• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN

2.10 Contoh Kasus

Kasus 1. Sindrom Steven Johnson (SSJ)

Tubuh RN melepuh setelah menjalani pengobatan di Puskesmas Ciracas. Kadinkes DKI Dien Emawati menyebut penyakit Ratna adalah Sindrom Steven Johnson (SSJ). Keluarga mencurigai kasus ini adalah malpraktek.

Analisa kasus:

SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis berupa kulit melepuh kemerahan pada seluruh bagian kulit, selaput lendir seperti bibir serta mata. Penyakit SSJ sebenarnya bukan sekedar penyakit alergi obat biasa. Banyak faktor dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyebab atau faktor yang mempengaruhi SSJ sangat rumit dan sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ biasanya diawali adanya infeksi virus, jamur, bakteri, parasit yang ditambah adanya alergi obat, makanan tertentu, penyakit kolagen, keganasan, kehamilan. Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat,

sulfa, penisilin, antikonvulsan, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif dan obat antiinflamasi non-steroid. Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.

Kasus SSJ bukan merupakan malpraktek, karena tidak ada seorang dokterpun yang dapat menghindarinya. Tes alergi obatpun jika dilakukan dan hasilnya negatif belum tentu dapat mencegah kasus SSJ karena penyebabnya multifaktorial. Dokter hanya bisa berhati-hati dan waspada saat penderita terdapat riwayat alergi obat. Namun, tidak setiap alergi obat dapat terjadi seperti kasus SSJ. Bahkan seorang yang tidak pernah mengalami alergi obat dapat terkena SSJ juga.

Kasus 2. Kejang

Jam 02.00 dinihari , sepasang suami istri itu membawa anaknya berobat ke klinik terdekat karena anaknya yang berusia 3 tahun panas tinggi dengan suhu 41,7 derajat celsius. Anak itu kemudian diberikan obat yang dimasukkan melalui anus (pantatnya) berharap agar suhunya segera dan cepat turun. Namun begitu dokter hendak membalikkan badan, anak itu pun kejang, dan si ibu menuding gara-gara obat yang barusan dimasukkan itulah yang menyebabkan anaknya kejang.

Analisa Kasus:

Kejang pada kasus ini dapat terjadi akibat demam tinggi. Pada kasus ini, ibu tidak segera membawa anaknya ke dokter, padahal anaknya sudah seharian demam. Anak baru dibawa saat larut malam setelah panasnya tinggi sampai terjadi kejang demam. Kebetulan kejang terjadi sesaat setelah dokter memasukkan obat demamnya. Sangat kecil kemungkinan kejang disebabkan oleh obat yang diberikan dokter, karena obat itu baru saja diberikan dan belum sempat diserap tubuh anak itu. Setelah dijelaskan oleh dokter, orang tua pasien kemudian bisa mengerti bahwa kejang itu karena demam tinggi yang dialami anaknya bukan karena over dosis obat seperti yang disangkakan.

Seorang pasien berinisial DC yang berusia 3 tahun pada 28 April 2011 datang ke RS Krian Husada, Sidoarjo, Jatim. DC datang diantar orang tuanya karena mengalami diare dan kembung. Kemudian dr. W langsung memberikan tindakan medis berupa pemasangan infus, suntikan, obat sirup dan memberikan perawatan inap. Keesokan harinya, dr W mengambil tindakan medis dengan meminta kepada perawat untuk melakukan penyuntikan KCL 12,5 ml. Saat itu, dr. W berada di lantai 1 dan tidak melakukan pengawasan atas tindakan perawat tersebut dan DC kejang-kejang. Akibat hal ini, DC pun meninggal dunia.

Analisa kasus:

Penyuntikan KCL seharusnya dapat dilakukan dengan cara mencampurkan ke dalam infus sehingga cairan KCL dapat masuk ke dalam tubuh penderita dengan cara masuk secara pelan-pelan.

Kasus 4. Kasus dr. Ayu Tanggal 10 April 2010

Ny. JF (25) yang sedang hamil anak kedua masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan Puskesmas atas indikasi ketuban pecah dini. Pada waktu itu, ia didiagnosis oleh Puskesmas dalam tahap persalinan pembukaan dua.

Selanjutnya di RS Dr Kandau Manado, Ny.F dilakukan observasi inpartu. Namun setelah delapan jam, tidak ada kemajuan dalam persalinan dan muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan pengambilan tindakan yaitu operasi caesar.

Pada saat sayatan pertama operasi caesar dimulai, pasien mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan hal tersebut adalah tanda bahwa pasien kurang oksigen. Setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, pasien dinyatakan meninggal dunia

Tanggal 15 September 2011

Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni. Hal tersebut dikarenakan dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya emboli udara pada bilik jantung kanan, sehingga mengganggu peredaran darah. Emboli udara merupakan hal yang tidak dapat diprediksi oleh dokter sebelumnya. Kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.

18 September 2012

Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).

11 Februari 2013

Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan kalau ketiga dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana. Sementara itu, Majelis Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa dalam melakukan operasi pada pasien.

8 November 2013

Dr Ayu diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara. Pada kasus ini terdapat beberapa tuntutan yang ditujukan oleh dokter, yaitu:

1. Menurut ibu kandung Ny.F, anaknya ditelantarkan dan tidak segera ditangani oleh RS Dr Kandau Manado.

2. Adanya emboli udara dari bilik kanan jantung Ny. F yang didapatkan dari hasil otopsi dianggap keluarga ny. F merupakan kesalahan tim dr.Ayu.

3. Menurut ibu Ny.F tidak diberikan penjelasan yang jelas mengenai tindakan operasi saecar dan resiko tindakan, dan hanya diminta untuk segera tanda tangan

4. Dr. Ayu dituduh tidak melakukan pemeriksaan penunjang pre operasi. Analisa kasus:

1. Di RS Dr Kandau Manado, Ny.F tidak ditelantarkan oleh dokter namun dilakukan observasi inpartu dan telah diberikan antibiotik profilaksis untuk penatalaksanaan ketuban pecah dini.

2. Emboli udara yang terjadi merupakan hal yang tidak dapat diprediksi oleh dokter sebelumnya.

3. Dokter tidak menyampaikan informed consent ke pasien atau keluarganya dengan baik sehingga keluarga merasa tidak diberikan penjelasan mengenai tindakan operasi caesar yang akan dilakukan terhadap Ny.F

4. Pada operasi cito sectio saecaria tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan penunjang (jantung)

BAB III

Dokumen terkait