• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori .1 Teori Keagenan

2.1.6 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) Perusahaan)

maksimum jika para pemegang saham menyerahkan urusan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, seperti manajer maupun komisaris.

Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan di masa lampau dan prospeknya di masa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Kim dkk (1993) menuturkan bahwa rasio Q dapat dipakai untuk menilai monopoli perusahaan dan struktur pasar, dan juga untuk menilai kesempatan akuisisi. Rasio Tobin’s Q ini disebut sebagai salah satu alternatif jenis rasio yang menggunakan pendekatan harga pasar dengan nilai buku perusahaan (PBV ratio) seperti yang dikemukakan oleh Damodaran (1996: 334). Perbedaan yang jelas antara rasio Q dengan rasio PBV adalah rasio Q mendeskripsikan seluruh perusahaan (total hutang ditambah modal), bukan hanya dari sisi ekuitas saja seperti menghitung PBV (Pohan, 2005).

2.1.6 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)

Menurut The World Business Council for Sustainable Develpoment

(WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefenisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan.

17 Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility

(CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stockholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Saputri, 2011).

Selain itu, menurut Ha’ashi (dalam Daft, 2007:213), Corporate Social Responsibility adalah kewajiban manajemen untuk membuat pilihan dan mengambil tindakan yang akan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan dan kepentingan masyarakat serta organisasi itu sendiri.

Perkembangan CSR secara konseptual menurut Nurlela dan Islahuddin (2008) mulai dibahas sejak tahun 1980-an yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Maraknya fenomena take over antar korporasi yang kerap dipicu oleh keterampilan rekayasa financial.

2. Runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol tumbangnya paham komunis dan semakin kokohnya imperium kapitalisme secara global. 3. Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negara-negara

berkembang sehingga semakin dituntutnya untuk memperhatikan hak azasi manusia, kondisi sosial, dan perlakuan yang adil.

4. Globalisasi dan menciutnya peran sektor publik (pemerintah) hampir di seluruh dunia telah menyebabkan tumbuhnya LSM yang memusatkan perhatian mulai dari isu kemiskinan sampai pada kekhawatiran akan punahnya berbagai spesies baik hewan maupun tumbuhan sehingga ekosistem semakin labil.

18 5. Adanya kesadaran dari perusahaan akan arti penting merk dan reputasi

perusahaan dalam membawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan.

Serta menurut Deegan (2002), alasan yang mendorong praktek pengungkapan Corporate Social Responsibility antara lain:

1. Mematuhi peraturan yang ada dalam Undang-undang 2. Pertimbangan rasionalitas ekonomi

3. Mematuhi pelaporan dan proses akuntabilitas 4. Mematuhi persyaratan peminjaman

5. Mematuhi harapan masyarakat

6. Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan 7. Mengelola kelompok stakeholder tertentu

8. Menarik dana investasi

9. Mematuhi persyaratan industri

10. Memenangkan penghargaan pelaporan

Agustine (2014) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility

merupakan suatu pengembangan konsep yang dikemukan oleh John Elkington pada tahun 1997, yaitu “The Triple Bottom Line”. Dalam konsep tersebut dinyatakan bahwa agar perusahaan dapat mempertahankan keberlangsungannya maka perlu memperhatikan 3P, yaitu tidak hanya profit, namun juga mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat (people) serta ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

Menurut Supriatna (2013), terdapat 4 prinsip yang harus dipegang dalam melaksanakan Corporate Social Responsibility, yakni:

19 1. Kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan.

Corporate Social Responsibility berbeda dengan donasi bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat diprediksi.

2. Corporate Social Responsibility merupakan program jangka panjang. Perusahaan harus menyadari bahwa sebuah bisnis dapat tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan disekitarnya, karena itu,

Corporate Social Responsibility yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik dengan masyarakat dan bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau mengejar profit. 3. Corporate Social Responsibility akan berdampak positif kepada

masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Perusahaan yang melakukan Corporate Social Responsibility harus peduli dan mempertimbangkan sampai ke dampaknya.

4. Dana yang diambil untuk Corporate Social Responsibility tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana budget

untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk. “Corporate Social Responsibility yang benar tidak membebani konsumen”.

Indikator keberhasilan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perusahaan dan masyarakat. Dari sisi perusahaan, citranya harus semakin baik di mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi masyarakat, harus ada peningkatan kualitas

20 hidup, karenanya, penting bagi perusahaan melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan program Corporate Social Responsibility, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Metode yang sering dipergunakan dalam menilai Corporate Social Responsibility adalah metode konten analisis laporan tahunan perusahaan atau

check list (Anggraini, 2011). Permanasari (2010) menyebutkan tema-tema yang termasuk dalam wacana Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial adalah:

1. Kemasyarakatan

Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.

2. Ketenagakerjaan

Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliput rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi, dan lainnya.

3. Produk dan Konsumen

Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.

4. Lingkungan hidup

Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan

Dokumen terkait