• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.4 Corpus

Corpus merupakan sekumpulan bahan yang terbatas yang di tentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan

memelihara sebuah system kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 201:70).

Corpus pada penelitian ini adalah teks novel “SHEILA” karya Torey Hayden berupa leksia-leksia yang mengandung unsure kekerasan. Dalam teks novel “SHEILA” karya Torey Hayden, terdapat 22 leksia yang menunjukkan adanya unsure kekerasan:

1. Ed Somers membawa gadis kecil itu, memegang erat-erat pergelangan tangannya dan menyeretnya. (halaman 32).

2. Saya menyeret Sheila melintasi ruangan ke kursi saya tempat kami selalu menyelenggarakan diskusi pagi, dan mendudukkannya di atas lantai persis di depan saya. (halaman 33).

3. Sheila tinggal berdua dengan ayahnya di sebuah gubuk dengan stu kamar di perkampungan pekerja migran. Rumah itu tidak punya sarana pemanas, pipa air, dan listrik. Ibunya telah meninggalkan Sheila dua tahun sebelumnya, tetapi dia membawa putranya yang lebih kecil. (halaman 49)

4. Ayah Sheila menghabiskan hampir sepanjang masa kanak-kanak gadis kecil itu di penjara atas tuduhan penganiayaan. Sejak dia dibebaskan dua setengah tahun yang lalu, dia pun harus tinggal di rumah sakit Negara karena kacanduan alkohol dan ketergantungan obat. Sheila berpindah-pindah di antara keluarga dan kawan keluarga itu, terutama dari pihak ibu, sebelum akhirnya ditinggalkan di tepi jalan, ketika ditemukan dia sedang berpegang

erat pada pagar pemisah jalan tol. Setelah dibawa ke pusat anak-anak, Sheila, waktu itu empat tahun, ternyata punya banyak bekas luka dan patah tulang, semuanya akibat penganiayaan.(halaman 50) 5. Seorang dokter yang bertugas di daerah itu mencantumkan catatan di bagian bawah laporan bahwa badannya yang kecil mungkin akibat kurang gizi, tetapi selain itu dia seorang anak perempuan kulit putih yang sehat dengan luka-luka dan patah tulang yang telah sembuh total. Disamping dua catatan itu masih ada memo dari psikiater daerah dengan sau pernyataan: ketidakmampuan Kronis untuk Menyesuaikan Diri dengan Masa Kanak-Kanak. (halaman 50-51)

6. Ayahnya menaggapnya bagai anak yang suka melawan dan sering mendisiplinkan dia, sering kali dengan cara memukul atau mencabut haknya. (halaman 52)

7. Disamping peristiwa pembakaran itu, dia pernah dimarahi karena menyulut kebakaran di perkampungan pekerja migran dan karena engoleskan kotoran manusia di ruang tunggu sebuah terminal bus. Pada usia enam setengah tahun, Sheila telah berhadapan dengan polisi tiga kali. (halaman 52)

8. Sheila berdiri dengan sikap menantang di atas kursi dekat akuarium. Dia pasti telah menangkap ikan mas situ satu demi satu dan mencungkil mata mereka hingga keluar dengan sebatang pensil. Tujuh atau delapan ikan tergeletak di lantai sambil

menggelepar di sekeliling kursi, dengan mata lepas. Sheila mencengkram seekor ikan erat-erat dengan tangan kanannyadan berdiri mengancam dengan pensil di tangan lain.(halaman 58).

9. “Jatuhkan itu!” saya membentak dengan suara setegas mungkin.(halaman 58).

10.“Papaku, dia pasti cambuk aku keras-keras kalau dia liat aku gini.” (halaman 67).

11.Dia mencabut hak-hak tertentu Sheila, memberinya hukuman duduk di pojok ruangan, dan akhirnya membawa Sheila kepada kepala sekolah untuk dipukul dengan tongkat. (halaman 74).

12.Pekerja sosial itu dating sambil mneyeret Sheila sekitar lima belas menit sebelum pelajaran di mulai.(halaman 76).

13.“Papaku, dia bilang begitu. Dia bilang aku gila dan mereka memasukkan aku ke kelas untuk anak-anak gila. Dia bilang di sini kelas anak-anak gila.(halaman 100).

14.“Aku enggak punya temapat cuci juga. Papaku, dia bawa air dalam ember dari pom bensin.” Dia berhenti sambil menatap lantai. “Itu Cuma untuk minum. Dia akan marah besar kalau buat itu kotor.”(halaman 115).

15.“Papaku”, dia enggak mau lakukan itu. Dia enggak mau sakiti aku keras-keras. Dia sayang aku. Dia hanya pukul aku sedikit untuk buat aku baik. Kamu mesti lakukan itu pada anak-anak

kadang-kadang. Tapi papaku, dia sayang aku. Aku Cuma suka kikuk jadi sering dapat luka.” (halaman 119)

16.“Sini,kutunjukkan padamu.” Dia mengangkat sebelah kakinya dan menunjuk sebuah bekas luka. “Mamaku dia bawa aku ke jalan dan tinggalkan aku di sana. Dia dorong aku keluar mobil dan aku jatuh, jadi sebuah batu lukai kaki kananku. Lihat.” Dia menunjuk sebuah garis putih. (halaman 119)

17.Sheila membawa bingkisan ke rumahnya, barang itu dikembaikan keesokan harinya, terbungkus dalam kantong kertas. Sheila bercerita dengan malu bahwa dia dipukul ayahnya karena menerima sedekah. (halaman 129)

18.“Kerjakan.” Saya dapat mendengar suara saya lebih keras dan lebih tajam daripada yang saya inginkan. Saya mengulurkan tangan untuk mengambil pensil, memaksakannya ke dalam tangannya. “Aku bilang kerjakan lembaran itu. Kerjakan sekarang, Sheila.” (halaman 140).

19.Tuan Collins memaksanya membungkuk dengan kasar dan dengan satu sambaran papan itu memukul tubuhnya. Dia jatuh berlutut terkena pukulan pertama itu, tetapi wajahnya tidak berubah. Tuan Collins menariknya kembali berdiri. Sekali lagi pukulan dating. Lagi-lagi dia jatuh berlutut. Saat mendapat dua pukulan terakhir dia tetap berdiri dan tidak jatuh. Namun, tak ada suara sama sekali

dari mulutnya, tak ada air mata mengalir dari matanya.(halaman 153)

20.“Papaku,” katanya pelan, “dia bilang itu satu-satunya cara ,membuat aku jadi baik. Dia cambuk aku dan harus jadi lebih baik, soalnya dia enggak mau tinggalkan aku di jalan seperti Mamaku.”(halaman 156).

21.Pengadilan memerintahkan bahwa dia harus ditempatkan di rumah sakit Negara jika sudah ada unit anak-anak. (halaman 259)

22.“Paman Jerry,” dia mulai bicara dengan perlahan, “dia mencoba memasukkan anunya ke badanku pagi ini, tapi enggak bisa masuk. Jadi , dia ambil pisau. Dia bilang aku membuatnya enggak bisa masuk, jadi dia memasukkan pisau kebadanku untuk membuatku menurut.”

Dokumen terkait