BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Daerah Aliran Sungai Deli
Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari air
hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas dilaut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (Sosrodarsono, 1985).
Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai suatu common good
yang diberikan oleh suatu DAS. Jasa DAS yang utama adalah fungsi hidro-orologis
dan fungsi ekologi (Departemen Kehutanan Balitbang, 2002).
Wilayah daratan biasanya disebut Daerah Tangkapan Air (DTA) atau
Chatmen Area merupakan ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya
alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaatan sumber
daya alam.
Oleh karena komponen ekosistem saling berinteraksi satu sama lain, maka
terganggunya salah satu komponen ekosistem tersebut akan mempengaruhi
komponen yang lain. Contoh kondisi tersebut adalah terjadinya peristiwa banjir di
daerah DAS bagian hilir pada musim hujan karena kerusakan lingkungan pada daerah
hulu akibat penebangan hutan, cara bercocok tanam yang tidak mengikut kaidah
konservasi tanah, atau adanya aktivitas pembukaan lahan (Dinas Pengairan Propsu,
2003).
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan
dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam suatu
daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan
meningkat antara 6 sampai 10 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung jenis hutan
dan jenis pemukiman (Kodoatie dan Syarif, 1996).
Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi pemukiman maka yang terjadi
adalah bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi
pemukiman dengan resistensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran
sungai yang besar. Perubahan run-off akibat perubahan tata guna lahan dapat dilihat
pada (Gambar 2.2)
res na
Sumber : Kodoatie, Robert, J, 1996
Gambar 2.2 Perubahan Run-off
Ilustrasi dari gambar diatas menerangkan bahwa perubahan fungsi DAS Deli
dimana DAS Deli yang terletak di tengah kota Medan merupakan salah satu DAS
paling prioritas di kota ini. Sehingga usaha rehabilitasi fungsi DAS Deli perlu segera
dilakukan karena rusaknya kondisi ekosistem sudah sampai pada taraf
membahayakan yang pada gilirannya akan berpengaruh baik terhadap kondisi DAS
itu sendiri maupun terhadap kehidupan masyarakat yang bermukim disekitar
lingkungan DAS tersebut. Dari gambar diatas diterangkan bahwa akibat perubahan
fungsi tata guna lahan yang sebelumnya peruntukan DAS sungai sebagai kawasan
hutan sebagai daerah resapan air berubah fungsi tempat pemukiman masyarakat.
Misal Debit Puncak a = 10 m 3 /dt Resapan = 5 m3/dt Debit Puncak b = 200 m 3 /dt Resapan = 0,5 m3/dt Industri, perumahan
Akibat perubahan tata- guna lahan bisa menjadi
run-off kecil
karena tanaman
Hutan, gunung, sawah menghijau
resapan besar karena ada air yang terperangkap tanaman,
ada banyak waktu
run-offkecil karena
semua jadi bangunan
apan kecil kare tak ada air yang
Akibatnya daerah resapan air menjadi kecil sehingga aliran air sungai terganggu,
dapat dilihat dari perubahan debit air puncak yang sebelumnya Qa= 10 m3/dtk
menjadi lebih besar Qb = 200 m3/dtk, serta daya resap lahan berkurang dari 5 m3/dt
menjadi 0,5 m3/dt akibat yang ditimbulkan adalah bencana banjir (Gambar 2.2)
Pada saat ini, sebahagian besar sistim pengendalian banjir kota Medan,
termasuk sistim sungai Deli – sungai Percut, untuk tingkatan debit banjir periode
ulang bervariasi 10 sampai 25-tahunan, telah selesai dilaksanakan. Dengan selesainya
Kanal Banjir (Floodway) maka sebahagian debit air sungai Deli akan beralih melalui
Kanal Banjir dan masuk ke sungai Percut. Air akan mulai mengalir melalui Kanal
Banjir apabila debit air di sungai Deli telah mencapai 134 m3/det. Pengalihan debit
akan berlangsung lebih besar lagi apabila debit air di sungai Deli semakin besar. Saat
debit air di sungai Deli mencapai 292 m3/det maka pengalihan debit air melalui Kanal
Banjir akan mencapai 67 m3/det (Irwansyah, 2004).
Akan tetapi, sebahagian daerah yang berada di tepi (di dalam lembah) sungai
Deli, yaitu penggalan mulai dari daerah di sekitar kantor DPRD Medan sampai ke
Jembatan Avros, masih akan tetap tergenang. Penggalan ini adalah daerah yang
rencana penanganannya belum terlaksana (kegiatan FC-103) karena tidak termasuk
lagi dalam program MMUDP. Terjadinya genangan tersebut dikarenakan kapasitas
alir air sungai kurang dari yang dibutuhkan. Sebahagian dari penggalan sungai
tersebut hanya mempunyai kapasitas alir air sungai 130 – 221 m3/det. Bahkan,
bahagian lainnya, yaitu di daerah Kampung Aur dan Sei Mati, hanya mempunyai
periode ulang 1-tahunan. Dengan demikian, setiap terjadi kenaikan debit sungai,
maka air akan keluar dari alur sungai dan menggenangi seluruh lembah sungai (seluas
+ 4 ha), yang hampir seluruhnya dihuni oleh penduduk.
Jadi pelaksanaan peningkatan kapasitas alir air sungai sebagai suatu sistim
dan untuk melaksanakan pembangunan bangunan-bangunan pengendali banjir yang
diperlukan agar sungai dapat menampung dan mengalirkan air hingga debit desain
tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu maupun yang berasal dari drainase-
drainase kota. Dengan pengendalian banjir tersebut maka diharapkan kerugian-
kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat dikurangi.