BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah diwujudkan dengan adanya
interaksi belajar mengajar antara peserta didik dan guru dalam proses
pembelajaran. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya kegiatan
pembelajaranya pemerintah memberlakukan kebijakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang kemudian disempurnakan menjadi
Kurikulum 2013. Kurikulum ini menekankan pembelajaran yang berbasis
kompetensi yaitu pembelajaran ke arah penciptaan dan peningkatan
serangkaian kemampuan dan potensi siswa agar mampu mengantisipasi
tantangan dalam kehidupannya yang beraneka ragam. Pendidikan tidak lagi
berpusat pada guru, tetapi berpusat kepada siswa karena guru bukanlah satu-
satunya sumber belajar. Dengan demikian, guru dapat memanfaatkan
lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.
Kurikulum KTSP berorientasi pada tercapainya kompetensi siswa.
Kompetensi siswa akan lebih mudah tercapai, apabila pembelajaran berpusat
pada siswa dan didukung konteks atau kenyataan di lingkungan yang
dihadapinya. Tugas dan peran guru sesuai dengan KTSP adalah menjadi
fasilitator yang memberi kemudahan belajar kepada seluruh siswa untuk
dapat mencapai kompetensi yang diharapkan (Mulyasa, 2006:142). Guru
harus mampu memilih dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai dan melibatkan siswa secara aktif
menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif dan
menyenangkan bagi siswa untuk belajar.
Salah satu mata pelajaran dalam KTSP adalah IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam). IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam
semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo, 1992 : 3). Berdasarkan
pengertian tersebut, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis. IPA bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan
pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep, atau prinsip tetapi juga sebuah
proses untuk menemukan. Pengetahuan tentang alam hendaknya dibangun
sendiri oleh siswa melalui kegiatan belajarnya dengan mengamati maupun
mengalami langsung fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Hal ini sesuai
pendapat Sumaji (1998: 35) bahwa pembelajaran IPA ditujukan agar siswa
mampu memahami dan menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitannya
dengan kehidupan nyata untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, proses
pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung agar
siswa mengembangkan kompetensinya untuk memahami dan memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan alam sekitar.
Kenyataan yang terjadi di kelas VB SD Negeri Rejondani Kabupaten
Sleman menunjukkan pembelajaran IPA masih berpusat pada guru. Guru
belum memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui kegiatan
nyata, menyelidiki masalah-masalah yang berkaitan kehidupan sehari-hari
secara langsung. Pembelajaran lebih sering disampaikan melalui ceramah
cenderung pasif kecuali mendengarkan dan mencatat. Pembelajaran
berlangsung searah. Metode ini menjadi kebiasaan dan menjadikan anak didik
kurang mandiri dalam belajar. Siswa-siswa menjadi kurang termotivasi untuk
belajar. Guru memberikan pengetahuan IPA kepada siswa secara teoritis dan
abstrak, sedangkan siswa hanya menerima dan menghafalkan pengetahuan
IPA yang disampaikan guru begitu saja.
Pembelajaran yang disampaikan melalui ceramah menjadikan objek
belajar tampak abstrak atau tidak nyata sehingga menjadikan pelajaran IPA
juga kurang menarik. Hal ini menjadikan materi pelajaran sulit dipahami.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian siswa
dalam belajar IPA antara lain dengan mengaitkan materi yang disajikan
dengan konteks kehidupan nyata sehari-hari yang dikenal siswa di
sekelilingnya atau dengan memberikan informasi manfaat materi yang sedang
dipelajari bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan masalah (Cahya Prihandoko, 2006: 10). Permasalahan yang
diangkat dari kehidupan anak lebih mudah dipahami oleh anak, karena nyata,
terjangkau oleh imajinasinya, dan dapat dibayangkan sehingga lebih mudah
baginya untuk mencari kemungkinan penyelesaian menggunakan kemampuan
yang telah dimiliki (Pitadjeng, 2006: 53-54).
Pembelajaran yang didominasi oleh guru kelas bukan hanya berdampak
pada rendahnya motivasi belajar, tetapi juga rendahnya hasil belajar. Hasil
belajar ini tampak dari masih banyaknya siswa yang mendapat nilai ulangan
tindakan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan
pendekatan pembelajaran yang menjadikan siswa terlibat aktif dalam kegiatan
belajar
Upaya yang telah dilakukan guru untuk memperbaiki proses
pembelajaran adalah dengan menggunakan metode demonstrasi dan
penggunaan media, tetapi belum memberikan hasil yang optimalkarena
pembelajaran masih berpusat pada guru. Demonstrasi masih dilakukan sendiri
oleh guru, sedangkan siswa belum diberi kesempatan untuk melakuakn
demonstrasi. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran IPA yang
berpusat pada siswa (student centered) sehingga siswa dapat membangun
sendiri pengetahuannya.
Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan pendekatan pembelajaran
sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA yang
diharapkan akan mempengaruhi peningkatan hasil belajarnya dengan
menggunakan pendekatan CTL (Contectual Teaching and Learning).
Berdasarkan uraian di atas, diharapkan dengan penerapan pendekatan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ini dapat
meningkatkan penguasaan konsep pada materi pembelajaran IPA bagi siswa
yang ditandai dengan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa.
B. Identifikasi Masalah
Uraian latar belakang masalah di atas khususnya SD N Rejondani
mengungkapkan sejumlah permasalahan dalam pembelajaran IPA
1. Siswa kurang aktif karena pembelajaran masih bersifat teacher centered
sehingga sulit untuk dicerna siswa.
2. Siswa kurang mandiri dalam belajar karena pembelajaran terjadi dengan
pola searah, dari guru ke siswa.
3. Guru hanya menyampaikan materi sesuai yang tertera di buku yang
digunakannya saja.
4. Motivasi siswa rendah, terlihat dalam kurangnya perhatian yang diberikan
siswa terhadap guru.
5. Hasil belajar dilihat dari ranah kognitif pada ulangan harian semester II
mata pelajaran IPA kelas V masih banyak yang di bawah KKM
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti
memberikan pembatasan masalah yaitu pada masih rendahnya hasil belajar
IPA ranah kognitif di kelas V B SD Rejondani Prambanan Sleman yang perlu
ditingkatkan dengan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana
memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar ranah
kognitif siswa pada Mata Pelajaran IPA melalui pendekatan CTL
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada Mata Pelajaran
IPA materi daur air dan peristiwa alam melalui pendekatan CTL di kelas V
SD N Rejondani Prambanan.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak
pihak, antara lain:
1. Bagi peneliti
a. Menambah wawasan peneliti tentang bagaimana cara meningkatkan
hasil belajar siswa dengan penggunaan pendekatan CTL (Contextual
Teaching Learning)
b. Menambah pengalaman melaksanakan pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar.
2. Bagi Guru
a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai inovasi serta
penyempurnaan proses pembelajaran
b. Menumbuhkan kreativitas dalam usaha memperbaiki proses dan dan
hasil belajar siswa melalui pendekatan dan model pembelajaran yang
7
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
1. Pengertian IPA
IPA merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam” yang
merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural
berarti alamiah atau berhubungan dengan alam. Science berarti ilmu
pengetahuan. Jadi menurut asal katanya, IPA berarti ilmu tentang alam
atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa di alam (Srini M.
Iskandar, 1996: 2).
IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam
semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo, 1992 : 3). Menurut Nash
1963 (dalam Hendro Darmodjo, 1992 : 3) IPA adalah cara atau metode
untuk mengamati alam yang sifatnya analisis, lengkap, cermat serta
menghubungkan antara fenomena alam yang satu dengan fenomena alam
yang lainnya. Sedangkan menurut Powler (dalam Winaputra, 1992:122)
IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan
kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur dan berlaku umum
berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.
IPA sering disebut juga dengan sains. Sains merupakan terjemahan
dari kata science yang berarti masalah kealaman (nature). Sains adalah
pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam (Usman
Samatowa, 2010:19). Sains adalah pengetahuan yang kebenarannya sudah
diujicobakan secara empiris melalui metode ilmiah (Uus Toharrudin, Sri
Hendrawati 2011:26). Sains merupakan cara penyelidikan untuk
mendapatkan data dan informasi tentang alam semesta menggunakan
metode pengamatan dan hipotesis yang telah teruji (Uus Toharrudin, Sri
Hendrawati 2011:27).
Berdasarkan pengertian-pengertian IPA/sains di atas dapat
disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA terdiri atas 3 unsur utama. Ketiga
unsur tersebut yaitu produk, proses ilmiah, dan pemupukan sikap. IPA
bukan hanya pengetahuan tentang alam yang disajikan dalam bentuk fakta,
konsep, prinsip atau hukum (IPA sebagai produk), tetapi sekaligus cara
atau metode untuk mengetahui dan memahami gejala-gejala alam(IPA
sebagai proses ilmiah) serta upaya pemupukan sikap ilmiah (IPA sebagai
sikap).
2. Tujuan Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA di SD ditujukan untuk memberi kesempatan siswa
memupuk rasa ingin tahu secara alamiah, mengembangkan kemampuan
bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti,
serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Tujuan mata pelajaran IPA di
SD/MI berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :
1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, teknologi dan masyarakat,
4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan,
5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam,
6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan
7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Mulyasa, 2006 : 111).
3. Pembelajaran IPA di SD
Sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hakikat IPA, bahwa IPA
dapat dipandang sebagai produk, proses dan sikap, maka dalam
pembelajaran IPA di SD harus memuat 3 dimensi IPA tersebut.
Pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan fakta, konsep dan
prinsip tentang alam tetapi juga mengajarkan metode memecahkan
masalah, melatih kemampuan berpikir kritis dan mengambil kesimpulan
melatih bersikap objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang
lain. Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar
adalah model pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa
dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Siswa diberi kesempatan
untuk menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungannya
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Usman Samatowa,
2006: 11-12).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dan berbuat
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
(Mulyasa, 2006: 110-111). Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI lebih
menekankan pada pemberian pengalaman langsung sesuai kenyataan di
lingkungan melalui kegiatan inkuiri untuk mengembangkan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Keterampilan proses IPA yang diberikan kepada anak usia SD
harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap perkembangan
kognitifnya. Struktur kognitif anak berbeda dengan struktur kognitif
ilmuwan. Proses dan perkembangan belajar anak Sekolah Dasar memiliki
kecenderungan belajar dari hal-hal konkrit, memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh, terpadu dan melalui proses
manipulatif. Oleh karena itu, keterampilan proses IPA yang diberikan
kepada anak usia SD harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap
perkembangan kognitifnya. Keterampilan proses IPA yang harus
dikembangkan meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4)
prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan
melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi
(Hendro Darmodjo dan Kaligis, 2006: 11). Menurut Rezba et.al 1995
(dalam Patta Bundu, 2006: 12) keterampilan dasar proses sains untuk
tingkat sekolah dasar meliputi keterampilan mengamati (observing),
mengelompokkan (clasifying), mengukur (measuring),
mengkomunikasikan (communicating), meramalkan (predicting), dan
Usman Samatowa, 2006: 12) mendefiniskan keterampilan proses anak-
anak adalah mengamati, mencoba memahami apa yang diamati,
mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan
terjadi dan menguji kebenaran ramalan tersebut.
Aspek penting yang harus diperhatikan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran IPA di SD adalah melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Pembelajaran IPA dimulai dengan memperhatikan konsepsi/pengetahuan
awal siswa yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Selanjutnya
aktivitas pembelajaran dirancang melalui berbagai kegiatan nyata dengan
alam. Kegiatan pengalaman nyata dengan alam ini dapat dilakukan di
kelas atau laboratorium dengan alat bantu pelajaran maupun dilakukan
langsung di alam terbuka. Melalui kegiatan nyata dengan alam inilah,
siswa dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah seperti
mengamati, mencoba, menyimpulkan hasil kegiatan dan
mengkomunikasikan kesimpulan kegiatannya. Kegiatan pembelajaran IPA
juga dirancang sebanyak mungkin memberi kesempatan kepada siswa
untuk bertanya. Dengan bertanya anak akan berlatih mengemukakan
gagasan dan respon terhadap permasalahan yang dihadapinya sehingga
dapat mengembangkan pengetahuan IPA. Di samping bertanya, siswa juga
diberi kesempatan untuk menjelaskan suatu masalah berdasarkan
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA yang dilakukan
dengan mengangkat permasalahan dalam dunia nyata yang dialami oleh
anak akan lebih menarik bagi anak, sehingga anak dilibatkan secara aktif
dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Dalam penelitian ini materi yang akan digunakan adalah materi IPA
kelas V semester II yaitu materi daur air dan peristiwa alam. Adapun
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. memahami perubahan yang terjadi di
alam dan hubungannya dengan sumber
daya alam
7.1 Mendiskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya.
7.2 Mendiskripsikan perlunya penghematan air.
7.3Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia
B. Daur Air dan Peristiwa Alam
Daur air dan peristiwa alam merupakan bagian dari pelajaran IPA.
Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-
hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan,
membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala
sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang
diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa pembelajaran IPA
menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari (Samatowa, 2006: 104). Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD perlu didasarkan pada
pengalaman langsung siswa di kehidupannya sehari-hari serta menimbulkan
kesadaran siswa untuk belajar IPA.
Materi daur air dan peristiwa alam terdapat pada mata pelajaran IPA
kelas V semester II.
1. Daur Air
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok seluruh makhluk hidup.
Tanpa air makhluk hidup akan mati. Air merupakan kebutuhan dasar bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya. Kegunaan air bagi makhluk hidup
antara lain: (1) Untuk makan dan minum. Air dapat dikonsumsi langsung
(bagi binatang) dan dimasak dulu (bagi manusia). Sedangkan untuk
makan, air harus diolah bersama bahan makanan lain. (2) Untuk MCK
(Mandi, Cuci, Kakus). Air sangat diperlukan untuk kepentingan manusia
yang berkaitan dengan aktivitas kebersihan. (3) Untuk pengairan pada
untuk proses asimilasi dan fotosintesisnya. (4) Untuk perikanan dan
pariwisata serta lalu lintas perairan.
Air yang berasal dari sungai, danau, dan sumber air lainnya akan
mengalir ke laut. Air yang berada di laut, sungai dan danau akan
mengalami penguapan. Penguapan menyebabkan air berubah wujud
menjadi uap air yang akan naik ke angkasa. Uap air ini kemudian
berkumpul menjadi gumpalan awan. Gumpalan awan yang ada di angkasa
akan mengalami pengembunan karena suhu udara yang rendah.
Pengembunan ini membuat uap air berubah wujud menjadi kumpulan
titik-titik air yang tampak sebagai awan hitam. Titik-titik air yang semakin
banyak akan jatuh ke permukaan bumi, yang dikenal sebagai hujan.
Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan yang lainnya akan
tetap di permukaan. Air yang meresap ke dalam tanah inilah yang akan
menjadi sumber mata air sedangkan air yang tetap di permukaan, akan
dilalirkan ke sungai, danau, dan saluran air lainnya. Hal ini digambarkan
dalam gambar daur air berikut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan proses daur air
antara lain sebagai berikut: (1) pengurangan air tanah karena tidak ada
keseimbangan lingkungan; (2) terhalangnya proses penguapan air karena
ulah manusia, misalnya adanya pabrik-pabrik dan pemukiman yang terlalu
padat; (3) iklim dan cuaca yang memungkinkan tidak terjadi proses
pemanasan air; dan (4) lemahnya daya dorong angin terhadap awan yang
telah terbentuk. Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan terganggunya
daur air adalah penebangan pohon di hutan secara belebihan yang
mengakibatkan hutan menjadi gundul. Pada saat hujan turun, air hujan
tidak langsung jatuh ke tanah karena tertahan oleh daun-daun yang ada di
pohon. Air dari daun akan menetes ke dalam tanah atau mengalir melalui
pembuluh. Karena tertahan pada tubuh tumbuhan, jatuhnya air
menyebabkan tanah tidak terkikis. Air hujan yang meresap ke dalam tanah
selain dapat menyuburkan tanah juga disimpan sebagai sumber mata air.
Hutan gundul menyebabkan daur air terganggu karena cadangan air
yang berada di dalam tanah semakin berkurang, sehingga air yang berada
di sungai dan danau menjadi lebih sedikit. Kegiatan manusia lainnya yang
juga dapat mengakibatkan terganggunya daur air, diantaranya:
membiarkan lahan kosong tidak ditanami dengan tumbuhan menggunakan,
air secara berlebihan untuk kegiatan sehari-hari, dan mengubah daerah
2. Peristiwa Alam
Peristiwa alam merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh alam
itu sendiri. Banyak peristiwa awal seperti banjir, tanah longsor, gempa
bumi, tsunami, dan gunung meletus.
a. Banjir
Banjir merupakan gejala alam yang sering melanda wilayah
Indonesia. Selain pengaruh tingginya curah hujan, banjir dapat terjadi
akibat kegiatan manusia, seperti penggundulan hutan dan kebiasaaan
membuang sampah sembarangan. Bila hutan masih hijau, pepohonan
akan menahan air hujan sehingga sebagian besar air dapat terserap ke
dalam tanah. Penggundulan hutan menyebabkan sebagian besar air
hujan mengalir di permukaan tanah, apalagi di daerah perkotaan di
mana sebagian besar permukaan tanah tertutup bangunan. Air hujan
tidak dapat menyerap ke dalam tanah dan menyebabkan banjir.
Dampak bencana banjir yaitu: (a) kerusakan bangunan termasuk
jembatan, sistem selokan bawah tanah, dan jalan raya; (b)
berkurangnya persediaan air bersih. Sumber air bersih terkontaminasi
air banjir, sehigga tidak dapat dimanfaatkan lagi; (c) munculnya
wabah penyakit. Karena kondisi tidak higienis, setelah terjadi banjir
biasanya timbul wabah penyakit diare, penyakit kulit, dsb; (d) hasil
pertanian dan persediaan makanan berkurang. Kelangkaan hasil
pertanian disebabkan oleh kegagalan panen. Tanaman dapat hanyut
transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orang-
orang yang membutuhkan.
b. Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar
kawasan pegunungan. Semakin curam kemiringan lereng satu
kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Longsor terjadi
saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terkikis air dari bagian
utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan
yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Longsor dapat
terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan
bebatuan. Ketika longsor berlangsung, lapisan teratas bumi mulai
meluncur deras pada lereng. Tanah yang besar dari luncuran tanah dan
lumpur inilah yang merusak rumah-rumah, menghancurkan bangunan
yang kokoh dalam hitungan detik.
Tanah longsor merupakan gejala alam, tetapi ada kegiatan
manusia yang mampu menyebabkan gejala alam tanah longsor.
Seperti penebangan pohon secara liar di daerah lereng, penambangan
bebatuan dan tanah yang mampu menimbulkan ketidakstabilan lereng,
dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah.
Faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain: (a)
penggundulan hutan; (b) pengikisan tanah (erosi); (c) hujan deras; (d)
padat; (g) letusan gunung berapi:(h) akibat adanya beban tambahan
(dilalui kendaraan berat); dan (i) penggunaan bahan peledak.
c. Gunung Meletus
Gunung api yang sedang meletus dapat memuntahkan abu dan
lelehan batuan pijar atau lava. Lava ini sangat panas. Namun saat
dingin, aliran lava ini mengeras dan menjadi batu. Apabila lava ini
bercampur dengan air hujan, dapat mengakibatkan banjir lahar dingin.
Gunung meletus sering disertai dengan gempa bumi. Gempa bumi
yang disebabkan oleh gunung meletus disebut gempa bumi vulkanik.
Misalnya gempa yang terjadi saat Gunung Krakatau meletus pada
tahun 1883. Letusan gunung api dapat mengakibatkan berbagai
dampak yang merugikan. Lava pijar yang dimuntahkan oleh gunung
api dapat membakar kawasan hutan yang dilaluinya. Berbagai jenis
tumbuhan dan hewan mati terbakar. Apabila lava pijar ini mengalir
sampai ke permukiman penduduk, dapat memakan korban jiwa
manusia dan menyebabkan kerusakan yang cukup parah.
d. Gempa Bumi
Gempa dibedakan menjadi tiga, yaitu gempa vulkanik, runtuhan,
dan tektonik. Gempa yang paling hebat yaitu gempa tektonik. Gempa
tektonik terjadi karena adanya pergeseran kerak bumi. Gempa tektonik
terjadi ketika dua lempeng saling bergesekan. Gempa tektonik dapat
mengakibatkan pohon-pohon tumbang, bangunan runtuh, tanah
Gempa bumi mempunyai kekuatan yang berbeda-beda.
Kekuatan gempa diukur menggunakan satuan skala Richter. Alat
untuk mengukur gempa yaitu seismograf. Terjadinya gempa tektonik
dimulai dari sebuah tempat yang disebut pusat gempa. Pusat gempa
dapat berada di daratan atau lautan. Pusat gempa yang berada di lautan
dapat menyebabkan gempa bumi di bawah laut. Gempa seperti ini bisa
menyebabkan gelombang hebat yang disebut tsunami. Gelombang itu
bergerak menuju pantai dengan kecepatan sangat tinggi dan
kekuatannya sangat besar. Ketika mencapai pantai, gelombang
tersebut naik sehingga membentuk dinding raksasa.
e. Tsunami
Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya
gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi
akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah
vertikal) atau dalam arah horizontal. Perubahan tersebut disebabkan
oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api,
atau longsoran yang terjadi di dasar laut (Ward, 1982). Dari ketiga
sumber tersebut, di Indonesia gempa merupakan penyebab utama
(Puspito dan Triyoso, 1994).
C. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Patta Bundu (2006:15), hasil belajar seseorang sering tidak
memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar. Namun
demikian, karena hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam setiap tingkah lakunya.
Hasil belajar menurut Bloom (Suharsimi Arikunto, 2005: 76) dibagi
dalam 3 (tiga) ranah yakni :
a. Ranah kognitif: kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan
penalaran.
b. Ranah psikomotor: kompetensi melakukan pekerjaan dengan
melibatkan anggota badan; kompetensi yang berkaitan dengan gerak
fisik.
c. Ranah afektif: berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat
penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek.
Ranah Kognitif dibagi ke dalam 6 (enam) tingkatan yaitu :
pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis(C4), sintesis
(C5), dan evaluasi (C6). Menurut Lorin W. Anderson (2010 : 44-45)
tingkatan kognitif direvisi oleh Bloom menjadi mengingat (C1),
memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi
(C5), dan mencipta (C6).
a. Pada tingkat mengingat siswa mengambil pengetahuan dari memori
jangka panjang. (Soal mengingat: soal yang menuntut jawaban yang
b. Pada tingkat memahami siswa membangun makna dari materi
pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar
oleh guru. (Soal pemahaman: soal yang menuntut pembuatan
pernyataan masalah dengan kata-kata penjawab sendiri, pemberian
contoh prinsip atau contoh konsep).
c. Pada tingkat aplikasi: siswa menerapkan atau menggunakan suatu
prosedur dalam keadaan tertentu. (Soal aplikasi: soal yang menuntut
penerapan prinsip dan konsep dalam memecahkan masalah).
d. Pada tingkat analisis: siswa diminta untuk memecah-mecah materi ke
dalam bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antar
bagian dan antar bagian dengan keseluruhan atau tujuan. (Soal analisis
: soal yang menuntut kemampuan menunjukkan bagian-bagian yang
penting dan relevan, menulis garis besar sebuah tulisan, memilih
struktur yang paling sesuai, dan menentukan pendapat atau tujuan dari
materi).
e. Pada tingkat evaluasi: siswa dituntut membuat keputusan berdasarkan
kriteria dan standar tertentu. (Soal analisis: soal yang menuntut
pemeriksaan terhadap produk atau proses atau penerapan solusi pada
suatu masalah, dan pemberian kritik terhadap hipotesis atau pendapat
orang lain).
f. Pada tingkat mencipta: siswa dituntut untuk membuat produk baru
dengan mereorganisasi beberapa bagian menjadi pola atau struktur
menuntut pembuatan hipotesis atau alternatif, mencari dan memilih
solusi pemecahan masalah, dan merancang dan menciptakan produk
sesuai dengan spesifikasi tertentu).
Hasil belajar dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan ketiga
domain tersebut yang dialami siswa setelah menjalani proses belajar.
Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran berupa
evaluasi, selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga
ditunjukan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui
sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Semakin baik proses pembelajaran dan keaktifan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang
diperoleh siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya.
Berdasarkan definisi diatas maka hasil belajar merupakan
perubahan kemampuan pada manusia sebagai hasil dari proses belajar
sehingga bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif,
afektif, dan psikomotor setelah siswa melakukan pengalaman belajar.
2. Pengertian Belajar
Baharudin dan Esa Nur Wahyumi (2007: 11-12), belajar
merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir
hayat, kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik yang
aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam
dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.
Menurut Slameto (2010: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Patta Bundu (2006: 15) menjelaskan hakikat belajar sebagai
berikut:
Kata kunci pembelajaran adalah perubahan. Tidak ada tujuan pengajaran
yang dicapai sebelum setiap siswa menjadi berbeda dalam beberapa hal
antara sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Lebih jauh
dikemukakan bahwa untuk melihat perubahan yang terjadi perlu dijawab
beberapa pertanyaan sebagai indikator: (1) apakah siswa mengetahui lebih
banyak daripada yang diketahui sebelumnya, (2) apakah siswa memahami
sesuatu yang tidak dipahami sebelumnya, (3) apakah siswa
mengembangkan ketrampilan yang belum dikembangkan sebelumnya, (4)
apakah siswa merasakan sesuatu yang berbeda dari aspek yang dipelajari
dari pada yang dirasakan sebelumnya dan (5) apakah siswa
mengembangkan sesuatu yang tidak ada sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa belajar merupakan usaha yang sengaja dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai
laku bersifat kontinu, positif, aktif, dan mencakup seluruh aspek tingkah
laku
D. Contextual Teaching and Learning
Menurut Wina Sanjaya (2005: 100) pendekatan adalah istilah yang
diberikan untuk hal yang bersifat lebih umum. Sedangkan Muhibbin Syah
(2006: 155) mengemukakan tentang pendekatan belajar sebagai cara atau
strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi
proses mempelajari materi tertentu. Selain itu, menurut Syaiful Sagala (2006:
68) ada istilah pendekatan pembelajaran yang merupakan jalan yang akan
ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk
suatu satuan instruksional tertentu.
Roy Killen (Wina Sanjaya, 2005: 15) mengemukakan bahwa ada dua
pendekatan yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi
kepada guru dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa.
Jadi, pendekatan merupakan sebuah cara atau strategi yang digunakan dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Wina Sanjaya (2005: 109), Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannnya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Johnson (2009: 65) menyatakan bahwa CTL adalah sebuah sistem
bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang
melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Bagian-
bagian CTL yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang
ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat
hubungan yang menghasilkan makna. Menurut Masnur Muslich (2007: 41)
Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi
merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru
lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.
Penerapan model CTL menggunakan 7 komponen atau asas pokok
dalam CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya
(questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic
assessment). Kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual adalah kelas
yang menggunakan ketujuh prinsip atau komponen CTL dalam
pembelajarannya (Trianto, 2010: 111).
Masnur Muslich menyebut istilah asas-asas pembelajaran CTL sebagai
komponen utama CTL. Secara rinci, Masnur Muslich (2007: 44-48)
mengemukakan tentang prinsip dasar setiap komponen utama CTL.
a. Konstruktivisme
1) Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.
2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih
3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan
menerapkan idenya sendiri.
4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam
belajar.
5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman
sendiri.
6) Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat
apabila diuji dengan pengalaman baru.
b. Bertanya
1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui
tanya jawab.
3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif
dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas).
4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berpikir siswa.
5) Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
(a) menggali informasi; (b) mengecek pemahaman siswa; (c)
membangkitkan respon siswa; (d) mengetahui kadar keingintahuan
siswa; (e) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; (f) memfokuskan
perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih
banyak pertanyaan bagi diri siswa; dan (h) menyegarkan pengetahuan
c. Inkuiri
1) Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa
menemukan sendiri.
2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti
dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
3) Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan hipotesis,
pengumpulan data, dan penyimpulan.
d. Masyarakat belajar
1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing
dengan pihak lain.
2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling
menerima informasi.
3) Sharing terjadi apabila terjadi komunikasi dua atau multiarah.
4) Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi
sumber belajar.
e. Pemodelan
1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada
model atau contoh yang bisa ditiru.
2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau
ahlinya.
3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh
f. Refleksi
1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan
pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau
pengetahuan yang baru diperolehnya.
3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan
yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman
sejawat, atau unjuk kerja.
g. Penilaian autentik
1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui
perkembangan belajar siswa.
2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian
proses dan hasil.
3) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat
mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama
(peer assessment).
4) Penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan
kriteria yang jelas.
5) Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara
berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
6) Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua, dan
sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik
Masnur Muslich (2007: 43) menjelaskan apabila ketujuh komponen ini
diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas berikut : (a) kegiatan
yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna
apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya, (b) kegiatan belajar yang mendorong
sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan
yang akan dipelajari, (c) kegiatan belajar yang bisa mengkondisikan siswa
untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang
dihadapi sehingga ia berhasil ”menemukan” sesuatu, (d) kegiatan belajar yang
bisa menciptakan situasi belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa
berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman
lain, (e) kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai
rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi
kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan
sebagainya, (f) kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik
dalam bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan
pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa
selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa. (g) Kegiatan
belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa
melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.
Latar belakang CTL menurut Syaiful Sagala (2006: 87) adalah belajar
akan lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah serta lebih
Selain itu, pembelajaran yang hanya berorientasi pada target penguasaan
materi terbukti hanya berhasil dalam mengingat jangka pendek, tetapi gagal
dalam membekali anak dalam penyelesaian masalah jangka panjang
(kehidupan sehari-hari). Wina Sanjaya (2005: 125) menyatakan bahwa CTL
menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
Oleh karena itu, dalam CTL, keaktifan siswa senantiasa mengalami
peningkatan.
Johnson (2009: 75-87) mengemukakan tiga prinsip dalam CTL yaitu
sebagai berikut.
a. Prinsip kesaling-bergantungan
Prinsip ini membantu siswa membuat hubungan-hubungan untuk
menemukan makna. Misalnya, ketika para siswa bergabung untuk
memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan
dengan rekannya.
b. Prinsip diferensiasi
Diferensiasi membuat siswa untuk saling menghormati keunikan,
perbedaan, dan keragaman masing-masing sehingga menghasilkan
gagasan dan hasil yang baru yang berbeda.
c. Prinsip pengorganisasian diri
Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan
menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri sehingga siswa sadar
akan potensi yang dimilikinya dan selalu menjadi dirinya sendiri.
Hairudin (2007: 44) mengemukakan langkah-langkah penerapan
bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan
barunya (komponen konstruktivisme), (b) laksanakan kegiatan enemukan
sendiri untuk mencapai kompetensi yang diingikan (komponen inkuiri), (c)
kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya (komponen
bertanya), (d) ciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen
masyarakat belajar), (e) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
(komponen pemodelan), (f) lakukan refleksi di akhir pertemuan, agar peserta
didik merasa bahwa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen
refleksi), (g) lakukan penilaian autentik dari berbagai sumber dan cara
(komponen assesmen autentik)
Pada pendekatan pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
materi pelajaran akan bertambah berarti jika siswa mempelajari materi
pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan
arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi
lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai
tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Selanjutnya siswa
memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu
dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan
dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai
kombinasi dan struktur kelompok (Depdiknas 2002:8). Dengan demikian
kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya
pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah pembelajaran
yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian
pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat
ke dalam konsep materi pelajaran yang dibahas.
E. Hubungan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan
Hasil Belajar
Pembelajaran dengan CTL menciptakan kegiatan belajar yang multi
aspek karena lingkungan atau konteks belajar memiliki cakupan yang luas.
Keterlibatan belajar siswa dengan CTL menjadi lebih kuat karena CTL
menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental
(Wina Sanjaya, 2005: 125). Belajar dengan metode CTL bukan hanya
melibatkan aspek kognitif dan berada dalam lingkungan ruangan kelas, artinya
siswa memiliki kekayaan pengalaman selama mengikuti kegiatan belajar.
Dapat dikatakan seluruh aspek kecerdasan siswa terlibat aktif.
Konteks kehidupan siswa yang juga menjadi konteks belajar
menjadikan siswa dengan mudah menemukan makna dari kegiatan belajar itu
sendiri. Dilhat dari konsep manfaat, maka siswa dengan mudah mengetahui,
memahami bahkan menghayati manfaat mempelajari suatu materi pelajaran.
Selama ini, ketika pembelajaran lebih berorientasi pada nilai akademik,
diabaikan. Penerapan model pembelajaran CTL menjadikan siswa lebih
bermakna atau berarti. Siswa melihat belajar bukan sekedar mencapai nilai
akademik, tetapi juga manfaat langsung bagi kehidupan dirinya.
Jika hasil belajar diartikan sebagai hasil usaha yang dapat dicapai siswa
setelah melakukan proses belajar yang berlangsung dalam interaksi subjek
dengan lingkungannya seperti dikemukakan (Winkel, 2004: 15), maka CTL
dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini terjadi karena CTL memunculkan
lebih banyak interaksi antara siswa dengan konteks lingkungannya.
Kompleksitas konteks belajar bukan menjadi penghambat karena pada
saat interaksi berlangsung, siswa-siswa justru mampu mengembangkan
kemampuan berpikir lebih banyak. Siswa, terutama yang masih pada taraf
berpikir operasional kongkrit, lebih mudah memahami sesuatu yang kongkrit
atau nyata. Bahkan, siswa dapat melakukan asosiasi atau penyatuan unsur-
unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh atau sintesis merupakan
suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis
sehingga menjadi suatu proses yang berstruktur atau berbentuk pola baru
(Sudijono, 2001: 51). Dengan demikian, jelas bahwa Contextual Teaching
Learning mengasah lebih banyak potensi kecerdasan siswa yang pada akhirnya
mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
F. Kerangka Pikir
Penelitian ini disusun dengan membangun kerangka pikir bahwa guru
menguasai materi mata pelajaran IPA dengan baik tetapi belum menerapkan
pada hasil belajar. Keterlibatan dan keaktifan siswa kurang karena kegiatan
belajar lebih menekankan pada ketertiban dan pengendalian guru kepada siswa.
Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat merupakan alternatif
yang baik untuk merubah pembelajaran yang membosankan menjadi sesuatu
yang diminati oleh siswa, sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti
pembelajaran. Begitu juga dalam pembelajaran daur air dan peristiwa alam
dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat yang dapat membantu
siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam
pemecahan masalah. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran yang tepat
adalah pendekatan CTL yaitu pendekatan yang lebih mementingkan
keterlibatan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri pengetahuannya dan
menemukan makna dari apa yang dipelajari dengan menghubungkan materi
yang dipelajari tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini
sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di SD yaitu mengembangkan
keterampilan proses dan sikap ilmiah melalui proses penemuan.
Ciri khas dari pendekatan CTL adalah pemanfaatan lingkungan sebagai
sumber belajar. Dalam pembelajaran, CTL menekankan pada keterkaitan antara
materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata
sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya.
Proses pembelajaran kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Dengan demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil
Penggunaan model Contextual Teaching Learning (CTL) dalam
pembelajaran IPA akan memberikan kesempatan siswa mengaitkan antara
materi yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dengan
demikian pengetahuan yang didapat siswa adalah hasil temuannya sendiri
sehingga bertahan lebih lama dalam ingatannya, lebih mudah dipahami, dan
lebih bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang bermakna akan meningkatkan
keantusiasan siswa dalam belerdasarkan hal tersebut, maka model Contextual
Teaching Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa
G. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan
sebagai berikut. Penggunaan pendekatan CTL dapat meningkatkan proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif kelas V pada mata
pelajaran IPA materi daur air dan peristiwa alam.
H. Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini terdapat dua variable yang perlu di definisikan,
yakni:
1. Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dalah perubahan kemampuan
pada siswa tentang konsep IPA sebagai hasil proses belajar sehingga
bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif, afektif dan
2. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching
Learning (CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil
(mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada unia nyata kehidupa sehari-
hari yang dialami siswa kemudian diangkat kedalam konsep materi
pelajaran yang dibahas. Ciri khas dari pendekatan CTL adalah
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam pembelajaran,
CTL menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan
dunia kehidupan peserta didik secara nyata sehingga siswa dapat
merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Proses pembelajaran
kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan
demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil temuannya
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas
V Sekolah Dasar Negeri Rejondani Prambanan. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research).
Menurut Oja dan Smulyan dalam Suyanto (1997: 17), bentuk penelitian
tindakan kelas dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) guru sebagai peneliti, (2)
penelitian tindakan kelas kolaboratif, (3) simultan terintegrasi, dan (4)
administrasi sosial eksperimental. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan bentuk penelitian tindakan kelas kolaboratif, yakni penelitian
yang melibatkan guru kelas dan mahasiswa. Dalam hal ini guru bertindak
sebagai pengajar dan peneliti bertindak sebagai pengamat (observer).
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Rejondani, Kecamatan
Prambanan Kabupaten Sleman.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II Tahun Ajaran 2013/2014
dari bulan Mei 2014 sampai bulan Juni 2014.
C. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VB SD Negeri
Rejondani, Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman yang berjumlah
pemilihan kelas VA dikarenakan peneliti menemukan permasalahan dalam
pembelajaran IPA berupa hasil belajar IPA yang masih rendah. Mereka sulit
memahami materi pelajaran apabila hanya mendengarkan ceramah atau
membaca buku. Peneliti mencoba meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPA pada materi daur air dan peristiwa alam menggunakan
model Contextual Teaching Learning (CTL).
D. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas VB
SD Negeri Rejondani Kabupaten Sleman dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) pada materi daur air dan
peristiwa alam. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
spiral dari Kemmis dan Mc Taggart (Rochiati, 1994: 25) yang terdiri dari
dua siklus dan masing-masing siklus menggunakan empat komponen
tindakan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dalam suatu
spiral yang saling terkait. Adapun alur pelaksanaan tindakan kelas dapat
digambarkan sebagai berikut :
E. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini diawali dengan persiapan dan diakhiri dengan
pembuatan laporan. Kegiatan penelitian ini direncanakan melalui beberapa
siklus. Setiap siklus yang dilaksanakan peneliti dalam pembelajaran dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Perencanaan (planning).
Pada tahap perencanaan, dilakukan pengamatan pembelajaran IPA
di kelas VB SD Negeri Rejondani. Dari hasil pengamatan selama
pembelajaran diperoleh suatu permasalahan yaitu dalam kegiatan proses
belajar mengajar siswa kurang terlibat dan tampak sulit memahami materi
sehingga berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar siswa utamanya
dalam ranah kognitif. Dari masalah tersebut, maka peneliti dalam tahap
perencanaan ini dapat membuat sebuah perencanaan yaitu:
a. Menentukan materi pelajaran IPA, yaitu materi daur air dan peristiwa
alam dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
b. Merancang langkah-langkah pembelajaran IPA yang berupa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Menyiapkan media, alat peraga dan Lembar Kerja Siswa (LKS).
d. Merancang instrumen sebagai pedoman observasi dalam pelaksanaan
2. Tindakan (acting).
Tindakan sebagai sebuah pelaksanaan dari apa yang telah
direncanakan. Perencanaan tindakan yang menggunakan pendekatan CTL
tersebut harus bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-
perubahan dalam pelaksanaan tindakan tersebut. Jadi tindakan bersifat
tidak tetap dan dinamis yang memerlukan keputusan cepat tentang apa
yang perlu dilakukan.
Tindakan direncanakan dengan membahas materi daur air dan
peristiwa alam melalui pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).
Selama kegiatan pembelajaran guru menerapkan langkah-langkah
pembelajaran kontextual yang mengacu pada skenario pembelajaran yang
telah dibuat yaitu meliputi:
1) Kegiatan Awal
a) Mengecek kesiapan belajar siswa.
b) Melakukan apersepsi dengan memberi pertanyaan yang
berkaitan dengan materi dan siswa dijelaskan tentang
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang akan
dilakukan.
c) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2) Kegiatan inti
a) Guru menunjukkan contoh peristiwa di lingkungan atau benda
b) Guru mengajukan pertanyaan yang mengarah ke materi.
(Bertanya)
c) Siswa diberi kesempatan menyampaikan jawaban sesuai
pengetahuannya. (Konstruktivisme)
d) Guru mendengarkan, merangkum, dan membahas jawaban-
jawaban siswa.
e) Kelas dibagi menjadi 4 kelompok. (Masyarakat belajar)
f) Guru membagi lembar kegiatan siswa yang berisi langkah kerja
dari kegiatan praktikum yang akan dilakukan.
g) Siswa memperhatikan demonstrasi dan penjelasan guru tentang
kegiatan praktikum yang akan dilakukan. (Pemodelan)
h) Siswa tanya jawab dengan guru tentang kegiatan/tugas yang
harus dilakukan siswa.
i) Siswa melakukan kegiatan eksperimen menyelidiki terjadinya
daur air. (Inkuiri)
j) Siswa mencatat hasil kegiatan eksperimen yang mereka lakukan
dengan panduan LKS. (Inkuiri)
k) Siswa mendiskusikan hasil eksperimen dengan kelompoknya.
(Inkuiri)
l) Siswa membuat kesimpulan dari kegiatan eksperimen yang
dilakukan. (Inkuiri)
m) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
o) Tanya jawab antar kelompok dan guru tentang hasil diskusi
kelompok. (Bertanya)
p) Siswa diberi kesempatan menyampaikan pendapat tentang
kegiatan yang telah dilakukan. (Refleksi)
q) Siswa diberi kesempatan merangkum apa yang telah dipelajari.
(Refleksi)
r) Siswa dibimbing guru menarik kesimpulan dari kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan. (Refleksi)
3) Kegiatan penutup
a) Siswa mengerjakan soal evaluasi.
b) Guru menilai hasil kerja siswa, laporan praktikum, dan kinerja
siswa saat praktek/presentasi. (Penilaian autentik)
3. Observasi atau pengamatan (observing).
Observasi merupakan upaya mengamati pelaksanaan tindakan
yaitu pendekatan CTL dalam pembelajaran IPA. Pengamatan dilakukan
selama proses pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Pengamatan
dilakukan untuk mengetahui proses belajar belajar mengajar yang
dilakukan oleh guru dan siswa menggunakan lembar observasi. Hasil
belajar siswa pada ranah kognitif diperoleh dengan menggunakan tes
4. Perefleksian (reflecting).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, peneliti
mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran yang dicapai
pada tindakan ini. Refleksi tersebut dapat dilakukan dengan:
a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi
evaluasi hasil belajar, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
b. Membahas hasil evaluasi, Lembar Kerja Siswa, dan lain-lain.
c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk
digunakan pada siklus berikutnya.
Kemudian berdasarkan refleksi yang telah dilakukan peneliti,
peneliti dapat menentukan hal-hal yang akan dilakukan pada siklus
berikutnya. Hal ini dilakukan demi tercapainya hasil pembelajaran yang
diinginkan dan meningkatkan hasil belajar melalui pendekatan CTL
tersebut. Keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan siklus
disesuaikan dengan hasil pembelajaran yang diperoleh. Siklus dihentikan
jika pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana dan telah
mampu meningkatkan hasil belajar yang diperoleh 75% siswa sudah
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 75. Siklus akan dilanjutkan
F. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini difokuskan pada hasil
belajar siswa ranah kognitif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan observasi, tes dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk
mengamati proses pembelajaran terutama aktivitas siswa dan guru dalam
penerapan model CTL. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif
siswa atau prestasi belajar siswa. Tes dilakukan di akhir siklus untuk
mengetahui kemampuan kognitif siswa. Dokumentasi dilakukan dengan
mengumpulkan bukti berupa gambar-gambar selama kegiatan berlangsung.
G. Instrumen Penelitian dan Validasi Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi dan soal tes.
1. Lembar observasi. Lembar observasi terdiri atas lembar observasi aktivitas
guru dan siswa dalam pembelajaran. Lembar pengamatan aktivitas guru
digunakan untuk mengamati implementasi model CTL dalam
pembelajaran oleh guru berupa daftar pernyataan aktivitas guru dalam
bentuk check list. Lembar observasi aktivitas guru dan siswa dapat dilihat
Tabel 2. Pedoman Observasi Aktivitas Guru Dalam Penerapan CTL
No Komponen CTL Aspek yang diamati Ya Ti
dak
Deskripsi
1. Konstruktivisme Guru memberi kesempatan siswa
belajar dari lingkungan/ benda nyata/peristiwa yang terjadi di
3. Pemodelan Guru memberi contoh kegiatan
eksperimen yang akan dilakukan. Guru menjelaskan langkah kerja.
4. Inkuiri Guru membimbing siswa merumuskan
masalah eksperimen.
6. Refleksi Guru memberi kesempatan siswa
Tabel 3. Pedoman Observasi Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran CTL
No Komponen CTL Aspek yang diamati Ya Ti
dak
Deskripsi 1. Konstruktivisme Siswa belajar dari lingkungan/benda
nyata/peristiwa yang terjadi di
3. Pemodelan Siswa memperhatikan contoh yang diberikan guru.
Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang langkah kerja percobaan. 4. Inkuiri Siswa dibimbing guru merumuskan
masalah eksperimen.
7. Penilaian autentik Siswa dinilai guru meliputi kinerja saat praktek, presentasi siswa, laporan hasil praktikum, dan tes tertulis.
2. Lembar soal. Soal tes disusun berdasarkan indikator yang akan dicapai.
Bentuk soal tes adalah pilihan ganda atau tes obyektif. Pembuatan lembar soal
didahului dengan pembuatan kisi-kisi soal. Jumlah soal tiap siklus adalah 20
butir dengan pilihan jawaban a, b, c, dan d.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid maka instrumen yang
digunakan juga harus valid. Validasi menggunakan validitas isi dilanjutkan
dengan uji validitas dengan meminta pertimbangan dosen ahli (expert
judgement). Pembuatan soal menekankan penilaian pada aspek kognitif
meliputi: pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3).
H. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data prestasi belajar siswa
yang berupa data kuantitatif dan data hasil observasi berupa data kualitatif.
Menurut Supardi (2012: 131) data kuantitatif (hasil belajar/prestasi siswa)
dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Menurut Didik Komaidi (2011:
89), analisis data hanya bersifat kualitatif. Jika ada data kuantitatif, maka
analisisnya secara statistik deskriptif yaitu penyimpulan didasarkan pada nilai
rata-rata atau simpangan baku amatan. Menurut Suharsimi Arikunto (1993:
209) analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan bahwa tindakan yang
dilaksanakan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan/perubahan
kearah yang lebih baik jika dibandingkan keadaan sebelumnya. Jadi, dalam
penelitian ini analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk
Dalam penelitian ini, hasil tes yang diperoleh siswa dianalisis dengan
mencari nilai rata-rata (mean), dengan rumus:
X
Nilai yang diperoleh siswa dari tes dimasukkan dalam kriteria pencapaian
hasil belajar siswa dengan kategori sebagai berikut.
Tabel 4. Kriteria Pencapaian Hasil Belajar Siswa
No Kelas Interval Kategori
1 86 – 100 Sangat baik
2 76– 85 Baik
3 66 – 75 Cukup
4 51 – 65 Kurang
5 ≤ 50 Gagal
Menurut pedoman di atas dengan cara membandingkan nilai rata-rata
siklus I dan II, apabila nilai rata-rata siklus II lebih besar daripada rata-rata
nilai siklus I, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar siswa
meningkat.
Sedangkan data hasil observasi aktivitas siswa selama proses
pembelajaran menggunakan pendekatan CTL menghasilkan data kualitatif.
Sugiyono (2011: 337) berpendapat bahwa menganalisis data kualitatif
menggunakan model alur. Teknik ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang
50
kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data adalah kegiatan pemilihan data,
penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari catatan pengamatan. Hasil
reduksi berupa uraian singkat yang telah digolongkan dalam suatu kegiatan
tertentu. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif
yang disusun, diatur, diringkas dalam bentuk kategori-kategori sehingga mudah
dipahami makna yang terkandung di dalamnya. Analisis data tersebut berguna
untuk rencana perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya.
I. Kriteria Keberhasilan
Indikator keberhasilan tindakan dalam PTK ini yaitu adanya peningkatan hasil
belajar pada ranah kognitif yang ditandai dengan meningkatnya prestasi belajar
siswa yaitu nilai rata-rata kelas mencapai KKM yaitu 75 dan persentase banyaknya
siswa yang tuntas minimum 75% dengan nilai KKM 75, maka tindakan dinyatakan