BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Corporate Governance
Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) yang menyatakan corporate
governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para
pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar dkk (1999) menyatakan bahwa corporate governance merujuk pada kerangka aturan dan peraturan yang memungkinkan stakeholders untuk membuat perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return. Selain
itu corporate governance merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer
(atau insider) agar bertindak yang terbaik untuk kepentingan investor luar (kreditur atau shareholder) (Prowson, 1998).
Menurut Linan (2000) terdapat empat prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik. Keempat prinsip tersebut adalah :
1. Keadilan (fairness) yang meliputi : (a) Perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham, (b) Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham.
2. Transparansi (transparancy) yang meliputi: (a) Pengungkapan informasi yang bersifat penting, (b) Informasi harus disiapkan, diaudit
commit to user
18
dan diungkapkan sejalan dengan pembukuan yang berkualitas, dan (c) Penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu, dan efisien. 3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi meliputi
pengertian bahwa: (a) Anggota dewan direksi harus bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham, (b) Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen, dan (c) Adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu. 4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi: (a) Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan, (b) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka, (c) Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang berkepentingan, dan (d) Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi yang relevan.
Penelitian mengenai corporate governance menghasilkan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan manajemen selaras dengan kepentingan shareholders. Mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) Internal mechanism (mekanisme internal) seperti: komposisi dewan direksi atau komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif. (2) External mechanism seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing. (Barnhart & Rosentein, 1998). Utama (2003) prinsip– prinsip CG yang diterapkan memberikan manfaat diantaranya yaitu: (1)
commit to user
19
meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara principal dengan agent; (2) meminimalkan cost of capital
dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusahaan; (4) meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of
capital yang rendah, dan (5) peningkatan kinerja keuangan dan persepsi
stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik.
Dengan alasan meningkatkan nilai perusahaan, manajemen melakukan tindakan oportunis dengan melakukan earnings management. Oleh karena itu adanya praktik corporate governance di perusahaan akan membatasi earnings
management karena adanya mekanisme pengendalian dalam perusahaan tersebut.
Praktik corporate governance dapat dproksi dengan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional.
a. Komisaris Independen
Dechow dkk (1996) meneliti bahwa perusahaan memanipulasi laba lebih besar kemungkinannya apabila memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya memiliki Chief Executive Officer (CEO) yang merangkap menjadi
chairman of board. Hal ini berarti tindakan memanipulasi akan
berkurang jika struktur dewan direksi berasal dari luar perusahaan. Jika fungsi independensi dewan direksi cenderung lemah, maka ada kecenderungan terjadinya moral hazard yang dilakukan oleh para direktur perusahaan untuk kepentingannya melalui pemilikan perkiraan akrual yang berdampak pada manajemen laba dan konsisten dengan
commit to user
20
Wedari (2004) yang menyimpulkan bahwa komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap discretionary accruals. Perusahaan yang menyelenggarakan sistem corporate governance
diyakini akan membatasi pengelolaan laba yang oportunis. Oleh sebab itu, semakin tinggi proporsi komisaris independen, kepemilikan manajerial, semakin kecil kemungkinan earnings management
dilakukan. Sehingga hubungannya negatif antara corporate
governance dan earnings management ini dapat memperlemah
pengaruh antara earnings management dan nilai perusahaan.
b. Kepemilikan Manajerial
Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan – kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga menajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat (Shleifer dan Vishny, 1986). Warfield et. al., (1995) dalam penelitiannya yang menguji kepemilikan manajerial dengan discreationary accrual dan kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan negatif
commit to user
21
dengan discreationary accrual. Demikian halnya penelitian oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku oportunistik manajer dalam bentuk earnings management, walaupun Wedari (2004) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial juga memiliki motif lain. Dalam penelitian ini mengacu pada teori yang ada yang menyatakan kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba, hal ini berarti kepemilikan manajerial berhubungan negatif dengan earnings
management.
c. Kualitas Audit
Penelitian yang dilakukan oleh Becker dkk (1998) menemukan bahwa klien dari auditor Non Big 4 melaporkan discretionary accrual yang secara rata-rata lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh klien auditor Big 4. Berarti dapat disimpilkan klien dari auditor Non Big 4 cenderung lebih tinggi dalam melakukan earnings management. Teoh dan Wong (1993) berargumen bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas Earnings Respons Coeficient (ERC). Diduga bahwa klien dari auditor Non Big 4 cenderung lebih tinggi dalam melakukan earnings
management. Hal ini berarti kualitas audit berhubungan negatif dengan
earnings management. Walaupun demikian untuk kasus Indonesia
commit to user
22
tidak menemukan pengaruh signifikan dengan earnings management
yang dilakukan perusahaan.