• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN

2.6 Unsur Malpraktek

1. Unsur kesengajaan (intensional)

Unsur kesengajaan (intensional) menyebabkan professional misconducts (melakukan tindakan yang tidak benar)

 Menahan-nahan pasien

Tindak pidana ini menurut pasal 333 KUHP, yaitu “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan) orang atau meneruskan tahanan itu dengan melawan hak”.

Istilah dari kata “menahan” dan “meneruskan penahanan” dari pasal di atas, adalah:

a. Menahan; menunjukkan aflopende-delicten (delik yang sekilas atau sekejap). b. Meneruskan penahanan; menunjukkan voor tdurende delicten (delik yang

selalu/ terus-menerus diperbuat). Unsur-unsur dari pasal 333, yaitu:

a. Perbuatan “menahan/ merampas kemerdekaan”. b. Yang ditahan “orang”.

c. Penahanan terhadap orang itu untuk melawan hak. d. Adanya unsur kesengajaan dan melawan hukum.

Pasal 333 KUHP ini hanya melindungi kemerdekaan badan seseorang, bukan kemerdekaan jiwa. Jadi, harus adanya perbuatan yang menyentuh badan seseorang yang ditahan, misalnya diikat tangannya sehingga sulit bergerak.

 Membuka rahasia kedokteran tanpa hak

Masalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena seringkali menggambarkan nilai–nilai sosial budaya bangsa. Artinya, pidana mengandung tata nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Disamping keberadaannya telah menjadi kecenderungan internasional, sistem pemidanaan yang bertolak dari ide individualisasi pidana ini merupakan hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pendekatan humanistik dalam penggunaan sanksi pidana untuk tujuan perlindungan masyarakat (social defence). Ide menyangkut konsepsi social defence tersebut ternyata diterima oleh ahli hukum

pidana di Indonesia, terbukti dalam pasal 322 KUHP menyebutkan bahwa barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan ribu rupiah. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pergaulan orang itu.Menurut R. Soesilo dokter yang membuka rahasia dapat dihukum menurut pasal ini, maka elemen–elemen di bawah ini harus dibuktikan :

a. Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia.

b. Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan ia harus betul–betul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu.

c. Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari suatu jabatan atau pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu pernah jabatan.

d. Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja. Yang diartikan dengan rahasia yaitu barang sesuatu yang hanya diketahui oleh orang yang berkepentingan, sedang orang lain belum mengetahuinya. Siapakah yang diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiap–tiap peristiwa harus ditinjau sendiri–sendiri oleh hakim yang masuk disitu misalnya seorang dokter harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya.

Proses hukum ini perlu dilakukan, agar para dokter lainnya atau para profesional dalam bidang lainnya, tidak seenaknya saja membuka dan membeberkan rahasia jabatan di muka umum. Seringkali didengar para dokter yang dengan enteng membeberkan penyakit dari pasiennya yang sebenarnya termasuk ke dalam rahasia jabatan. Para profesional ini tahu, tentang adanya rahasia kedokteran, tetapi karena tidak pernah terjadi adanya pengaduan dari mereka yang dilanggar haknya atas rahasia kedokteran, maka pelanggaran terhadap hak pasien yang satu ini seringkali terjadi.Tidak dapat dihindarkan bahwa wajib penyimpan rahasia membandingkan berat ringannya kepentingan–kepentingan yang harus diperhatikan dan yang saling bertentangan. Titik tolaknya adalah menyimpan rahasianya. Hanya kalau

dikehendaki oleh kepentingan–kepentingan yang dianggap lebih berat dari pada kepentingan “Pemilik Rahasia” ditambah dengan kepentingan–kepentingan tersebut dan akhirnya pemutusan apakah wajib menyimpan rahasia menggunakan hak tolaknya atau tidak, dilakukan sendiri oleh wajib penyimpan rahasia, kalau dirasa perlu setelah berunding dengan satu orang atau lebih yang ia pilih, rekan atau bukan rekan.

Seorang saksi sebelum memberi kesaksian harus sumpah bahwa ia akan memberi keterangan tentang segala sesuatu yang benar dan tidak lain dari pada yang benar. Ia tidak dapat mengungkapkan hanya sebagian dari kebenaran dan menyembuhkan bagian yang lain, ini akan mendapatkan kedustaan dan demikian sumpah palsu. Jadi seorang dokter atau wajib penyimpan rahasia lain dihadapkan sebagai saksi menggunakan hak tolaknya, walaupun diminta dengan sangat oleh pasiennya untuk memberi kesaksian, ada kemungkinan bahwa dokter tersebut berbuat demikian untuk kepentingan pasiennya.

Menurut undang-undang RI NO. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasal 4 berbunyi demikian :

1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Sanksi yang diberikan dapat sebagai berikut :

1. Sanksi terhadap pelanggaran dari hukum diterapkan oleh penguasa (orang atau lembaga yang memegang kekuasaan).

 Aborsi ilegal

Naluri yang terkuat pada setiap makhluk bernyawa termasuk manusia adalah mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berpikir dan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan ilmupengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua usaha tersebut merupakan tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani.

Banyak pendapat mengenai abortus provocatus yang disampaikan oleh berbagai ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial, hukum, eugenetika, dan sebagainya. Pada umumnya setiap Negara mempunyai undang-undang yang melarang abortus provocatus (pengguguran kandungan).

Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila merupakan

satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus

therapeuticus). Dalam undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan

diperjelas mengenai hal ini. Indikasi medic ini dapat berubah-ubah sesuai perkembangan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi, tuberkulosis dan sebagainya.Sebaliknya ada pula negara yang membenarkann indikasi sosial, humaniter, dan eugenetik, seperti misalnya di Swedia dan Swiss yaitu bukan semata-mata untuk menolong ibu, melainkan juga mempertimbangkan demi keselamatan anak, baik jasmaniah maupun rohaniah.

Keputusan untuk melakukan abortus provocatus therapeuticus harus dibuat oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil yang bersangkutan, suaminya dan atau keluarhanya yang terdekat. Hendaknya dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk melakukannya.

Menurut penyelidikan, abortus provocatus paling sering terjadi pada wanita bersuami, yang telah sering melahirkan, keadaan sosial dan keadaan ekonomi rendah. Ada harapan abortus provocatus di kalangan wanita bersuami ini akan berkurang apabila keluarga berencana sudah dipraktekkan dengan tertib. Setiap dokter perlu berperan serta untuk membantu suksesnya program keluarga

berencana ini.Seperti yang telah diatur pada pasal 349 KUHP, “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.” dimana dokter dapat dikenakan sanksi 4 tahun penjara.

 Euthanasia

Euthanasia memiliki tiga arti, yaitu :

a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan bagi yang beriman dengan nama Allah di bibir.

b. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) oenderitaan pasien diperingan dengan memberi obat penenang.

c. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

Pada suatu saat seorang dokter mungkin menghadapi penderitaan yang tidak tertahankan, misalnya karena kanker dalam keadaan yang menyedihkan, kurus kering bagaikan tulang dibungkus kulit, menyebarkan bau busuk, menjerit-jerit dan sebagainya. orang yang berpendirianpro euthanasia dalam butir c, akan mengajukan supaya pasien diberi saja morphindalam dosis lethal, supaya ia bebas dari penderitaan yang berat itu. di beberapa Negara Eropa dan Amerika sudah banya terdengar suara yang pro-euthanasia. mereka mengadakan gerakan yang mengukuhkannya dalam undang-undang. Sebaliknya, bagi mereka yang

kotra-euthanasia berpendirian bahwa tindakan demikian sama dengan pembunuhan.

Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan berfalsafah atau berazazkan Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. segala sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada makhlukNya mengandung makna dan maksud terentu. dokter harus mengerahkan segala kepandaianannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.

 Memberikan keterangan palsu

Pada pasal 267 KUHP dinyatakan bahwa :

(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

 Melakukan praktek tanpa ijin

Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”. Ijazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyartan untuk memperoleh ijin kerja sesuai profesinya (SID (surat ijin dokter) atau SP (Surat Penugasan)). Untuk melakukan pekerjaan profesi kedokteran, wajib dituruti peraturan perundang-undangan yang berlaku (SP, yaitu : Surat Ijin Penugasan).

1. Unsur Pelanggaran  Negligence (kelalaian)

Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien. Kelalaian medik merupakan salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seorang dengan tidak sengaja melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.

Pengertian istilah kelalaian medis menurut World Medical Association (1992) yaitu : Medical malpractice involves the physicians’s failure to conform to the

negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient. WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah

akibat malpraktik medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik. Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini :

Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada suatu kondisi medis tertentu

Dereliction of the duty / penyimpangan kewajiban tersebut

Damage/kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat layanan dari kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan

Indirect causal relationship / hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidak-tidaknya merupakan “proximate cause”.

 Malfeasance (pelanggaran jabatan)

Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak tepat dan layak (unlawful/improper). Seperti melakukan tindakan pengobatan tanpa indikasi yang memadai dan mengobati pasien denga coba-coba tanpa dasar yang jelas.

 Misfeasance (ketidak hati-hatian)

Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance). Seperti melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur.

 Lack of skill (kurang keahlian)

Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter, kecuali pada situasi kondisi sangat darurat, seperti melakukan pembedahan oleh bukan dokter, dan mengobati pasien diluar spesialisasinya.

Dokumen terkait