• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Kasus dan Solusinya

Dalam dokumen Makalah Stroke (Halaman 39-48)

B. Terapi Farmakologi

VIII. Contoh Kasus dan Solusinya

A. Kasus I

Tn.K 60 tahun , BB 70 Kg dibawa ke UGD akibat terjatuh di Kamar mandi. Lengan dan kaki kanan tidak bisa digerakan sekitar 2 jam yang lalu. Tn. K sulit berbicara dan setiap melihat benda menjadi nampak ganda. Setelah dirawat di RS, Tn.K mengelu kaki kiri nya bengkak berwarna kemerahan dan nyeri. Dokter mendiagnosa Tn.K mengalami stroke dan suspect DVT karena bengkak dan nyeri pada kaki kirinya. Hasil pemeriksaan Laboratorium ditunjukan dengan nilai tekanan darah 175 / 100 mmHg, LDL : 300 mg/dl dan hasil ST Scan dijumpai ada lesi di otak sebelah kiri . Tn. K mempunyai riwayat jantung koroner sejak 3 tahun yg lalu , hiperlipidiemia dan hipertensi sejak 5 tahun lalu , stroke sejak 2 tahun yg lalu serta ulkus peptic sekitar 3 tahun yg lalu. Dari riwayat penyakit tersebut Tn.K menerima terapi berupa captopril 12,5 mg 2 x sehari , HCT 12,5 mg 1 x sehari , simvastatin 40 mg 1 x sehari , aspirin 80 mg 1 x sehari, dan omeprazol 20 mg 1 x sehari. Bagaimana Asupan kefarmasian yang harus dilakukan ?

Jawab :

Asuhan kefarmasian menggunakan metode FARM ( Findings, Assesment, Resolution, dan Monitoring).

Findings :

a. Subjectives : Tn. K Usia : 60 Tahun, BB : 70 Kg

Keluhan : - Terjatuh di KM Lengan & kaki kanan tidak bisa digerakkan sekitar 2 jam yg lalu ( Golden Time < 3 jam)

- Sulit bicara, pandangan berbayang - Kaki Kiri bengkak dan nyeri .

b. Objectives :

- Diagnosa Dokter : Stroke dan Suspect DVT (karena bengkak dan nyeri)

- . RPD ( Riwayat Penyakit Dahulu ) :

 Jantung Koroner 3 th yg lalu ( terakhir dirawat bulan kemarin)

 Hiperlipidemia & Hipertensi sejak 5 Th yg lalu  Stroke sejak 2 Th terakhir

 Ulkus Peptic sekitar 3 Th yg lalu - Tx yang Diberikan :

 Captopril 12,5 mg 2 x sehari à Hipertensi

 HCT 12,5 mg 1 x Sehari

 Simvastatin 40 mg 1 x Sehari à Hiperlipidemia

 Aspirin 80 mg 1 x Sehari à Stroke Iskemik  Omeprazol 20 mg 1 x sehari à Ulkus

peptic - Hasil Lab :

 TD : 175 / 100 mmHg ( Normal : 110 / 70 mmHg) à HTN stage 2

 LDL : 300 mg/dl ( Normal : ) à Hiperlipidemia  ST Scan à Terdapat lesi di otak sebelah kiri

Indikasi Terapi DRP’s (Assesment)

Resolution

Stroke Iskemik Aspirin 20 mg 1 x Sehari

Terapi yang tidak tepat

Pemberian aspirin dikatakan kurang tepat untuk stroke iskemik.

Hal ini dikarenakan px mengalami stroke iskemik dg Golden Time ( < 3 jam) -> Tx Reperfusi dg pemberian TPA ( Tissu Plasminogen Activator) 0,9 mg / kg iv.

0,9 x 70 kg = 63 mg

- TPA : Alteplase 10% dari do (63 mg) = 6,3 mg - Diberikan secara bolus

selama 1 menit

- Sisanya ( 63 mg – 6,3 mg = 56,7 mg) diberikan secara infus selama 1 jam

- Aspirin diberikan 48 jam setelah pemberian TPA

Monitoring : a. Efektivitas Tx

TPA dan Aspirin : Gejala stroke berkurang , Ditandai dengan berkurangnya lesi pada otak sebelah kiri

Kaptopril & HCT : TD yaitu < 175 / 100 mmHg ( menuju ke TD normal )

Simvastatin : Lipid , LDL berkurang mendekati normal Omeprazol : Tidak ada kekambhan Ulkus peptic

b. ESO :

TPA & Aspirin : Bleeding

Kaptopril & HCT : Batuk kering, Hiperkalemia Simvastatin : Hipolipidemia

B. Kasus II

Pasien pria dengan inisial WK berumur 95 tahun telah dirawat di Rumah Sakit (RS) Moses Cone pada tanggal 23 November 2002. Sebelum dirawat di rumah sakit, WK berada dalam kondisi sehat. Gejala penyakit tampaknya muncul 3 minggu sebelum dirawat di RS. Pada tanggal 23 November tersebut, anak WK menemukannya dalam keadaan tergeletak kebingungan di lantai. WK didiagnosis mengalami kerusakan pembuluh darah otak akut (acute cerebral vascular accident/ CVA) atau yang sering digambarkan sebagai “stroke”. Hal ini terjadi bila ada gangguan aliran darah normal pada satu atau lebih pembuluh darah yang memasok darah ke otak. Trombosis, emboli, dan perdarahan merupakan penyebab utama dari CVA (Sommers and Johnson, 2002). Jaringan otak mengalami iskemik, yang menyebabkan terjadinya hipoksia atau anoksia dengan kerusakan atau nekrosis neuron, glia, dan pembuluh darah. Komplikasi CVA meliputi tekanan darah menjadi tidak stabil, gangguan sensorik dan motorik, infeksi, pneumonia, kontraktur, dan emboli paru. WK memiliki seorang anak perempuan yang memiliki penyakit arteri koroner, anak lelaki yang meninggal karena Myocardiac Infarc (MI) pada usia 37, dan juga anak lelaki yang meninggal karena kanker paru-paru pada 57. Sejak ditinggalkan, WK mengalami penurunan nafsu makan dan sering merasa sesak napas. WK telah diberikan Paxil untuk mengobati gejala depresinya. Ia juga telah menggunakan Cipro untuk mengatasi gejala sesaknya. Ketika dibawa ke RS, dokter melakukan CT scan di daerah otak yang memberikan bukti adanya stroke yang sudah lama. Dokter pun melakukan X-ray terhadap dadanya dan hasil uji terbukti normal. Jumlah darah putihnya tinggi dan sedikit mengalami dehidrasi. WK pernah diresepkan Amoksisilin 500 tiga kali sehari dan Guaifenesin. Sejarah masa lalu medis WK cukup pendek termasuk depresi, stroke, dan presbyacusis. WK belum pernah menjalani operasi sebelumnya dan tidak memiliki alergi.

Pada tanggal 25 November 2002, WK menjalani serangkaian uji diagnosis untuk memastikan bahwa ia benar-benar mengalami stroke pada tanggal 23 November. Pertama-tama dilakukan scan MRI tanpa kontras pada otak yang menunjukkan hasil yang mirip ketika dibandingkan dengan scan pada tanggal 23 November. Hasil scan mengungkapkan terjadinya infrak akut bilateral (bilateral acute infracts), lokasi terbesar terdapat pada serebelum superior sebelah kiri. Bahkan terjadi pula perubahan iskemik kronik dan atropi.

Ketika WK dirawat di RS, ditemukan beberapa ketidaknormalan hasil laboratorium, yaitu: kadar kalium rendah sebesar 3,1 mEq/Lh, kadar limfosit yang kurang dari 3%, kadar monosit 0%, kadar glukosanya cukup tinggi, yaitu 161 mg/dl, kadar AST/SGOT 46 U/L, kadar sel darah putih yang tinggi, yaitu 24,2 K/uL, hemoglobin nya rendah sebesar 11,1 g / dL dan hematokritnya pun rendah, sekitar 33,5%, dan sel darah merahnya pun rendah, yaitu 3,86 MiL/uL. Tanda-tanda vitalnya adalah sebagai berikut: tekanan darah 143/86, denyut jantung 84 dan tingkat kejenuhan oksigennya 95%.

WK memiliki kecenderungan pandangan ke kiri dan bagian wajah sedikit terkulai ke kiri. Bicaranya kurang jelas dan mengalami kebingungan. Pergerakan WK menunjukkan bahwa tingkat kecemasannya cukup tinggi. Selang intravena terpasang di bagian tangan kanan tanpa adanya tanda-tanda iritasi kulit. Aktivitasnya terbatas karena kaki kirinya lemah. Kulitnya hangat dan kering. WK mengalami lecet di bagian tangan kirinya. WK pun mengalami eritem pada daerah sumsum tulang belakang dan sakrumnya.

Dokter memerintahkan WK untuk menjalani diet NPO ketika dirawat di RS. Namun, untuk mencegah terjadinya malnutrisi akibat dari stroke yang menyebabkan disfagia, WK diperbolehkan menerima makanan disfagia yang terdiri dari makanan yang dihaluskan seperti telur orak-arik, bubur sayuran dan buah. Makanan nya dapat dibuat lebih menarik melalui baunya. Kepala WK harus dinaikkan 90 derajat pada waktu makan dan 30 menit setelahnya untuk

mengurangi hembusan (Sparks dan Taylor 2001). WK juga perlu menerima asupan cairan yang cukup karena ia menunjukkan tanda-tanda dehidrasi ringan.

Total obat yang digunakan WK untuk mengobati kondisinya adalah tiga jenis. Obat pertama adalah aspirin yangjuga dikenal dengan nama Aspergum, Bayer, Easprin, Ecotrin, Empirin, Entrophen, Genpotin, Norwich, Novasen, dan Zorprin. Dosis yang digunakan adalah 325 mg/ hari secara oral pada pukul 10 pagi. Obat ini diklasifikasikan sebagai obat antiplatelet. Imobilitas WK menyebabkan mudah terbentuknya penggumpalan darah. Aspirin diresepkan untuk mengencerkan darahnya dan melindungi WK dari penggumpalan darah atau embolus paru. Obat ini harus dimakan bersamaan dengan makanan atau setelah makan jika terjadi gangguan gastrointestinal (GI). Efek samping yang mungkin timbul adalah mual, gangguan GI, nyeri ulu hati, memar dan perdarahan gusi (Karch, 2000).

Obat kedua adalah Paxil atau Paroxetine sebagai obat antidepresi. Dosis yang digunakan adalah 12.5 mg/ hari secara oral pada pukul 10 pagi. WK memiliki sejarah depresi. Obat ini dapat menyebabkan kantuk, pusing, tremor, gangguan GI dan perubahan pada fungsi seksual (Karch, 2000).

Obat terakhir yang digunakan adalah Lorazepam, yang juga disebut Ativan. Obat ini digunakan untuk mengobati kecemasan. WK menggunakan obat ini baik secara intravena (IV) maupun oral. Dosis yang digunakan adalah 3 mg/ 8 jam ketika dibutuhkan. WK memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, ditunjukkan lewat perilaku gelisah dan tanda-tanda kejengkelan sehubungan dengan depresi dan perawatan di RS. Perawat perlu memastikan bahwa obat ini diberikan secara perlahan, laju maksimum infus adalah 2 mg/ menit. Efek samping yang mungkin timbul adalah kantuk, pusing dan gangguan GI (Karch, 2000).

Untuk mempertahankan tingkat oksigen WK berada pada rentang 95% - 100%, WK diberikan 3 L oksigen. Tingkat kejenuhan oksigen WK dipantau terus setiap jamnya. Dokter telah menyarankan WK untuk menjalani terapi fisik, untuk

mencegah terjadinya imobilisasi pada WK. WK harus bangun dari tempat tidur dan bergerak sebanyak mungkin. Namun, karena kebingungan dan lemahnya bagian kiri tubuh WK, WK mungkin jatuh saat harus bangun. Posisi WK di tempat tidur pun harus diubah setiap 2 jam sekali. WK harus menggunakan sepatu bulan (moon shoes) untuk mencegah kerusakan tumit. WK menggunakan kateter Foley untuk mencegah jatuh dalam perjalanan ke kamar mandi dan kecelakaan yang berhubungan dengan ketidakseimbangan. Dokter pun telah memberikan penahan yang ditempatkan di pinggang WK untuk mencegah WK bangun sendiri dari posisi tidurnya dan jatuh. Selain itu, WK pun mengalami kesulitan menelan sehingga perawatan mulut sangat penting untuk mencegah sisa-sisa dari pengumpulan dalam mulutnya. Penyeka digunakan untuk menghilangkan kotoran yang berlebihan dari mulutnya. Membran mulut WK harus dijaga agar tetap lembab untuk meningkatkan kenyamanan.

Dalam dokumen Makalah Stroke (Halaman 39-48)

Dokumen terkait