TINJAUAN KEBUDAYAAN DAN SENI LUKIS DALAM KEBERAGAMAN MAKNA
2.3 Keberagaman Seni Lukis dan Hubungannya dalam Sosial-Budaya .1 Wujud Keberagaman Seni Lukis .1 Wujud Keberagaman Seni Lukis
2.3.1.2 Corak dan Gaya dalam Seni Lukis
Istilah corak dan gaya dalam seni lukis sudah tidak asing lagi, namun pada kenyataannya ketika dicermati, kedua istilah itu masih menjadi perdebatan arti di kalangan masyarakat seni. Ada sebagian kalangan menyamakan arti kedua istilah itu,
tetapi ada pula yang membedakannya. Dalam buku Diksi Rupa: Kumpulan Istilah
Seni Rupa oleh Mike Susanto (2002: 44-45) disebutkan, gaya adalah corak; langgam,
style yang berurusan dengan bentuk luar/ fisik suatu karya seni. Misalnya, dekoratif adalah gaya, karena istilah ini dipakai untuk menamai lukisan yang sifatnya dekorasi. Sebagai contoh lainnya adalah Abstrak-Ekspresionisme. Abstrak adalah gaya lukisan, sedangkan Ekspresionisme adalah goresan-goresannya merupakan curahan
jiwa adalah aliran seni lukis, karena di belakang kata terdapat akhiran “isme”.
Berdasarkan kedua contoh istilah tersebut, menunjukkan istilah corak dan gaya dapat disinonimkan atau dipersamakan, bahkan kedua istilah itu dapat diubah menjadi istilah aliran atau paham dalam seni lukis, jika di belakang kata ditambahkan
commit to user
51
Di sisi lain, ada sebagian kalangan membedakan kedua istilah itu. Hal ini
seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Poerwodarmito
(1982: 147) menyebutkan, bahwa “corak” artinya bergambar atau bermotif, bersifat atau berpaham dan “gaya” artinya gerakan, sikap, atau ragam (cara, rupa, bentuk).
Melukis berarti beragam cara menghadirkan bentuk rupa sebuah lukisan. Berdasarkan pemahaman arti kedua istilah itu, dapat disimpulkan, bahwa istilah corak dan gaya berbeda, namun tetap memiliki keterkaitannya. Gaya memberikan arti predikat dan corak merupakan hasilnya. Artinya, dengan gaya seorang pelukis beraktivitas atau bercipta karya seni dan hasilnya adalah sebuah lukisan yang memiliki corak atau bisa jadi berpaham pada aliran tertentu.
Banyak corak dan gaya dalam karya lukis yang telah berkembang menjadi paham atau aliran persenilukisan di Indonesia. Aliran-aliran seni lukis diawali berkembang di Barat dan selanjutnya berpengaruh ke seluruh dunia. Begitu pula di Indonesia perkembangan seni lukis dipengaruhi corak dan gaya seni lukis dari Barat.
Nooryan Bahari (2008: 116-140) dalam bukunya Kritik Seni sedikitnya mencatat 19
aliran dalam corak dan gaya seni lukis yang berkembang di Barat, antara lain: gaya Barok, gaya Racoco, Naturalisme, Realisme, Romantisme, Impresionisme, Post-Impresionisme, Ekspresionisme, Fauvisme, Suprematisme, Kubisme, Futurisme, Dadaisme, Surealisme, Abstrakisme, Konstruksionisme, Minimalisme, Op-Art, dan Pop-Art. Aliran-aliran inilah yang kemudian mempengaruhi perkembangan seni lukis di Indonesia dan bahkan aliran-aliran tersebut menjadi barometer seni lukis modern di Indonesia. Namun, dalam perkembangannya di Indonesia tidak bisa memunculkan
commit to user
52
aliran baru dalam persenilukisan di luar aliran-aliran Barat tersebut. Dengan kata lain, para pelukis di Indonesia hanya sebagai pengikut aliran-aliran dari Barat itu.
Mengingat banyaknya aliran seni lukis di Barat tersebut, dalam tulisan ini tidak akan menjelaskan seluruhnya, namun hanya diberikan beberapa contoh penjelasan yang berkaitan dengan objek kajian yang sarat makna simbolis. Beberapa contoh aliran seni lukis Barat yang dimaksud antara lain: Naturalisme kelahirannya diidentifikasikan oleh perbedaan lukisan karya Courbet yang sangat sosialistis dan menyangkut masalah moral, dengan karya-karya Manet yang sangat objektif, tanpa pesan moral, karena tidak ambil pusing dengan apa yang dilukisnya. Namun dalam perkembangannya, aliran Naturalisme menjadi sebuah aliran yang hanya melukiskan bentuk-bentuk keindahan atau kecantikan, kadang kala cenderung tanpa pesan
apa-apa. Di Indonesia, perkembangannya mencapai puncak pada masa Mooi Indie (India
Molek) yang bersifat turistik pada masa penjajahan Belanda (Susanto, 2002: 78).
Istilah Naturalisme berasal dari kata nature dalam yang artinya alam. Maka, dalam
lukisan Naturalisme segala sesuatu dilukiskan sesuai dengan keadaan alam. Manusia beserta fenomenanya diungkapkan sebagaimana adanya seperti tangkapan mata, sehingga karya yang dilukiskan seperti hasil foto atau tangkapan lensa kamera. Jika yang dilukiskan sebuah pohon kelapa, maka lukisan tersebut tersebut berusaha menggambarkan secara persis pohon seperti pohon kelapa yang ada di alam dengan susunan, perbandingan, perspektif, tekstur, pewarnaan dan lain-lain disamakan setepat mungkin sesuai dengan pandangan mata ketika melihat pohon kelapa tersebut apa adanya (Bahari, 2008: 119). Pelukis Indonesia yang konsisten dengan aliran Naturalisme ini ialah Wahdi. Namun, masih banyak pelukis di Indonesia pengikut
commit to user
53
aliran Naturalisme yang lain, misalnya Saleh, Basuki Abdullah, Djayeng Asmara, Trubus, Gambir Anom, Sugeng Darsono, dan Dullah.
Realisme adalah aliran yang lahir sejalan dengan tumbuhnya sosialisme di
Eropa. Sesuai dengan asal katanya, real yang artinya nyata, maka yang dimaksud
Realisme adalah gaya atau corak yang melukiskan kenyataan (Dharmawan, 1988: 110). Dengan kata lain, aliran Realisme memandang dunia ini tanpa ilusi, apa adanya, tanpa menambah atau mengurangi objek. Proklamator dari aliran Realisme ialah Gustave Courbet (1819-18770) pada tahun 1855 di Perancis, dengan slogannya
“Tunjukkan malaikat padaku dan aku akan melukisnya” (Susanto, 2002: 95).
Perbedaan menyolok antara aliran Naturalisme dengan Realisme adalah kalau
Naturalisme melukiskan objek keindahan atau kecantikan, maka Realisme
melukiskan objek berupa orang-orang biasa, rakyat jelata yang miskin, kenyataan, penderitaan dan kepahitan hidup akibat kebijakan penguasa negara yang tidak adil, hiruk-pikuk kota atau pelabuhan, dan sebagainya. Penganut aliran Realisme selain Courbet adalah George Hendrik Breitner (1857-1923), di Belgia aliran ini diwakili oleh Henry de Braekeleer (1840-1880) dan Jan Stobbaerts (1838-1914). Kemudian diikuti oleh pelukis-pelukis di Indonesia, seperti S. Soedjojono, Affandi, Hendra, Trubus, dan lain-lain pada jaman kemerdekaan.
Romantisme, merupakan contoh aliran seni lukis yang berikutnya. Istilah
Romantisme berasal dari perkataan dalam bahasa Perancis, roman yang artinya
cerita. Sejak semula aliran ini selalu melukiskan cerita-cerita yang romantis tentang perbuatan-perbuatan besar, tragis dan dahsyat, kejadian-kejadian yang dramatis yang diceritakan dalam buku, yang berkembang pada awal abad ke-19. (Susanto, 2002:
commit to user
54
98). Romantisme adalah gaya atau aliran seni yang menitikberatkan pada curahan perasaan, reaksi emosional terhadap fenomena alam dan penolakan terhadap Realisme. Dalam seni lukis gerakan ini menghasilkan kebebasan baru dalam menata komposisi, melahirkan citra goresan kuas terbuka, pembaharuan dan tingkatan warna yang lembut hampir tidak kentara (Bahari, 2008: 120). Tokoh Romantisme pertama
kali adalah Theodore Gericault (1791-1824) dengan karyanya berjudul “Rakit
Medussa” (1818). Ia adalah murid Jaques Louis David tokoh aliran Neoklasik.
Seniman lainnya ialah Eugene Delacroix, Antoine Jean Gross dan Rousseau.
Aliran selanjutnya adalah Impresionisme. Dalam bahasa Indonesia arti
impression adalah kesan (Bahari, 2008: 120). Impresionisme merupakan sebuah aliran atau paham yang melukiskan kesan atau pengaruh pada perasaan. Secara khusus kesan yang dilukiskan adalah kesan cahaya yang jatuh atau memantul pada suatu objek atau benda kasat mata, terutama cahaya matahari karena memiliki kekayaan warna yang tidak terbatas (Susanto, 2002: 54). Pelopor aliran ini adalah Manet yang ditandai dengan munculnya nama Impressionisme pada tahun 1874. Tokoh-tokoh Impresionisme lainnya antara lain: Claude Monet, Augusto Renoir, Frederick Brazille, Edgar Degas, Mary Cassatt, Henry Toulouse Lautrec dan
kemudian didukung pula oleh kelompok pelukis berasal dari studio Suisse seperti
Camille Pissaro, Armand Guillaumin dan Paul Cezanne.
Contoh berikutnya adalah Ekspresionisme. Aliran ini merupakan aliran yang bertujuan untuk mengungkapkan emosi seseorang dalam bidang lukis. Para seniman Ekspresionisme menerima segala kejadian dan pengalaman dari luar tidak hanya dengan panca indera saja, tetapi juga dengan jiwa. Jiwa mereka mencerna dan
commit to user
55
mengolah pengalaman-pengalaman itu kemudian diekspresikan kembali dalam
bentuk lukisan. Misalnya anggapan „meja itu adalah meja‟ itu tidak berlaku bagi para
penganut Ekspresionisme. Mereka menganggap dibalik meja itu terdapat suatu problema lain dan problema itulah yang kemudian diekspresikan dalam bidang lukis. (Dharmawan, 1988: 112). Dengan kata lain aliran ekspresionisme berusaha untuk melukiskan aktualitas yang sudah didistorsi kearah suara kesedihan, kekerasan atau tekanan batin yang berat.
Karya lukis Ekspresionisme umumnya bertendensi individualisasi dan fragmentasi; pada pribadi-pribadi tidak ditumbuhkan nilai sosialnya melainkan justru dikembangkan kesadaran akan isolasi dan keterpisahannya (Susanto, 2002: 36). Tokoh-tokoh Ekspresionisme yang muncul pada abad ke-19 di Jerman dipelopori oleh kelompok Die Brucke dan kelompok Der Blauwe Reiter (penunggang kuda biru). Ekspresionisme di Perancis sering disebut Fauvisme yang berarti binatang jalang dengan pelopornya Henry Mattise. Tokoh-tokoh lainnya yang paling menonjol adalah Vincent van Gogh, Gauguin, Edwared Munch (Nurwegia), Kandensky dan Jaulensky dari Rusia. Di Indonesia tokoh pengikut Ekspresionisme yang terkenal ialah Affandi dan S. Soedjojono.
Aliran kubisme merupakan perkembangan yang radikal dari gaya
Arsitektonisme-Cessane. Bilsa Sesame menyederhanakan bentuk dan
mengalihkannya kepada garis-garis tegas untuk memberikan dasar kepada lukisannya, maka para seniman kubisme melukis lepas dari sifat pandangan optis, pengaruh pandangan menghasilkan bentuk-bentuk yang lain daripada apa yang terlihat. Kata kubisme sendiri sebenrnya berasal dari ucapan pelukis Henry Mattise
commit to user
56
ketika mencela lukisan karya George Braque sebagai Top de Cubisme atau “terlalu
berbentuk kubus”.
Kubisme yang berdasarkan pada teori Cessane, dalam perkembangannya
dikenal pula dua tingkatan kubisme, yaitu: (1) Kubisme Analitik, ialah kubisme tahap
pertama. Benda-benda yang akan dilukis dengan gaya ini diuraikan sampai menjadi kubus-kubus dan kemudian menyerupai susunan balok-balok dalam bentuk semacam
patung yang berkesan tiga dimensi. (2) Kubisme Sintetik, adalah kubisme tahap
kedua. Setelah objek tersebut diuraikan ke dalam bentuk-bentuk paling dasar, kemudian dijelmakan kembali pada suatu struktur. Struktur ini mungkin mirip dengan objek semula, atau mungkin juga tidak. Sesudah itu objek tersebut dilukis secara realistis dalam susunan komposisi tertentu, kesan lukisan ini akhirnya berbentuk dua dimensional (Dharmawan, 1988: 116). Tokoh-tokohnya ialah George Braque (Perancis), Pablo Picasso (Spanyol), Leo Getle dan Otto van Rees serta Jan Sluyter (Belanda), Juan Gress dan Fernand Leger.
Keunikan aliran Surealisme, adalah aliran ini lahir pada tahun 1924 yang berusaha menyatukan dunia nyata dengan dunia tidak nyata yang didasari oleh ajaran psikoanalistis dari Freud (seorang ahli ilmu jiwa) dalam teknik pengungkapan objeknya (Dharmawan. 1988: 123). Dalam kreativitas seninya, kaum surealis berusaha membebaskan diri dari kontrol kesadaran, menghendaki kebebasan besar, sebebas orang bermimpi (Bahari, 2008: 126). Surealisme juga dapat dikatakan sebagai Dadaisme yang radikal. Jika Dadaisme memandang semua peradaban manusia sebagai lelucon, maka Surealisme sangat memandang rendah peradaban
commit to user
57
manusia dan menyatakan, bahwa manusia barulah benar-benar sempurna apabila sudah dapat melepaskan diri peradaban dan moral.
Menurut bentuk dan coraknya, dikenal dua macam ungkapan Surealisme yaitu (1) Surealisme Fotografis; objek-objeknya dituangkan dalam gaya ini masih dapat dikenali walaupun sudah tidak dalam bentuk yang wajar dan alamiah, karena itu pelukisnya harus memiliki keterampilan melukis realistis yang tinggi. Tokoh-tokohnya antara lain: Salvador Dali (Spanyol), Max Ernst (Jemran), Odilon Redon (Perancis), March Chagall (Rusia). Pablo Picasso juga pernah melukis dengan gaya
ini. (2) Surealisme Amorphic; lukisan paham ini hampir mendekati hasil lukisan
bergaya abstrak, karena tidak memanfaatkan ingatan sebagai sumber atau tempat objek. Pada karya Andre Masson (Perancis) dapat dilihat bahwa lukisan itu tampak seperti tulisan-tulisan yang keluar secara otomatis tanpa dipengaruhi oleh pikirannya. Pelukis dengan gaya ini ialah Joan Miro yang terkenal dengan objek siluet binatang berbentuk abstrak tanpa arti, komposisinya bebas, dengan kombinasi warna-warna
gelap dan kuat atau cut line yang manis dan artistik.
Abstrakisme merupakan contoh aliran yang terakhir. Abtrakisme ini mulai berkembang sekitar tahun 1919. Seniman dalam aliran ini berusaha menggali suatau kenyataan yang ada dalam batin para seniman. Mungkin dapat disebut dengan istilah fantasi, imagi kreatif , intuisi atau istilah lainnya. Disebabkan hadir dari dunia batin atau dunia dalam, maka akan muncul bentuk yang tidak ada identifikasinya dalam dunia optis yang orang lain bisa mengontrolnya. (Bahari, 2008: 127).
Terdapat dua pengertian dalam Abstrakisme, yaitu (1) Abstrak menurut ajaran Kubisme, ialah mengabstraksi atau mengambil suatu unsur atau bagian dan suatu
commit to user
58
objek sebagai suatu satu kesatuan untuk mengkomposisi atau memperkaya tema. (2) Abstrak non-objektivisme atau abstrak yang tidak menghubungkan objek nyata.
Pengertian ini terbagi pula kedalam dua paham, yakni: (a) Abstrak Ekpresionisme.
Menurut paham ini, seni lukis haruslah secara murni ungkapan perasaan yang mempergunakan kesatuan garis, warna-warna, bidang dan unsur seni rupa lainnya. Mereka membuang sama sekali, bentuk-bentuk dari alam. Aliran ini dipelopori oleh Washilly Kadinsky, orang Rusia yang menetap di Muinchen tahun 1911 dan (b)
Abtraksionisme Geometric. Para penganut aliran ini menampilkan keahlian lukis
dengan warna, garis, bentuk dan bidang yang dibuat dalam bentuk geometris. Mereka juga melepaskan diri dari bentuk-bentuk alamiah dan menolak pemakaian perspektif serta bentuk-bentuk tiga dimensi. Kesan gerak tidak terdapat dalam lukisan ini karena gerak dianggap sesuatau yang mengganggu. Berdsarakna aturan diatas maka gambar-gambar yang dihasilkan oleh seniman-seniman penganut aliran ini berupa gmbar-gambar abstrak dan datar saja yang didominasi oleh garis-garis melitang dan tegak. Pelopor aliran ini ialah Piet Mondrian (1872-1945) dan Van der Reec, Theo van Doiusburg, dan Mallevich.