• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan

Individu tumbuhan terdiri dari organ, jaringan dan sel. Tiap-tiap bagian dari tumbuhan tersebut mempunyai susunan dan fungsinya masing-masing. Anatomi organ yang umumnya dipelajari pada tumbuhan adalah daun, batang dan akar.

a. Daun

Secara umum daun tersusun atas jaringan epidermis, mesofil, dan jaringan pengangkut. Model penampang 3 dimensi jaringan pada daun dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Model 3 dimensi jaringan pada daun

(Kück dan Wolff 2009)

Epidermis merupakan jaringan penyusun tubuh tumbuhan paling luar yang umumnya terdiri dari selapis sel dan terdapat pada bagian atas daun. Epidermis mempunyai fungsi melindungi bagian dalam organ tumbuhan, sedangkan pada daun epidermis juga berfungsi mengurangi transpirasi, oleh karena itu sering dilapisi kutikula dan lilin yang bersifat kedap air. Sel epidermis memiliki bentuk seperti kubus/prisma, tidak teratur pada permukaan dan merupakan segi banyak, tidak teratur dan dindingnya berkelok-kelok dan bentuknya memanjang. Jaringan epidermis merupakan lapisan sel hidup dan selalu tersusun rapat satu sama lainnya membentuk lapisan yang kompak tanpa ruang antar sel, kecuali pada stomatanya. Stomata merupakan celah atau lubang pada epidermis yang berfungsi sebagai lubang untuk keluar masuk udara dan

kutikula Epidermis atas

Epidermis bawah Bunga karang Palisade Xilem Floem Pembuluh daun Celah utama Ruang kosong sub stomata Sel penutup

dibatasi oleh sel penutup (Sutrian 1992). Tipe-tipe stomata dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Tipe-tipe stomata; A= Digitalis purp. folium; B= Belladonae-, Stramonii folium; C= Sennae folium; D= Menthae piperitae folium.

(Frohne 1985)

Gambar 4. Tipe letak stomata. Keterangan a dan b= tipe Mnium ;c dan d= tipe Helleborus; e dan f= tipe Gramineen

(Kück dan Wolff 2009)

Mesofil daun terletak di sebelah dalam epidermis dan tersusun dari jaringan parenkim. Bentuk sel parenkim antara lain polihedral, sel dengan lipatan atau tonjolan, bentuk bintang, ataupun memanjang. Bentuk dan susunannya itu

Sel penutup Porus

Ruang kosong substomata

Porus Sel penutup

Sel tetangga

Ruang kosong substomata Ruang kosong substomata

Sel penutup Sel tetangga

menyebabkan parenkim memiliki ruang-ruang antar sel. Umumnya sel parenkim berdinding tipis tetapi ada juga yang berdinding tebal. Dinding tebal ini merupakan tempat terakumulasinya hemiselulosa sebagai cadangan makanan. Mesofil mengalami diferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang (Bold et al 1980).

Jaringan palisade terdiri atas sel-sel panjang yang tersusun rapat dalam barisan dan mengandung banyak kloroplas. Jaringan palisade umumnya satu lapis namun ada yang mempunyai dua atau lebih dan terletak pada permukaan atas daun. Daun yang memiliki jaringan palisade hanya di satu sisi saja disebut daun bifasial atau dorsiventral, sebaliknya bila jaringan palisade terletak di kedua sisi disebut daun equifasial atau isolateral misalnya daun beluntas dan ekaliptus. Jaringan bunga karang terdiri dari sel-sel yang bentuknya bervariasi dari isodiametrik sampai tidak teratur dan terdapat ruang-ruang antar sel sehingga dapat menampung CO2 untuk fotosintesis (Sutrian 1992). Jaringan pengangkut daun terdapat pada tulang daun serta merupakan kelanjutan dari berkas pembuluh batang yang menuju tangkai daun. Tulang daun yang berukuran besar sering dikelilingi oleh jaringan parenkim tanpa kloroplas yang disebut seludang pembuluh (Sutrian 1992). Model tipe daun dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tipe daun bifasial dan equifasial; A= tipe bifasial; B= tipe equifasial

(Frohne 1985)

Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya, yaitu akar, batang, dan daun. Tumbuhan paku memiliki anatomi daun yang tidak berbeda jauh dengan anatomi daun pada tumbuhan lain. Anatomi daun pada tumbuhan paku dapat dilihat pada Gambar 6.

Epidermis Palisade Bunga karang Epidermis bawah Epidermis Palisade Palisade Bunga karang Epidermis bawah

Gambar 6. Anatomi daun pada tumbuhan paku (Bold et al 1980)

b. batang

Epidermis merupakan lapisan paling luar dari batang, terdiri dari sel-sel epidermis yang dilapisi oleh kutikula. Epidermis pada batang umumnya memiliki stoma dan kadang-kadang dilengkapi dengan trikoma. Pada sebelah dalam epidermis terdapat korteks. Korteks terdiri dari berbagai tipe sel, yang paling sederhana berupa parenkim. Pada jenis tumbuhan tertentu, korteks mengandung klorenkim yang mengandung kloroplas, kolenkim atau serat, sklereid, sel ekskresi atau sel lateks dan beberapa berfungsi sebagai tempat cadangan makanan (Sutrian 1992).

Parenkim yang terdapat pada batang dan berhubungan dengan udara dalam ruang antar sel, biasa disebut aerenchym. Aerenchym merupakan parenkim dimana ruang-ruang antar selnya cukup besar dan di dalamnya terdapat udara. Tumbuhan air mengandung aerenchym cenderung lebih besar, hal ini selain memudahkan sistem aerasi juga membuat tumbuhan lebih mudah mengapung (Sutrian 1992). Sel-sel aerenchym membentuk fenomena seperti bintang dan disebut Sternzelle. Bentuk aerenchym pada tumbuhan Juncus effucus dapat dilihat pada Gambar 7.

palisade epidermis atas

epidermis bawah bunga karang pembuluh angkut stomata

Gambar 7. Sel bintang pada tumbuhan Juncus effusus; A= Letak Sternzelle dalam Markparenkim; B= Dua sel diperbesar; C= Plasmodesma

(Sumber: Brune et al. 2007)

Endodermis merupakan jaringan yang terdiri dari selapis sel khusus, membatasi korteks dari silinder vaskuler. Sel-sel penyusun endodermis teratur dalam bentuk lingkaran mengelilingi silinder vaskuler, sejajar dengan epidermis. Pada dinding-dinding sel endodermis terdapat jalur-jalur yang mengandung zat lignin dan suberin. Endodermis pada tumbuhan paku-pakuan biasanya mengelilingi jaringan pengangkut. Silinder pusat merupakan bagian dari sumbu batang, terdiri dari sistem berkas pembuluh yang melingkar bersama jaringan dasarnya, daerah intervaskuler, dan empulur (Sutrian 1992).

c. Akar

Akar tersusun dari epidermis (rhizodermis), korteks, endodermis, dan silinder vaskuler. Tidak seperti epidermis pada batang, epidermis pada akar berdinding tipis dan biasanya tidak berkutikula. Namun pada akar yang tua atau yang terletak di udara kadang-kadang terjadi penebalan yang mengandung lignin. Pada sebelah dalam epidermis terdapat korteks. Korteks pada tumbuhan dikotil dan gymnospermae terdiri dari jaringan parenkim. Sedangkan pada akar tumbuhan monokotil sklerenkim lebih berkembang. Pada sebelah dalam korteks terdapat endodermis. Endodermis terdiri dari selapis sel yang membentuk cincin terdapat pada semua tumbuhan berpembuluh. Pada dinding endodermis terdapat pita kaspari yang merupakan keterpaduan antara dinding sel dan lamela tengah yang mengandung suberin dan lignin (Sutrian 1992). Penampang melintang akar dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Penampang melintang akar jagung.

(Sumber: Kück dan Wolff 2009)

Letak silinder vaskuler ada di pusat akar. Bagian utama dari silinder vaskuler ini adalah floem dan xilem. Pada pembuluh akar letak berkas floem selalu terpisah dan berada di tepian silinder pembuluh, dan berkas xilem juga merupakan suatuan yang terpisah dan dapat berada di tepi silinder pembuluh atau bisa juga meluas sampai ke pusat akar. Floem merupakan pembuluh yang mengangkut hasil fotosintesis dari daun ke bagian organ lainnya. Xilem meliputi trakea (pembuluh kapiler) dan unsur lainnya seperti sel parenkim, dan elemen penguat yang berfungsi mengangkut bahan mineral dan air dari akar sampai daun. Sel parenkim pada xilem dianggap sebagai tempat menyimpan cadangan makanan berupa zat tepung dan lemak. Zat-zat tepung biasanya tertimbun sampai pada saat giatnya pertumbuhan. Selain zat-zat tepung terdapat pula pula zat tannin, kristal-kristal, atau zat-zat lainnya. Saluran pengangkut pada xilem memiliki bentuk yang berbeda-beda (Sutrian 1992). Bentuk-bentuk saluran pengangkut pada xilem dapat kita lihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Bentuk-bentuk saluran pengangkut xilem; A = bentuk ring; B = bentuk spiral; C = bentuk jaring; D = bentuk berlubang

(Frohne 1985) Trichoblas t Atrichoblast Rhizodermi s Kortek s Endodermis Perikambium Floem Xilem Parenkim

Berdasarkan letak susunan xilem dan floem, berkas pengangkut pada dasarnya mempunyai 3 tipe, yaitu : kollateral, konsentris dan radial. Kolateral terbagi lagi menjadi kollateral terbuka, tertutup, dan bikollateral. Sedangkan konsentris dapat dibagi menjadi amphikribal dan amphivasal. Tipe-tipe berkas pembuluh dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Tipe-tipe berkas pembuluh; A= Konsentris amphikribal; B= Konsentris amphivasal; C= Radial; D= Bikollateral; E= Kollateral tertutup;

F= Kollateral terbuka.

(Frohne 1985)

Kollateral tertutup merupakan berkas pengangkut dimana antara floem dan xilem tidak terdapat kambium, pada kollateral terbuka antara floem dan xilem terdapat kambium sedangkan bikollateral merupakan berkas pengangkut dimana terdapat dua buah floem dengan satu xilem. Kambium hanya terdapat diantara floem luar dengan xilem, sedangkan floem dalam dan xilem tidak terdapat kambium. Konsentris amphikribal merupakan jaringan pengangkut dimana floem mengelilingi xilem, sedangkan konsentris amphivasal floem terletak di tengah dan dikelilingi xilem. Berkas pengangkut radial merupakan berkas pengangkut dimana xilem dan floem terletak bergantian menurut jari-jari lingkaran (Sutrian 1992).

Bentuk akar paku berbeda-beda untuk tiap spesies. Banyak tumbuhan paku yang memiliki akar merambat namun tidak untuk jenis tumbuhan paku yang hidup di darat. Akar pada tumbuhan paku kebanyakan berupa akar serabut. Pada akar paku, xilem terdapat di tengah dikelilingi floem membentuk berkas pembuluh angkut yang konsentris. Gambar xilem dan floem pada tumbuhan paku dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Xilem dan floem pada akar tumbuhan paku

(Sumber: Bold et al 1980)

2.3 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan

Histologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari struktur mikroskopis atau karakteristik sel dan fungsi dari jaringan dan organ dengan beberapa metode tertentu. Metode tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi yang sama namun berbeda cara secara detail dari media dan jenis media yang digunakan untuk sampel. Hal tersebut termasuk metode untuk menerangkan dan pemendaran

pada mikroskop, dimana spesimen dapat dipotong pada bagian tengah (15-40 mikrometer) tanpa menggunakan medium penstabil (keadaan segar),

dalam cryofluids (keadaan beku), atau ditanam dalam bahan seperti parafin atau dalam formula plastik lainnya. Metode lain yang dikerjakan dengan mikroskop elektron tidak membutuhkan media penanaman spesial untuk persiapan preparat (Scanning Electron Microscopy) atau menggunakan sampel yang ditanam dalam plastik (Transmission Electron Microscopy) untuk cara ini sampel dipotong sangat kecil (65-100 nanometer) (Trigiano et al 2005).

Hasil preparat histologis pada tumbuhan dapat menunjukkan informasi yang tidak didapat melalui pemeriksaan secara visual. Banyak penelitian baik dilakukan secara in vitro maupun in vivo bisa dimengerti karena adanya penelitian secara histologi. Sebagai contoh, somatik embrio dapat diproduksi di permukaan daun, tetapi mungkin morfologi yang menyimpang tidak akan diketahui. Dengan menggunakan metode histologi dan pemeriksaan anatomi dengan cermat, para peneliti akan dapat melihat karakteristik somatik embrio. Contoh lain dari teknik histologi digunakan untuk melihat struktur spesifik asli dari tumbuhan. Perkembangan histologi dapat dipelajari dari waktu ke waktu secara teratur

Floem Xilem

dengan melihat jaringan sampel atau langsung dilihat pada jaringan dewasa (Trigiano et al 2005).

2.4 Mempersiapkan Preparat

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam mempelajari histologi adalah membuat preparatnya terlebih dahulu. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang dilakukan proses penanaman (embedding). Proses pembuatan preparat segar dilakukan dengan melakukan sayatan melintang yang tipis pada daun dan diletakkan pada gelas objek. Setelah itu dapat ditetesi dengan pewarna dan ditutup dengan gelas penutup. Pada saat penutupan harus hati-hati agar tidak ada gelembung udara. Proses pembuatan preparat utuh (whole mount) merupakan metode pembuatan preparat secara utuh. Biasanya tanaman yang akan diamati adalah tanaman dengan ukuran kecil, apabila ukuran tanaman terlalu besar dapat dilakukan proses pemangkasan terlebih dahulu. Proses pembuatan preparat ini terdiri dari beberapa tahap seperti fiksasi bertahap, penggunaan xylol berseri, pewarnaan, inkunasi, dehidrasi, dan perekatan ke gelas preparat, dan dilakukan penutupan (Kiernan 1988).

Pembuatan preparat dengan metode embedding terdiri dari 5 macam. Metode tersebut antara lain gelatin embedding, paraffin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding pada plastik (Kiernan 1988). Proses embedding pada objek menggunakan media gelatin merupakan metode lama yang sudah digantikan dengan resin. Metode ini mirip dengan metode parafin dimana gelatin tidak dapat menembus jaringan dan hanya mengelilingi jaringan dan mengisi ruang yang kosong. Gelatin tidak dapat dihilangkan, karena warnanya sangat kuat tetapi tidak mengganggu warna penampakan objek. Media embedding yang sejenis dengan gelatin adalah agar dan polycrylamide. Paraffin embedding merupakan suatu metode yang paling umum digunakan. Metode ini banyak digunakan karena lebih mudah dan lebih cepat serta material kering dapat disimpan lebih lama. Nitrocellulose embedding merupakan metode embedding menggunakan padatan dengan nama celloidin, Parlodion, Necolloidin, dan low-viscosity nitrocellulose. Larutan nitrocellulose ditempatkan pada botol dengan tutup memutar. Larutan ini merupakan larutan yang mudah terbakar. Biasanya

larutan ini dicampurkan dengan volume yang sama dengan etanol dan dietil eter (Kiernan 1988).

Pembuatan preparat embedding juga dapat dilakukan dengan menggunakan double embedding. Metode ini menggunakan kombinasi nitrocellulose dan lilin cair. Metode ini digunakan pada objek yang mengandung jaringan keras dan lunak. Metode embedding dengan plastik (resin) merupakan metode embedding yang digunakan untuk mikroskop elektron. Prinsip pembuatan preparat dengan metode ini sederhana, dimana objek diinfiltrasi dengan monomer reaktif (molekul kecil) dimana polymerized membentuk plastik (molekul besar). Bahan resin lebih keras dibandingkan dengan lilin atau nitrocellulose, sehingga memungkinkan memotong lebih tipis untuk mikroskop elektron (Kiernan 1988) .

2.5 Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin

Hal mendasar dan penting yang harus dilakukan dari semua metode histologi adalah metode pembuatan preparat. Para ahli telah memperhatikan metode ini untuk penelitian histologi sejak seratus tahun yang lalu. Pada saat ini telah banyak perubahan dalam memeriksa sampel kering dan tidak menggunakan gelas penutup. Penggunaan pisau untuk memotong juga telah mengalami modifikasi alat dengan adanya alat mikrotom. Spencer microtomes telah dapat digunakan dengan baik untuk memotong dalam metode histologi. (Kiernan 1988).

Metode penanaman parafin (paraffin embedding) merupakan suatu metode yang paling umum digunakan sejak dahulu dalam pembuatan preparat. Proses pembuatan preparat dengan metode parafin terdiri dari beberapa langkah, yaitu fiksasi, pencucian, dehidrasi, infiltrasi, embedding, pengirisan, penempelan, pewarnaan, dan penutupan. Pada pembuatan preparat dengan metode parafin ini langkah pertama yang dilakukan adalah proses fiksasi. Tahap fiksasi ini dilakukan agar jaringan tidak membusuk dan dapat mempertahankan struktur jaringan. Formalin-aceto-alcohol dapat digunakan sebagai bahan yang memberikan fiksasi sempurna. Setelah tahap fiksasi selesai, dilanjutkan dengan pencucian dan dehidrasi. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan reagen yang masih ada pada obyek. Cairan yang digunakan dalam proses pencucian ini tergantung pada reagen yang digunakan sebelumnya. Hampir semua larutan pengencer terutama yang mengandung chromic acid dapat dicuci dengan air, jika proses

pencucian dengan air mengalir sulit dilakukan dapat dilakukan dengan air dalam jumlah besar dan dilakukan berulang kali. Apabila air yang digunakan terlalu banyak mengandung udara maka harus dilakukan proses penguapan dengan pemanasan atau menggunakan suction pump. Proses pencucian dengan menggunakan larutan jumlahnya harus sama dengan larutan fiksasi.

Proses dehidrasi merupakan pengambilan air dari jaringan sehingga terdapat ruang kosong dan dapat dimasuki oleh parafin. Jika proses pencucian dilakukan dengan air maka proses dehidrasi dilakukan dengan 5% etanol dan diteruskan dengan 11%, 18%, dan 30% etanol. Perendaman setiap dua jam pada masing-masing larutan sudah cukup untuk proses dehidrasi. Bagaimanapun jika proses pencucian dilakukan dengan alkohol diatas 70% perlu digunakan xilol, kloroform, atau larutan essensial setelah proses dehidrasi pertama yang diikuti dengan alkohol absolut. Komposisi larutan yang digunakan untuk proses dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi larutan pada proses dehidrasi

Persentasi alkohol pada larutan 50 % 70 % 85 % 95 % 100 %

Air 50 30 15 - -

Etanol 95 % 40 50 50 45 -

Tertier butil alkohol 10 20 35 55 75

Etanol 100 % - - - - 25

Sumber :Johansen 1940

Infiltrasi bertujuan menyusupkan parafin ke dalam jaringan. Pada tahap ini dilakukan proses transfer dari butil alkohol ke parafin sedikit demi sedikit. Bahan ditransfer pada campuran yang sama pada minyak parafin dan Tertier Butil Alkohol selama 1 jam. Botol kecil diisi 3/4 penuh dengan cairan Parowax dan didiamkan sampai cairan tersebut mulai mengeras namun jangan sampai menjadi beku. Setelah obyek tenggelam campuran minyak paraffin, parowax, dan alkohol diganti dengan dengan cairan yang baru. Pergantian cairan parafin yang baru dilakukan tiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali (Johansen 1940).

Penanaman (embedding) proses penanaman material ke dalam cetakan yang berisi parafin cair, yang bila dingin akan mengeras sehingga memudahkan

penyayatan dengan mikrotom. Material dalam cetakan parafin tersebut dibiarkan dalam air selama setengah jam sampai dingin. Suhu parafin harus benar-benar diperhatikan, apabila pendinginan parafin terlalu lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal dan meyebabkan cetakan banyak terdapat bercak putih dan tidak dapat dilakukan pengirisan. Setelah proses penanaman selesai dan parafin telah dingin dan keras akan dilakukan proses pengirisan.

Proses pengirisan merupakan pembuatan sayatan atau pita dari blok parafin yang telah terbentuk dengan menggunakan mikrotom. Setelah itu dilakukan proses penempelan pita yang telah dipotong ke dalam gelas obyek dan diberi beberapa tetes air (Johansen 1940). Setelah proses pengirisan, parafin harus dihilangkan terlebih dahulu dari obyek sebelum dilakukannya pewarnaan. Untuk melakukan proses ini dapat digunakan xilol dan campuran xilol dengan etanol. Sebelum memasuki proses pewarnaan, gelas preparat dibilas terlebih dahulu dengan akuades.

Pewarnaan merupakan proses pemberian warna pada gelas obyek. Proses ini dilakukan untuk memudahkan dalam melihat jaringan pada tumbuhan. Pewarnaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan satu pewarna atau beberapa kombinasi warna disesuaikan dengan tujuan pengamatan. Sebagai contoh apabila pewarnaan ditujukan untuk melihat selulosa pada dinding sel maka dapat digunakan aniline blue, fast green, CFC, light green, dan congo red. Untuk melihat protein dapat digunakan safranin, sedangkan untuk lemak dapat dengan sudan III dan lain-lain. (Kienan 1988). Kemudian gelas preparat dicelup ke dalam pewarna sesuai dengan tujuan pewarnaan. Setelah pencelupan dalam larutan pewarna selesai dilakukan dehidrasi dengan alkohol 35%, 70%, dan 95%. Setelah proses pewarnaan selesai dilanjutkan dengan penutupan. Proses penutupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan perekat seperti entelan (Canada Balsam) dan ditutup dengan coverslip. Setelah itu preparat dapat disimpan dengan suhu tidak boleh melebihi 60 oC (Johansen 1940).

2.6 Analisis Proksimat pada Tumbuhan

Tumbuhan pangan utama yang dibutuhkan oleh tubuh manusia adalah jenis tumbuhan sayur atau sayuran. Sayuran sangat dianjurkan untuk dikonsumsi sehari-hari, hal ini dikarenakan sayuran merupakan sumber vitamin, mineral,

antioksidan dan serat pangan. Pada sayuran terdapat kandungan gizi baik makro maupun mikro. Kandungan gizi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan golongan mikro terdiri dari vitamin dan mineral (Haris dan Karmas 1989). Zat-zat gizi menyediakan kebutuhan sel-sel tubuh yang beraneka ragam. Sebagai “mesin hidup”, sel memerlukan energi, bahan-bahan pembangunan dan bahan-bahan untuk memperbaiki bagian yang rusak dengan menggunakan zat-zat gizi (Muchtadi 2001).

2.6.1 Protein

Semua makhluk hidup memerlukan protein. Manusia dan binatang memerlukan protein yang berasal dari tanaman, sedangkan tanaman sanggup membangun protein dari bahan-bahan yang diperoleh dari tanah dan udara sekitar (Suhardjo dan Kusharto 1988). Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa protein juga mengandung unsur-unsur mineral yaitu fosfor, sulfur dan besi. Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Protein berfungsi sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Sayuran yang mengandung protein adalah yang berasal dari biji-bijian, seperti kacang panjang, buncis, dan kecambah (Wirakusumah 2007).

Berdasarkan dapat atau tidaknya disintesis oleh tubuh, asam-asam amino digolongkan menjadi dua golongan yaitu : 1) asam amino esensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga perlu disuplai dari bahan makanan) dan 2) asam amino non esensial (dapat disintesis oleh tubuh dari asam lemak dan senyawa nitrogen). Bagi orang dewasa terdapat 8 macam asam amino esensial yaitu : isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Sedangkan bagi bayi selain kedelapan asam amino tersebut histidin dan arginin tergolong esensial. Asam amino yang tergolong nonesensial adalah tirosin, sistin, glisin, serin, asam glutamat, asam aspartat, alanin, prolin. Kadang-kadang orang menggolongkan tirosin dan dan sistin sebagai asam amino semi esensial (Muchtadi 2001).

Untuk menganalisis kandungan protein pada bahan pangan digunakan uji yang berdasarkan kandungan nitrogen (metode Kjeldhall). Kandungan protein dapat dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan 6,25 menggunakan metode Kjeldhall dengan katalis Cu (Dierenfeld dan McCann 1999). Kandungan protein tidak sama untuk protein non nitrogen dengan protein nitrogen (Huyghebaert 2003).

2.6.2 Lemak

Lemak mempunyai komposisi kimia yang unik sehingga tidak larut dalam air, melainkan dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform atau benzen. Komposisi kimia lemak juga juga menentukan bentuk lemak yaitu lemak (fat) yang berupa padatan pada suhu kamar misalnya lemak hewan, sedangkan minyak (oil) adalah lemak berbentuk cairan dalam temperature kamar misalnya minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun. Secara umum formulasi kimia suatu asam lemak adalah CH3(CH2)nCOOH (Muchtadi 2001).

Menurut ada tidaknya ikatan rangkap yang dikandung asam lemak, maka asam lemak dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Asam lemak jenuh yaitu hanya mempunyai ikatan tunggal misalnya asam butirat, asam kaproat

2. Asam lemak takjenuh tunggal yaitu mengandung satu ikatan rangkap pada rantai karbon misalnya asam palmitoleat, asam oleat

3. Asam lemak takjenuh poli yaitu asam lemak yang mengandung lebih

Dokumen terkait