BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Corporate Social Responsibility (CSR)
Hingga saat ini belum ada definisi tunggal mengenai CSR karena setiap perusahaan memiliki penjabaran dan penerapan yang berbeda-beda. Namun secara umum, CSR merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap sosial, lingkungan, dan pemangku kepentingannya. Berikut ini merupakan beberapa definisi CSR yang menunjukkan keragaman pengertian CSR:
1. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), pengungkapan CSR adalah komitmen yang dilakukan secara terus menerus oleh kalangan bisnis atas perusahaan untuk memberikan dampak pada kondisi ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup pekerja, komitmen lokal dan masyarakat luas.
2. World Bank, Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, melalui kerja sama dengan semua pemangku kepentingan guna memperbaiki kehidupan mereka dengan cara yang bermanfaat bagi bisnis, agenda pembangunan berkelanjutan, maupun masyarakat pada umumnya.
3. Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal satu butir tiga (2007:2) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah
komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
4. International Standard Organization (ISO) 2600:2010, Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para stakeholder, sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, dan terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi baik kegiatan, produk maupun jasa.
Menurut Kotler dan Lee (2005), Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) juga didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan (Wibisono, 2007). Sedangkan menurut Schermerhorn (1993), CSR merupakan suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan para pemangku kepentingan dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal.
Jadi, berdasarkan beberapa macam definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu konsep dimana organisasi khususnya (namun bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap sosial, karyawan, pemegang saham, komunitas, konsumen, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan perusahaan serta pembangunan yang berkelanjutan. Corporate Social Responsibility (CSR) juga merupakan suatu bentuk perwujudan komitmen perusahaan untuk mensejahterakan masyarakat atas dasar kesadaran bahwa perusahaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat.
Corporate Social Responsibility (CSR) dapat menjadi suatu aset yang strategis dan kompetitif bagi perusahaan di tengah kompetisi persaingan bisnis yang semakin ketat. Berbagai keuntungan dapat diperoleh perusahaan melalui kegiatan CSR yaitu (1) peningkatan profitabilitas bagi perusahaan dan kinerja finansial yang lebih baik; (2) menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar; dan (3) meningkatkan reputasi perusahaan yang dapat dipandang sebagai social marketing bagi perusahaan yang merupakan bagian dari corporate image building (Susiloadi, 2008).
Kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan kemudian diungkapkan ke dalam laporan khusus yaitu sustainability report dan dapat dilihat bahwa kegiatan CSR sangat erat kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Sustainability report merupakan laporan yang memuat informasi-informasi mengenai kinerja keuangan dan non keuangan perusahaan yang
mencakup keseluruhan aktivitas perusahaan di lingkungan, masyarakat, tempat kerja, konsumen dan tindakan tersebut harus dapat diterima oleh semua stakeholder agar perusahaan dapat terus berkembang dan tumbuh secara berkesinambungan (Pratten, 2009; Safitri, 2016). Pengungkapan kegiatan CSR secara sukarela dalam sustainability reportmerupakan salah satu cara perusahaan untuk menghindari risiko dan sebagai alat komunikasi dalam mengelola hubungan dengan para stakeholder. Setiap perusahaan harus memiliki kebijakan mengenai CSR dan memilih informasi apa saja yang ingin diungkapkan dalam sustainability report.
Untuk menilai pengungkapan CSR dalam sustainability report adalah dengan menggunakan Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI) berdasarkan Global Reporting Initiative (GRI). CSRDI merupakan indeks yang diukur berdasarkan jumlah informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan yang diungkapkan dalam sustainability report perusahaan. Standar pengungkapan CSR merujuk pada standar yang diterapkan oleh Global Reporting Initiative(GRI). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah organisasi yang menyediakan kerangka kerja untuk pelaporan keberlanjutan yang dapat diadopsi oleh semua jenis organisasi di semua negara. Pada indikator GRI terdapat tiga fokus pengungkapan yaitu:
1. Ekonomi, indikator ini menyangkut keberlanjutan organisasi yang berdampak pada kondisi ekonomi perusahaan, stakeholder dan sistem ekonomi pada tingkat lokal, nasional, dan global. Informasi ini sudah disajikan melalui
laporan keuangan dan laporan tahunan yang dipublikasikan setiap tahunnya oleh perusahaan.
2. Lingkungan, indikator ini menyangkut keberlanjutan organisasi yang berdampak pada kondisi lingkungan sekitar seperti ekosistem, tanah, air, dan udara. Indikator ini terkait dengan input (bahan, energi, air) serta output (emisi atau gas, limbah sungai, limbah kering atau sampah). Selain itu juga berkaitan dengan dampak dari produk dan jasa serta keanekaragaman hayati. 3. Sosial, indikator ini menyangkut dengan beberapa aspek seperti karyawan
atau tenaga kerja, pemasok, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung jawab atas produk.
Indeks GRI ini dipilih karena merupakan pedoman internasional yang telah memiliki reputasi di dunia dan banyak digunakan pada penelitian sebelumnya karena memiliki item checklist yang lebih komprehensif (Sudana dan Arlindania, 2011; Cheng dan Christiawan, 2011; Ananda, 2018; Purnomo, 2018).
Pada penelitian ini, indeks GRI yang digunakan adalah indeks GRI G4 yang berjumlah 91 item (Lampiran 4). Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI) pada dasarnya dihitung dengan menggunakan skor, yaitu setiap item CSR akan di beri skor 1 jika diungkapkan dan diberi skor 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari item-item CSR tersebut dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan nilai kegiatan CSR yang diungkapkan melalui sustainability report. Semakin tinggi skor CSRDI maka semakin banyak bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh perusahaan, begitu juga sebaliknya.
Apabila skor CSRDI semakin rendah maka semakin sedikit bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh perusahaan.
2.1.1.1. Teori Stakeholder
Pergeseran filosofi mengenai pengelolaan entitas bisnis yang didasarkan pada teori keagenan yaitu tanggung jawab perusahaan yang berorientasi kepada pengelola (agent) dan pemilik (principle) telah mengalami perubahan pandangan manajemen modern yang didasarkan pada teori stakeholder (Hidayati dan Murni, 2009). Hal tersebut berkaitan dengan perluasan tanggung jawab perusahaan yaitu kepada lingkungan sosial dimana perusahaan itu berada.
Stakeholder adalah suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun individu yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap suatu perusahaan. Dengan kata lain, stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal seperti karyawan, masyarakat sekitar, pemerintah, pemegang saham, komunitas, perusahaan pesaing, konsumen, dan lainnya yang berhubungan dengan perusahaan.
Ghazali dan Chariri (2007:409) menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder-nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Kelompok stakeholder inilah yang mempengaruhi dan dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan, seperti dalam mengungkapkan atau tidak suatu informasi di dalam laporan perusahaan.
Teori stakeholder menekankan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial yang menuntut suatu perusahaan mempertimbangkan semua kepentingan berbagai pihak yang terkena pengaruh atas tindakannya (Riyadi, 2008). Dengan melakukan aktivitas CSR dan mengungkapkannya ke dalam annual report atau sustainability report merupakan salah satu cara perusahaan untuk mengelola hubungan dengan para stakeholder yang diharapkan dapat memberikan respon positif oleh pasar.
Jika ditinjau dengan aspek-aspek yang ada pada pedoman GRI G4, teori ini berkaitan dengan indicator ekonomi dan indicator sosial karena kedua indikator tersebut juga memperhatikan mengenai hubungan dan tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham, karyawan atau tenaga kerja, masyarakat lokal, serta pemasok.
2.1.1.2. TeoriLegitimasi
Teori legitimasi berfokus pada hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Legitimasi lebih dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam Rosita Candra 2009). Dengan kata lain, teori ini mengungkapkan bahwa perusahaan secara kontinyu berusaha untuk bertindak sesuai dengan batas-batas dan norma-norma dalam masyarakat agar aktivitasnya dapat diterima oleh masyarakat dan sesuai dengan harapan mereka.
Menurut Dowling dan Pfeffer (1975), legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan.
Teori legitimasi berpendapat bahwa manajemen perusahaan mempunyai strategi khusus untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa perusahaan dapat memenuhi harapan masyarakat (Chan et al, 2014). Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan dikarenakan legitimasi dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depannya.
Tobin (2002) berpendapat bahwa legitimasi perusahaan akan diperoleh, jika terdapat kesamaan antara hasil dengan yang diharapkan oleh masyarakat dari perusahaan, sehingga tidak akan ada tuntutan dari masyarakat. Dengan kata lain, jika perusahaan mampu memenuhi seluruh harapan masyarakat kepada perusahaan, maka posisi perusahaan akan menjadi kuat (legimate) di masyarakat. Hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan seperti masyarakat tidak akan menolak keberadaan perusahaan dan operasional yang dilakukan oleh perusahaan karena masyarakat sekitar merasa bahwa keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Untuk tetap mendapatkan legitimasi dari masyarakat maka perusahaan harus mengkomunikasikan aktivitas lingkungan dengan melakukan pengungkapan lingkungan sosial (Berthelot dan Robert, 2011). Pengungkapan lingkungan dinilai bermanfaat untuk memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan legitimasi
yang telah diterima (Hadjoh dan Sukartha, 2013).Selain itu pelaksanaan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat memberikan pengaruh positif terhadap reputasi perusahaan dan memberikan keuntungan secara ekonomi (Sun et al, 2010).
Jika ditinjau dengan aspek-aspek yang ada pada pedoman GRI G4, teori ini berkaitan dengan indikator sosial khususnya aspek masyarakat dan tanggung jawab produk karena aspek tersebut berfokus pada hubungan dan tanggung jawab perusahaan dengan masyarakat lokal seperti keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan program dan kepuasan pelanggan.
2.1.1.3. Teori Triple Bottom Line
Teori triple bottom line pertama kali diperkenalkan oleh John Elkington pada tahun 1988. Dimana sebelumnya perusahaan berpijak pada pemahaman single bottom line yang hanya berorientasi pada laba dan menaikkan nilai perusahaan dengan cara mensejahterakan para pemegang saham (shareholder), namun perusahaan masa kini tidak bias sekadar memperhatikan dari sisi financial saja. Teori ini mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder daripada kepentingan shareholder.
Triple bottom line memberikan pandangan bahwa jika perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P” yaitu profit, people, and planet. Jadi selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), dan turut berkontribusi aktif
dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Wibisono, 2007). Ketiga prinsip tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Profit
Profit atau keuntungan selalu menjadi fokus utama dan yang terpenting dalam setiap kegiatan usaha. Salah satunya adalah agar perusahaan dapat terus menerus beroperasi dan berkembang, selain itu profit juga merupakan bentuk tanggung jawab ekonomi perusahaan yang paling essensial untuk para shareholder.Tetapi definisi profit yang sebenarnya adalahlebih dari sekadar keuntungan yaitu bagaimana perusahaan menciptakan fair trade dan ethical trade dalam berbisnis. Prinsip ini berhubungan atau berkaitan dengan salah satu indikator yang ada pada pedoman GRI G4 yaitu indikator ekonomi.
2. People
People berkaitan dengan kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan manusia. Disini people lebih menekankan akan pentingnya praktik bisnis suatu perusahaan yang mendukung kepentingan tenaga kerja. Bagaimana perusahaan melindungi kepentingan tenaga kerja dengan cara menentang adanya eksplorasi yang mempekerjakan anak di bawah umur, melakukan pembayaran upah yang wajar, memiliki lingkungan kerja yang aman dan jam kerja yang dapat ditoleransi serta memperhatikan kesehatan dan pendidikan bagi para tenaga kerja. Pada prinsip ini, people sangat erat kaitannya dengan indikator sosial yang ada pada pedoman GRI G4.
3. Planet
Planet berkaitan dengan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Bagaimana perusahaan mengelola dengan baik penggunaan energi terutama atas sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Beberapa hal yang banyak dilakukan oleh perusahaan yaitu seperti mengurangi hasil limbah produksi dan mengolah kembali menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi CO2 ataupun pemakaian energi. Pada prinsip ini, planet dapat dihubungkan dengan salah satu indikator yang ada pada pedoman GRI G4 yaitu indikator lingkungan.
Pendekatan triple bottom linetelah banyak digunakan sejak awal tahun 2007 dan penerapan CSR merupakan salah satu bentuk dari implementasi teori ini.
2.1.2. Kinerja Perusahaan