• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman

1 Struktur organisasi tubuh spons ... 7 2 Spons laut Aaptos aaptos ... 8 3 Spons laut Petrosia sp. ... 8 4 Diagram alir penelitian ... 22 5 Bioaktivitas antibakteri senyawa ekstrak kasar

spons Aaptos aaptos terhadap bakteri target ... 24 6 Toksisitas spons Aaptos aaptos terhadap Artemia salina ... 25 7 Bioaktivitas antibakteri senyawa ekstrak kasar

spons Petrosia sp. terhadap bakteri target ... 27 8 Toksisitas spons Petrosia sp.terhadap Artemia salina ... 27 9 Fraksinasi ekstrak kasar spons ... 30 10 Hasil TLC spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. ... 31 11 Bioautografi fraksi organik spons Aaptos aaptos terhadap

Aeromonas hydrophylla ... 32 12 Bioautografi fraksi organik spons Petrosia sp.terhadap

Aeromonas hydrophylla ... 32 13 Bioautografi fraksi semi-organik spons Petrosia sp.

terhadap Aeromonas hydrophylla ... 33 14 Isolat fungi simbion spons Petrosiasp. ... 34 15 Struktur sel spons Aaptos aaptos ... 35 16 Struktur sel spons Petrosia sp. ... 36 17 Distribusi fraksi sel spons setelahsentrifugasi ... 37 18 Alur penelitian dan pengembangan produk senyawa

bioaktif dari spons ... 45 19 Peta Pulau Pari ... 66

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Struktur taksonomi spons Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. ... 66 2 Peta lokasi pengambilan sampel (Pulau Pari) ... 66 3 Sifat morfologi dan fisiologi bakteri simbion

yang berhasil diisolasi dari spons Aaptos aaptos... 67

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan dunia pengobatan yang semakin pesat telah memunculkan beragam jenis obat-obatan baru. Penelitian untuk menemukan sumber metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam jenis obat juga terus dilakukan. Sejak satu dekade terakhir ini, perhatian dunia pengobatan mulai terarah ke bermacam organisme laut sebagai sumber daya yang sangat potensial. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa organisme laut memiliki potensi yang sangat besar dalam menghasilkan senyawa-senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Beberapa organisme laut yang diketahui dapat menghasilkan senyawa aktif antara lain adalah spons, moluska, bryozoa, tunikata dan lain-lain. Organisme-organisme ini diketahui dapat menghasilkan sejumlah besar produk laut yang bersifat alami, juga mampu menunjukkan keragaman senyawa kimia yang sangat besar. Senyawa-senyawa kimia yang diketahui dapat dihasilkan oleh organisme tersebut antara lain adalah senyawa alkaloid, peptida, terpena, poliketida dan beragam senyawa lainnya. Lebih jauh lagi, diketahui bahwa dari 13 produk alami laut (atau produk analog yang dihasilkan darinya) merupakan senyawa obat-obatan jenis baru, dan bahwa 12 senyawa tersebut berasal dari invertebrata laut (Thakur & Müller 2004).

Spons adalah hewan metazoa multiseluler yang tergolong ke dalam filum Porifera, yang memiliki perbedaan struktur dengan metazoan lainnya. Hal ini disebabkan seluruh tubuh spons terbentuk dari sistem pori, saluran dan ruang- ruang sehingga air dapat dengan mudah mengalir keluar dan masuk secara terus menerus. Sebagian besar spons hidup di laut, hanya beberapa spesies saja yang dapat hidup di air tawar (Kozloff 1990). Hewan ini mencari makan dengan mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya secara aktif (Romimohtarto & Juwana 1999). Spons terdiri dari 850 jenis, yang dapat dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan Hexactinellida. Spons juga diketahui memiliki ekologi habitat yang sangat luas. Organisme sederhana ini diketahui dapat hidup pada kedalaman dan kondisi perairan yang beragam. Para peneliti menemukan bahwa spons menghasilkan metabolit sekunder sebagai mekanisme perlindungan diri. Penelitian juga mengungkapkan bahwa metabolit sekunder ini tidak hanya berperan dalam metabolisme organisme tersebut, tetapi juga berperan dalam strategi adaptasi

organisme terhadap lingkungannya (Thakur & Müller 2004). Adaptasi tersebut dapat sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap predator, keadaan lingkungan yang menuntut kompetisi akan nutrisi, maupun mekanisme pertahanan terhadap kondisi lingkungan yang terpolusi limbah organik (Thakur & Müller 2004).

Keragaman metabolit sekunder yang dihasilkan spons telah banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk menemukan senyawa-senyawa aktif yang berguna bagi dunia pengobatan. Senyawa-senyawa tersebut dapat berupa turunan asam amino dan nukleosida, makrolida, porphirine, terpenoid, gugus alifatik peroksida dan sterol. Obat-obat yang diketahui dihasilkan oleh spons antara lain adalah discodermolide, topsentin, manzamine A, plakortolide, dan berbagai senyawa lainnya yang diketahui bersifat sebagai antikanker, antifungal, anti-inflamasi, anti HIV, penghambat aktivitas enzim dan sifat-sifat lainnya (Higa et al. 1994; Kobayashi & Kitogawa 1994; Sennett et al. 2002; Proksch et al. 2003; Thakur & Müller 2004; Anonim 2005; Hadas et al. 2005; Zheng et al. 2005).

Perumusan Masalah

Perkembangan dunia pengobatan dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat memacu eksplorasi terhadap sumber senyawa bioaktif dari organisme laut. Spons merupakan salah satu organisme laut yang memiliki banyak potensi sebagai sumber senyawa bioaktif. Tingginya keragaman jenis spons dan masih sedikitnya informasi yang tersedia mengenai potensi organisme ini, memacu berbagai penelitian mengenai potensi yang dikandungnya, selain mengenai reproduksi dan mekanisme hidup spons.

Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki tingkat keragaman organisme laut yang tinggi, termasuk spons, mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan berbagai senyawa bioaktif. Hal ini telah disadari oleh banyak peneliti, sehingga penelitian mengenai potensi spons Indonesia semakin banyak dilakukan dewasa ini. Namun demikian, perbedaan kualitas lingkungan perairan sebagai habitat organisme dapat mempengaruhi metabolisme organisme tersebut, termasuk spons. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian mengenai pengaruh lingkungan terhadap potensi senyawa bioaktif yang dikandung oleh spons.

Penelitian awal yang pernah dilakukan oleh Tim Hibah Pasca (IPB 2005) menunjukkan bahwa Kepulauan Seribu (P. Lancang, P. Pari dan P. Pramuka)

memiliki jumlah jenis dan kelimpahan spons yang tinggi. Spons yang ditemukan dalam jumlah dan kelimpahan yang dominan diantaranya adalah Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. Penelitian yang dilakukan oleh Kardono (2006) dan Susanna (2006) juga menunjukkan bahwa kedua jenis spons ini memiliki kecenderungan peningkatan jumlah dan kelimpahan seiring pertambahan kedalaman. Kedua jenis spons ini juga memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Melakukan penapisan senyawa bioaktif dari spons Aaptos aaptos dan

Petrosia sp.

2. Menganalisa kandungan senyawa ekstrak kasar spons Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. (fraksi organik dan semi organik), dan bioaktivitas antibakteri masing-masing senyawa

3. Melihat pengaruh perbedaan lingkungan terhadap tingkat bioaktivitas (antimikroba dan toksisitas) senyawa dari spons jenis Aaptos aaptos dan

Petrosia sp.

4. Melihat kaitan biomassa sel spons dan isolat bakteri terhadap bioaktivitas senyawa ekstrak kasar spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp.

Analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi senyawa yang dapat dimanfaatkan lebih jauh sebagai bahan obat-obatan yang potensial.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Spons

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri dari tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Haywood & Wells 1989; Sara 1992; Rachmaniar 1996; Romimohtarto & Juwana 1999), sedangkan menurut Warren (1982), Kozloff (1990), Harrison dan De Vos (1991), Pechenik (1991), Ruppert dan Barnes (1991), Filum Porifera terdiri dari empat kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia.

Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut. Spons ini mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang paling dominan di antara Porifera masa kini. Jenis ini tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak. Mereka sering berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida) spikulanya hanya terdiri serat spongin, serat kollagen atau tanpa spikula. Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas. Mereka kebanyakan hidup di laut dalam dan tersebar luas. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengandung spongin (Warren 1982; Kozloff 1990; Brusca & Brusca 1990; Ruppert & Barnes 1991; Romimohtarto & Juwana 1999). Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren 1982; Kozloff 1990; Harrison & De Vos 1991; Pechenik 1991; Ruppert & Barnes 1991).

Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung

tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memiliki tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan yang dangkal (Bergquist 1978).

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30.5 cm. Jenis-jenis spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya (Romimohtarto & Juwana 1999).

Banyak spons berwarna putih atau abu-abu, tetapi lainnya berwarna kuning, oranye, merah, atau hijau. Spons yang berwarna hijau biasanya disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut zoochlorellae yang terdapat didalamnya (Romimohtarto & Juwana 1999). Warna spons tersebut sebagian dipengaruhi oleh fotosintesa mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons umumnya adalah cyanophyta (cyanobacteria dan eukariot alga seperti dinoflagellata atau

zooxanthella). Beberapa spons memiliki warna yang berbeda walaupun termasuk dalam jenis yang sama. Beberapa spons juga memiliki warna dalam tubuh yang berbeda dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup di lingkungan yang gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada lingkungan yang cerah (Wilkinson 1980).

Secara umum spons terdiri dari beberapa jenis sel yang menyusun struktur tubuh dan biomassanya. Sel-sel tersebut memiliki fungsi yang berperan dalam organisasi tubuh spons. Dinding tubuh spons terorganisasi secara sederhana. Lapisan luar dinding tubuh disusun oleh sel-sel pipih yang menyerupai sel epitel pada hewan lain, yang disebut pinacocytes, membentuk lapisan pinacoderm. Perbedaan sel ini dengan sel epitel hewan lainnya adalah tidak adanya basal lamina dan saluran interseluler, serta dapat berkontraksi atau menyusut, sehingga dapat mengubah ukuran spons. Selain itu, sel pinacocytes

menghasilkan material seksresi yang dapat melekatkan spons ke substratnya. Pada dinding tubuh spons juga terdapat pori-pori yang dibentuk oleh porocyte, yaitu sel berbentuk cincin yang berkembang dari permukaan luar ke bagian

spongocoel. Sel-sel ini dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi. Pada bagian dalam pinacoderm terdapat mesohyl, yang terdiri dari matriks protein bergelatin yang mengandung skeleton dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini berfungsi seperti jaringan ikat pada metazoa lainnya. Skeleton spons demospongia terbentuk dari spikula bersilika dan serat protein spongin. Materi inilah yang membentuk dan menyokong bangun tubuh spons. Spikula spons memiliki jenis yang beragam, sehingga dijadikan dasar untuk identifikasi spons. Secara umum, spikula terbagi menjadi megascleres (spikula berukuran besar dan merupakan elemen penyokong utama dalam skeleton) dan microscleres

(spikula berukuran kecil). Spikula berada di dalam mesohyl, namun sering juga ditemukan pada lapisan pinacoderm. Sementara itu, serat spongin merupakan serat protein yang menyerupai kolagen. Spons dengan serat spongin yang berlimpah, biasanya memiliki morfologi yang keras dan padat (kasar). Selain itu, pada banyak spesies, seringkali sebagian atau keseluruhan spikula bersilika ditutupi oleh serat spongin ini, sehingga menjadi lebih kaku.

Sel-sel amoeboid dapat ditemukan pada mesohyl, dan tersusun dari beberapa jenis sel. Archaeocyt adalah sel berukuran besar dengan nukleus yang besar pula. Sel ini merupakan sel fagositosis dan berperan dalam digesti makanan. Sel ini juga bersifat totipotent (dapat berubah fungsi), sehingga dapat berubah fungsi menjadi sel lain yang dibutuhkan oleh spons. Sel-sel tetap yang disebut dengan collencytes, berfungsi mensekresikan jaringan kolagen yang menyebar pada dinding tubuh spons.

Spikula pembentuk skeleton dihasilkan oleh sel-sel sclerocyte yang bersifat amoeboid. Sementara jaringan spongin merupakan hasil sekresi sel-sel spongocytes.

Choanocytes, adalah lapisan sel yang terdapat pada bagian dalam mesohyl, sejajar dengan spongocoel. Sel ini memiliki struktur yang menyerupai protozoa choanoflagelata. Choanocyte berbentuk bulat, dengan satu ujungnya terhubung ke mesohyl. Sisi berlawanan dengan bagian tersebut memiliki flagella yang dikelilingi oleh mikrovilli. Sel choanocyte berperan dalam pergerakan air dalam tubuh spons dan untuk menyediakan makanan (Rupert & Barnes 1994). Gambar 1 menunjukkan struktur organisasi sel-sel penyusun tubuh spons.

Gambar 1 Struktur organisasi tubuh spons (sumber: www.maricopa.edu)

Selain sel-sel yang telah disebutkan di atas, spons juga bersimbiosis dengan beberapa mikroorganisme, seperti bakteri. Menurut Friedrich et al. (2001, diacu dalam Thakur & Mϋller 2004), diperkirakan sekitar 40% biomassa beberapa spons disusun oleh komunitas bakteri. Bakteri-bakteri tersebut merupakan simbion dalam tubuh spons. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa simbion-simbion tersebut memiliki peranan dalam produksi senyawa bioaktif yang berfungsi dalam adaptasi ekologi spons (Faulkner et al. 1994; Kobayashi & Kitagawa 1994; Guyot 2000; Proksch et al. 2003; Rahe 2004; Thakur & Mϋller 2004; dan Zheng et al. 2004).

Proses interaksi antara spons dan mikroba simbionnya belum sepenuhnya diketahui. Beberapa teori mengemukakan bahwa proses rekrutmen mikroba simbion dilakukan spons pada saat proses filter feeder, dan masuk ke dalam mesohyl. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa selain mikroba episimbion yang melekat pada bagian permukaan spons selama masa pertumbuhan (Carpenter 2002; Chelossi et al. 2004), beberapa bakteri dan khamir (fungi) diturunkan secara genetis dalam tubuh spons (Maldonado et al. 2005; Oren et al. 2005; Steindler et al. 2005). Mikroba simbion spons, selain berperan dalam produksi senyawa bioaktif, juga memiliki peran menjaga kestabilan pertumbuhan dan kesehatan spons. Simbion-simbion tersebut memiliki peran penting dalam penyediaan energi dan nutrisi (Carpenter 2002; Steindler 2002,2005), menghambat mikroba patogen (Faulkner et al. 1994), serta sebagai pelindung terhadap radiasi sinar uv dan penghasil enzim antioksidan (Steindler 2002).

Gambar 2 Spons laut Aaptos aaptos.

Spons Aaptos aaptos dapat ditemukan di Kepulauan Seribu, yaitu di Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka, yang memiliki kondisi lingkungan yang cukup berbeda (IPB 2005). Spons ini termasuk ke dalam famili Suberitidae, Schmidt 1870, dengan morfologi yang masif. Spons genus Aaptos Gray,1867 (diacu dalam Hooper 2000), memiliki morfologi yang berbentuk

spherical/subspherical (bundar/agak bundar), soliter, dengan permukaan yang halus atau berserabut, dan skeleton radial. Saluran spikula pada spons genus ini mengarah keluar dari bagian tengah spons secara bervariasi. Korteksnya yang tipis mengandung kolagen, barisan dua jenis spikula berukuran kecil, dan spikula berukuran sedang pada bagian saluran ektosomal plumose. Spikula primer spons genus Aaptos biasanya berupa strongyloxea, spikula yang berukuran sedang berbentuk lurus atau melengkung atau subtylostyle, sementara spikula ektosomal dapat berupa style, subtylostyle, dan/atau tylostyle yang lebih kecil. Pada beberapa spesies dapat juga ditemukan oxea (Kelly- Borges & Bergquist 1994, diacu dalam Hooper 2000).

Gambar 3 Spons laut Petrosia sp., berbentuk lembaran: (a) melekat pada substrat karang; (b) dengan makrofauna pada permukaannya (berwarna putih).

Spons Petrosia sp. juga dapat ditemukan di Kepulauan Seribu, antara lain di Pulau Pramuka dan Pulau Pari (IPB 2005). Spons ini termasuk ke dalam famili yang sama dengan Xestospongia, yaitu Petrosiidae, Van Soest 1980. Skeleton ektosomal spesies ini berupa potongan spikula yang seragam (isotropic), dengan skeleton choanosomal yang tersusun atas saluran spikula yang padat dan terikat dengan sedikit spongin, sehingga membentuk tekstur yang keras. Spesies ini memiliki sekitar 2 jenis ukuran oxeote atau spikula strongylote (Bergquist & Warne 1980; van Soest 1980, diacu dalam Hooper 2000). Skema taksonomi spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penelitian yang dilakukan Susanna (2006) menunjukkan bahwa kedua jenis spons (Aaptos aaptos dan Petrosia sp.) memiliki jumlah dan kelimpahan jenis yang semakin meningkat seiring bertambahnya kedalaman. Hal ini dikatakan terkait dengan kondisi lingkungan perairan yang semakin kondusif seiring bertambahnya kedalaman. Susanna (2006) juga menyatakan bahwa spons jenis Aaptos aaptos (yang diidentifikasi awal sebagai Xestospongia sp.2) dan Petrosia sp. merupakan jenis yang dominan ditemukan pada perairan Kepulauan Seribu (P. Lancang, P. Pari dan P. Pramuka).

Metabolit Sekunder

Secara ekologis, spons terdapat pada beragam kondisi habitat. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme adaptasi spons, yang merupakan hewan sederhana, terhadap kondisi lingkungan habitat. Penelitian- penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa spons memiliki pertahanan diri secara kimiawi (metabolit sekunder). Senyawa-senyawa kimiawi tersebut bermanfaat untuk mempertahankan diri dari tekanan kompetitor, reaksi antagonisme, infeksi maupun predasi oleh organisme laut lainnya.

Spons menghasilkan dua jenis metabolit selama masa pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan dalam proses-proses metabolisme esensial bagi organisme. Produksi metabolit ini hampir serupa pada semua organisme, melibatkan proses anabolisme dan katabolisme, contohnya lintasan pembentukan glukosa. Sementara itu, metabolisme sekunder adalah komponen senyawa yang diproduksi pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi spesies atau strategi adaptasi terhadap

lingkungan(Torssell 1983). Karakteristik senyawa metabolit sekunder adalah (Crueger & Crueger 1982; Madigan et al. 2000):

a. Masing-masing senyawa metabolit sekunder dihasilkan oleh beberapa organisme tertentu saja.

b. Metabolit sekunder bukanlah merupakan senyawa yang esensial bagi pertumbuhan dan reproduksi.

c. Pembentukan senyawa metabolit sekunder sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan organisme.

d. Beberapa senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan organisme merupakan kelompok senyawa yang berkerabat (memiliki kesamaan struktur).

e. Beberapa organisme membentuk berbagai substansi yang berbeda sebagai metabolit sekundernya.

f. Regulasi biosintesis metabolit sekunder sangat berbeda dengan metabolit primer.

g. Produksi metabolit sekunder seringkali dapat terjadi secara berlebihan jika terkait dengan produksi metabolit primer.

h. Produk metabolit sekunder dapat berasal dari hasil samping produk metabolit primer, atau disebut juga berasal dari beberapa produk intermedia yang terakumulasi selama metabolisme primer.

Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spons memiliki keragaman yang sangat tinggi. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah derivat asam amino, dan nukleosida hingga makrolida, porphyrine, terpenoid hingga ikatan alifatik peroksida, dan sterol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spons kaya akan terpenoid dan steroid, yang diduga berfungsi sebagai antipredasi dan kontrol terhadap kompetisi ruang serta pertumbuhan epibion yang berlebih (Bakus et al.1986, diacu dalam Thakur & Müller 2004).

Produk Alami dan Mikroba Simbion Spons

Kategori Produk Alam Laut

Produk alam laut dikelompokkan atas: (1) sumber biokimia yang mudah untuk mendapatkan dalam jumlah yang besar dan barangkali dapat dirubah ke bahan-bahan yang lebih berharga; (2) senyawa bioaktif yang termasuk (a) senyawa antimikroba, (b) senyawa aktif secara fisiologi (sinyal kimia) (c)

senyawa aktif secara farmakologi dan (d) senyawa sitotoksik dan antitumor; (3) Racun laut (Kobayashi & Rachmaniar 1998).

Senyawa Bioaktif Spons

Selama beberapa abad (sejak dua abad yang lalu) telah diketahui bahwa spons memiliki potensi bioaktif yang besar. Richter pada tahun 1907 (diacu dalam Thakur & Müller 2004) menemukan bahwa spons mandi yang dibakar ditemukan senyawa iodine. Sementara yang pertama kali mencari produk senyawa alami spons secara sistematis adalah Bergman dan Fenney (1951, diacu dalam Thakur & Müller 2004), yang berhasil mengisolasi 3 nukleosida dari spons Karibia Chryptotethya crypta Laubenfels, 1949. Sejak itu bermacam senyawa obat-obatan telah ditemukan dari produk alami spons atau pun analognya. Tabel 1 menunjukkan beragam senyawa bioaktif yang telah ditemukan dari spons.

Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis: Discodermia kiiensis, Cliona celata, Lanthella basta, Lanthella crardis, Psammaplysila purpurea, Agelas sceptrum, Phakelia flabellata. Senyawa antijamur telah diisolasi dari spons laut jenis: Jaspis sp., Jaspis johnstoni, Geodia sp. Senyawa anti tumor/anti kanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina fistularis, A. aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis: Cryptotethya crypta, Ircinia variabilis. Senyawa sitotoksik diisolasi dari spons laut jenis:

Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis, Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, Ircinia sp. Senyawa antienzim tertentu telah diisolasi dari spons laut jenis: Psammaplysilla purea (Ireland et al.

1989; Munro et al. 1989).

Spons juga diketahui memiliki mikroba simbion yang berasosiasi dalam jumlah yang sangat besar. Mikroba ini diketahui hidup di permukaan tubuh dan dalam matriks tubuh spons. Pada proses pengambilan makanan, mikroba dari lingkungan perairan sekitarnya ikut tersaring dan masuk ke dalam tubuh spons. Diduga sebagian besar mikroba ini tetap hidup dalam tubuh spons tersebut. Dugaan ini diperkuat oleh fenomena bahwa kepadatan mikroba simbion berubah seiring variasi perubahan lingkungan (Thakur 2001, diacu dalam Thakur & Müller 2004). Jumlah mikroba simbion yang berasosiasi dengan spons diperkirakan mencapai 40% biomassa spons. Oleh karena itu, beberapa penelitian berusaha membuktikan bahwa senyawa aktif dan antimikroba yang dihasilkan oleh spons juga merupakan hasil metabolisme mikroba simbion pada

spons. Beberapa senyawa bioaktif spons yang diketahui dihasilkan oleh mikroba simbion adalah senyawa norharman (senyawa β-carboline dari kelompok alkaloid), yang memiliki aktivitas antibakterial, dari bakteri simbion pada spons

Hymeniacidon perleve (Zheng et al. 2004), senyawa decalactone baru dari fungi

Dokumen terkait