• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos Dan Petrosia sp. Dari Lokasi Yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos Dan Petrosia sp. Dari Lokasi Yang Berbeda"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

PENAPISAN SENYAWA BIOAKTIF SPONS Aaptos

aaptos DAN Petrosia sp. DARI LOKASI YANG

BERBEDA

MEUTIA SAMIRA ISMET

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. dari Lokasi yang Berbeda adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2007

Meutia Samira Ismet

(3)

ABSTRAK

MEUTIA SAMIRA ISMET. Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. dari Lokasi yang Berbeda. Dibimbing oleh Dedi Soedharma dan Hefni Effendi.

Spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. diketahui memiliki potensi bioaktivitas yang tinggi. Perbedaan habitat spons dapat berpengaruh terhadap potensi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penapisan senyawa bioaktif kedua jenis spons tersebut, menganalisa kandungan senyawa ekstrak kasar spons dan bioaktivitas antibakteri masing-masing senyawa, melihat pengaruh lingkungan terhadap aktivitas senyawa, serta melihat kaitan biomassa sel spons dan isolat bakteri terhadap bioaktivitas senyawa ekstrak kasar kedua jenis spons tersebut.

Sampel spons diambil dari dua lokasi (Barat dan Selatan P. Pari) dengan kondisi substrat yang berbeda, yaitu pasir berlumpur dan karang. Bioaktivitas sampel spons dianalisa dengan metode difusi agar terhadap Escheria coli,

Staphylococcus aureus, dan Aeromonas hydrophilla (Ah), serta uji toksisitas terhadap Artemia salina (As). Kandungan senyawa ekstrak kasar kedua spons difraksinasi dan dianalisa menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (TLC). Aktivitas antibakteri kandungan senyawa hasil TLC dianalisa dengan metode bioautografi terhadap (Ah). Penentuan biomassa dan struktur sel spons dilakukan dengan pengamatan histologi dan pemisahan fraksi sel menggunakan sentrifugasi. Analisa data dilakukan secara deskriptif (kualitatif) untuk menapis senyawa bioaktif kedua jenis spons, melihat pengaruh lingkungan dan kaitan biomassa serta isolat bakteri simbion terhadap bioaktivitas senyawa ekstrak kasar kedua jenis spons. Analisa korelatif dilakukan untuk melihat hubungan antara bioaktivitas antibakteri dan toksisitas terhadap (As)senyawa ekstrak kasar spons

Aaptos aaptos dan Petrosia sp.

Tingkat bioaktivitas kedua jenis spons yang berasal dari alam memiliki kisaran yang beragam untuk tiap habitat pada masing-masing lokasi pengambilan sampel. Sampel hasil transplantasi spons Aaptos aaptos memiliki tingkat bioaktivitas yang cenderung sama, semetara spons Petrosia sp. hasil transplantasi menunjukkan tingkat bioaktivitas yang tidak seragam. Tidak terdapat korelasi antara tingkat bioaktivitas antibakteri senyawa ekstrak kasar spons dengan toksisitasnya terhadap (As).

Hasil Kromatografi Lapis Tipis (TLC), di bawah sinar uv pada 254 dan 365 nm, terhadap kedua jenis spons menunjukkan bahwa fraksi organik Aaptos aaptos mengandung 6 senyawa yang terpisah. Sementara hasil TLC pada spons

Petrosia sp. menunjukkan bahwa fraksi organiknya mengandung 3 senyawa terpisah, dan 4 senyawa dari fraksi semi organik.

(4)

ABSTRACT

MEUTIA SAMIRA ISMET. Screening of Bioactive Compounds of Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. Sponges from Different Location. Supervised by Dedi Soedharma dan Hefni Effendi.

Aaptos aaptos and Petrosia sp. sponges are known for their high potential of bioactive compounds. Differences in sponge habitat may influence the sponge bioactivity. The objectives of this research were to screen the bioactive compound of those two sponges species, to analyze sponge raw extract compounds and the antibacterial activity of bioactive compounds, to determine the environmental effect on sponges bioactivity, and to observe the correlation of sponge’s cell biomass and bacteria-associated isolates on sponges raw extracts bioactivity.

Sponge samples were taken from two locations (West- and South- side of Pari Island) with different substrate condition (muddy-sand and rubble). Sponges bioactivity was analyzed using agar diffusion method against Escherichia coli; Staphylococcus aureus; and Aeromonas hydrophylla; meanwhile the toxicity was examined against the Artemia salina. The compound of both sponges raw extract was fractionated and analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC). Antibacterial activity of TLC results of raw compounds was analyzed using bioautography method against Aeromonas hydrophilla. Sponges cell biomass and cell structure determinations used histological observation and centrifugal cell fractionation. Data analyses were done qualitatively (descriptive) on both sponges bioactive compound screening, to determine the environmental effects and correlation of sponges biomass and bacteria-associated isolates on sponges raw extract bioactivity. Whilst the Correlation Analysis was done to examine the correlation between antibacteria and toxicity bioactivity of both sponges raw extract.

The Aaptos aaptos and Petrosia sp. from natural habitat denoted a varied range of bioactivity for each habitat in different location (West- and South- side of Pari Island). Transplanted samples of Aaptos aaptos showed relative similar bioactivity, which was contrary with the transplanted Petrosia sp. There was no correlation between antibacterial bioactivity and toxicity of the sponge raw extract.

TLC results, under uv light (254 and 365 nm), pointed out that the organic fraction of Aaptos aaptos produced 6 different compounds; whilst there were only 3 different compounds from the Petrosia sp. organic fraction and 4 compounds from its semi-organic fraction.

Aaptos aaptos has soft body, with skeleton-forming fraction up to 55.9%, sponge cell 14.2%, and bacterial fraction 29.9%. It also contains 8 identified symbiotic-bacterial isolates: Bacillus sp. (3 isolates), Staphylococcus sp.,

Acinetobacter haemolyticus (2 isolates), Xenorhabdus nemathophillus, dan Vibrio algynolyticus. Meanwhile, Petrosia sp. sponge has rigid body with dominant skeleton-forming fraction (68.6%), hence, it has a lesser amount of sponge cell and bacterial fraction (19.7 % and 11.7%). There were no symbiotic-bacteria isolated from Petrosia sp. Nevertheless, two unidentified fungi-associated sponge were isolated from this sponge. It was concluded that sponges morphology and symbiotic-bacteria could influence sponges bioactive compounds and its activity, as well as the sponges’ habitat.

(5)

PENAPISAN SENYAWA BIOAKTIF SPONS Aaptos

aaptos DAN Petrosia sp. DARI LOKASI YANG

BERBEDA

MEUTIA SAMIRA ISMET

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Penelitian : Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos dan

Petrosia sp. dari Lokasi yang Berbeda Nama Mahasiswa : Meutia Samira Ismet

NRP : C651040131

Program Studi : Ilmu Kelautan (IKL)

Menyetujui,

Komisi Pembimbing,

Prof. Ir. Dr. Dedi Soedharma, DEA. Dr. Ir. Hefni Effendi, MPhil.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Djisman Manurung, MSc. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(7)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu proses penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain:

1. Komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Dr. Ir. Hefni

Effendi, Mphil., yang telah memberi banyak masukan pada kegiatan

penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Dr. Ir.Yulin Lestari, sebagai penguji luar komisi.

3. Proyek Hibah Pasca VII, yang diketuai Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA,

yang telah menyediakan sebagian dana untuk penelitian yang penulis

lakukan dan penyedia fasilitas penelitian, yaitu Lab. Mikrobiologi dan Lab.

Lingkungan PPLH-IPB, Lab. Mikrobiologi-Departemen Biologi IPB, Lab.

Kimia Analitik – Departemen Kimia IPB, Lab. Mikrobiologi dan Biokimia

serta Lab. Mikrobiologi dan Bioteknologi Pusat Studi Ilmu Hayat dan

Bioteknologi (PSIHB)-IPB

4. Laboran dan staf laboratorium (Mbak Heni, Pak Iwa, Bu Ika, staf

Lab.Lingkungan-PPLH dan Kimia Analitik- Dept. Kimia IPB) serta kepada

tim mahasiswa peneliti Hibah Pasca VII yang telah banyak membantu

dalam penelitian ini.

5. Abu, mama, adi dan mami Lisdar sekeluarga, bunda Mar, om Adek dan

keluarga besar atas doa, kasih sayang dan dukungannya.

6. Rekan-rekan sepenelitian (terutama Ubun dan Mbak Niet) dan

teman-teman IKL angkatan 2004 atas dukungannya, terutama kepada Iwan dan

Denti yang telah membantu dalam penelitian ini, juga kepada

teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas keceriaan dan

semangatnya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah

ini. Namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Bogor, April 2007

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kairo pada tanggal 25 Maret 1980, merupakan anak

pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan Ismet Yunus dan Asmawita

A.Manaf.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains dari Departemen

Biologi-Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2003. Kemudian masuk sebagai mahasiswa

Magister Sains di Sekolah Pasca – Sarjana IPB, program studi Ilmu Kelautan

pada tahun 2004. Selain itu, penulis juga bekerja sebagai Asisten Dosen dan

terdaftar sebagai staf Honorer laboratorium Biologi Laut, Departemen Ilmu dan

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Spons ... 4

Metabolit Sekunder ... 9

Produk Alami dan Mikroba Simbion Spons ... 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Kerja ... 17

Diagram Alir Penelitian ... 22

HASIL PENELITIAN Bioaktivitas Senyawa Ekstrak Kasar dan Pengaruh Lingkungan ... 23

Analisa Kandungan dan Aktivitas Antimikrob Fraksi Senyawa Ekstrak Kasar Spons ... 29

Bakteri Simbion dan Biomassa Sel Spons ... 33

PEMBAHASAN Bioaktivitas Senyawa Ektrak Kasar Dan Pengaruh Lingkungan ... 38

Kandungan dan Aktivitas Antimikrob Fraksi Senyawa Ekstrak Kasar Spons ... 42

Bakteri Simbion dan Biomassa Sel Spons ... 46

KESIMPULAN ... 53

SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut ... 12

2 Bioaktivitas senyawa ekstrak kasar spons Aaptos aaptos

terhadap beberapa organisme target ... 24

3 Bioaktivitas senyawa ekstrak kasar spons Petrosia sp.

terhadap beberapa organisme target ... 26

4 Nilai parameter lingkungan di kedua lokasi pengambilan

sampel beserta baku mutunya ... 28

5 Nilai rendemen ekstrak kasar spons Aaptos aaptos dan

Petrosia sp. dari bagian Barat dan Selatan P.Pari ... 29 6 Nilai Rf kandungan senyawa ekstrak kasar hasil fraksinasi

di bawah sinar uv (254 dan 365 nm) ... 31

7 Morfologi bakteri simbion yang berhasil diisolasi

(11)

PENAPISAN SENYAWA BIOAKTIF SPONS Aaptos

aaptos DAN Petrosia sp. DARI LOKASI YANG

BERBEDA

MEUTIA SAMIRA ISMET

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. dari Lokasi yang Berbeda adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2007

Meutia Samira Ismet

(13)

ABSTRAK

MEUTIA SAMIRA ISMET. Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. dari Lokasi yang Berbeda. Dibimbing oleh Dedi Soedharma dan Hefni Effendi.

Spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. diketahui memiliki potensi bioaktivitas yang tinggi. Perbedaan habitat spons dapat berpengaruh terhadap potensi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penapisan senyawa bioaktif kedua jenis spons tersebut, menganalisa kandungan senyawa ekstrak kasar spons dan bioaktivitas antibakteri masing-masing senyawa, melihat pengaruh lingkungan terhadap aktivitas senyawa, serta melihat kaitan biomassa sel spons dan isolat bakteri terhadap bioaktivitas senyawa ekstrak kasar kedua jenis spons tersebut.

Sampel spons diambil dari dua lokasi (Barat dan Selatan P. Pari) dengan kondisi substrat yang berbeda, yaitu pasir berlumpur dan karang. Bioaktivitas sampel spons dianalisa dengan metode difusi agar terhadap Escheria coli,

Staphylococcus aureus, dan Aeromonas hydrophilla (Ah), serta uji toksisitas terhadap Artemia salina (As). Kandungan senyawa ekstrak kasar kedua spons difraksinasi dan dianalisa menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (TLC). Aktivitas antibakteri kandungan senyawa hasil TLC dianalisa dengan metode bioautografi terhadap (Ah). Penentuan biomassa dan struktur sel spons dilakukan dengan pengamatan histologi dan pemisahan fraksi sel menggunakan sentrifugasi. Analisa data dilakukan secara deskriptif (kualitatif) untuk menapis senyawa bioaktif kedua jenis spons, melihat pengaruh lingkungan dan kaitan biomassa serta isolat bakteri simbion terhadap bioaktivitas senyawa ekstrak kasar kedua jenis spons. Analisa korelatif dilakukan untuk melihat hubungan antara bioaktivitas antibakteri dan toksisitas terhadap (As)senyawa ekstrak kasar spons

Aaptos aaptos dan Petrosia sp.

Tingkat bioaktivitas kedua jenis spons yang berasal dari alam memiliki kisaran yang beragam untuk tiap habitat pada masing-masing lokasi pengambilan sampel. Sampel hasil transplantasi spons Aaptos aaptos memiliki tingkat bioaktivitas yang cenderung sama, semetara spons Petrosia sp. hasil transplantasi menunjukkan tingkat bioaktivitas yang tidak seragam. Tidak terdapat korelasi antara tingkat bioaktivitas antibakteri senyawa ekstrak kasar spons dengan toksisitasnya terhadap (As).

Hasil Kromatografi Lapis Tipis (TLC), di bawah sinar uv pada 254 dan 365 nm, terhadap kedua jenis spons menunjukkan bahwa fraksi organik Aaptos aaptos mengandung 6 senyawa yang terpisah. Sementara hasil TLC pada spons

Petrosia sp. menunjukkan bahwa fraksi organiknya mengandung 3 senyawa terpisah, dan 4 senyawa dari fraksi semi organik.

(14)

ABSTRACT

MEUTIA SAMIRA ISMET. Screening of Bioactive Compounds of Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. Sponges from Different Location. Supervised by Dedi Soedharma dan Hefni Effendi.

Aaptos aaptos and Petrosia sp. sponges are known for their high potential of bioactive compounds. Differences in sponge habitat may influence the sponge bioactivity. The objectives of this research were to screen the bioactive compound of those two sponges species, to analyze sponge raw extract compounds and the antibacterial activity of bioactive compounds, to determine the environmental effect on sponges bioactivity, and to observe the correlation of sponge’s cell biomass and bacteria-associated isolates on sponges raw extracts bioactivity.

Sponge samples were taken from two locations (West- and South- side of Pari Island) with different substrate condition (muddy-sand and rubble). Sponges bioactivity was analyzed using agar diffusion method against Escherichia coli; Staphylococcus aureus; and Aeromonas hydrophylla; meanwhile the toxicity was examined against the Artemia salina. The compound of both sponges raw extract was fractionated and analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC). Antibacterial activity of TLC results of raw compounds was analyzed using bioautography method against Aeromonas hydrophilla. Sponges cell biomass and cell structure determinations used histological observation and centrifugal cell fractionation. Data analyses were done qualitatively (descriptive) on both sponges bioactive compound screening, to determine the environmental effects and correlation of sponges biomass and bacteria-associated isolates on sponges raw extract bioactivity. Whilst the Correlation Analysis was done to examine the correlation between antibacteria and toxicity bioactivity of both sponges raw extract.

The Aaptos aaptos and Petrosia sp. from natural habitat denoted a varied range of bioactivity for each habitat in different location (West- and South- side of Pari Island). Transplanted samples of Aaptos aaptos showed relative similar bioactivity, which was contrary with the transplanted Petrosia sp. There was no correlation between antibacterial bioactivity and toxicity of the sponge raw extract.

TLC results, under uv light (254 and 365 nm), pointed out that the organic fraction of Aaptos aaptos produced 6 different compounds; whilst there were only 3 different compounds from the Petrosia sp. organic fraction and 4 compounds from its semi-organic fraction.

Aaptos aaptos has soft body, with skeleton-forming fraction up to 55.9%, sponge cell 14.2%, and bacterial fraction 29.9%. It also contains 8 identified symbiotic-bacterial isolates: Bacillus sp. (3 isolates), Staphylococcus sp.,

Acinetobacter haemolyticus (2 isolates), Xenorhabdus nemathophillus, dan Vibrio algynolyticus. Meanwhile, Petrosia sp. sponge has rigid body with dominant skeleton-forming fraction (68.6%), hence, it has a lesser amount of sponge cell and bacterial fraction (19.7 % and 11.7%). There were no symbiotic-bacteria isolated from Petrosia sp. Nevertheless, two unidentified fungi-associated sponge were isolated from this sponge. It was concluded that sponges morphology and symbiotic-bacteria could influence sponges bioactive compounds and its activity, as well as the sponges’ habitat.

(15)

PENAPISAN SENYAWA BIOAKTIF SPONS Aaptos

aaptos DAN Petrosia sp. DARI LOKASI YANG

BERBEDA

MEUTIA SAMIRA ISMET

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Penelitian : Penapisan Senyawa Bioaktif Spons Aaptos aaptos dan

Petrosia sp. dari Lokasi yang Berbeda Nama Mahasiswa : Meutia Samira Ismet

NRP : C651040131

Program Studi : Ilmu Kelautan (IKL)

Menyetujui,

Komisi Pembimbing,

Prof. Ir. Dr. Dedi Soedharma, DEA. Dr. Ir. Hefni Effendi, MPhil.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Djisman Manurung, MSc. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(17)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu proses penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain:

1. Komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Dr. Ir. Hefni

Effendi, Mphil., yang telah memberi banyak masukan pada kegiatan

penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Dr. Ir.Yulin Lestari, sebagai penguji luar komisi.

3. Proyek Hibah Pasca VII, yang diketuai Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA,

yang telah menyediakan sebagian dana untuk penelitian yang penulis

lakukan dan penyedia fasilitas penelitian, yaitu Lab. Mikrobiologi dan Lab.

Lingkungan PPLH-IPB, Lab. Mikrobiologi-Departemen Biologi IPB, Lab.

Kimia Analitik – Departemen Kimia IPB, Lab. Mikrobiologi dan Biokimia

serta Lab. Mikrobiologi dan Bioteknologi Pusat Studi Ilmu Hayat dan

Bioteknologi (PSIHB)-IPB

4. Laboran dan staf laboratorium (Mbak Heni, Pak Iwa, Bu Ika, staf

Lab.Lingkungan-PPLH dan Kimia Analitik- Dept. Kimia IPB) serta kepada

tim mahasiswa peneliti Hibah Pasca VII yang telah banyak membantu

dalam penelitian ini.

5. Abu, mama, adi dan mami Lisdar sekeluarga, bunda Mar, om Adek dan

keluarga besar atas doa, kasih sayang dan dukungannya.

6. Rekan-rekan sepenelitian (terutama Ubun dan Mbak Niet) dan

teman-teman IKL angkatan 2004 atas dukungannya, terutama kepada Iwan dan

Denti yang telah membantu dalam penelitian ini, juga kepada

teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas keceriaan dan

semangatnya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah

ini. Namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Bogor, April 2007

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kairo pada tanggal 25 Maret 1980, merupakan anak

pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan Ismet Yunus dan Asmawita

A.Manaf.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains dari Departemen

Biologi-Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2003. Kemudian masuk sebagai mahasiswa

Magister Sains di Sekolah Pasca – Sarjana IPB, program studi Ilmu Kelautan

pada tahun 2004. Selain itu, penulis juga bekerja sebagai Asisten Dosen dan

terdaftar sebagai staf Honorer laboratorium Biologi Laut, Departemen Ilmu dan

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Spons ... 4

Metabolit Sekunder ... 9

Produk Alami dan Mikroba Simbion Spons ... 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Kerja ... 17

Diagram Alir Penelitian ... 22

HASIL PENELITIAN Bioaktivitas Senyawa Ekstrak Kasar dan Pengaruh Lingkungan ... 23

Analisa Kandungan dan Aktivitas Antimikrob Fraksi Senyawa Ekstrak Kasar Spons ... 29

Bakteri Simbion dan Biomassa Sel Spons ... 33

PEMBAHASAN Bioaktivitas Senyawa Ektrak Kasar Dan Pengaruh Lingkungan ... 38

Kandungan dan Aktivitas Antimikrob Fraksi Senyawa Ekstrak Kasar Spons ... 42

Bakteri Simbion dan Biomassa Sel Spons ... 46

KESIMPULAN ... 53

SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut ... 12

2 Bioaktivitas senyawa ekstrak kasar spons Aaptos aaptos

terhadap beberapa organisme target ... 24

3 Bioaktivitas senyawa ekstrak kasar spons Petrosia sp.

terhadap beberapa organisme target ... 26

4 Nilai parameter lingkungan di kedua lokasi pengambilan

sampel beserta baku mutunya ... 28

5 Nilai rendemen ekstrak kasar spons Aaptos aaptos dan

Petrosia sp. dari bagian Barat dan Selatan P.Pari ... 29 6 Nilai Rf kandungan senyawa ekstrak kasar hasil fraksinasi

di bawah sinar uv (254 dan 365 nm) ... 31

7 Morfologi bakteri simbion yang berhasil diisolasi

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur organisasi tubuh spons ... 7

2 Spons laut Aaptos aaptos ... 8

3 Spons laut Petrosia sp. ... 8

4 Diagram alir penelitian ... 22

5 Bioaktivitas antibakteri senyawa ekstrak kasar spons Aaptos aaptos terhadap bakteri target ... 24

6 Toksisitas spons Aaptos aaptos terhadap Artemia salina ... 25

7 Bioaktivitas antibakteri senyawa ekstrak kasar spons Petrosia sp. terhadap bakteri target ... 27

8 Toksisitas spons Petrosia sp.terhadap Artemia salina ... 27

9 Fraksinasi ekstrak kasar spons ... 30

10 Hasil TLC spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. ... 31

11 Bioautografi fraksi organik spons Aaptos aaptos terhadap Aeromonas hydrophylla ... 32

12 Bioautografi fraksi organik spons Petrosia sp.terhadap Aeromonas hydrophylla ... 32

13 Bioautografi fraksi semi-organik spons Petrosia sp. terhadap Aeromonas hydrophylla ... 33

14 Isolat fungi simbion spons Petrosiasp. ... 34

15 Struktur sel spons Aaptos aaptos ... 35

16 Struktur sel spons Petrosia sp. ... 36

17 Distribusi fraksi sel spons setelahsentrifugasi ... 37

18 Alur penelitian dan pengembangan produk senyawa bioaktif dari spons ... 45

19 Peta Pulau Pari ... 66

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Struktur taksonomi spons Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. ... 66 2 Peta lokasi pengambilan sampel (Pulau Pari) ... 66

3 Sifat morfologi dan fisiologi bakteri simbion

yang berhasil diisolasi dari spons Aaptos aaptos... 67

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan dunia pengobatan yang semakin pesat telah memunculkan

beragam jenis obat-obatan baru. Penelitian untuk menemukan sumber metabolit

sekunder yang dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam jenis obat juga

terus dilakukan. Sejak satu dekade terakhir ini, perhatian dunia pengobatan mulai

terarah ke bermacam organisme laut sebagai sumber daya yang sangat

potensial. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa organisme laut memiliki

potensi yang sangat besar dalam menghasilkan senyawa-senyawa aktif yang

dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Beberapa organisme laut

yang diketahui dapat menghasilkan senyawa aktif antara lain adalah spons,

moluska, bryozoa, tunikata dan lain-lain. Organisme-organisme ini diketahui

dapat menghasilkan sejumlah besar produk laut yang bersifat alami, juga mampu

menunjukkan keragaman senyawa kimia yang sangat besar. Senyawa-senyawa

kimia yang diketahui dapat dihasilkan oleh organisme tersebut antara lain adalah

senyawa alkaloid, peptida, terpena, poliketida dan beragam senyawa lainnya.

Lebih jauh lagi, diketahui bahwa dari 13 produk alami laut (atau produk analog

yang dihasilkan darinya) merupakan senyawa obat-obatan jenis baru, dan bahwa

12 senyawa tersebut berasal dari invertebrata laut (Thakur & Müller 2004).

Spons adalah hewan metazoa multiseluler yang tergolong ke dalam filum

Porifera, yang memiliki perbedaan struktur dengan metazoan lainnya. Hal ini

disebabkan seluruh tubuh spons terbentuk dari sistem pori, saluran dan

ruang-ruang sehingga air dapat dengan mudah mengalir keluar dan masuk secara terus

menerus. Sebagian besar spons hidup di laut, hanya beberapa spesies saja yang

dapat hidup di air tawar (Kozloff 1990). Hewan ini mencari makan dengan

mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya secara

aktif (Romimohtarto & Juwana 1999). Spons terdiri dari 850 jenis, yang dapat

dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan

Hexactinellida. Spons juga diketahui memiliki ekologi habitat yang sangat luas.

Organisme sederhana ini diketahui dapat hidup pada kedalaman dan kondisi

perairan yang beragam. Para peneliti menemukan bahwa spons menghasilkan

metabolit sekunder sebagai mekanisme perlindungan diri. Penelitian juga

mengungkapkan bahwa metabolit sekunder ini tidak hanya berperan dalam

(24)

organisme terhadap lingkungannya (Thakur & Müller 2004). Adaptasi tersebut

dapat sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap predator, keadaan

lingkungan yang menuntut kompetisi akan nutrisi, maupun mekanisme

pertahanan terhadap kondisi lingkungan yang terpolusi limbah organik (Thakur &

Müller 2004).

Keragaman metabolit sekunder yang dihasilkan spons telah banyak diteliti

dan dimanfaatkan untuk menemukan senyawa-senyawa aktif yang berguna bagi

dunia pengobatan. Senyawa-senyawa tersebut dapat berupa turunan asam

amino dan nukleosida, makrolida, porphirine, terpenoid, gugus alifatik peroksida

dan sterol. Obat-obat yang diketahui dihasilkan oleh spons antara lain adalah

discodermolide, topsentin, manzamine A, plakortolide, dan berbagai senyawa

lainnya yang diketahui bersifat sebagai antikanker, antifungal, anti-inflamasi, anti

HIV, penghambat aktivitas enzim dan sifat-sifat lainnya (Higa et al. 1994; Kobayashi & Kitogawa 1994; Sennett et al. 2002; Proksch et al. 2003; Thakur & Müller 2004; Anonim 2005; Hadas et al. 2005; Zheng et al. 2005).

Perumusan Masalah

Perkembangan dunia pengobatan dan ilmu pengetahuan yang semakin

pesat memacu eksplorasi terhadap sumber senyawa bioaktif dari organisme laut.

Spons merupakan salah satu organisme laut yang memiliki banyak potensi

sebagai sumber senyawa bioaktif. Tingginya keragaman jenis spons dan masih

sedikitnya informasi yang tersedia mengenai potensi organisme ini, memacu

berbagai penelitian mengenai potensi yang dikandungnya, selain mengenai

reproduksi dan mekanisme hidup spons.

Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki tingkat keragaman

organisme laut yang tinggi, termasuk spons, mempunyai potensi yang sangat

besar untuk mengembangkan berbagai senyawa bioaktif. Hal ini telah disadari

oleh banyak peneliti, sehingga penelitian mengenai potensi spons Indonesia

semakin banyak dilakukan dewasa ini. Namun demikian, perbedaan kualitas

lingkungan perairan sebagai habitat organisme dapat mempengaruhi

metabolisme organisme tersebut, termasuk spons. Oleh karena itu, perlu

dilakukan suatu penelitian mengenai pengaruh lingkungan terhadap potensi

senyawa bioaktif yang dikandung oleh spons.

Penelitian awal yang pernah dilakukan oleh Tim Hibah Pasca (IPB 2005)

(25)

memiliki jumlah jenis dan kelimpahan spons yang tinggi. Spons yang ditemukan

dalam jumlah dan kelimpahan yang dominan diantaranya adalah Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. Penelitian yang dilakukan oleh Kardono (2006) dan Susanna (2006) juga menunjukkan bahwa kedua jenis spons ini memiliki kecenderungan

peningkatan jumlah dan kelimpahan seiring pertambahan kedalaman. Kedua

jenis spons ini juga memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Melakukan penapisan senyawa bioaktif dari spons Aaptos aaptos dan

Petrosia sp.

2. Menganalisa kandungan senyawa ekstrak kasar spons Aaptos aaptos

dan Petrosia sp. (fraksi organik dan semi organik), dan bioaktivitas antibakteri masing-masing senyawa

3. Melihat pengaruh perbedaan lingkungan terhadap tingkat bioaktivitas

(antimikroba dan toksisitas) senyawa dari spons jenis Aaptos aaptos dan

Petrosia sp.

4. Melihat kaitan biomassa sel spons dan isolat bakteri terhadap bioaktivitas

senyawa ekstrak kasar spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp.

Analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi senyawa yang dapat

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Spons

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri

dari tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Haywood &

Wells 1989; Sara 1992; Rachmaniar 1996; Romimohtarto & Juwana 1999),

sedangkan menurut Warren (1982), Kozloff (1990), Harrison dan De Vos (1991),

Pechenik (1991), Ruppert dan Barnes (1991), Filum Porifera terdiri dari empat

kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia.

Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut. Spons ini

mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari

kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang paling dominan di antara Porifera masa kini. Jenis ini tersebar luas

di alam, serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak. Mereka sering

berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit,

dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya

ada yang terdiri dari silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida

dan Verongida) spikulanya hanya terdiri serat spongin, serat kollagen atau tanpa

spikula. Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas. Mereka kebanyakan hidup

di laut dalam dan tersebar luas. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak

mengandung spongin (Warren 1982; Kozloff 1990; Brusca & Brusca 1990;

Ruppert & Barnes 1991; Romimohtarto & Juwana 1999). Kelas Sclerospongia

merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu

karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan

diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang kompleks yang

mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini dikelilingi oleh

jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh

atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren 1982; Kozloff

1990; Harrison & De Vos 1991; Pechenik 1991; Ruppert & Barnes 1991).

Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan

biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan

berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat.

Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau

(27)

tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memiliki

tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang

lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada

perairan yang dangkal (Bergquist 1978).

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis,

atau masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari

segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak

pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok spons lain

mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui

sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat beragam.

Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju,

seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis

berukuran sebesar kepala jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis

tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30.5 cm. Jenis-jenis spons tertentu nampak

berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya

(Romimohtarto & Juwana 1999).

Banyak spons berwarna putih atau abu-abu, tetapi lainnya berwarna

kuning, oranye, merah, atau hijau. Spons yang berwarna hijau biasanya

disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut zoochlorellae yang terdapat didalamnya (Romimohtarto & Juwana 1999). Warna spons tersebut sebagian

dipengaruhi oleh fotosintesa mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons umumnya

adalah cyanophyta (cyanobacteria dan eukariot alga seperti dinoflagellata atau

zooxanthella). Beberapa spons memiliki warna yang berbeda walaupun termasuk dalam jenis yang sama. Beberapa spons juga memiliki warna dalam tubuh yang

berbeda dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup di lingkungan yang

gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada

lingkungan yang cerah (Wilkinson 1980).

Secara umum spons terdiri dari beberapa jenis sel yang menyusun struktur

tubuh dan biomassanya. Sel-sel tersebut memiliki fungsi yang berperan dalam

organisasi tubuh spons. Dinding tubuh spons terorganisasi secara sederhana.

Lapisan luar dinding tubuh disusun oleh sel-sel pipih yang menyerupai sel epitel

pada hewan lain, yang disebut pinacocytes, membentuk lapisan pinacoderm. Perbedaan sel ini dengan sel epitel hewan lainnya adalah tidak adanya basal

lamina dan saluran interseluler, serta dapat berkontraksi atau menyusut,

(28)

menghasilkan material seksresi yang dapat melekatkan spons ke substratnya.

Pada dinding tubuh spons juga terdapat pori-pori yang dibentuk oleh porocyte, yaitu sel berbentuk cincin yang berkembang dari permukaan luar ke bagian

spongocoel. Sel-sel ini dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi. Pada bagian dalam pinacoderm terdapat mesohyl, yang terdiri dari matriks protein bergelatin yang mengandung skeleton dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini

berfungsi seperti jaringan ikat pada metazoa lainnya. Skeleton spons

demospongia terbentuk dari spikula bersilika dan serat protein spongin. Materi

inilah yang membentuk dan menyokong bangun tubuh spons. Spikula spons

memiliki jenis yang beragam, sehingga dijadikan dasar untuk identifikasi spons.

Secara umum, spikula terbagi menjadi megascleres (spikula berukuran besar dan merupakan elemen penyokong utama dalam skeleton) dan microscleres

(spikula berukuran kecil). Spikula berada di dalam mesohyl, namun sering juga

ditemukan pada lapisan pinacoderm. Sementara itu, serat spongin merupakan

serat protein yang menyerupai kolagen. Spons dengan serat spongin yang

berlimpah, biasanya memiliki morfologi yang keras dan padat (kasar). Selain itu,

pada banyak spesies, seringkali sebagian atau keseluruhan spikula bersilika

ditutupi oleh serat spongin ini, sehingga menjadi lebih kaku.

Sel-sel amoeboid dapat ditemukan pada mesohyl, dan tersusun dari

beberapa jenis sel. Archaeocyt adalah sel berukuran besar dengan nukleus yang besar pula. Sel ini merupakan sel fagositosis dan berperan dalam digesti

makanan. Sel ini juga bersifat totipotent (dapat berubah fungsi), sehingga dapat

berubah fungsi menjadi sel lain yang dibutuhkan oleh spons. Sel-sel tetap yang

disebut dengan collencytes, berfungsi mensekresikan jaringan kolagen yang menyebar pada dinding tubuh spons.

Spikula pembentuk skeleton dihasilkan oleh sel-sel sclerocyte yang bersifat

amoeboid. Sementara jaringan spongin merupakan hasil sekresi sel-sel

spongocytes.

Choanocytes, adalah lapisan sel yang terdapat pada bagian dalam

mesohyl, sejajar dengan spongocoel. Sel ini memiliki struktur yang menyerupai

protozoa choanoflagelata. Choanocyte berbentuk bulat, dengan satu ujungnya

terhubung ke mesohyl. Sisi berlawanan dengan bagian tersebut memiliki flagella

yang dikelilingi oleh mikrovilli. Sel choanocyte berperan dalam pergerakan air

dalam tubuh spons dan untuk menyediakan makanan (Rupert & Barnes 1994).

(29)

Gambar 1 Struktur organisasi tubuh spons (sumber: www.maricopa.edu)

Selain sel-sel yang telah disebutkan di atas, spons juga bersimbiosis

dengan beberapa mikroorganisme, seperti bakteri. Menurut Friedrich et al. (2001, diacu dalam Thakur & Mϋller 2004), diperkirakan sekitar 40% biomassa beberapa spons disusun oleh komunitas bakteri. Bakteri-bakteri tersebut

merupakan simbion dalam tubuh spons. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa simbion-simbion tersebut memiliki peranan dalam produksi senyawa

bioaktif yang berfungsi dalam adaptasi ekologi spons (Faulkner et al. 1994; Kobayashi & Kitagawa 1994; Guyot 2000; Proksch et al. 2003; Rahe 2004; Thakur & Mϋller 2004; dan Zheng et al. 2004).

Proses interaksi antara spons dan mikroba simbionnya belum sepenuhnya

diketahui. Beberapa teori mengemukakan bahwa proses rekrutmen mikroba

simbion dilakukan spons pada saat proses filter feeder, dan masuk ke dalam mesohyl. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa selain mikroba

episimbion yang melekat pada bagian permukaan spons selama masa

pertumbuhan (Carpenter 2002; Chelossi et al. 2004), beberapa bakteri dan khamir (fungi) diturunkan secara genetis dalam tubuh spons (Maldonado et al. 2005; Oren et al. 2005; Steindler et al. 2005). Mikroba simbion spons, selain berperan dalam produksi senyawa bioaktif, juga memiliki peran menjaga

kestabilan pertumbuhan dan kesehatan spons. Simbion-simbion tersebut

memiliki peran penting dalam penyediaan energi dan nutrisi (Carpenter 2002;

Steindler 2002,2005), menghambat mikroba patogen (Faulkner et al. 1994), serta sebagai pelindung terhadap radiasi sinar uv dan penghasil enzim antioksidan

(30)

Gambar 2 Spons laut Aaptos aaptos.

Spons Aaptos aaptos dapat ditemukan di Kepulauan Seribu, yaitu di Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka, yang memiliki kondisi lingkungan yang

cukup berbeda (IPB 2005). Spons ini termasuk ke dalam famili Suberitidae,

Schmidt 1870, dengan morfologi yang masif. Spons genus Aaptos Gray,1867 (diacu dalam Hooper 2000), memiliki morfologi yang berbentuk

spherical/subspherical (bundar/agak bundar), soliter, dengan permukaan yang halus atau berserabut, dan skeleton radial. Saluran spikula pada spons genus ini

mengarah keluar dari bagian tengah spons secara bervariasi. Korteksnya yang

tipis mengandung kolagen, barisan dua jenis spikula berukuran kecil, dan

spikula berukuran sedang pada bagian saluran ektosomal plumose. Spikula primer spons genus Aaptos biasanya berupa strongyloxea, spikula yang berukuran sedang berbentuk lurus atau melengkung atau subtylostyle,

sementara spikula ektosomal dapat berupa style, subtylostyle, dan/atau tylostyle

yang lebih kecil. Pada beberapa spesies dapat juga ditemukan oxea

[image:30.612.242.399.88.206.2]

(Kelly-Borges & Bergquist 1994, diacu dalam Hooper 2000).

Gambar 3 Spons laut Petrosia sp., berbentuk lembaran: (a) melekat pada substrat karang; (b) dengan makrofauna pada permukaannya (berwarna putih).

(31)

Spons Petrosia sp. juga dapat ditemukan di Kepulauan Seribu, antara lain di Pulau Pramuka dan Pulau Pari (IPB 2005). Spons ini termasuk ke dalam famili

yang sama dengan Xestospongia, yaitu Petrosiidae, Van Soest 1980. Skeleton ektosomal spesies ini berupa potongan spikula yang seragam (isotropic),

dengan skeleton choanosomal yang tersusun atas saluran spikula yang padat

dan terikat dengan sedikit spongin, sehingga membentuk tekstur yang keras.

Spesies ini memiliki sekitar 2 jenis ukuran oxeote atau spikula strongylote

(Bergquist & Warne 1980; van Soest 1980, diacu dalam Hooper 2000). Skema

taksonomi spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian yang dilakukan Susanna (2006) menunjukkan bahwa kedua

jenis spons (Aaptos aaptos dan Petrosia sp.) memiliki jumlah dan kelimpahan jenis yang semakin meningkat seiring bertambahnya kedalaman. Hal ini

dikatakan terkait dengan kondisi lingkungan perairan yang semakin kondusif

seiring bertambahnya kedalaman. Susanna (2006) juga menyatakan bahwa

spons jenis Aaptos aaptos (yang diidentifikasi awal sebagai Xestospongia sp.2) dan Petrosia sp. merupakan jenis yang dominan ditemukan pada perairan Kepulauan Seribu (P. Lancang, P. Pari dan P. Pramuka).

Metabolit Sekunder

Secara ekologis, spons terdapat pada beragam kondisi habitat. Ini

menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme adaptasi spons, yang

merupakan hewan sederhana, terhadap kondisi lingkungan habitat.

Penelitian-penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa spons memiliki pertahanan diri

secara kimiawi (metabolit sekunder). Senyawa-senyawa kimiawi tersebut

bermanfaat untuk mempertahankan diri dari tekanan kompetitor, reaksi

antagonisme, infeksi maupun predasi oleh organisme laut lainnya.

Spons menghasilkan dua jenis metabolit selama masa pertumbuhan dan

perkembangannya, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit

primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan

digunakan dalam proses-proses metabolisme esensial bagi organisme. Produksi

metabolit ini hampir serupa pada semua organisme, melibatkan proses

anabolisme dan katabolisme, contohnya lintasan pembentukan glukosa.

Sementara itu, metabolisme sekunder adalah komponen senyawa yang

diproduksi pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan

(32)

lingkungan(Torssell 1983). Karakteristik senyawa metabolit sekunder adalah

(Crueger & Crueger 1982; Madigan et al. 2000):

a. Masing-masing senyawa metabolit sekunder dihasilkan oleh beberapa

organisme tertentu saja.

b. Metabolit sekunder bukanlah merupakan senyawa yang esensial bagi

pertumbuhan dan reproduksi.

c. Pembentukan senyawa metabolit sekunder sangat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan organisme.

d. Beberapa senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan organisme

merupakan kelompok senyawa yang berkerabat (memiliki kesamaan

struktur).

e. Beberapa organisme membentuk berbagai substansi yang berbeda

sebagai metabolit sekundernya.

f. Regulasi biosintesis metabolit sekunder sangat berbeda dengan metabolit

primer.

g. Produksi metabolit sekunder seringkali dapat terjadi secara berlebihan jika

terkait dengan produksi metabolit primer.

h. Produk metabolit sekunder dapat berasal dari hasil samping produk

metabolit primer, atau disebut juga berasal dari beberapa produk

intermedia yang terakumulasi selama metabolisme primer.

Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spons memiliki keragaman yang

sangat tinggi. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah derivat asam amino,

dan nukleosida hingga makrolida, porphyrine, terpenoid hingga ikatan alifatik

peroksida, dan sterol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spons kaya akan

terpenoid dan steroid, yang diduga berfungsi sebagai antipredasi dan kontrol

terhadap kompetisi ruang serta pertumbuhan epibion yang berlebih (Bakus et al.1986, diacu dalam Thakur & Müller 2004).

Produk Alami dan Mikroba Simbion Spons

Kategori Produk Alam Laut

Produk alam laut dikelompokkan atas: (1) sumber biokimia yang mudah

untuk mendapatkan dalam jumlah yang besar dan barangkali dapat dirubah ke

bahan-bahan yang lebih berharga; (2) senyawa bioaktif yang termasuk (a)

(33)

senyawa aktif secara farmakologi dan (d) senyawa sitotoksik dan antitumor; (3)

Racun laut (Kobayashi & Rachmaniar 1998).

Senyawa Bioaktif Spons

Selama beberapa abad (sejak dua abad yang lalu) telah diketahui bahwa

spons memiliki potensi bioaktif yang besar. Richter pada tahun 1907 (diacu

dalam Thakur & Müller 2004) menemukan bahwa spons mandi yang dibakar

ditemukan senyawa iodine. Sementara yang pertama kali mencari produk

senyawa alami spons secara sistematis adalah Bergman dan Fenney (1951,

diacu dalam Thakur & Müller 2004), yang berhasil mengisolasi 3 nukleosida dari

spons Karibia Chryptotethya crypta Laubenfels, 1949. Sejak itu bermacam senyawa obat-obatan telah ditemukan dari produk alami spons atau pun

analognya. Tabel 1 menunjukkan beragam senyawa bioaktif yang telah

ditemukan dari spons.

Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis: Discodermia kiiensis, Cliona celata, Lanthella basta, Lanthella crardis, Psammaplysila purpurea, Agelas sceptrum, Phakelia flabellata. Senyawa antijamur telah diisolasi dari spons laut jenis: Jaspis sp., Jaspis johnstoni, Geodia sp. Senyawa anti tumor/anti kanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina fistularis, A. aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis: Cryptotethya crypta, Ircinia variabilis. Senyawa sitotoksik diisolasi dari spons laut jenis:

Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis, Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, Ircinia sp. Senyawa antienzim tertentu telah diisolasi dari spons laut jenis: Psammaplysilla purea (Ireland et al.

1989; Munro et al. 1989).

Spons juga diketahui memiliki mikroba simbion yang berasosiasi dalam

jumlah yang sangat besar. Mikroba ini diketahui hidup di permukaan tubuh dan

dalam matriks tubuh spons. Pada proses pengambilan makanan, mikroba dari

lingkungan perairan sekitarnya ikut tersaring dan masuk ke dalam tubuh spons.

Diduga sebagian besar mikroba ini tetap hidup dalam tubuh spons tersebut.

Dugaan ini diperkuat oleh fenomena bahwa kepadatan mikroba simbion

berubah seiring variasi perubahan lingkungan (Thakur 2001, diacu dalam Thakur

& Müller 2004). Jumlah mikroba simbion yang berasosiasi dengan spons

diperkirakan mencapai 40% biomassa spons. Oleh karena itu, beberapa

penelitian berusaha membuktikan bahwa senyawa aktif dan antimikroba yang

(34)

spons. Beberapa senyawa bioaktif spons yang diketahui dihasilkan oleh mikroba

simbion adalah senyawa norharman (senyawa β-carboline dari kelompok

alkaloid), yang memiliki aktivitas antibakterial, dari bakteri simbion pada spons

Hymeniacidon perleve (Zheng et al. 2004), senyawa decalactone baru dari fungi simbion pada spons Xestospongia exigua (Proksch et al. 2003), 2-metil thio-1,4-naftoquinon dari bakteri simbion pada Dysidea avarai, sorbilactone A dari fungi

Penicillium chrisogenum pada spons Ircinia fasciculate, dan banyak senyawa lainnya (Thakur & Müller 2004).

Spons Aaptos aaptos dapat menghasilkan metabolit sekunder yang mengandung senyawa bioaktif potensial, seperti senyawa dari golongan alkaloid

(aaptamine dan demethyloxyaaptamine), homarine dan senyawa lainnya.

Senyawa-senyawa tersebut telah dibuktikan memiliki aktivitas sebagai

anti-tumor, sehingga potensial sebagai sumber obat-obatan baru (Pelletier et al.

1987; Bergquist 1991, diacu dalam Miller et al. 1998; Granato et al. 2000). Sementara itu, spons Petrosia sp. diketahui mengandung senyawa bioaktif yang termasuk kedalam kelompok poliasetilen dan dari kelompok sterol.

Senyawa-senyawa tersebut telah dibukstikan potensial sebagai antibakteri, antifungi,

antifouling dan lain-lain (Young et al.1999; Kim et al. 2002; Sarma et al. 2005;

[image:34.612.133.506.449.689.2]

www.cas.muohio.edu).

Tabel 1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut Aktivitas

Farmakologi Senyawa bioaktif Jenis spons

Sitotoksik Asam 3,6 epoksieikosa- Hymeniacidon hauraki

3 ,5,8,1 1,14,17-heksaenoat

Reidispongiolid A dan B Reidispongia coerulea

Superstolida A dan B Neosiphnia sperstes

Swinhol ida A Theonella swinhoet

Arenastatin A Dysidea arenaria

Fakeliastatin Phakelia costata

Diskodermin E-H Discodermia kiiensis

Ingenamin, ingamin A dan B, Xestospongia ingens

Madangamin A

8-hidrosimanzamin A Pachypellina sp. Glisinililimakuinon A Fasciospongia rimosa

Vaskulin Cribrocalina vasculum

Latrunkulin S, neolaulimalida, Fasciospongia rimosa

(35)
[image:35.612.133.504.108.473.2]

Tabel 1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut * (Lanjutan)

Aktivitas

Farmakologi Senyawa bioaktif Jenis spons

Sitotoksik Leukasandrolida Leucasandra caveolata

Altohirtin A-C, 5-deasctil- Hyrtos alium

Altohirtin

Halisilindramida A Halichondria caveolata

Antitumor Agelasfin (AGL) Agelas muritianus

Antileukemia Kurasin A Lingbya majuscula

Amfidinolid B1, B2, B3, N, Q. Amphidinium sp. Triangulin A-H, asam Pellina triagulata

Triangulinat

Anti HIV 1 Trikendiol Trikentrion loeve

Antimikroba Hormotamnim Hormothamnion Enteromorphoides

Diskodermin E-H Discodermia kiiensis

Antibakteri Lokisterolamin A dan B Corticium sp. Antijamur Asam kortikatat A,B,C Petrosia corticata

Leukasandrolida Leucasandra caveolata

Halisilindramida Halichondria cylindrica

Imunomodulato Agelasfln 10 dan 12 Agelas muritianus

Antiinflamasi Manualida Luffariella variabilis

Belum Halisiklamina A Haliclona sp. (masih dalam BastadinA. dan B Ianthella basta

penelitian) Asam manadat A dan B Placortis sp. Klatirimin Clathria basilana

Halisiklamina B Xestrospongia sp.

Keterangan: angka dalam kurung pada kolom kedua adalah jumlah jenis/genus * menurut Soediro (1999)

Ekstrak Kasar dan Fraksi

Produk senyawa organik spons laut yang memiliki potensi sebagai

senyawa bioaktif mencakup lebih dari 50% penemuan senyawa organik potensial

dari laut (Hunt & Vincent 2006). Pengisolasian senyawa organik potensial ini

dilakukan dengan mengekstrak organisme spons dengan pelarut yang dipilih

berdasarkan kesamaan tingkat polaritas senyawa yang diinginkan. Pada saat

ekstraksi, senyawa ekstrak kasar (campuran) dari organisme spons akan tertarik

keluar oleh pelarut pengekstrak, sehingga dapat dilakukan pengujian untuk

(36)

Hasil ekstraksi tersebut kemudian dapat difraksinasi untuk mendapatkan

senyawa organik yang terpisah dari fraksi air yang mengandung ion. Cara ini

merupakan awal dari pemurnian senyawa organik yang diinginkan (Smart 2002).

Proses ini menggunakan dua pelarut yang berbeda berdasarkan teori like dislike polarity, sehingga didapatkan dua fraksi terpisah yang berbeda, yaitu fraksi organik dan ionik dari ekstrak.

Isolasi dan identifikasi komponen-komponen senyawa organik yang

memiliki potensi sebagai senyawa bioaktif dapat dilakukan dengan cara

kromatografi. Kromatografi merupakan metode pemisahan senyawa untuk

memurnikan dan mengidentifikasi komponen-komponennya. Metode ini

berdasarkan distribusi komponen yang berbeda dari suatu campuran antara fase

bergerak dan fase diam pada suatu lempengan tipis. Pada kromatografi lapis

tipis (Thin Layer Chromatography/TLC), fase diamnya berupa lapisan tipis yang melekat pada suatu material (dapat berupa gelas, plastik atau lembaran metal),

yang memungkinkan fase bergerak dapat bergerak ke atas secara kapilari.

Proses pemisahan senyawa berdasarkan prinsip bahwa tiap komponen dalam

campuran senyawa memiliki perbedaan polaritas dan akan terserap oleh fase

diamnya (misalnya gel silika), demikian pula pelarut (adsorbent) dan zat terlarut (dissolve) yang berada pada fase gerak, akan bergerak pada tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu, tiap komponen dalam campuran senyawa akan tertarik

oleh pelarut fase gerak pada tingkatan yang berbeda di sepanjang plat

kromatografi.

Hasil pemisahan senyawa akan menunjukkan spot-spot yang terpisah

sepanjang plat TLC berdasarkan tingkat polaritasnya. Spot-spot ini kemudian

dilihat dan ditandai di bawah sinar uv. Faktor retardasi (Rf) dari tiap spot komponen yang terpisah dapat dikalkulasi dengan mengukur jarak dari titik awal

sampel ke tengah spot yang sudah terpisah. Rf ini dapat merupakan langkah awal untuk memperkirakan jenis (identifikasi awal) komponen senyawa organik

yang telah terpisah (Smart 2002; Furniss et al. 2004).

Spons laut menghasilkan ekstrak kasar dan fraksi organik yang bersifat

antibakteri, antijamur, antibiofouling dan ichtyotoksik. Bioaktivitas antibakteri

ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti: Halichondria sp,

Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp. dan Auletta sp. (Suryati et al.

(37)

bakteri Staphylococcus aures, Bacillus subtilis dan Vibrio cholerae Eltor (Rachmaniar 1994, 1995, 1996, 1997).

Bioaktivitas antijamur ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa

jenis, seperti: Auletta spp., yang aktif terhadap jamur Aspergillus fumigatus, spons Clathria spp., yang aktif terhadap Aspergillus spp., Aspergillus fumigatus

dan Fusarium spp., spons Theonella cylindrica, yang aktif terhadap Aspergillus

spp., Aspergillus fumigatus, Fusarium spp. dan Fusarium solani (Muliani et al.

1998).

Bioaktivitas antibiofouling ekstrak kasar spons laut terdapat pada

beberapa jenis, seperti: Asterospus sarasinorum, Callyspongia sp., Clathria sp.,

Clathria jaspis, yang keaktifannya tinggi terhadap teritip (Balanus amphirit);

Echynodicum sp., Gelliodes sp., Pericarax sp., Xestopongia sp., yang keaktifannya rendah terhadap teritip (Balanus amphirit)(Suryati et al. 1999).

Bioaktivitas ichtyotoksik (toksisitas terhadap biota ikan) ekstrak kasar

spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti: Auletta spp., Callyspongia sp., Callyspongia pseudoreticulata, yang toksik terhadap nener bandeng (Chanos chanos) (Parenrengi et al. 1999).

(38)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 6 bulan yang dimulai dari

bulan September sampai Desember 2006. Pengamatan dan pengambilan

sampel spons dilakukan di sekitar perairan terumbu karang Pulau Pari, yaitu

pada bagian Barat (1060 35’ 712” BT dan 050 52’ 055” LS) dan Selatan (1060

36’ 761” BT dan 050 52’ 244” LS) Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Sementara sampel spons hasil transplantasi diambil dari kegiatan transplantasi

spons Hibah Pasca di perairan yang sama (bagian Barat Pulau Pari).

Selama pengamatan, juga dilakukan pengukuran beberapa parameter

lingkungan, yaitu suhu, salinitas, pasang surut dan parameter kualitas air

lingkungan.

Sampel spons yang diambil, selanjutnya dianalisis di Laboratorium

Mikrobiologi, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH)-IPB.

Bahan dan Alat

Ekstraksi, Fraksinasi dan Uji Bioaktivitas (Skrining Senyawa Bioaktif)

Ektraksi adalah suatu teknik untuk memisahkan dan mengisolasi suatu

senyawa dari suatu larutan campuran atau padatan. Ekstraksi padatan

dilakukan untuk mengambil produk natural dari jaringan makhluk hidup, dengan

perendaman jaringan pada suatu pelarut yang memiliki kesamaan tingkat

polaritas dengan senyawa yang diinginkan. Alat dan bahan yang digunakan

untuk ekstraksi adalah jaringan spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. yang dipreservasi dalam metanol teknis, pelarut MeOH (metanol) p.a (Richelle-Maurer

& Braekman 2001; Kelly et al. 2003), erlenmeyer, tabung Buchner, vaccum pump, rotary evaporator, alat freeze drying, kertas saring Whattman 9 mm ukuran 40, dan tabung sampel.

Fraksinasi adalah suatu teknik untuk memisahkan komponen organik dan

ionik (larut dalam air) dalam suatu senyawa campuran menjadi dua fraksi

berbeda. Metode ini dapat dilakukan dengan mencampur dua jenis pelarut yang

berbeda, dengan komponen senyawa yang ingin dipisahkan. Alat dan bahan

yang digunakan adalah hasil ekstrak kasar sampel spons Aaptos aaptos dan

(39)

Uji bioaktivitas dilakukan untuk melihat potensi ekstrak kasar senyawa

organik sampel spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. dari lingkungan yang berbeda. Alat dan bahan yang digunakan adalah: senyawa organik hasil

ekstrak kasar spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp., dengan konsentrasi 25 mg/ml MeOH (Richelle-Maurer & Braekman 2001); bakteri target

(Staphylococcus aureus, Aeromonas sp., dan Escherichia coli) dan antibiotik pembanding Amphisilin trihidrat untuk uji anti bakteria senyawa, Artemia salina (untuk uji toksisitas), cawan petri, pipet mikro, pipet tetes, kertas cakram (diameter 6 mm), media Tryptic Soy Broth (TSB) dan Tryptic Soy Agar

(TSA), DMSO (dimetil sulfooksida), jarum ose, shaker, inkubator, batang

sebar, air laut.

Isolasi Senyawa Bioaktif

Isolasi senyawa bioaktif dilakukan terlebih dahulu dengan mengekstrak

sampel spons menggunakan metanol. Senyawa bioaktif yang didapatkan lalu di

fraksinasi menggunakan metanol (MeOH) dan etil asetat (EtOAc). Analisa

kandungan senyawa bioaktif dilakukan menggunakan DCM (diklorometana) dan

MeOH (10:1, v/v) pada gel silika kromatografi lapis tipis (TLC) 25 TLC

Aluminium Sheets Silica Gel 60F254 Merck, yang lalu diikuti oleh deteksi

spektrofotometri pada gelombang 254 dan 365 nm (Zheng et al. 2005).

Uji bioaktivitas senyawa bioaktif (bioautografi) menggunakan bioindikator

bakteri uji A hydrophilla, media TSA (triptic Soy Agar Difco). Gel silica TLC yang sudah mengandung senyawa terpisah kemudian diuji dengan melapisi media

yang mengandung bakteri, untuk melihat aktivitas antimikrob senyawa hasil

fraksinasi.

Metode Kerja

Konsentrasi dan Bioaktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar dan Fraksi

Pengambilan Sampel. Semua sampel yang akan digunakan dalam

analisis pada penelitian ini diambil dari dua lokasi, yaitu bagian Barat (1060

35’ 712” BT dan 050 52’ 055” LS) dan Selatan (1060 36’ 761” BT dan 050 52’

244” LS) P.Pari. Pengambilan sampel dilakukan pada kedalaman 7 m dengan

menggunakan peralatan SCUBA DIVING SET. Sementara sampel hasil

transplantasi diambil dari rak transplantasi di bagian Barat P. Pari, juga pada

kedalaman yang sama (7 m). Transplantasi dilakukan dengan mengikat

(40)

yang telah berusia 3 bulan, kemudian diambil untuk dianalisis. Beberapa

individu spons diambil pada setiap habitat di kedua lokasi (untuk sampel

alam) dan pada rak transplantasi untuk diekstraksi, yang ekstraksinya

terpisah setiap sampel, untuk kemudian dilakukan penapisan senyawa bioaktif

ekstrak kasarnya. Sampel untuk setiap habitat diperlakukan sebanyak tiga kali

ulangan. Sampel masing-masing spons dengan bobot yang memadai juga

diambil untuk analisis fraksinasi. Setelah preparasi dengan menyemprotkan

metanol (MeOH) teknis, sampel-sampel tersebut disimpan pada suhu -20°C.

Selain itu, masing-masing spons juga diambil dalam jumlah kecil dalam

keadaan segar dan preparasi formalin 4%, dengan tujuan mengisolasi bakteri

simbion dan analisa biomassa sel spons.

Ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menurut petunjuk

Richelle-Maurer dan Braekman (2001) dan Kelly et al. (2003). Metode tersebut adalah sebagai berikut: spons laut ditimbang sebanyak 25 gr, setelah ditimbang,

dipotong kecil-kecil, lalu dipindahkan ke dalam beaker glass 100 ml dan

ditambahkan 25 ml metanol p.a., kemudian diaduk-aduk hingga metanol

meresap ke dalam sampel. Beaker glass ditutup plastik dan disimpan selama 24

jam dalam suhu kamar. Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali, sehingga

volume pelarut mencapai 50 ml. Setelah 24 jam, suspensi pekat disaring dengan

kertas saring untuk memisahkan cairan dengan endapannya. Cairan ditampung

di dalam labu takar 50 ml (ekstrak). Setelah dilakukan pengeringan ekstrak

larutan menggunakan evaporator rotavapor, lalu dilanjutkan dengan kristalisasi

menggunakan metode freeze drying, ekstrak kasar dipindahkan ke dalam botol-botol kecil dan ditutup rapat, kemudian ditimbang untuk mengetahui

konsentrasinya. Ekstrak disimpan di dalam lemari pendingin untuk dilakukan

pengujian bioaktivitasnya.

Fraksinasi. Fraksinasi didasarkan pada prosedur fraksinasi menurut

Parenrengi (1999). Prosedur fraksinasinya adalah sbb: (1) ekstraksi dengan

metanol (500 g spons segar dihaluskan dengan blender dan diekstraksi secara

maserasi dengan menggunakan pelarut metanol 500 ml selama 3 x 24 jam,

kemudian ekstrak kasar yang dihasilkan dihilangkan kadar airnya dengan

menggunakan vaccum rotary evaporator; (2) ekstraksi dengan etil asetat (ekstrak

(41)

secara pelan-pelan, kemudian diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat

sehingga didapatkan dua fraksi, yakni larutan organik dan lapisan air).

Metode ini dilakukan dalam sebuah tabung separasi. Pelarut organik

(EtOAc) dan air dicampur sedemikan rupa dengan komponen campuran yang

ingin dipisahkan, lalu didiamkan beberapa waktu sampai membentuk dua lapisan

larutan fraksi yang berbeda. Kemudian lapisan paling bawah, yaitu fraksi air

(karena pelarut organik yang digunakan memiliki berat jenis yang lebih rendah

daripada air), dikeluarkan dari tabung, dan dipisahkan dari fraksi organik. Jenis

komponen organik dan ionik akan terpisah pada masing-masing fraksi.

Isolasi Bakteri simbion Spons. Sampel spons hidup dicuci dengan air

laut steril untuk membuang bakteri non-simbion. Kemudian sekitar 0,5 g sampel

dikocok dengan air laut steril dan diinokulasi ke media padat (Sea Water Complete agar + air laut steril). Setelah inkubasi selama ± 10 hari pada suhu 250C (Zheng et al. 2005), semua koloni dengan pigmentasi dan morfologi yang berbeda, dipisahkan dan dibuat isolat murninya.

Uji bioaktivitas senyawa. Uji bioaktivitas terhadap senyawa hasil isolasi

dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan media TSA. Organisme

target (bakteri patogen) dikulturkan pada media tersebut dalam masing-masing

petri. Media yang telah disebar organisme target didiamkan selama 1 jam dalam

suhu kamar (280C). Kemudian ditengah-tengah media diletakan "paper disc" dan

diteteskan senyawa ekstrak kasar spons, yang telah dilarutkan sebanyak 25

mg/ml MeOH p.a (Richelle-Maurer & Braekman 2001), kurang lebih 20 µl

(0,04mg). Media yang telah diinokulasi dan ditotol dengan kertas cakram

diinkubasi pada 4 jam pada suhu 100C, untuk optimalisasi proses difusi,

kemudian diinkubasi selama 18 jam kemudian dihitung diameter hambatnya

terhadap organisme target. Sementara kista Artemia salina, dikultur pada air laut steril selama 24 jam dengan suhu 280C dalam erlenmeyer, lalu diteteskan

ekstrak senyawa yang telah dilarutkan sebanyak 5 mg/ 20 µl DMSO (Effendi

2004), pada tabung reaksi yang berisi 2 ml air laut dan 10 individu Artemia salina

untuk melihat tingkat toksisitas senyawa (Richelle-Maurer & Braekman 2001).

Isolasi/identifikasi senyawa bioaktif sampel hasil fraksinasi

Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif sampel dilakukan dengan

(42)

terhadap senyawa organik dan semi organik dari hasil fraksinasi ekstrak kasar

spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. TLC dilakukan pada plat 25 TLC

Aluminium sheets Silica Gel 60F254 produksi Merck. Sampel senyawa

organik diteteskan pada plat yang telah diberi tanda sebagai titik awal.

Kemudian plat direndam dalam eluen DCM:MeOH (10:1,v/v, yang telah

dioptimasi selama 2 jam) selama beberapa saat pada kotak kromatografi

(chamber). Setelah senyawa bergerak sampai garis batas, plat dikeluarkan dan dikeringkan. Komponen senyawa organik yang terpisah akan berbentuk

spot-spot di sepanjang plat, kemudian dilihat dan ditandai di bawah sinar uv

dengan panjang gelombang 256 dan 365 nm (Zheng et al. 2005).

Analisa Aktivitas Antimikrob Senyawa Hasil Fraksinasi (Bioautografi)

Bahan yang digunakan adalah lapisan gel silica TLC yang mengandung

senyawa yang sudah difraksinasi. Lapisan gel tersebut disterilisasi menggunakan

sinar uv selama 30 menit, lalu diletakkan di atas agar nurien pada cawan petri.

Kemudian lapisan tersebut di lapisi oleh media agar nutrien cair yang

mengandung bakteri bioindikator A.hydrophylla dengan metode agar tuang, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah masa inkubasi,

zona bening yang terbentuk diamati, untuk melihat spot komponen senyawa

organik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Zheng et al.2005).

Observasi Biomassa Sel Spons

Preparat histologi sampel spons yang telah dipreparasi dalam formalin

4% dilakukan untuk melihat susunan struktur jaringan spons. Selain itu, sampel

spons dipreparasi dalam formalin 3,5 - 4 % yang diencerkan dengan air laut yang

telah disaring dengan filter 0,2µm. Sampel spons kemudian dihancurkan dengan

menggunakan blender, kemudian suspensi sel diamati dibawah mikroskop fase

kontras untuk melihat tipe sel dan menghitung jumlah sel dengan memakai

haemasitometer.

Suspensi sel disentrifugasi untuk memisahkan biomassa sel spons dengan

bakteri simbion, serta fraksi bakteri, dengan dua kali proses sentrifugasi.(1)

Sentrifugasi pertama pada 1000 g selama 5 menit, untuk mendapatkan

supernatannya, (2) kemudian sentrifugasi pada 4000 g selama 10 menit untuk

mendapatkan pellet bakteri. Setelah masing hasil sentrifugasi disimpan dalam air

(43)

Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini sesuai dengan tahapan-tahapan yang

dilakukan, yaitu:

a. Penapisan senyawa bioaktif dianalisa dengan melihat besar zona bening

(zona hambat) terhadap bakteri indikator dan toksisitas terhadap Artemia salina.

b. Kekuatan aktivitas (tingkat bioaktivitas) senyawa ekstrak berdasarkan

lingkungan hidup spons dianalisa secara deskriptif (kualitatif).

c. Hubungan bioaktivitas antibakteri dan toksisitas senyawa ekstrak spons

dianalisa dengan analisa korelatif, menggunakan program Minitab 1.3.

d. Analisa kandungan senyawa hasil fraksinasi, serta kaitan bakteri simbion

dan biomassa sel spons dengan bioaktivitas spons dilakukan secara

(44)

DIAGRAM ALIR PENELITIAN

Pengambilan sampel spons

Gambar

Gambar 3  Spons laut Petrosia  sp., berbentuk lembaran: (a) melekat pada substrat karang; (b) dengan makrofauna pada permukaannya (berwarna putih)
Tabel 1  Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut
Tabel 1  Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut * (Lanjutan)
Gambar 4  Diagram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pada hakikatnya bab ini akan membincangkan dua hal pengangguran dan Inflasi yang dihadapi suatu ekonomi dan bentuk Kebijakan Pemerintah yang dapat dijalankan

Bab I menguraikan latar belakang masalah mengenai adanya disharmonisasi norma yang terjadi secara vertikal antara Pasal 45 dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1

Group Classification of Theme Marked Type of Theme Topical Form of Theme Simple Theme. The type of clause in the data is complex clause because it has

The aims of this research are to describe the negative construction that have negative equivalent, to describe the syntactic features that may expose the existence of

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar

Dari keseluruhan hasil pengukuran tersebut, kecerahan perairan teluk Saleh masih memenuhi baku mutu air laut yang ditetapkan yaitu >3 meter berdasarkan Kepmeneg LH, 2004

Syukur Alhamdulillah Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan pertolongan-Nya Penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Agroindustri Tahu

Robot yang berbasis mikrokontroler Arduino Uno ini memberi kemudahan membuang sampah dikantin, dikarenakan sebagai tempat sampah yang memiliki edukasi dan inovasi yang