• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Coping Stress

1. Pengertian Coping Stress

Lazarus & Folkman (dalam Oktavianti, 2007) mendefinisikan

coping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari individu sendiri

dengan tuntutan yang berasal dari lingkungan dengan sumber daya yang

mereka gunakan dalam menghadapi situasi stres. Sarafino (2006)

menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu melakukan usaha untuk mengatur situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan

antara tuntutan dan sumber daya yang dinilai sebagai penyebab

munculnya situasi stres.

Berdasarkan beberapa definisi para ahli tersebut, dapat

disimpulkan bahwa coping adalah suatu cara dari individu untuk menghadapi situasi yang menekan baik berasal dari dalam diri maupun

berasal dari lingkungan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki

2. Fungsi Coping

Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :

a. Emotional-focused coping

Coping ini berfungsi untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam

pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung

menggunakan emotional-focused coping untuk individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi. Bentuk dari coping ini tidak mendistorsi realitas, tetapi akurat dalam penilaian kembali situasi stres sehingga dapat mengurangi stres.

Contoh: humor adalah salah satu coping dengan emosi yang secara efektif dapat mengurangi rasa marah, mengubah mood, dan menghilangkan depresi (Huffman et al, 2000). Metode coping yang berdasarkan emosi penting, karena mereka terkadang menggunakan

perawatan medis atau terlibat pada perilaku tidak sehat seperti

penggunaan obat-obatan terlarang, merokok, dan minum minuman

berakohol. Orang sering menggunakan subtansi ini dalam usaha

mereka mencapai coping (Wills dalam Sarafino, 2006)

b. Problem-focused coping

Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi

stres. Strategi ini terdiri dari mengidentifikasi masalah stres,

menghasilkan solusi yang mungkin, memilih solusi yang tepat, dan

menerapkan solusi untuk masalah ini, sehingga menghilangkan stres

(Huffman et al, 2000). Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006)

mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan problem- focused coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor

yang ada dapat diubah.

3. Metode Coping stress

Para peneliti bekerja untuk mengidentifikasi metode coping yang paling penting dan berhubungan dengan psikologis dan kesehatan. Ada

tiga dari beberapa metode coping (Folkman & Moskowitz, 2004): a. Peran Emosi Positif

Menurut Folkman (1994), satu cara emosi positif membantu

mengatasi stres adalah dengan mendukung proses coping tersebut. Contoh: seorang homoseksual menceritakan kesulitan dalam

mengurus pasangannya saat episode berkeringat berat beberapa kali

sehari, seperti penderita AIDS kebanyakan, dan menyatakan bahwa

merasa bangga karena masih dapat membuat pasangannya nyaman.

b. Menemukan manfaat atau makna

Menurut Folkman, menemukan manfaat atau makna akan

memberikan jalan penting untuk pengalaman emosi positif selama

masa stres. Orang yang mencoba mengatasi beberapa stres sering

values, dan goals untuk memberikan arti positif (Folkman, 1997; Sears, Stanton, & Danoff-Burg, 2003).

c. Terlibat dalam pendekatan emosional

Pendekatan emosional, orang-orang mengatasi stres dengan

berproses secara aktif dan mengekspresikan perasaan mereka

(Stanton et al, 2000). Untuk menilai pendekatan emosional,

orang-orang menilai bagaimana sering mereka terlibat proses emosional

dan ekspresi emosional. Proses emosional seperti berkata “saya

akan mengambil waktu untuk mengetahui apa yang sedang saya

rasakan” dan mengekspresikannya dengan mengatakan “berikan saya waktu untuk mengekpresikan emosi saya”.

4. Aspek-Aspek Coping Stress

Aspek-aspek coping stress terdiri dari beberapa macam. Aspek-aspek ini secara rinci dapat mengungkap coping stress remaja yang menghadapi hal-hal baru ketika menuju dewasa. Menurut Jerabek (1998)

ada tujuh aspek coping stress, yaitu:

a. Reaksi terhadap stres(reactivity to stress)

Semakin rendah kemampuan seseorang menghadapi stres,

maka reaksinya terhadap stres tergolong maladaptif. Sebaliknya,

semakin tinggi kemampuan seseorang menghadapi stres, maka

b. Kemampuan untuk menilai situasi (Ability to assess situation)

Kemampuan untuk menilai situasi yang dimaksud yaitu

bagaimana cara individu menanggapi situasi atau masalah yang

mengancam dirinya. Dimana situasi tersebut dapat terkendali jika

individu memiliki kemampuan yang tinggi untuk menilai situasi, dan

situasi yang menimpanya akan menimbulkan stres jika individu

memiliki kemampuan yang rendah untuk menilai situasi.

c. Kepercayaan terhadap diri sendiri (self-reliance)

Self-reliance merupakan kepercayaan individu terhadap dirinya untuk dapat menghadapi atau menyelesaikan situasi atau

masalah yang datang kepadanya. Semakin tinggi kepercayaan

individu dalam menghadapi situasi yang mengancam dirinya, maka

ia akan semakin terhindar dari stres. Sebaliknya, semakin rendah

kepercayaan diri individu dalam menghadapi situasi yang

mengancam, maka ia akan mengalami stres.

d. Banyak akal daya(resourcefullness)

Resourcefullness merupakan daya atau kemampuan individu untuk memikirkan jalan keluar dalam menghadapi situasi atau

masalah yang mengancamnya. Semakin tinggi kemampuan individu

untuk mencari jalan keluar bagi masalahnya, ia akan terlepas dari

stres, namun semakin rendah kemampuan individu untuk mencari

contoh dari aspek ini yaitu: berbagi masalah dengan teman atau

orang yang disayangi, dan mengikuti terapi kelompok.

e. Adaptasi dan penyesuaian(adaptability and flexibility)

Adaptasi dan penyesuaian individu dalam menghadapi situasi

atau masalah yang mengancam dirinya juga mempengaruhi tingkat

stres seseorang. Semakin tinggi adaptasi dan penyesuaian diri

individu terhadap situasi atau masalah yang mengancam, ia akan

terhindar dari stres. Sebaliknya, semakin rendah adaptasi dan

penyesuaian diri individu terhadap situasi atau masalah yang

mengancam, ia akan mengalami stres.

f. Sikap proaktif (proactive attitude)

Individu juga harus berperan aktif dalam menghadapi situasi

atau masalah yang mengancam dirinya. Apabila individu tidak aktif

dalam menyelesaikan masalahnya atau terlalu bergantung kepada

orang lain, ia akan mengalami stres. Namun sebaliknya, jika

seseorang aktif menghadapi situasi atau masalah yang mengancam

dirinya, ia akan terlepas dari stres.

g. Kemampuan untuk relaks(Ability to relax)

Bersikap santai atau relaks dalam menghadapi masalah, dapat

mengurangi tingkat stres seseorang. Semakin tinggi kemampuan

individu untuk relaks dalam menghadapi masalahnya, semakin

rendah tingkat stresnya. Namun, semakin tegang seseorang

Berdasarkan pertimbangan peneliti, aspek reaksi terhadap stres

dan aspek adaptasi penyesuaian dapat digabungkan karena memiliki

kedekatan arti sebagai bagian respon dari stres. Begitu pula dengan aspek

banyak akal daya dan aspek kemampuan untuk menilai situasi yang

memiliki kedekatan arti sebagai bagian dari pengelolaan stres. Dengan

demikian, terdapat lima aspek dari coping stress yang digunakan oleh

peneliti, yaitu:

a. Respon dari stres: reaksi dan adaptasi penyesuaian

Reaksi dan adaptasi adalah kecenderungan aksi atau proses

yang muncul sebagai akibat dari suatu peristiwa dalam hal ini yaitu

suatu stressor, dan seseorang diharapkan dapat beradaptasi atau mampu melakukan penyesuaian dalam menghadapi masalah yang

mengancam dirinya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Apabila

kemampuan seseorang bereaksi dan beradaptasi dalam menghadapi

situasi atau masalah tersebut semakin tinggi maka ia akan terhindar

dari stres dan reaksinya terhadap stres semakin adaptif. Sebaliknya,

apabila kemampuannya semakin rendah maka reaksinya terhadap

stres tergolong maladaptif dan ia akan mengalami stres.

b. Pengelolaan: kemampuan menilai situasi dan banyak akal daya

Kemampuan untuk menilai situasi dan banyak akal daya yang

dimaksud yaitu bagaimana cara individu menanggapi situasi atau

masalah yang mengancam dirinya dan kemampuan individu untuk

tersebut dapat terkendali jika individu memiliki kemampuan yang

tinggi dalam menilai situasi dan mencari jalan keluar. Apabila

individu tidak memiliki kemampuan menilai situasi dan semakin

rendah dalam kemampuan mencari jalan keluar maka individu

tersebut akan mengalami stres.

c. Sikap proaktif

Individu juga harus berperan aktif dalam menghadapi situasi

atau masalah yang mengancam dirinya. Apabila individu tidak aktif

dalam menyelesaikan masalahnya atau terlalu bergantung kepada

orang lain, ia akan mengalami stres. Namun sebaliknya, jika

seseorang aktif menghadapi situasi atau masalah yang mengancam

dirinya, ia akan terlepas dari stres.

d. Kemampuan untuk relaks

Bersikap santai atau relaks dalam menghadapi masalah, dapat

mengurangi tingkat stres seseorang. Semakin tinggi kemampuan

individu untuk relaks dalam menghadapi masalahnya, semakin

rendah tingkat stresnya. Namun, semakin tegang seseorang

menghadapi stresnya, maka tingkat stresnya akan semakin tinggi.

e. Kepercayaan terhadap diri sendiri

Self-reliance merupakan kepercayaan individu terhadap dirinya untuk dapat menghadapi atau menyelesaikan situasi atau

masalah yang datang kepadanya. Semakin tinggi kepercayaan

ia akan semakin terhindar dari stres. Sebaliknya, semakin rendah

kepercayaan diri individu dalam menghadapi situasi yang

mengancam, maka ia akan mengalami stres.

5. Sumber Daya untuk Coping yang Efektif

Kemampuan seseorang untuk “mengatasi” secara efektif

tergantung pada ketersediaan sumber daya pada individu tersebut.

Sumber daya ini berasal dari kemampuan yang dimiliki individu dan juga

berasal dari lingkungan sekitar ketika individu berada pada suatu

komunitas. Lazarus dan Folkman mendaftar beberapa jenis dari sumber

daya coping yang akan dijelaskan sebagai berikut (Huffman et al, 2000): 1. Kesehatan dan Energi (Health and Energy)

Kesehatan individu berpengaruh terhadap kemampuan

coping-nya seperti yang dijelaskan pada GAS (General Adaptation Syndrome), seseorang yang memiliki badan yang sehat dan kuat

akan lebih baik dalam “mengatasi” dan bertahan lama di fase

resistance tanpa memasukin fase exhaustion. 2. Keyakinan Positif (Positive Beliefs)

Citra diri yang positif dan sikap yang positif secara khusus

dapat menjadi sumber daya coping yang signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan self-esteem sementara dapat mengurangi jumlah kecemasan yang disebabkan oleh peristiwa

stres (Greenberg et al dalam Huffman et al, 2000). Menurut

harapan dapat datang dari dalam diri sendiri yang dapat

memungkinkan kita untuk merancang strategi coping kita sendiri, keyakinan pada orang lain seperti dokter yang kita rasa dapat

berpengaruh pada hasil yang positif atau keyakinan pada Tuhan.

3. Internal Locus of Control

Ketika orang memiliki internal locus of control, perasaan bahwa mereka memiliki kendali yang signifikan atas peristiwa

dalam kehidupan mereka, mereka akan lebih berhasil daripada

orang yang merasa mereka tidak memiliki kontrol atas peristiwa

dalam kehidupan mereka (Strickland dalam Huffman et al, 2000).

Orang yang memiliki external locus of control, merasa tidak berdaya untuk mengubah keadaan mereka. Misalnya: ketika

menghadapi penyakit parah, orang dengan internal locus of control

lebih mungkin untuk mengumpulkan informasi tentang penyakit

mereka dan tetap pada program pemeliharaan kesehatan daripada

orang yang memiliki external locus of control (Wallston et al dalam Huffman et al, 2000).

4. Keterampilan Sosial (Social skills)

Orang-orang yang memperoleh keterampilan sosial (tahu

perilaku yang tepat untuk situasi tertentu, memiliki permulaan

percakapan yang tepat, dan mengekspresikan diri dengan baik)

menderita kecemasaan lebih sedikit daripada orang yang tidak

membantu berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga

mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan individu

dalam meminta bantuan ketika membutuhkannya, dan mengurangi

permusuhan dalam situasi tegang (Huffman et al., 2000).

5. Dukungan Sosial (Social Support)

Ketika seseorang dihadapkan pada situasi stres,

teman-teman dan keluarga selalu membantu dengan memastikan

kesehatannya, mau mendengarkan keluh kesah, dan membuat

orang tersebut merasa bahwa dirinya penting bagi mereka, serta

memberikan stabilitas untuk mengimbangi perubahan dalam

hidupnya (Huffman et al, 2000).

6. Sumber Daya Materiil (Material Resources)

Materi meningkatkan jumlah pilihan yang tersedia untuk

menghilangkan sumber stres atau mengurangi efek stres. Ketika

seseorang dihadapkan dengan masalah kecil sehari-hari, stres

kronis, atau bencana besar, orang-orang dengan kemampuan materi

yang baik dapat menggunakannya secara efektif sehingga

mengalami stres jauh lebih sedikit dibandingkan dengan orang

Dokumen terkait