekatan pembelajaran

sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA yang

diharapkan akan mempengaruhi peningkatan hasil belajarnya dengan

menggunakan pendekatan CTL (Contectual Teaching and Learning).

Berdasarkan uraian di atas, diharapkan dengan penerapan pendekatan

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ini dapat

meningkatkan penguasaan konsep pada materi pembelajaran IPA bagi siswa

yang ditandai dengan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa.

B. Identifikasi Masalah

Uraian latar belakang masalah di atas khususnya SD N Rejondani

mengungkapkan sejumlah permasalahan dalam pembelajaran IPA

(5)

1. Siswa kurang aktif karena pembelajaran masih bersifat teacher centered

sehingga sulit untuk dicerna siswa.

2. Siswa kurang mandiri dalam belajar karena pembelajaran terjadi dengan

pola searah, dari guru ke siswa.

3. Guru hanya menyampaikan materi sesuai yang tertera di buku yang

digunakannya saja.

4. Motivasi siswa rendah, terlihat dalam kurangnya perhatian yang diberikan

siswa terhadap guru.

5. Hasil belajar dilihat dari ranah kognitif pada ulangan harian semester II

mata pelajaran IPA kelas V masih banyak yang di bawah KKM

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti

memberikan pembatasan masalah yaitu pada masih rendahnya hasil belajar

IPA ranah kognitif di kelas V B SD Rejondani Prambanan Sleman yang perlu

ditingkatkan dengan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas

maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana

memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar ranah

kognitif siswa pada Mata Pelajaran IPA melalui pendekatan CTL

(6)

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan

meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada Mata Pelajaran

IPA materi daur air dan peristiwa alam melalui pendekatan CTL di kelas V

SD N Rejondani Prambanan.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak

pihak, antara lain:

1. Bagi peneliti

a. Menambah wawasan peneliti tentang bagaimana cara meningkatkan

hasil belajar siswa dengan penggunaan pendekatan CTL (Contextual

Teaching Learning)

b. Menambah pengalaman melaksanakan pembelajaran yang dapat

meningkatkan hasil belajar.

2. Bagi Guru

a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai inovasi serta

penyempurnaan proses pembelajaran

b. Menumbuhkan kreativitas dalam usaha memperbaiki proses dan dan

hasil belajar siswa melalui pendekatan dan model pembelajaran yang

(7)

7

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan

(8)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

1. Pengertian IPA

IPA merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam” yang

merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural

berarti alamiah atau berhubungan dengan alam. Science berarti ilmu

pengetahuan. Jadi menurut asal katanya, IPA berarti ilmu tentang alam

atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa di alam (Srini M.

Iskandar, 1996: 2).

IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam

semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo, 1992 : 3). Menurut Nash

1963 (dalam Hendro Darmodjo, 1992 : 3) IPA adalah cara atau metode

untuk mengamati alam yang sifatnya analisis, lengkap, cermat serta

menghubungkan antara fenomena alam yang satu dengan fenomena alam

yang lainnya. Sedangkan menurut Powler (dalam Winaputra, 1992:122)

IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan

kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur dan berlaku umum

berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.

IPA sering disebut juga dengan sains. Sains merupakan terjemahan

dari kata science yang berarti masalah kealaman (nature). Sains adalah

pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam (Usman

Samatowa, 2010:19). Sains adalah pengetahuan yang kebenarannya sudah

(9)

diujicobakan secara empiris melalui metode ilmiah (Uus Toharrudin, Sri

Hendrawati 2011:26). Sains merupakan cara penyelidikan untuk

mendapatkan data dan informasi tentang alam semesta menggunakan

metode pengamatan dan hipotesis yang telah teruji (Uus Toharrudin, Sri

Hendrawati 2011:27).

Berdasarkan pengertian-pengertian IPA/sains di atas dapat

disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA terdiri atas 3 unsur utama. Ketiga

unsur tersebut yaitu produk, proses ilmiah, dan pemupukan sikap. IPA

bukan hanya pengetahuan tentang alam yang disajikan dalam bentuk fakta,

konsep, prinsip atau hukum (IPA sebagai produk), tetapi sekaligus cara

atau metode untuk mengetahui dan memahami gejala-gejala alam(IPA

sebagai proses ilmiah) serta upaya pemupukan sikap ilmiah (IPA sebagai

sikap).

2. Tujuan Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA di SD ditujukan untuk memberi kesempatan siswa

memupuk rasa ingin tahu secara alamiah, mengembangkan kemampuan

bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti,

serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Tujuan mata pelajaran IPA di

SD/MI berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :

1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

(10)

3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, teknologi dan masyarakat,

4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan,

5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam,

6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan

7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Mulyasa, 2006 : 111).

3. Pembelajaran IPA di SD

Sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hakikat IPA, bahwa IPA

dapat dipandang sebagai produk, proses dan sikap, maka dalam

pembelajaran IPA di SD harus memuat 3 dimensi IPA tersebut.

Pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan fakta, konsep dan

prinsip tentang alam tetapi juga mengajarkan metode memecahkan

masalah, melatih kemampuan berpikir kritis dan mengambil kesimpulan

melatih bersikap objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang

lain. Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar

adalah model pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa

dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Siswa diberi kesempatan

untuk menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungannya

dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Usman Samatowa,

2006: 11-12).

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dan berbuat

(11)

menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

(Mulyasa, 2006: 110-111). Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI lebih

menekankan pada pemberian pengalaman langsung sesuai kenyataan di

lingkungan melalui kegiatan inkuiri untuk mengembangkan keterampilan

proses dan sikap ilmiah.

Keterampilan proses IPA yang diberikan kepada anak usia SD

harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap perkembangan

kognitifnya. Struktur kognitif anak berbeda dengan struktur kognitif

ilmuwan. Proses dan perkembangan belajar anak Sekolah Dasar memiliki

kecenderungan belajar dari hal-hal konkrit, memandang sesuatu yang

dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh, terpadu dan melalui proses

manipulatif. Oleh karena itu, keterampilan proses IPA yang diberikan

kepada anak usia SD harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap

perkembangan kognitifnya. Keterampilan proses IPA yang harus

dikembangkan meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4)

prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan

melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi

(Hendro Darmodjo dan Kaligis, 2006: 11). Menurut Rezba et.al 1995

(dalam Patta Bundu, 2006: 12) keterampilan dasar proses sains untuk

tingkat sekolah dasar meliputi keterampilan mengamati (observing),

mengelompokkan (clasifying), mengukur (measuring),

mengkomunikasikan (communicating), meramalkan (predicting), dan

(12)

Usman Samatowa, 2006: 12) mendefiniskan keterampilan proses anak-

anak adalah mengamati, mencoba memahami apa yang diamati,

mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan

terjadi dan menguji kebenaran ramalan tersebut.

Aspek penting yang harus diperhatikan guru dalam pelaksanaan

pembelajaran IPA di SD adalah melibatkan siswa secara aktif dalam

pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Pembelajaran IPA dimulai dengan memperhatikan konsepsi/pengetahuan

awal siswa yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Selanjutnya

aktivitas pembelajaran dirancang melalui berbagai kegiatan nyata dengan

alam. Kegiatan pengalaman nyata dengan alam ini dapat dilakukan di

kelas atau laboratorium dengan alat bantu pelajaran maupun dilakukan

langsung di alam terbuka. Melalui kegiatan nyata dengan alam inilah,

siswa dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah seperti

mengamati, mencoba, menyimpulkan hasil kegiatan dan

mengkomunikasikan kesimpulan kegiatannya. Kegiatan pembelajaran IPA

juga dirancang sebanyak mungkin memberi kesempatan kepada siswa

untuk bertanya. Dengan bertanya anak akan berlatih mengemukakan

gagasan dan respon terhadap permasalahan yang dihadapinya sehingga

dapat mengembangkan pengetahuan IPA. Di samping bertanya, siswa juga

diberi kesempatan untuk menjelaskan suatu masalah berdasarkan

(13)

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA yang dilakukan

dengan mengangkat permasalahan dalam dunia nyata yang dialami oleh

anak akan lebih menarik bagi anak, sehingga anak dilibatkan secara aktif

dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Dalam penelitian ini materi yang akan digunakan adalah materi IPA

kelas V semester II yaitu materi daur air dan peristiwa alam. Adapun

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan adalah

sebagai berikut:

Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

7. memahami perubahan yang terjadi di

alam dan hubungannya dengan sumber

daya alam

7.1 Mendiskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya.

7.2 Mendiskripsikan perlunya penghematan air.

7.3Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia

(14)

B. Daur Air dan Peristiwa Alam

Daur air dan peristiwa alam merupakan bagian dari pelajaran IPA.

Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-

hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan,

membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala

sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang

diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa pembelajaran IPA

menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari (Samatowa, 2006: 104). Dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD perlu didasarkan pada

pengalaman langsung siswa di kehidupannya sehari-hari serta menimbulkan

kesadaran siswa untuk belajar IPA.

Materi daur air dan peristiwa alam terdapat pada mata pelajaran IPA

kelas V semester II.

1. Daur Air

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok seluruh makhluk hidup.

Tanpa air makhluk hidup akan mati. Air merupakan kebutuhan dasar bagi

manusia dan makhluk hidup lainnya. Kegunaan air bagi makhluk hidup

antara lain: (1) Untuk makan dan minum. Air dapat dikonsumsi langsung

(bagi binatang) dan dimasak dulu (bagi manusia). Sedangkan untuk

makan, air harus diolah bersama bahan makanan lain. (2) Untuk MCK

(Mandi, Cuci, Kakus). Air sangat diperlukan untuk kepentingan manusia

yang berkaitan dengan aktivitas kebersihan. (3) Untuk pengairan pada

(15)

untuk proses asimilasi dan fotosintesisnya. (4) Untuk perikanan dan

pariwisata serta lalu lintas perairan.

Air yang berasal dari sungai, danau, dan sumber air lainnya akan

mengalir ke laut. Air yang berada di laut, sungai dan danau akan

mengalami penguapan. Penguapan menyebabkan air berubah wujud

menjadi uap air yang akan naik ke angkasa. Uap air ini kemudian

berkumpul menjadi gumpalan awan. Gumpalan awan yang ada di angkasa

akan mengalami pengembunan karena suhu udara yang rendah.

Pengembunan ini membuat uap air berubah wujud menjadi kumpulan

titik-titik air yang tampak sebagai awan hitam. Titik-titik air yang semakin

banyak akan jatuh ke permukaan bumi, yang dikenal sebagai hujan.

Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan yang lainnya akan

tetap di permukaan. Air yang meresap ke dalam tanah inilah yang akan

menjadi sumber mata air sedangkan air yang tetap di permukaan, akan

dilalirkan ke sungai, danau, dan saluran air lainnya. Hal ini digambarkan

dalam gambar daur air berikut.

(16)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan proses daur air

antara lain sebagai berikut: (1) pengurangan air tanah karena tidak ada

keseimbangan lingkungan; (2) terhalangnya proses penguapan air karena

ulah manusia, misalnya adanya pabrik-pabrik dan pemukiman yang terlalu

padat; (3) iklim dan cuaca yang memungkinkan tidak terjadi proses

pemanasan air; dan (4) lemahnya daya dorong angin terhadap awan yang

telah terbentuk. Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan terganggunya

daur air adalah penebangan pohon di hutan secara belebihan yang

mengakibatkan hutan menjadi gundul. Pada saat hujan turun, air hujan

tidak langsung jatuh ke tanah karena tertahan oleh daun-daun yang ada di

pohon. Air dari daun akan menetes ke dalam tanah atau mengalir melalui

pembuluh. Karena tertahan pada tubuh tumbuhan, jatuhnya air

menyebabkan tanah tidak terkikis. Air hujan yang meresap ke dalam tanah

selain dapat menyuburkan tanah juga disimpan sebagai sumber mata air.

Hutan gundul menyebabkan daur air terganggu karena cadangan air

yang berada di dalam tanah semakin berkurang, sehingga air yang berada

di sungai dan danau menjadi lebih sedikit. Kegiatan manusia lainnya yang

juga dapat mengakibatkan terganggunya daur air, diantaranya:

membiarkan lahan kosong tidak ditanami dengan tumbuhan menggunakan,

air secara berlebihan untuk kegiatan sehari-hari, dan mengubah daerah

(17)

2. Peristiwa Alam

Peristiwa alam merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh alam

itu sendiri. Banyak peristiwa awal seperti banjir, tanah longsor, gempa

bumi, tsunami, dan gunung meletus.

a. Banjir

Banjir merupakan gejala alam yang sering melanda wilayah

Indonesia. Selain pengaruh tingginya curah hujan, banjir dapat terjadi

akibat kegiatan manusia, seperti penggundulan hutan dan kebiasaaan

membuang sampah sembarangan. Bila hutan masih hijau, pepohonan

akan menahan air hujan sehingga sebagian besar air dapat terserap ke

dalam tanah. Penggundulan hutan menyebabkan sebagian besar air

hujan mengalir di permukaan tanah, apalagi di daerah perkotaan di

mana sebagian besar permukaan tanah tertutup bangunan. Air hujan

tidak dapat menyerap ke dalam tanah dan menyebabkan banjir.

Dampak bencana banjir yaitu: (a) kerusakan bangunan termasuk

jembatan, sistem selokan bawah tanah, dan jalan raya; (b)

berkurangnya persediaan air bersih. Sumber air bersih terkontaminasi

air banjir, sehigga tidak dapat dimanfaatkan lagi; (c) munculnya

wabah penyakit. Karena kondisi tidak higienis, setelah terjadi banjir

biasanya timbul wabah penyakit diare, penyakit kulit, dsb; (d) hasil

pertanian dan persediaan makanan berkurang. Kelangkaan hasil

pertanian disebabkan oleh kegagalan panen. Tanaman dapat hanyut

(18)

transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orang-

orang yang membutuhkan.

b. Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar

kawasan pegunungan. Semakin curam kemiringan lereng satu

kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Longsor terjadi

saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terkikis air dari bagian

utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan

yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Longsor dapat

terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan

bebatuan. Ketika longsor berlangsung, lapisan teratas bumi mulai

meluncur deras pada lereng. Tanah yang besar dari luncuran tanah dan

lumpur inilah yang merusak rumah-rumah, menghancurkan bangunan

yang kokoh dalam hitungan detik.

Tanah longsor merupakan gejala alam, tetapi ada kegiatan

manusia yang mampu menyebabkan gejala alam tanah longsor.

Seperti penebangan pohon secara liar di daerah lereng, penambangan

bebatuan dan tanah yang mampu menimbulkan ketidakstabilan lereng,

dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah.

Faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain: (a)

penggundulan hutan; (b) pengikisan tanah (erosi); (c) hujan deras; (d)

(19)

padat; (g) letusan gunung berapi:(h) akibat adanya beban tambahan

(dilalui kendaraan berat); dan (i) penggunaan bahan peledak.

c. Gunung Meletus

Gunung api yang sedang meletus dapat memuntahkan abu dan

lelehan batuan pijar atau lava. Lava ini sangat panas. Namun saat

dingin, aliran lava ini mengeras dan menjadi batu. Apabila lava ini

bercampur dengan air hujan, dapat mengakibatkan banjir lahar dingin.

Gunung meletus sering disertai dengan gempa bumi. Gempa bumi

yang disebabkan oleh gunung meletus disebut gempa bumi vulkanik.

Misalnya gempa yang terjadi saat Gunung Krakatau meletus pada

tahun 1883. Letusan gunung api dapat mengakibatkan berbagai

dampak yang merugikan. Lava pijar yang dimuntahkan oleh gunung

api dapat membakar kawasan hutan yang dilaluinya. Berbagai jenis

tumbuhan dan hewan mati terbakar. Apabila lava pijar ini mengalir

sampai ke permukiman penduduk, dapat memakan korban jiwa

manusia dan menyebabkan kerusakan yang cukup parah.

d. Gempa Bumi

Gempa dibedakan menjadi tiga, yaitu gempa vulkanik, runtuhan,

dan tektonik. Gempa yang paling hebat yaitu gempa tektonik. Gempa

tektonik terjadi karena adanya pergeseran kerak bumi. Gempa tektonik

terjadi ketika dua lempeng saling bergesekan. Gempa tektonik dapat

mengakibatkan pohon-pohon tumbang, bangunan runtuh, tanah

(20)

Gempa bumi mempunyai kekuatan yang berbeda-beda.

Kekuatan gempa diukur menggunakan satuan skala Richter. Alat

untuk mengukur gempa yaitu seismograf. Terjadinya gempa tektonik

dimulai dari sebuah tempat yang disebut pusat gempa. Pusat gempa

dapat berada di daratan atau lautan. Pusat gempa yang berada di lautan

dapat menyebabkan gempa bumi di bawah laut. Gempa seperti ini bisa

menyebabkan gelombang hebat yang disebut tsunami. Gelombang itu

bergerak menuju pantai dengan kecepatan sangat tinggi dan

kekuatannya sangat besar. Ketika mencapai pantai, gelombang

tersebut naik sehingga membentuk dinding raksasa.

e. Tsunami

Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya

gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi

akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah

vertikal) atau dalam arah horizontal. Perubahan tersebut disebabkan

oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api,

atau longsoran yang terjadi di dasar laut (Ward, 1982). Dari ketiga

sumber tersebut, di Indonesia gempa merupakan penyebab utama

(Puspito dan Triyoso, 1994).

C. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Patta Bundu (2006:15), hasil belajar seseorang sering tidak

(21)

memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar. Namun

demikian, karena hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan

manusia berubah dalam setiap tingkah lakunya.

Hasil belajar menurut Bloom (Suharsimi Arikunto, 2005: 76) dibagi

dalam 3 (tiga) ranah yakni :

a. Ranah kognitif: kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh

pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan

penalaran.

b. Ranah psikomotor: kompetensi melakukan pekerjaan dengan

melibatkan anggota badan; kompetensi yang berkaitan dengan gerak

fisik.

c. Ranah afektif: berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat

penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek.

Ranah Kognitif dibagi ke dalam 6 (enam) tingkatan yaitu :

pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis(C4), sintesis

(C5), dan evaluasi (C6). Menurut Lorin W. Anderson (2010 : 44-45)

tingkatan kognitif direvisi oleh Bloom menjadi mengingat (C1),

memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi

(C5), dan mencipta (C6).

a. Pada tingkat mengingat siswa mengambil pengetahuan dari memori

jangka panjang. (Soal mengingat: soal yang menuntut jawaban yang

(22)

b. Pada tingkat memahami siswa membangun makna dari materi

pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar

oleh guru. (Soal pemahaman: soal yang menuntut pembuatan

pernyataan masalah dengan kata-kata penjawab sendiri, pemberian

contoh prinsip atau contoh konsep).

c. Pada tingkat aplikasi: siswa menerapkan atau menggunakan suatu

prosedur dalam keadaan tertentu. (Soal aplikasi: soal yang menuntut

penerapan prinsip dan konsep dalam memecahkan masalah).

d. Pada tingkat analisis: siswa diminta untuk memecah-mecah materi ke

dalam bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antar

bagian dan antar bagian dengan keseluruhan atau tujuan. (Soal analisis

: soal yang menuntut kemampuan menunjukkan bagian-bagian yang

penting dan relevan, menulis garis besar sebuah tulisan, memilih

struktur yang paling sesuai, dan menentukan pendapat atau tujuan dari

materi).

e. Pada tingkat evaluasi: siswa dituntut membuat keputusan berdasarkan

kriteria dan standar tertentu. (Soal analisis: soal yang menuntut

pemeriksaan terhadap produk atau proses atau penerapan solusi pada

suatu masalah, dan pemberian kritik terhadap hipotesis atau pendapat

orang lain).

f. Pada tingkat mencipta: siswa dituntut untuk membuat produk baru

dengan mereorganisasi beberapa bagian menjadi pola atau struktur

(23)

menuntut pembuatan hipotesis atau alternatif, mencari dan memilih

solusi pemecahan masalah, dan merancang dan menciptakan produk

sesuai dengan spesifikasi tertentu).

Hasil belajar dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan ketiga

domain tersebut yang dialami siswa setelah menjalani proses belajar.

Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran berupa

evaluasi, selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga

ditunjukan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui

sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Semakin baik proses pembelajaran dan keaktifan siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang

diperoleh siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah

dirumuskan sebelumnya.

Berdasarkan definisi diatas maka hasil belajar merupakan

perubahan kemampuan pada manusia sebagai hasil dari proses belajar

sehingga bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif,

afektif, dan psikomotor setelah siswa melakukan pengalaman belajar.

2. Pengertian Belajar

Baharudin dan Esa Nur Wahyumi (2007: 11-12), belajar

merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,

ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir

hayat, kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik yang

(24)

aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam

dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Menurut Slameto (2010: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.

Patta Bundu (2006: 15) menjelaskan hakikat belajar sebagai

berikut:

Kata kunci pembelajaran adalah perubahan. Tidak ada tujuan pengajaran

yang dicapai sebelum setiap siswa menjadi berbeda dalam beberapa hal

antara sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Lebih jauh

dikemukakan bahwa untuk melihat perubahan yang terjadi perlu dijawab

beberapa pertanyaan sebagai indikator: (1) apakah siswa mengetahui lebih

banyak daripada yang diketahui sebelumnya, (2) apakah siswa memahami

sesuatu yang tidak dipahami sebelumnya, (3) apakah siswa

mengembangkan ketrampilan yang belum dikembangkan sebelumnya, (4)

apakah siswa merasakan sesuatu yang berbeda dari aspek yang dipelajari

dari pada yang dirasakan sebelumnya dan (5) apakah siswa

mengembangkan sesuatu yang tidak ada sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa belajar merupakan usaha yang sengaja dilakukan dengan tujuan

untuk mendapatkan perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai

(25)

laku bersifat kontinu, positif, aktif, dan mencakup seluruh aspek tingkah

laku

D. Contextual Teaching and Learning

Menurut Wina Sanjaya (2005: 100) pendekatan adalah istilah yang

diberikan untuk hal yang bersifat lebih umum. Sedangkan Muhibbin Syah

(2006: 155) mengemukakan tentang pendekatan belajar sebagai cara atau

strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi

proses mempelajari materi tertentu. Selain itu, menurut Syaiful Sagala (2006:

68) ada istilah pendekatan pembelajaran yang merupakan jalan yang akan

ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk

suatu satuan instruksional tertentu.

Roy Killen (Wina Sanjaya, 2005: 15) mengemukakan bahwa ada dua

pendekatan yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi

kepada guru dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa.

Jadi, pendekatan merupakan sebuah cara atau strategi yang digunakan dalam

proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Wina Sanjaya (2005: 109), Contextual Teaching and Learning

(CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses

keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang

dipelajari dan menghubungkannnya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Johnson (2009: 65) menyatakan bahwa CTL adalah sebuah sistem

(26)

bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang

melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Bagian-

bagian CTL yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang

ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat

hubungan yang menghasilkan makna. Menurut Masnur Muslich (2007: 41)

Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang

menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi

merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru

lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.

Penerapan model CTL menggunakan 7 komponen atau asas pokok

dalam CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya

(questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan

(modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic

assessment). Kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual adalah kelas

yang menggunakan ketujuh prinsip atau komponen CTL dalam

pembelajarannya (Trianto, 2010: 111).

Masnur Muslich menyebut istilah asas-asas pembelajaran CTL sebagai

komponen utama CTL. Secara rinci, Masnur Muslich (2007: 44-48)

mengemukakan tentang prinsip dasar setiap komponen utama CTL.

a. Konstruktivisme

1) Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.

2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih

(27)

3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan

menerapkan idenya sendiri.

4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam

belajar.

5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman

sendiri.

6) Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat

apabila diuji dengan pengalaman baru.

b. Bertanya

1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.

2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui

tanya jawab.

3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif

dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas).

4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan

menilai kemampuan berpikir siswa.

5) Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

(a) menggali informasi; (b) mengecek pemahaman siswa; (c)

membangkitkan respon siswa; (d) mengetahui kadar keingintahuan

siswa; (e) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; (f) memfokuskan

perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih

banyak pertanyaan bagi diri siswa; dan (h) menyegarkan pengetahuan

(28)

c. Inkuiri

1) Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa

menemukan sendiri.

2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti

dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.

3) Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan hipotesis,

pengumpulan data, dan penyimpulan.

d. Masyarakat belajar

1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing

dengan pihak lain.

2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling

menerima informasi.

3) Sharing terjadi apabila terjadi komunikasi dua atau multiarah.

4) Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi

sumber belajar.

e. Pemodelan

1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada

model atau contoh yang bisa ditiru.

2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau

ahlinya.

3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh

(29)

f. Refleksi

1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan

pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.

2) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau

pengetahuan yang baru diperolehnya.

3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan

yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman

sejawat, atau unjuk kerja.

g. Penilaian autentik

1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui

perkembangan belajar siswa.

2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian

proses dan hasil.

3) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat

mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama

(peer assessment).

4) Penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan

kriteria yang jelas.

5) Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara

berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.

6) Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua, dan

sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik

(30)

Masnur Muslich (2007: 43) menjelaskan apabila ketujuh komponen ini

diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas berikut : (a) kegiatan

yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna

apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri

pengetahuan dan keterampilan barunya, (b) kegiatan belajar yang mendorong

sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan

yang akan dipelajari, (c) kegiatan belajar yang bisa mengkondisikan siswa

untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang

dihadapi sehingga ia berhasil ”menemukan” sesuatu, (d) kegiatan belajar yang

bisa menciptakan situasi belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa

berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman

lain, (e) kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai

rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi

kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan

sebagainya, (f) kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik

dalam bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan

pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa

selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa. (g) Kegiatan

belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa

melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.

Latar belakang CTL menurut Syaiful Sagala (2006: 87) adalah belajar

akan lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah serta lebih

(31)

Selain itu, pembelajaran yang hanya berorientasi pada target penguasaan

materi terbukti hanya berhasil dalam mengingat jangka pendek, tetapi gagal

dalam membekali anak dalam penyelesaian masalah jangka panjang

(kehidupan sehari-hari). Wina Sanjaya (2005: 125) menyatakan bahwa CTL

menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

Oleh karena itu, dalam CTL, keaktifan siswa senantiasa mengalami

peningkatan.

Johnson (2009: 75-87) mengemukakan tiga prinsip dalam CTL yaitu

sebagai berikut.

a. Prinsip kesaling-bergantungan

Prinsip ini membantu siswa membuat hubungan-hubungan untuk

menemukan makna. Misalnya, ketika para siswa bergabung untuk

memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan

dengan rekannya.

b. Prinsip diferensiasi

Diferensiasi membuat siswa untuk saling menghormati keunikan,

perbedaan, dan keragaman masing-masing sehingga menghasilkan

gagasan dan hasil yang baru yang berbeda.

c. Prinsip pengorganisasian diri

Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan

menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri sehingga siswa sadar

akan potensi yang dimilikinya dan selalu menjadi dirinya sendiri.

Hairudin (2007: 44) mengemukakan langkah-langkah penerapan

(32)

bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,

menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan

barunya (komponen konstruktivisme), (b) laksanakan kegiatan enemukan

sendiri untuk mencapai kompetensi yang diingikan (komponen inkuiri), (c)

kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya (komponen

bertanya), (d) ciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen

masyarakat belajar), (e) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

(komponen pemodelan), (f) lakukan refleksi di akhir pertemuan, agar peserta

didik merasa bahwa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen

refleksi), (g) lakukan penilaian autentik dari berbagai sumber dan cara

(komponen assesmen autentik)

Pada pendekatan pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

materi pelajaran akan bertambah berarti jika siswa mempelajari materi

pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan

arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi

lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai

tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan

sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Selanjutnya siswa

memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu

dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan

dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai

kombinasi dan struktur kelompok (Depdiknas 2002:8). Dengan demikian

(33)

kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya

pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

dengan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah pembelajaran

yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian

pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat

ke dalam konsep materi pelajaran yang dibahas.

E. Hubungan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan

Hasil Belajar

Pembelajaran dengan CTL menciptakan kegiatan belajar yang multi

aspek karena lingkungan atau konteks belajar memiliki cakupan yang luas.

Keterlibatan belajar siswa dengan CTL menjadi lebih kuat karena CTL

menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental

(Wina Sanjaya, 2005: 125). Belajar dengan metode CTL bukan hanya

melibatkan aspek kognitif dan berada dalam lingkungan ruangan kelas, artinya

siswa memiliki kekayaan pengalaman selama mengikuti kegiatan belajar.

Dapat dikatakan seluruh aspek kecerdasan siswa terlibat aktif.

Konteks kehidupan siswa yang juga menjadi konteks belajar

menjadikan siswa dengan mudah menemukan makna dari kegiatan belajar itu

sendiri. Dilhat dari konsep manfaat, maka siswa dengan mudah mengetahui,

memahami bahkan menghayati manfaat mempelajari suatu materi pelajaran.

Selama ini, ketika pembelajaran lebih berorientasi pada nilai akademik,

(34)

diabaikan. Penerapan model pembelajaran CTL menjadikan siswa lebih

bermakna atau berarti. Siswa melihat belajar bukan sekedar mencapai nilai

akademik, tetapi juga manfaat langsung bagi kehidupan dirinya.

Jika hasil belajar diartikan sebagai hasil usaha yang dapat dicapai siswa

setelah melakukan proses belajar yang berlangsung dalam interaksi subjek

dengan lingkungannya seperti dikemukakan (Winkel, 2004: 15), maka CTL

dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini terjadi karena CTL memunculkan

lebih banyak interaksi antara siswa dengan konteks lingkungannya.

Kompleksitas konteks belajar bukan menjadi penghambat karena pada

saat interaksi berlangsung, siswa-siswa justru mampu mengembangkan

kemampuan berpikir lebih banyak. Siswa, terutama yang masih pada taraf

berpikir operasional kongkrit, lebih mudah memahami sesuatu yang kongkrit

atau nyata. Bahkan, siswa dapat melakukan asosiasi atau penyatuan unsur-

unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh atau sintesis merupakan

suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis

sehingga menjadi suatu proses yang berstruktur atau berbentuk pola baru

(Sudijono, 2001: 51). Dengan demikian, jelas bahwa Contextual Teaching

Learning mengasah lebih banyak potensi kecerdasan siswa yang pada akhirnya

mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

F. Kerangka Pikir

Penelitian ini disusun dengan membangun kerangka pikir bahwa guru

menguasai materi mata pelajaran IPA dengan baik tetapi belum menerapkan

(35)

pada hasil belajar. Keterlibatan dan keaktifan siswa kurang karena kegiatan

belajar lebih menekankan pada ketertiban dan pengendalian guru kepada siswa.

Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat merupakan alternatif

yang baik untuk merubah pembelajaran yang membosankan menjadi sesuatu

yang diminati oleh siswa, sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti

pembelajaran. Begitu juga dalam pembelajaran daur air dan peristiwa alam

dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat yang dapat membantu

siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam

pemecahan masalah. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran yang tepat

adalah pendekatan CTL yaitu pendekatan yang lebih mementingkan

keterlibatan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri pengetahuannya dan

menemukan makna dari apa yang dipelajari dengan menghubungkan materi

yang dipelajari tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini

sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di SD yaitu mengembangkan

keterampilan proses dan sikap ilmiah melalui proses penemuan.

Ciri khas dari pendekatan CTL adalah pemanfaatan lingkungan sebagai

sumber belajar. Dalam pembelajaran, CTL menekankan pada keterkaitan antara

materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata

sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya.

Proses pembelajaran kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa

bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Dengan demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil

(36)

Penggunaan model Contextual Teaching Learning (CTL) dalam

pembelajaran IPA akan memberikan kesempatan siswa mengaitkan antara

materi yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dengan

demikian pengetahuan yang didapat siswa adalah hasil temuannya sendiri

sehingga bertahan lebih lama dalam ingatannya, lebih mudah dipahami, dan

lebih bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang bermakna akan meningkatkan

keantusiasan siswa dalam belerdasarkan hal tersebut, maka model Contextual

Teaching Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan

sebagai berikut. Penggunaan pendekatan CTL dapat meningkatkan proses

pembelajaran dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif kelas V pada mata

pelajaran IPA materi daur air dan peristiwa alam.

H. Definisi Operasional Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variable yang perlu di definisikan,

yakni:

1. Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA

Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dalah perubahan kemampuan

pada siswa tentang konsep IPA sebagai hasil proses belajar sehingga

bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif, afektif dan

(37)

2. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching

Learning (CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil

(mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada unia nyata kehidupa sehari-

hari yang dialami siswa kemudian diangkat kedalam konsep materi

pelajaran yang dibahas. Ciri khas dari pendekatan CTL adalah

pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam pembelajaran,

CTL menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan

dunia kehidupan peserta didik secara nyata sehingga siswa dapat

merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Proses pembelajaran

kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan

mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan

demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil temuannya

(38)
(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas

V Sekolah Dasar Negeri Rejondani Prambanan. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research).

Menurut Oja dan Smulyan dalam Suyanto (1997: 17), bentuk penelitian

tindakan kelas dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) guru sebagai peneliti, (2)

penelitian tindakan kelas kolaboratif, (3) simultan terintegrasi, dan (4)

administrasi sosial eksperimental. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan bentuk penelitian tindakan kelas kolaboratif, yakni penelitian

yang melibatkan guru kelas dan mahasiswa. Dalam hal ini guru bertindak

sebagai pengajar dan peneliti bertindak sebagai pengamat (observer).

B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Rejondani, Kecamatan

Prambanan Kabupaten Sleman.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II Tahun Ajaran 2013/2014

dari bulan Mei 2014 sampai bulan Juni 2014.

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VB SD Negeri

Rejondani, Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman yang berjumlah

(40)

pemilihan kelas VA dikarenakan peneliti menemukan permasalahan dalam

pembelajaran IPA berupa hasil belajar IPA yang masih rendah. Mereka sulit

memahami materi pelajaran apabila hanya mendengarkan ceramah atau

membaca buku. Peneliti mencoba meningkatkan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran IPA pada materi daur air dan peristiwa alam menggunakan

model Contextual Teaching Learning (CTL).

D. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas VB

SD Negeri Rejondani Kabupaten Sleman dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) pada materi daur air dan

peristiwa alam. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

spiral dari Kemmis dan Mc Taggart (Rochiati, 1994: 25) yang terdiri dari

dua siklus dan masing-masing siklus menggunakan empat komponen

tindakan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dalam suatu

spiral yang saling terkait. Adapun alur pelaksanaan tindakan kelas dapat

digambarkan sebagai berikut :

(41)

E. Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian ini diawali dengan persiapan dan diakhiri dengan

pembuatan laporan. Kegiatan penelitian ini direncanakan melalui beberapa

siklus. Setiap siklus yang dilaksanakan peneliti dalam pembelajaran dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan (planning).

Pada tahap perencanaan, dilakukan pengamatan pembelajaran IPA

di kelas VB SD Negeri Rejondani. Dari hasil pengamatan selama

pembelajaran diperoleh suatu permasalahan yaitu dalam kegiatan proses

belajar mengajar siswa kurang terlibat dan tampak sulit memahami materi

sehingga berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar siswa utamanya

dalam ranah kognitif. Dari masalah tersebut, maka peneliti dalam tahap

perencanaan ini dapat membuat sebuah perencanaan yaitu:

a. Menentukan materi pelajaran IPA, yaitu materi daur air dan peristiwa

alam dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

b. Merancang langkah-langkah pembelajaran IPA yang berupa Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

c. Menyiapkan media, alat peraga dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

d. Merancang instrumen sebagai pedoman observasi dalam pelaksanaan

(42)

2. Tindakan (acting).

Tindakan sebagai sebuah pelaksanaan dari apa yang telah

direncanakan. Perencanaan tindakan yang menggunakan pendekatan CTL

tersebut harus bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-

perubahan dalam pelaksanaan tindakan tersebut. Jadi tindakan bersifat

tidak tetap dan dinamis yang memerlukan keputusan cepat tentang apa

yang perlu dilakukan.

Tindakan direncanakan dengan membahas materi daur air dan

peristiwa alam melalui pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).

Selama kegiatan pembelajaran guru menerapkan langkah-langkah

pembelajaran kontextual yang mengacu pada skenario pembelajaran yang

telah dibuat yaitu meliputi:

1) Kegiatan Awal

a) Mengecek kesiapan belajar siswa.

b) Melakukan apersepsi dengan memberi pertanyaan yang

berkaitan dengan materi dan siswa dijelaskan tentang

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang akan

dilakukan.

c) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

2) Kegiatan inti

a) Guru menunjukkan contoh peristiwa di lingkungan atau benda

(43)

b) Guru mengajukan pertanyaan yang mengarah ke materi.

(Bertanya)

c) Siswa diberi kesempatan menyampaikan jawaban sesuai

pengetahuannya. (Konstruktivisme)

d) Guru mendengarkan, merangkum, dan membahas jawaban-

jawaban siswa.

e) Kelas dibagi menjadi 4 kelompok. (Masyarakat belajar)

f) Guru membagi lembar kegiatan siswa yang berisi langkah kerja

dari kegiatan praktikum yang akan dilakukan.

g) Siswa memperhatikan demonstrasi dan penjelasan guru tentang

kegiatan praktikum yang akan dilakukan. (Pemodelan)

h) Siswa tanya jawab dengan guru tentang kegiatan/tugas yang

harus dilakukan siswa.

i) Siswa melakukan kegiatan eksperimen menyelidiki terjadinya

daur air. (Inkuiri)

j) Siswa mencatat hasil kegiatan eksperimen yang mereka lakukan

dengan panduan LKS. (Inkuiri)

k) Siswa mendiskusikan hasil eksperimen dengan kelompoknya.

(Inkuiri)

l) Siswa membuat kesimpulan dari kegiatan eksperimen yang

dilakukan. (Inkuiri)

m) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

(44)

o) Tanya jawab antar kelompok dan guru tentang hasil diskusi

kelompok. (Bertanya)

p) Siswa diberi kesempatan menyampaikan pendapat tentang

kegiatan yang telah dilakukan. (Refleksi)

q) Siswa diberi kesempatan merangkum apa yang telah dipelajari.

(Refleksi)

r) Siswa dibimbing guru menarik kesimpulan dari kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan. (Refleksi)

3) Kegiatan penutup

a) Siswa mengerjakan soal evaluasi.

b) Guru menilai hasil kerja siswa, laporan praktikum, dan kinerja

siswa saat praktek/presentasi. (Penilaian autentik)

3. Observasi atau pengamatan (observing).

Observasi merupakan upaya mengamati pelaksanaan tindakan

yaitu pendekatan CTL dalam pembelajaran IPA. Pengamatan dilakukan

selama proses pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Pengamatan

dilakukan untuk mengetahui proses belajar belajar mengajar yang

dilakukan oleh guru dan siswa menggunakan lembar observasi. Hasil

belajar siswa pada ranah kognitif diperoleh dengan menggunakan tes

(45)

4. Perefleksian (reflecting).

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, peneliti

mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran yang dicapai

pada tindakan ini. Refleksi tersebut dapat dilakukan dengan:

a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi

evaluasi hasil belajar, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.

b. Membahas hasil evaluasi, Lembar Kerja Siswa, dan lain-lain.

c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk

digunakan pada siklus berikutnya.

Kemudian berdasarkan refleksi yang telah dilakukan peneliti,

peneliti dapat menentukan hal-hal yang akan dilakukan pada siklus

berikutnya. Hal ini dilakukan demi tercapainya hasil pembelajaran yang

diinginkan dan meningkatkan hasil belajar melalui pendekatan CTL

tersebut. Keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan siklus

disesuaikan dengan hasil pembelajaran yang diperoleh. Siklus dihentikan

jika pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana dan telah

mampu meningkatkan hasil belajar yang diperoleh 75% siswa sudah

memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 75. Siklus akan dilanjutkan

(46)

F. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini difokuskan pada hasil

belajar siswa ranah kognitif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan observasi, tes dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk

mengamati proses pembelajaran terutama aktivitas siswa dan guru dalam

penerapan model CTL. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif

siswa atau prestasi belajar siswa. Tes dilakukan di akhir siklus untuk

mengetahui kemampuan kognitif siswa. Dokumentasi dilakukan dengan

mengumpulkan bukti berupa gambar-gambar selama kegiatan berlangsung.

G. Instrumen Penelitian dan Validasi Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

observasi dan soal tes.

1. Lembar observasi. Lembar observasi terdiri atas lembar observasi aktivitas

guru dan siswa dalam pembelajaran. Lembar pengamatan aktivitas guru

digunakan untuk mengamati implementasi model CTL dalam

pembelajaran oleh guru berupa daftar pernyataan aktivitas guru dalam

bentuk check list. Lembar observasi aktivitas guru dan siswa dapat dilihat

(47)

Tabel 2. Pedoman Observasi Aktivitas Guru Dalam Penerapan CTL

No Komponen CTL Aspek yang diamati Ya Ti

dak

Deskripsi

1. Konstruktivisme Guru memberi kesempatan siswa

belajar dari lingkungan/ benda nyata/peristiwa yang terjadi di

3. Pemodelan Guru memberi contoh kegiatan

eksperimen yang akan dilakukan. Guru menjelaskan langkah kerja.

4. Inkuiri Guru membimbing siswa merumuskan

masalah eksperimen.

6. Refleksi Guru memberi kesempatan siswa

(48)

Tabel 3. Pedoman Observasi Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran CTL

No Komponen CTL Aspek yang diamati Ya Ti

dak

Deskripsi 1. Konstruktivisme Siswa belajar dari lingkungan/benda

nyata/peristiwa yang terjadi di

3. Pemodelan Siswa memperhatikan contoh yang diberikan guru.

Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang langkah kerja percobaan. 4. Inkuiri Siswa dibimbing guru merumuskan

masalah eksperimen.

7. Penilaian autentik Siswa dinilai guru meliputi kinerja saat praktek, presentasi siswa, laporan hasil praktikum, dan tes tertulis.

(49)

2. Lembar soal. Soal tes disusun berdasarkan indikator yang akan dicapai.

Bentuk soal tes adalah pilihan ganda atau tes obyektif. Pembuatan lembar soal

didahului dengan pembuatan kisi-kisi soal. Jumlah soal tiap siklus adalah 20

butir dengan pilihan jawaban a, b, c, dan d.

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid maka instrumen yang

digunakan juga harus valid. Validasi menggunakan validitas isi dilanjutkan

dengan uji validitas dengan meminta pertimbangan dosen ahli (expert

judgement). Pembuatan soal menekankan penilaian pada aspek kognitif

meliputi: pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3).

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data prestasi belajar siswa

yang berupa data kuantitatif dan data hasil observasi berupa data kualitatif.

Menurut Supardi (2012: 131) data kuantitatif (hasil belajar/prestasi siswa)

dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Menurut Didik Komaidi (2011:

89), analisis data hanya bersifat kualitatif. Jika ada data kuantitatif, maka

analisisnya secara statistik deskriptif yaitu penyimpulan didasarkan pada nilai

rata-rata atau simpangan baku amatan. Menurut Suharsimi Arikunto (1993:

209) analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan bahwa tindakan yang

dilaksanakan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan/perubahan

kearah yang lebih baik jika dibandingkan keadaan sebelumnya. Jadi, dalam

penelitian ini analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk

(50)

Dalam penelitian ini, hasil tes yang diperoleh siswa dianalisis dengan

mencari nilai rata-rata (mean), dengan rumus:

X

Nilai yang diperoleh siswa dari tes dimasukkan dalam kriteria pencapaian

hasil belajar siswa dengan kategori sebagai berikut.

Tabel 4. Kriteria Pencapaian Hasil Belajar Siswa

No Kelas Interval Kategori

1 86 – 100 Sangat baik

2 76– 85 Baik

3 66 – 75 Cukup

4 51 – 65 Kurang

5 ≤ 50 Gagal

Menurut pedoman di atas dengan cara membandingkan nilai rata-rata

siklus I dan II, apabila nilai rata-rata siklus II lebih besar daripada rata-rata

nilai siklus I, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar siswa

meningkat.

Sedangkan data hasil observasi aktivitas siswa selama proses

pembelajaran menggunakan pendekatan CTL menghasilkan data kualitatif.

Sugiyono (2011: 337) berpendapat bahwa menganalisis data kualitatif

menggunakan model alur. Teknik ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang

(51)

50

kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data,

penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari catatan pengamatan. Hasil

reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan dalam suatu kegiatan

tertentu. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif

yang disusun, diatur, diringkas dalam bentuk kategori-kategori sehingga mudah

dipahami makna yang terkandung di dalamnya. Analisis data tersebut berguna

untuk rencana perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya.

I. Kriteria Keberhasilan

Indikator keberhasilan tindakan dalam PTK ini yaitu adanya peningkatan hasil

belajar pada ranah kognitif yang ditandai dengan meningkatnya prestasi belajar

siswa yaitu nilai rata-rata kelas mencapai KKM yaitu 75 dan persentase banyaknya

siswa yang tuntas minimum 75% dengan nilai KKM 75, maka tindakan dinyatakan

Gambar

Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V
Gambar 1.Skema daur air di alam
Gambar 2. Spiral PTK Kemmis Mc Taggart
Tabel 3. Pedoman Observasi Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran CTL
+7

Referensi

Dokumen terkait

menggambarkannya dengan melakukan sketsa terlebih dahulu dilanjutkan dengan menyiapkan properti yang dibutuhkan dan pada saat memotret harus diperhatikan teknik

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi natrium benzoat pada suhu berbeda terhadap kadar vitamin C cabai

Gambar 4.56 Presentase Jenis Kendaraan Di Jalan Bandara Jendral Ahmad Yani111 Gambar 4.57 Grafik Volume Lalu-lintas Di Bundaran

Arahan dalam mengumpulkan data perlu ditambah kalimat “ untuk membantu dalam perancangan prosedur percobaan dan pemilihan alat dan bahan” agar siswa lebih memahami

penyelenggaraan CEAPAD II merupakan penegasan komitmen dan dukungan.. Pemerintah Indonesia terhadap Palestina, serta memperjelas posisi Indonesia Indonesia

1. Beberapa dari para ahli ekonomi Eropa tahun 1870-an yang dikelompokkan dalam Mashab Austria, mengemukakan teori tentang perilaku konsumen dan teori itu dikenal sebagai

CONTOH KASUS UJI DUNCAN PADA RAK..

Pertama , birokrasi diartikan sebagai ” government by bureaus” yaitu pemerintahan biro oleh pegawai yang diangkat oleh pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan dalam