• Tidak ada hasil yang ditemukan

CEMARAN GETAH KUNING BUAH MANGGIS

CUACA Curah hujan,

temperatur, evapotranspirasi Kadar hara daun Turgor tanaman Bobot ( buah, kulit buah), tebal kulit buah, rasio (bobot kulit/ aril + biji) Pecahnya saluran getah kuning buah manggis Poerwanto et al .(2010); Dorly et al. (2011)

Target penelitian untuk merumuskan fisiologi cemaran getah kuning dalam kaitannya dengan faktor lingkungan

Unsur hara spesifik yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap cemaran getah kuning Sifat fisika tanah spesifik yang berpengaruh

langsung dan tidak langsung terhadap cemaran getah kuning

Elemen cuaca spesifik yang pengaruh terhadap cemaran getah kuning Kadar hara endokarp Kadar hara mesokarp Neraca Air 5

Botani Tanaman Manggis

Manggis (Garcinia mangostana) termasuk family Gutiferae dan merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara luas di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Birma, dan Srilangka. Penyebarannnya terletak pada zone 100 Lintang Utara sampai 100

Tanaman manggis tergolong evergreen dengan tinggi pohon mencapai 10 m

− 25 m dan diameter batang 25−35 cm (Verheij 1992; Cox 1988). Batangnya lurus dengan percabangan melengkung ke bawah, kulit batang berwarna coklat tua sampai kehitaman. Ranting muda berwarna hijau dan menjadi coklat dengan bertambahnya umur tanaman.

Lintang Selatan (Richard 1990). Tanaman manggis juga telah menyebar ke daerah tropika lainnya, di antaranya Madagaskar, India Selatan, Cina, Brasil dan Australia Bagian Utara (Ameyda dan Martin 1976).

Posisi daun manggis letaknya berhadapan, berbentuk membujur bulat panjang (lonjong), bagian pucuknya tajam dengan tekstur tebal dan kasar (Zomlefer 1994). Panjang daun berkisar antara 15−25 cm dan lebarnya 7−13 cm. Permukaan atas daunnya mengkilap, licin dan berwarna hijau muda sampai tua tergantung umurnya, sedangkan bagian bawahnya berwarna hijau muda sampai kekuningan (Cox 1998).

Bunga manggis tumbuh dari ujung ranting, tunggal atau berpasangan, bergagang pendek dan tebal, diameternya sekitar 5.0−6.2 cm, daun kelopak 4 helai yang tersusun dalam 2 pasang, dan daun mahkota 4 helai. Benang sari semu dalam jumlah yang banyak, berseri 1−2, panjangnya sekitar 0.5 cm, bersifat rudimenter. Bakal buah tidak bertangkai, berbentuk agak bulat, mempunyai ruang 4−8, memiliki kepala putik yang tidak bertangkai, bercuping 4−8 (Yaacob dan Tindal 1995; Verheij 1992; Richards 1990).

Tipe buah manggis termasuk tipe berry, pipih pada bagian dasar dan di bagian pangkalnya terdapat kelopak dan rongga-rongga stigma yang tetap tinggal pada ujung buahnya. Buah berbentuk bulat atau agak pipih dan relatif kecil dengan diameter 3,5−8,0 cm. Berat buah bervariasi dari 75−150 g (Yaacob dan Tindall 1995). Buah manggis mempunyai 4-8 juring segmen dan setiap segmen

mengandung satu bakal biji yang diselimuti oleh daging buah (aril), berwarna putih, empuk, manis dan mengandung sari buah (Martin 1980). Kulit buah (perikarp) manggis memiliki permukaan luar yang halus dengan tebal 4−8 mm, keras berwana ungu kecoklatan pada bagian luarnya dan ungu pada bagian dalamnya pada buah tua, dan mengandung getah kuning yang pahit (Yaacob dan Tindall 1995). Kulit buahnya mengandung tanin, pektin, dan resin, yang dapat diekstrak untuk obat-obatan dan bahan pewarna (Sen et al. 1982).

Persyaratan Iklim Tanaman Manggis

Iklim yang paling cocok untuk tanaman manggis adalah daerah dengan udara lembab, curah hujan merata sepanjang tahun dan musim kering yang pendek dan curah hujan tahunan berkisar dari 1.500−2.500 mm. Kelembaban udara optimum sekitar 80 % (Yaacob dan Tindall 1995). Manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm setiap bulan untuk mendukung pertumbuhan yang baik dan musim kering yang pendek diperlukan untuk merangsang pembungaan.

Curah hujan yang tinggi umumnya diperlukan di saat tanaman selesai panen, untuk memulihkan kondisi tanaman karena pada kondisi tersebut tanaman memerlukan air yang banyak untuk membentuk tunas-tunas baru dan meningkatkan kelembaban tanah sehingga air tanah lebih tersedia untuk melarutkan hara yang diperlukan oleh tanaman. Ketersediaan air sangat menentukan proses metabolisma dan fisiologi tanaman. Air berfungsi sebagai media berbagai proses dan fungsi organ tanaman seperti dalam pembentukan dan pengisi sel organ, pengatur turgiditas sel, pelarut bahan padat maupun gas dalam bentuk senyawa kimia organik, zat reaktan serta pengendali suhu organ tanaman (Lee dan Kader 2000).

Temperatur udara yang baik untuk pertumbuhan manggis berkisar antara 250-350C. (Yaacob dan Tindall 1995; Verheij 1992). Temperatur yang terlalu tinggi akan meningkatkan evapotranspirasi potensial dan sebagai konsekwensinya kebutuhan air tanaman lebih tinggi. Indeks evapotranspirasi yang tinggi akan menurunkan atau menghabiskan persediaan air di dalam tanah dan menciptakan cekaman air bagi tanaman selama musim kemarau (Moretti et al. 2009).

Temperatur dapat mempengaruhi fotosintesis, respirasi, stabilitas membran dan hubungan air dengan senyawa lainnya seperti tingkat hormon tumbuhan, metabolit primer dan sekunder selama perkembangan tanaman. Perubahan di dalam komposisi dinding sel, jumlah sel dan sifat turgor sel diduga berhubungan dengan temperatur (Woolf et al. 2000). Moretti et al. (2009) juga menyatakan bahwa temperatur tinggi menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi, biokimia di dalam jaringan tanaman dan sebagai konsekuensinya mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan dari organ tanaman. Menurut Lee dan Kader (2000), perubahan temperatur udara sangat berperan terhadap aktivitas energi maupun inaktivasi enzim. Temperatur terlalu tinggi akan meningkatkan penggunaan energi hasil fotosintesis untuk aktifitas respirasi, sehingga hasil bersih yang disimpan sebagai cadangan makanan pada berbagai organ tanaman menurun.

Sifat Tanah yang Diperlukan Tanaman Manggis

Sentra produksi manggis di Indonesia umumnya berada pada lokasi yang beragam jenis tanahnya, antara lain Podzolik Merah Kuning, Aluvial, Organosol. Andosol, Regosol, Latosol, Litosol, dan Renzina, dengan pH tanah berkisar antara 3.0-7.0 (Dirjen Hortikultura, 2003). Tanah yang baik bagi pertumbuhan manggis adalah pada pH antara 5.5−7.0. (Yaacob dan Tindall 1995). Tanaman manggis di beberapa daerah ditemukan tumbuh baik pada tanah bereaksi masam (pH 4.0−5.5), namun kualitas buahnya tergolong rendah yaitu tercemar getah kuning baik pada aril maupun kulit buahnya (Dorly 2009; Gunawan 2007), sehingga kualitas buahnya pada umumnya rendah.

Sifat fisika yang ideal untuk pertumbuhan manggis dicirikan oleh tekstur tanah lempung berpasir, gembur, kaya bahan organik dengan permeabilitas dan drainase baik. Permeabilitas tanah yang baik dan kelembaban tinggi dibutuhkan untuk mendukung perkembangan akar karena lemahnya sistem perakaran manggis, baik pada saat seedling maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall 1995). Bahan organik tanah merupakan sumber utama berbagai unsur hara esensial yang dihasilkan dari proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Dekomposisi bahan organik yang tinggi atau semakin cepat turn over bahan organiknya, unsur hara semakin cepat tersedia (Cambardella dan Elliot 1992).

Selain meningkatkan ketersediaan hara, bahan organik berperan terhadap sifat kimia tanah, antara lain (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al, dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tertentu dapat dimanfaatkan tanaman atau organisme tanah, (2) sebagai penyangga perubahan pH tanah, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (4) bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa dari pestisida atau herbisida yang akhirnya ada yang menyebabkan perubahan bioaktivitasnya (Stevenson 1982). Bahan organik juga berperan terhadap sifat fisika tanah, antara lain: (1) memberi warna gelap sehingga mampu mempengaruhi serapan energi panas matahari, (2) meningkatkan daya retensi air karena bahan organik tanah mampu menyerap air hingga 20 kali bobotnya, dan (3) memantapkan agregat tanah karena peningkatan partikel primer oleh senyawa organik. Kandungan karbon organik yang tinggi berperan penting dalam meningkatkan retensi air (Rawls et al. 2003). Hasil penelitian Hudson (1994) juga menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat nyata antara bahan organik dengan kapasitas air tersedia. Ketersediaan air yang optimal merupakan persyaratan tumbuh yang penting bagi pertumbuhan manggis. Hal ini diindikasikan oleh suburnya tanaman manggis yang tumbuh di bantaran sungai.

Tanaman manggis membutuhkan kadar air tanah pada kondisi antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Kadar air pada kapasitas lapang dipengaruhi oleh bulk density (Manrique et al. 1991), tekstur (Ratliff et al. 1992), dan bahan organik (Bauer dan Black 1992). Kandungan air tersedia berkaitan dengan bahan organik (Hudson 1994), bulk density, kandungan liat, luas permukaan spesifik (Van den Berg et al. 1997) dan tekstur serta karbon organik (Hollis et al. 1977). Peningkatan di dalam kandungan C tanah meningkatkan agregasi, menurunkan bulk density, meningkatkan kapasitas menahan air, dan konduktivitas hidraulik (Tiarks et al. 1974). Bulk density menurun dengan meningkatnya kandungan karbon organik dalam tanah (Rawls et al. 2003). Tanah yang mempunyai kemampuan memegang air rendah di musim hujan dan cepat melepaskan air di musim kemarau akan menyebabkan fluktuasi ketersediaan air bagi tanaman. Hasil analisis fungsi pedotransfer memprediksi bahwa peningkatan kandungan bahan organik tanah akan meningkatkan kandungan air tersedia

dengan peningkatan terbesar terjadi pada tanah bertekstur kasar dan tidak dipengaruhi oleh kepadatan relatif, menurunkan kandungan porositas udara pada kapasitas lapang dengan penurunan terbesar terjadi pada tanah berstektur halus, menurunkan ketahanan tanah terhadap penetrasi dan penurunan yang menonjol terjadi pada potensial air rendah, meningkatkan jangkauan air dan bervariasi dengan kandungan liat (Kay et al. 1997).

Kapasitas tukar kation adalah total kation yang dapat ditukar tanah pada pH tertentu. Komponen tanah yang berkontribusi terhadap KTK adalah liat dan bahan organik (Martel et al. 1978; Manrique et al. 1991). Kaiser et al. (2008) juga mengemukan bahwa kapasitas tukar kation tanah tidak hanya tergantung pada jumlah dan komposisi mineral liat, tetapi bahan organik tanah.

Getah Kuning (Gamboge) pada Buah Manggis

Getah kuning merupakan eksudat resin yang dijumpai pada berbagai tanaman suku Guttiferae (Asano et al. 1996; Pankasemsuk et al. 1996; Yaacob & Tindall 1995 ). Beberapa tanaman diketahui menghasilkan getah yang mengandung senyawa fenol seperti flavonoid dan tanin serta terpenoid yang berkaitan dengan pertahanan

diri (Monacelli et al. 2005; Nagy et al., 2000; Martin et al. 2002; Topcu et al. 1995;

Behnke & Herrmann 1978). Saluran getah kuning dijumpai pada ketiga lapisan kulit buah manggis yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp, serta pada daging buah (Dorly 2009).

Getah kuning menjadi masalah apabila keluar dari salurannya yang pecah, mengotori aril dan kulit buah. Aril yang dicemari oleh getah kuning menimbulkan rasa pahit, warna daging buah menjadi kuning dan kecoklatan, sedangkan pada kulit buah menyebabkan warna kusam dan tidak menarik (Dorly 2009). Cemaran getah kuning baik pada aril maupun pada kulit buah merupakan salah satu penyebab utama rendahnya mutu buah manggis untuk ekspor (Yacob dan Tindall 1995).

Cemaran getah kuning dari beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterkaitan dengan perkembangan buah, pengaruh Ca, dan perubahan iklim (Dorly et al. 2008; Dorly 2009; Febriyanti 2008; Wulandari, 2008). Poerwanto et al. (2010) mengemukakan teori mekanisme tarjadinya cemaran getah kuning terkait dengan pembentukan saluran getah kuning, perkembangan buah, peranan Ca dan perubahan potensial air sebagai berikut: (1) Saluran getah kuning pada manggis

berbentuk saluran memanjang dan bercabang dengan sel-sel epitel (Dorly et al. 2008) yang dibangun dengan diferensiasi sel parenkima dengan cara skizogen membentuk ruang secara bersambung (Esau 1974). Lamela tengah larut saat pembentukan saluran getah dan menyebabkan lemahnya sel-sel epitel dinding saluran getah. Saluran getah kuning yang lemah akan pecah apabila kekurangan Ca karena komponen lamela terngah tersebut adalah Ca (Marschener, 1995); (2) Defiasi laju pertumbuhan biji dan aril dengan perikap menimbulkan desakan mekanik ke arah perikarp (Dorly 2009). Akibatnya sel-sel epitel saluran getah kuning mengalami tekan dan akan mudah pecah apabila kekurangan Ca, sehingga menyebabkan bocornya saluran getah kuning; (3) Tekanan tugor yang tinggi terjadi apabila fluktuasi potensial air tanah secara drastis dalam waktu relatif pendek. Dinamika tekanan turgor yang tinggi berimplikasi terhadap peningkatan tekanan dinding sel-sel epitel, baik dari dalam (karena turgor saluran getah kuning plasma sel), maupun dari luar (turgor cairan getah kuning). Dinding sel-sel epitel yang lemah akibat kekurangan Ca akan menyebabkan pecah dan bocornya saluran getah kuning sehingga getah kuning keluar mencemari aril.

Getah kuning yang mencemari buah manggis oleh beberapa peneliti lain juga disebabkan oleh adanya gangguan dari organisme terhadap buah manggis. Sunarjono (1998) menyatakan bahwa getah kuning timbul akibat tusukan Helopeltis antonii yang mengeluarkaan toksin sehingga daging buah atau bekas tusukan menjadi kuning. Cendawan Fusarium oxysforum yangmenginfeksi buah manggis muda dan terinkubasi dalam waktu relatif lama melalui bantuan kutu buah juga dapat menyebabkan gejala getah kuning setelah buah manggis matang (Kurniadhi 2008).

Dorly (2009) melaporkan bahwa saluran getah kuning sudah dijumpai pada kuncup bunga satu minggu sebelum antesis (−1 MSA) dan bunga mekar (antesis) (0 MSA) pada bagian ovary buah. Saluran getah kuning juga dijumpai pada buah muda (1−5 MSA), buah sedang (6-10 MSA) dan buah tua (11−15 MSA). Pada ketiga umur buah tersebut, saluran getah kuning dijumpai di ketiga lapisan kulit buah, yaitu eksokarp, mesokarp dan endokarp, serta pada daging buah. Getah kuning mulai mengotori aril pada saat buah berumur 14 MSA hingga 16 MSA, yaitu pada saat perkembangan buah, biji bertambah besar, tetapi pertambahan volumenya sedikit,

dan terjadi desakan dari dalam sehingga sel epitel yang mengelilingi saluran getah kuning yang ada pada endokarp pecah dan getah kuning yang masih encer tersebut keluar dari saluran getah mengotori aril (Dorly 2009). Menurut Syah et al. (2007) dinding saluran getah kuning di endokarp pecah karena terjadinya gangguan fisiologis tanaman, yaitu akibat perubahan air tanah yang fluktuatif dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase berbuah sehingga terjadi perubahan tekanan turgor.

Peranan Unsur Hara dan Hubungannya dengan Cemaran Getah Kuning Unsur hara berperan penting dalam mendukung proses fisiologis tanaman dan banyak bukti menunjukkan bahwa status hara tanaman memainkan peranan kritis dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres faktor lingkungan (Marschener 1995). Di antara hara tersebut ada yang berperan secara individual atau bersinergi dengan hara lainnya dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman lingkungan.

Cemaran getah kuning merupakan kelainan fisiologis dan salah satu bentuk dari fenomena stres kekurangan hara. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa cemaran getah kuning berkaitan dengan unsur hara Ca. Hasil penelitian Dorly (2009) menunjukkan bahwa pemberian Ca dalam bentuk CaCl2 yang

disemprotkan pada buah signifikan menurunkan skor getah kuning aril buah manggis, namun pemberian Ca melalui tanah dalam bentuk CaMg(CO3)2 hanya

berpengaruh terhadap penurunan skor getah kuning pada kulit buah. Pechkeo et al. (2007) juga melaporkan bahwa penyemprotan buah manggis dengan 10 % CaCl2

Kalsium berkontribusi dalam struktur dan fungsi membran sel dengan mengikat fosfolipid dan protein pada permukaan membran (Clarckson dan Hanson 1980; Hirschi 2004). Sebagai kation divalent, Ca

meningkatkan buah normal, menurunkan buah bergetah kuning dan buah translucent (bening).

2+

dibutuhkan untuk mengatur struktur dinding sel dan membran, serta berperan dalam counter-cation untuk anion anorganik dan organik di vakuola, serta sebagai messenger antar sel di dalam sitosol (Marschener 1995; White 1988) dan juga berperan penting terhadap cekaman biotik dan abiotik (Hirschi 2004). Pectic polysaccharide

rhamnogalacturonan dari lamella bagian tengah adalah dihubungkan oleh ion kalsium (Matoh dan Kobayashi 1998). Ion Ca sangat penting untuk memperkuat dinding sel dan adhesi sel-sel (Marry et al. 2006; Marschener 1995). Kalsium di permukaan luar membran berperan memelihara stabilitas dan integritas membran plasma (Hanson 1984; Hirschi 2004; Palta 1996). Pemberian Ca2+

Kalsium dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar dan pada jaringan sehat kandungan Ca umumnya melebihi dari kisaran 0.1–1.0 % dari bahan kering. Tanaman dikotiledon membutuhkan Ca di dalam jaringannya lebih banyak dari pada tanaman monokotiledon (Islam et al. 1987; Kirkby dan Pilbean 1984). Akumulasi Ca berbeda pada berbagai organ, yaitu berlimpah pada daun yang mengalami transpirasi tinggi dan relatif rendah pada jaringan yang rendah transpirasinya (White dan Broadley 2003; Dayod et al. 2010). Kalsium sebagian besar immobile dalam floem dan terdistribusi melalui air dalam aliran transpirasi.

yang dilakukan sebelum dan setelah panen dapat mempertahankan turgor sel, integritas membran plasma, dan memperpanjang umur simpan buah (Gerasopoulus et al. 1996; Miklus dan Beelman 1996).

Problema rendahnya Ca2+ tanaman dapat berkaitan dengan masalah tanah. Defisiensi Ca2+ umunya terjadi pada tanah yang mempunyai derajad pH yang sangat rendah, Mg dan K di tanahnya tinggi (Park et al. 2005). Keberadaan Ca dalam tanah adalah sebagai kation divalent (Ca2+

Gejala defisiensi Ca ditemukan pada jaringan dengan tingkat transpirasinya yang rendah, antara lain di daun muda yang sedang berkembang, jaringan shoot yang tertutup, buah dan umbi (White dan Broadly 2003). Defisiensi Ca

), memasuki apoplas akar bersama dengan aliran masa air (Baber 1995).

2+

dapat menyebabkan disintegrasi dinding sel dan matinya jaringan tanaman (Kirby dan Pilbean 1984). Kerusakan dan kematian sel yang disebabkan oleh pembekuan juga dilaporkan berkaitan dengan kebocoran membran plasma sebagai akibat hilangnya ion Ca2+ dari membran plasma (Arora dan Palta 1996). Defisiensi Ca hingga tingkat tertentu menjadi masalah pada tanah masam. Buah-buahan dan sayuran yang mengalami gangguan fisiologis akibat defisiensi Ca, kualitasnya menjadi rendah (Bangerth 1979). Defisiensi Ca pada leci cenderung menyebabkan pecah buah (Huang et al. 2005).

Kalsium berperan di dalam konstruksi dinding sel, komponen utama yang berperan untuk sifat mekanis dari jaringan tumbuhan, dan secara luas dipelajari dalam kaitannya dengan keretakan buah (Shear 1975; Huang et al. 2005). Sejumlah bukti mendukung bahwa Ca berkontribusi di dalam meningkatkan ketahanan pecah buah leci. Buah yang pecah signifikan lebih rendah Ca perikarpnya dari pada buah yang tidak pecah di dalam kultivar yang sama (Li dan Huang 1995; Lin 2001). Pohon dengan keretakan buah yang lebih rendah mempunyai level Ca tanah yang lebih tinggi, sedangkan di kebun dengan tingkat insiden keretakan buah yang tinggi, kandungan Ca dapat ditukarkan rendah (Li et al. 1992). Simon (1978) juga melaporkan bahwa pemberian Ca yang rendah menyebabkan peningkatan pecah buah pada tomat. Kerusakan akibat defisiensi Ca pada tanaman kentang terlokalisasi di sel empulur secara luas di bawah shoot apical meristem dan kerusakan tersebut sebagai akibat hancurnya sel-sel apical meristem (James et al. 2008).

Unsur hara B adalah unsur yang diduga berkontribusi terhadap cemaran getah kuning di samping Ca. Boron mempunyai fungsi hampir sama dengan Ca dan diduga berpengaruh terhadap cemaran getah kuning buah manggis. Unsur hara B merupakan bagian dari komponen struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran sturuktur dinding sel, mendukung bentuk, kekuatan sel tanaman (Hu dan Brown 1994; Marschner 1995 O’Neill et al. 2004) dan meningkatkan integritas membran plasma (Marschner 1995; Blevins dan Lukaszewski 1998) serta mempengaruhi reaksi yang terkait dengan membran (Power 1997; Brown et al. 2002). Boron sebagai asam borate terikat bersama dua rantai rhamnogaladuronan II (RG II) membentuk kompleks boron-polisakarida (Kobayashi et al. 1996) (Gambar 2). Matoh et al. (1996) mengemukakan bahwa jumlah RG-II yang ada di dalam dinding sel berkorelasi dengan kebutuhan boron dari tanaman yang sedang berbunga. Dua molekul RG-II terkait silang satu sama lain oleh diester borat (Kobayashi et al. 1996) Beberapa hasil penelitian juga menduga bahwa interaksi antara borate dan pektin penting bagi struktur dinding sel untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Matoh et al. 1993; Hu dan Brown 1994; Hu et al. 1996).

Gambar 2. Boron sebagai asam borate terikat bersama dua rantai rhamnogaladuronan II (RG II) membentuk kompleks boron-

polisakarida (Bar-Peled et al. 2012).

Defisiensi B menyebabkan dinding sel tidak berfungsi (O’Neill et al. 2004; Dell dan Huang 1997). Fleischer et al. (1998) juga mengemukakan bahwa defisiensi B mengakibatkan sel mati, terutama disebabkan oleh melemahnya dinding sel. Matinya sel yang istirahat berkaitan dengan lepasnya organel-organel sel, yang diindikasikan oleh pecahnya dinding sel. Defisiensi B juga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia, meliputi perubahan struktur dinding sel, fungsi dan integritas membran, aktivitas enzim serta produksi

sebagian besar metabolit tanaman. Defisiensi B menyebabkan kebocoran membran (Dordas dan Brown 2005). Hu dan Brown (1994) menjelaskan bahwa banyak sel-sel mati akibat defisiensi B dan menyebabkan kebocoran membran, melepaskan phenolik, ion dan gula ke dalam dinding sel serta médium kultur.

Kelebihan unusr hara B juga menyebabkan efek fisiologi yang negatif, antara lain penurunan khlorofil daun, penghambatan fotosintesis, menurunkan konduktifitas stomata (Lovvat dan Bates 1984), endapan lignin dan suberin (Ghanati et al. 2002), peroksida lipid dan merubah jalur aktivitas antioksidan (Karabal et al. 2003; Keles et al. 2004). Kelebihan B mengganggu sintesis sel (Reid et al. 2004). Toksisitas B menginduksi oksidatif dan kerusakan pada daun barley (Karabal et al. 2003). Pada apel (Malus domestica) dan grapefruit (Vitis vinifera) telah dilaporkan bahwa toksisitas B menginduksi kerusakan oksidatif oleh peroksida lipid dan akumulasi hidrogen peroksida (Molassiotis et al. 2006; Gunes et al. 2006).

Pemberian B yang tinggi meningkatkan level superoksida (SOD), peroksidase (POD) dan polifenol oksidase (PPO) dan menurunkan konsentrasi P, K, dan Ca yang signifikan pada daun tomat (Kaya et al. 2009). Sejumlah proses fisiologi telah terbukti diubah oleh toksisitas B, meliputi gangguan pengembangan dinding sel, metabolik dengan mengikat gugus ribose ATP, NADH, dan NADPH, dan terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel (Reid et al. 2004). Selain itu, tanaman yang keracunan B mengalami peningkatan malondialdehid (MDA) dan hydrogen peroksida (H2O2

Nilai kritis untuk toksisitas B telah diketaui pada beberapa jenis tanaman. Akumulasi B di dalam jaringan daun normal berkisar 40 sampai 100 mg.kg

), mengakibatkan stres oksidatif dan peroksida membran (Cervilla et al. 2009. Ardic et al. 2009).

-1

berat kering. Daun yang mengandung 250 mg.kg-1 berat kering adalah mendekati toksik, 700−1000 mg.kg-1

Goldberg (1993) menyatakan bahwa ketersediaan B bagi tanaman pada tanah tertentu dikendalikan oleh sifat fisik, kimia, terkstur, mineral liat, bahan organik. Namun untuk mempredikasi kosentrasi B larutan tanah pada zona akar relatif sulit sebelum zona keseimbangan tercapai sempurna karena kompleks B adsorpsi, desorpsi dan curah hujan atau perubahan reaksi dalam larutan tanah.

Sifat kimia tanah yang berpengaruh terhadap penyerapan boron oleh tanaman, antara lain ketersediaan B tanah, pH tanah, tipe pertukaran ion, jumlah dan tipe mineral di dalam tanah (Hu dan Brown 1997; Gupta 1979). Serapan B pada umumnya menurun dengan meningkatnya pH tanah yang disebabkan oleh dua alasan, yaitu (1) pada pH di bawah 7.0, B(OH)3 adalah bentuk B yang

dominan, sedangkan afinitas dari beberapa jenis liat tanah relatif rendah. Dengan demikian jumlah B yang diadsorpsi adalah sedikit. Apabila pH meningkat, kosentrasi relatif B(OH)-4 terhadap B(OH)3 meningkat, sebagai konsekuensinya

afinitas B(OH)-4 relatif kuat untuk mineral liat dan jumlah dari adsorbsi B

meningkat (Keren dan Bingham 1985). Peningkatan pH tanah akan menyebabkan ketersediaan B terhadap akar menurun; (2) serapan B oleh akar tanaman menurun dengan meningkatnya pH larutan tanah, hal ini sejalan dengan penurunan B(OH)3

Tanah yang terbentuk dari permukaan laut yang menguap mengandung kosentrasi B yang tinggi. Drainase yang buruk terutama pada tanah salin berperan

Dokumen terkait