• Tidak ada hasil yang ditemukan

Crossmatch dengan Tube Test

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Crossmatch dengan Tube Test

Crossmatch dengan metode tabung dapat dikerjakan untuk crossmatch mayor maupun crossmatch minor (Mjafi, 2008).

a. Crossmatch mayor

Pada pemeriksaan crossmatch mayor, sel darah donor dicampur dengan serum resipien. Bila dalam serum resipien terdapat antibodi terhadap sel donor maka akan terjadi destruksi sel donor.

b. Crossmatch minor

Pada pemeriksaan crossmatch minor, serum donor dicampur dengan sel darah resipien. Bila dalam serum donor terdapat antibodi terhadap sel resipien, maka akan terjadi destruksi sel resipien.

Pada pemeriksaan dimana golongan darah ABO pasien dan golongan darah ABO donor yang sesuai, maka baik mayor maupun minor tes tidak akan bereaksi. Namun pada golongan darah ABO pasien dan golongan darah ABO donor yang berlainan, misalnya donor golongan darah O dan pasien golongan darah A, maka pada tes minor akan terjadi aglutinasi (Setyati, 2010).

Di negara yang sudah maju, crossmatch minor sudah tidak dikerjakan lagi karena sampel darah donor sudah dilakukan skrining antibodi sebelumnya untuk mendeteksi adanya antibodi ireguler. Di Indonesia, crossmatch minor masih

24

dikerjakan secara rutin hampir disemua unit Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) atau Unit Transfusi Darah (Mulyantari, 2017)

2.5.1 Prinsip Pemeriksaan

Prinsip dasar pemeriksaan pada metode tabung adalah adanya reaksi antara antigen dan antibodi yang dilakukan dalam fase dan medium yang berbeda.

Hal ini dimaksudkan karena jenis-jenis antibodi golongan darah mempunyai karakter yang berbeda. Antibodi seperti anti M, N, P, Lua,Lub bereaksi baik dalam medium salin pada suhu kamar, tetapi kurang baik reaksinya dalam medium albumin. Antibodi sistem Rhesus bereaksi baik dalam medium albumin tetapi tidak dalam medium salin (kecuali anti E). Sedangkan anti Kell, Duffy, Kidd baru tampak reaksinya dengan antiglobulin (Brecher, 2005). Dalam melakukan crossmatch harus dilakukan dalam 3 fase yaitu fase suhu kamar, fase inkubasi 37˚C dan fase antiglobulin serta harus melakukan crossmatch mayor, minor dan autokontrol (Mehdi, 2013).

2.5.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan crossmatch metode tabung antara lain (Brecher, 2005):

25

Bahan- bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan metode tabung diantaranya (Brecher, 2005):

a. Sampel darah pasien : merupakan darah pasien tanpa antikoagulan atau darah dengan antikoagulan yang berumur kurang dari 48 jam.

b. Sampel darah donor : merupakan darah dalam antikoagulan yang diambil dari selang kantong darah atau salah satu segmen dari selang yang terhubung dengan kantong darah.

c. Reagensia : reagen yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan metode tabung diantaranya :

- Salin atau NaCl 0,9%

- Bovine albumin 22%

- Coomb’s serum

- Coombs Control Cell (CCC) 2.5.3 Persiapan pemeriksaan

Ada beberapa hal yang harus disiapkan sebelum melakukan pemeriksaan meode tabung yaitu (Mjafi, 2008) :

a. Serum resipien yang jernih bebas dari sel darah merah.

b. Suspensi sel darah merah resipien 2-5% dalam salin, setelah sel dicuci.

c. Plasma donor yang jernih bebas dari sel-sel darah.

d. Suspensi sel darah merah donor 2-5% dalam salin, setelah sel dicuci.

26 2.5.4 Prosedur Pemeriksaan

Adapun teknik dan prosedur dalam melakukan pemeriksaan crossmatch metode tabung diantaranya:

a. Fase I : merupakan fase pada suhu kamar di dalam medium salin - Siapkan tiga tabung untuk pemeriksaan crossmatch

- Tabung I (mayor) : masukkan 2 tetes serum pasien, kemudian ditambahkan 1 tetes sel donor suspensi 5%

- Tabung II (minor) : masukkan 2 tetes plasma donor, kemudian ditambahkan 1 tetes sel pasien suspensi 5%

- Tabung III (autokontrol) : masukkan 2 tetes serum pasien, kemudian ditambahkan 1 tetes sel pasien suspensi 5%

- Campur masing – masing tabung, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik atau 1000 rpm selama 1 menit.

- Baca reaksi, amati adanya aglutinasi atau hemolisis pada tabung.

- Bila tidak ada reaksi lanjut ke fase II (Mehdi, 2013) b. Fase II : fase inkubasi 37˚C dalam medium bovine albumin.

- Tambahkan 2 tetes bovine albumin 22% kedalam semua tabung yang pada fase I memberikan hasil negatif.

- Inkubasi semua tabung pada suhu 37˚C selama 15 menit

- Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik atau 1000 rpm selama 1 menit.

- Baca reaksi, amati adanya aglutinasi atau hemolisis pada tabung.

- Bila tidak ada reaksi lanjut ke fase III (Mehdi, 2013)

27

c. Fase III : fase antiglobulin atau dikenal juga dengan fase Indirect Antiglobulin Test (IAT) atau Anti Human Globulin (AHG) . Semua antibodi inkomplit yang telah diikat pada sel darah merah (fase II) akan beraglutinasi (positif) dengan baik setelah penambahan Coombs serum . Sepertiga dari semua antibodi yang dapat menyebabkan reaksi transfusi hanya dapat dideteksi dengan teknik antiglobulin.

- Cuci sel sebanyak 3 kali dengan menggunakan salin pada semua tabung yang memberikan hasil negatif pada fase II.

- Buang seluruh supernatan bekas cucian.

- Tambahkan 2 tetes coomb’s serum

- Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik atau 1000 rpm selama 1 menit.

- Baca reaksi, amati adanya aglutinasi atau hemolisis pada tabung - Bila tidak ada reaksi menandakan hasil kompatibel.

- Tambahkan 1 tetes coombs control cells (CCC) pada ketiga tabung tersebut.

- Sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik atau 1000 rpm selama 1 menit.

- Baca reaksi, bila terjadi aglutinasi berarti pemeriksaan benar (Mehdi, 2013).

Coomb’s control cells (CCC) umumnya dibuat dari sel normal golongan O Rhesus positif, dengan anti D inkomplit. Tujuan penambahan CCC adalah untuk mengontrol coomb’s serum, apakah reagen coomb’s serum masih baik atau layak

28

digunakan serta dapat menguji semua hasil pemeriksaan,apakah hasil valid atau invalid (Mjafi, 2008).

2.5.5 Interpretasi Hasil

Bila crossmatch mayor dan minor fase I sampai III tidak menunjukkan reaksi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterprestasikan kompatibel (cocok), sehingga darah dapat dikeluarkan. Bila crossmatch mayor dan minor fase I sampai III menunjukkan adanya reaksi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterpretasikan inkompatibel (tidak cocok) dan darah tidak dapat dikeluarkan (Setyati, 2010).

Fase I yaitu fase suhu kamar dengan medium salin. Pada fase ini akan dapat mendeteksi adanya antibodi yang komplit (IgM / cold antibodi) misalnya terdapat ketidakcocokan pada penetapan golongan darah ABO. Selain itu juga dapat mendeteksi adanya aloantibodi (antibodi komplit) seperti anti M, anti Lewis, anti N, anti P1, anti A1 dan auto antibodi seperti anti-H, anti-I (Brecher, 2005).

Fase II yaitu fase inkubasi 37˚C di dalam medium bovin albumin. Pada fase ini dapat mendeteksi beberapa antibodi sistem Rhesus seperti anti D, anti E, anti c, serta antibodi inkomplit lain seperti anti-K, Fya, Fyb, Jka, S, Lea, Leb. Adapun tujuan dari digunakannya suhu 37˚C adalah untuk memberi kesempatan kepada antibodi untuk coated pada sel (Brecher,2005).

Fase III yaitu fase antiglobulin. Pada fase ini akan terdeteksi aglutinasi antibodi inkomplit seperti anti D, anti E, anti C, anti Duffy, anti Kell, anti Kidd, anti S dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan adalah suhu inkubasi 37˚C dengan

29

lama inkubasi minimal 15 menit (pada fase sebelumnya). Jika waktu dikurangi maka antibodi inkomplit tidak akan coated dengan sempurna sehingga akan lepas pada waktu pencucian. Cara pencucian sel untuk menghilangkan sisa globulin yang bebas harus sempurna. Karena sisa globulin yang tertinggal akan dapat menetralisir anti globulin serum (Coomb’s serum) (Brecher, 2005)

Untuk mencegah agar hasil crossmatch tidak memberikan hasil negatif palsu maka ada beberapa prosedur yang harus diperhatikan, diantaranya (Setyati, 2010) :

a. Salin harus bersih, jernih, tidak berwarna, tidak terkontaminasi serum.

b. Suhu inkubator harus tepat.

c. Lama inkubasi harus tepat.

d. Pencucian sel darah merah harus bersih.

e. Hasil negatif harus dikontrol dengan menggunakan CCC.

Dokumen terkait