• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1. Rantai DNA ...9 Gambar 2. Letak cpDNA pada sel ...10 Gambar 3. Prinsip reaksi RCR ...12 Gambar 4. Proses amplifikasi PCR...13 Gambar 5. Bagan alur penelitian di laboratorium ...17

Gambar 6. Peta pengambilan contoh S. leprosula...18

Gambar 7. Letak petB, psaA, trnLF dan rbcL pada peta plasmid cpDNA

Nicotiana tabacum...21

Gambar 8. Hasil Ekstraksi DNA S. leprosula...25

Gambar 9. Elektrophoresisis cpDNA dengan berbagai pengenceran DNA dari S. leprosula...26 Gambar 10. Elektroforegram hasil PCR cpDNA dengan berbagai primer :

(a) petB, (b) psaA, (c) trnLF, (d) rbcL, M = marker bond...28

Gambar 11. Elektroforegram hasil uji polimorfisme : (a) psaA-pst I

(monomorfik), (b) petB-Hinf I (monomorfik), (d) rbcL-Alu I

(polimorfik), M= marker bond...30

Gambar 12. Elektroforegram hasil pemotongan cpDNA dengan menggunakan

kombinasi perlakuan rbcL-Alu 1 ...32

Gambar 13. Penyebaran cpDNA S. leprosula di Indonesia berdasarkan penanda

PCR-RFLP dengan menggunakan rbcL-Alu1 ...35

Gambar 14. Dendogram populasi S. leprosula di Indonesia dengan penanda

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Lokasi pengambilam contoh S. leprosula...18

Tabel 2. Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR...22

Tabel 3. Pengkondisian suhu dan waktu pada mesin PCR untuk primer petB,

psaA, trnLFdan rbcL...22 Tabel 4. Jenis enzim restrksi yang digunakan utuk memotong DNA...23 Tabel 5. Hasil uji polimorphisme ...31

Tabel 6. Haplotipe yang teridentifikasi pada 65 individu S. leprosula

berdasarkan PCR-RFLP terdapat dua haplotipe...33 Tabel 7. Frekuensi haplotipe dari 13 populasi ...34 Tabel 8. Hasil perhitungan AMOVA berdasarkan 65 individu yang berasal

dari 13 populasi...35 Tabel 9. Matrik signifikasi nilai (P value) pada level 0.05 ...36

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tahapan ekstraksi DNA...45

Lampiran 2. Elektroforegram S. leprosula di 13 populasi dengan rbcL-Alu I...46

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laju kerusakan hutan di Indonesia, berdasarkan data WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) tahun 2004, berada dalam situasi krisis dan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Pembalakan hutan, baik yang legal maupun ilegal, telah menyebabkan kerusakan hutan yang sudah tidak terkendali di hampir seluruh kawasan hutan Indonesia. Tingkat deforestasi saat ini telah mencapai 3,8 juta hektar per tahun (tahun 2004). Hal ini menunjukan bahwa Indonesia telah kehilangan hutannya seluas 7,2 hektar setiap menitnya. Berdasarkan data WWF (World Wildlife Fund) tahun 2002, pemerintah Indonesia mengakui bahwa kerusakan hutan Indonesia selama 50 tahun terakhir sekitar 40% dari tutupan hutannya (Harsono, 2004).

Tuntutan kebutuhan bahan baku kayu cenderung terus meningkat terutama

jenis kayu keras seperti Jati (Tectona grandis) dan Meranti (Shorea spp.)

(Handadhari, 2002). Laju pembalakan yang dilakukan sekarang kurang diikuti oleh rehabilitasi lahan yang seimbang. Selain itu, kegiatan pembalakan hutan juga tidak hanya menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, hancurnya habitat- habitat satwa endemik, juga menyebabkan semakin merosotnya kualitas sumber daya alam Indonesia. Pengembangan skema pengalihan lapangan kerja penebangan hutan sebaiknya dialihkan ke dalam program rehabilitasi hutan

dengan menggunakan dana rehabilitasi hutan. Hasil penelitian South-Central

Kalimatan Production Forest Project (SCKFP) kerjasama Dephut-Uni Eropa di Kalimantan Selatan merekomendasikan rehabilitasi hutan yang dilakukan

diantaranya dengan menanam Meranti (Shorea spp.).

Shorea leprosula merupakan salah satu jenis Meranti Merah yang tumbuh di hutan hujan dataran rendah. Kayunya mudah dikerjakan dan tidak mudah mengkerut. Banyak digunakan sebagai bahan baku meubel, kayu lapis dan vinir.

meranti ini akan semakin langka pada masa mendatang. Budidaya meranti dalam skala besar (pola HTI) mempunyai kendala dalam pengadaan bibitnya (Murjahid,

2003). Ditambahkan oleh Sudarmonowati et al. (2004), bahwa kurang majunya

pembangunan sektor kehutanan di Indonesia, karena kurang ketersediaan bibit yang bermutu. Dua diantara faktor penting yang berpengaruh pada penyediaan bibit bermutu adalah sumber bibit yang unggul dan teknik propagasi yang mapan. Untuk mewujudkan faktor penting ini, diperlukan satu penelitian untuk mengetahui potensi genetik yang ada, mengingat aspek genetik meranti masih sedikit keterangannya. Penelusuran variasi genetik penting dilakukan, sehingga

sebelum dilakukan suatu program konservasi dan perbaikan genetik dalam upaya

penyediaan bibit bermutu, informasi yang dibutuhkan sudah tersedia. Berdasarkan pada fenomena tersebut, mutlak tersedianya kondisi genetik yang memadai sehingga tercipta suatu sistem konservasi genetik yang mapan.

Analisis genetik merupakan cara yang dapat digunakan untuk menduga karakteristik genetik mengkonfirmasi sifat unggul yang telah diamati berdasarkan pengamatan morfologi di lapangan. Manfaat dari analisis genetik ini, antara lain selain dapat mendeteksi sifat unggul pada saat kecambah atau bahkan fase embrio untuk program pemuliaan bibit, juga menunjang program konservasi karena dapat mendeteksi tingkat kepunahan jenis di suatu lokasi jauh hari sebelum penurunan populasi tersebut jelas terlihat. Aplikasi nyata lainnya dari analisis genetik adalah hubungan anak, tetua, dan kerabatnya yang ditanam di lain tempat dapat diketahui, sehingga gambaran asal individu tersebut dapat diketahui. Teknik analisis genetik ini, juga lebih menghemat tenaga dan biaya karena dapat mencegah penanaman bibit yang tidak unggul. Manfaat lain dari analisis genetik ini adalah dapat mengetahui evolusi dari suatu jenis tanaman, mendeteksi keragaman atau keseragaman genetik suatu populasi, mendeteksi variasi somaklonal (terutama pada tananaman hasil kultur jaringan), sertifikasi tanaman tetua, identitas benih murni, dapat melakukan studi tentang genetik yang tahan hama dan atau penyakit, pemetaan genetik yang memberi informasi letak gen pada kromosom-kromosom yang mengatur sifat-sifat tertentu, sehingga dapat di introduksi atau di solasi untuk perbaikan mahluk hidup.

Teknik analisis yang banyak dikembangkan sekarang adala h berdasarkan markapenanda isozim dan markapenanda DNA. Pendugaan variasi genetik dengan teknik isozim merupakan teknik yang paling awal dikembangkan dan di aplikasikan pada tanaman. Masing- masingBerbagai teknik yang dikembangkann, masing- masing mempunyai kelemahan dan kelebihannya, hal ini disesuaikanjika dikaikan dengan tujuan dan biaya yang tersedia. MarkaPenanda DNA merupakan dasar untuk melihat adanya suatu perubahan sifat dengan mendeteksi perubahan urutan basa dan basa nukleotida DNA khas untuk setiap jenis protein atau enzim. MarkaPenanda DNA yang di maksud dapat berupaadalah markapenanda dominan dan ko-dominan. MarkaPenanda dominan adalah penanda berdasarkan ada atau tidaknya pita DNA yang muncul setelah elektroforesis, yang termasuk ke dalam

markapenanda ini adalah RAPD (random amplified polymorphic DNAdna) dan

RFLP (restriction fragment length polymorphism). Sedangkan markapenanda

kodominan adalah penanda yang menghasilkan pita heterozigot dan homozigot. MarkaPenanda yang termasuk co-dominan adalah Mikrosatelit dan IsozimAFLP (amplified fragment length polymorphism). .

Menurut Finkeldey (2003), sumber DNA yang diteliti dengan

markapenanda genetik ini sebagian besar terdapat dalamnukleus (99,9%). Sisanya

yang 0,1% terdapat dalam organel tertentu. Organel yang mengandung DNA ialah terdapat pada plastida yang terdiri dari mitokondria dan kloroplas. Material genetik yang di analisis dari plastida biasanya hanya berasal dari sifat satu tetuanya, kalau tidak dari tetua jantannya saja atau hanya dari betinanya, sedangkan dengan material genetik yang diambil dari inti, analisis genetiknya bisa menunjukan dua tetuanya. Pada DNA kloroplas material genetik diturunkan dari tetua betina, tetapi bisa mendeteksi tetua genetik jantannya.

Melihat kondisi di atas dalam usaha melengkapi data mengenai keragaman genetik Meranti maka perlu dilakukan suatu penelitian yang dapat memberikan infomasi mengenai hal tersebut. Penulis memilih DNA kloroplas (cpDNA) sebagai bahan untuk analisis keragaman genetik Meranti dan teknik PCR–RFLP sebagai markapenanda genetik. Teknik ini sangat sederhana, cepat dan ekonomis, memiliki kisaran 50-3000 bp yang dapat dibedakan dan lebih sesuai bagi individu

Permasalahan

Kerusakan hutan dipterokarpa yang diakibatkan oleh deforestrasi seperti pembalakan hutan secara liar, kebakaran dan lainnya dapat berdampak pada

penurunan populasi S. leprosula. Penurunan populasi ini menyebabkan terjadi

penurunan sumberdaya genetik dari S. leprosula, oleh karena itu perlu segera

dilakukan program konservasi genetik jenis ini. Penelitian tentang keragaman

genetik S. leprosula sangat diperlukan untuk memberikan landasan ilmiah dalam

penggunaan stategi konservasi genetik.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui variasi keragaman cpDNA S. leprosula, yaitu jumlah

haplotiype berdasarkan PCR-RLFP, yaitu titik potong (restriction site)

pada DNA fragmen hasil PCR dengan menggunakan enzim restriksi

2. Mengetahui variasi cpDNA di dalam dan antar populasi S. leprosula

Hipotesis

Hipotesis yang diuji adalah bahwa cpDNA S. leprosula di Indonesia

memiliki variasi yang rendah, dimana pola yang dijumpai dapat digunakan untuk melacak atau membedakan populasi antar pulau.karena diwariskan secara maternal.

Manfaat

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tetang variasi

genetik S. leprosula yang ada di Indonesia untuk kepentingan suatu program

konservasi genetik yang berkesinambungan, dan pada akhirnya dapat digunakan untuk mendukungsuatu program pemuliaan dari jenis ini

2. Variasi cpDNA S. leprosula dapat digunakan untuk menentukan asal usul,

TINJAUAN PUSTAKA

Shorea leprosula Miq. Aspek Botanis

Shorea leprosula termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae, Kelas Dicotyledone, dan sub-divisi angiospermae. Pohon jenis ini mempunyai tinggi total mencapai 60 m, dan tinggi bebas cabang 45 m, diameter batang umumnya mencapai 2 m dengan banir mencapai 5 m (Heyne, 1987). Samingan (1973) menambahkan, pohon jenis ini memiliki batang yang lurus, besar, bersih dan berbanir. Kulitnya mempunyai garis-garis halus dan lurus. Sering terlihat ada damar yang keluar dari kulitnya, warnanya coklat sampai kuning. Bunganya berwarna merah, kuning atau agak putih. Buah keras dengan sayap berjumlah lima yang terdiri dari 3 sayap panjang dan 2 sayap pendek, serta bentuk buahnya berbentuk bulat. Pada umumnya meranti menduduki strata tajuk lapisan paling atas (strata A) atau lapisan ke-2 (strata B). Pada umumnya meranti termasuk jenis semitoleran.

Berdasarkan keadaan dan sifat kayunya S. leprosula termasuk ke dalam

kelompok meranti merah. Jenis meranti merah terdiri dari pohon besar dan berbanir besar, batang merah atau bersisik, pada umumnya berdamar, kulit luar dan kulit dalam tebal, berurat- urat, warnanya merah atau kemerah- merahan,

gubalnya kuning pucat, serta isi kayu berwarna merah (Al Rasyid, et al., 1991).

Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Shorea leprosula secara alami menyebar mulai dari Semenanjung Thailand dan Malaysia, Sumatera dan Kalimantan Utara, biasanya ditemukan di hutan dipterokarpa di bawah 700 m menempati ruang terbuka di hutan yang mengalami gangguan. Tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi tidak toleran terhadap genangan. Curah hujan 1500-3500 mm pertahun, dan musim kemarau pendek perlu untuk pertumbuhan dan regenerasi. Jarang ditemukan di punggung

bukit. S. leprosula merupakan meranti merah yang pertumbuhannya paling cepat

jika dibandingkan dengan meranti jenis yang lain, namun kondisi ini hanya sampai umur 20 tahun, selanjutnya akan terkejar oleh meranti lain. Jenis ini

Pembungaan

Pembungaan S. leprosula terjadi setiap 3 hingga 5 tahun sekali. Pada saat

mengalami pembungaan, hampir semua pohon berbunga lebat dan serempak, bunga tersebut akan merekah pada malam hari. Jika terjadi kekeringan selama periode ini, gugur buah tertunda dan buah tidak berkembang sempurna. Pada sebaran alami, pengumpulan benih dilakukan pada bula Maret-Juli, terutama pada bulan setelah musim kemarau.

Pemanenan Buah

Untuk mengurangi kerusakan oleh serangga, sebaiknya buah dipetik di atas pohon. Pengumpulan hendaknya dilakukan ketika periode utama gugur buah, sebab sebelum ini biasanya belum masak dan terserang serangga.

Kegunaan

Kayunya ringan, merupakan kayu berharga dan sangat baik untuk (joinery), (meubel), panel, lantai, langit- langit dan juga untuk kayu lapis. Mengha silkan resin yang dikenal dengan damar daging, yang dapat digunakan obat. Kulitnya digunakan untuk produksi tannin.

Keragaman Genetik

Keragaman genetik suatu spesies adalah hasil dari perkembangbiakan secara seksual. Pada proses perkembangbiakan seksual, terjadi peristiwa meiosis yang mereduksi jumlah kromosom diploid (2n) dalam sel tetua menjadi haploid (n) dalam gamet, mengikuti hukum segregasi bebas seperti diungkapkan oleh Mendel (Hukum Mendel 1). Selanjutnya diperjelas lagi pada Hukum Mendel 2 meiosis kromosom homolog juga akan mengalami pindah silang dan kadang- kadang terjadi perubahan susunan genetik karena mutasi yang akan menambah keturunan (Crowder, 1986). Selain perkawinan dan mutasi, ditambahkan oleh Finkeldey (2003) bahwa migrasi, aliran ge netik, penyimpangan genetik, dan proses seleksi. Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur variasi

fenotipe yang disebabkan oleh faktor- faktor genetik. Fenotipe salah satu tanaman akan berbeda dengan tanaman yang lainnya dalam satu atau beberapa hal.

Keragaman genetik merupakan landasan bagi pemulia untuk memulai suatu kegiatan perbaikan tanaman. Besarnya keragaman genetik dapat menjadi dasar untuk menduga keberhasilan perbaikan genetik di dalam program pemuliaan

(Comstock dan Moll, 1963 dalam Rachmadi 1999). Allard (1961)

mengungkapkan bahwa, keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Selain itu populasi dengan keragaman genetik yang lebih luas akan memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter- karakter yang diinginkan (Simonds, 1979).

Soerjanegara dan Djamhuri (1979) mempertegas bahwa dalam satu jenis pohon dapat dijumpai keragaman geografis (antar provenan), keragaman lokal (antar tempat tumbuh), dan keragaman dalam pohon serta keragaman antar pohon. Ada dua sebab yang menimbulkan keragaman, yaitu perbedaan lingkungan dan perbedaaan susunan genetik. Keragaman lingkungan biasanya disebabkan oleh keadaan perbedaan tempat tumbuh, sifat tanah, atau jarak tanam. Namun adapula keragaman yang tidak dapat diterangkan dengan perbedaan tempat tumbuh, misalnya perbedaan bentuk batang, tebang batang, tebal cabang, dan berat jenis kayu dari pohon-pohon dalam suatu tegakan. Dalam hal ini keragaman dipengaruhi oleh perbedaaan genetik yang diturunkan tetua kepada keturunannya (keragaman genetik). Adanya keragaman dalam suatu jenis perlu diketahui lebih dahulu sebelum memulai dengan pemuliaan pohon, karenakeragaman genetik merupakan syarat mutlak dalam pemuliaan, yaitu untuk memungkinkan seleksi dan untuk mencegah dihasilkannya tanman yang tidak bermutu.

DNA Kloroplas

Yatim (2003) mengungkapkan bahwa unit fungsional materi genetik ialah gen, berasal dari kata genos, artinya asal- usul. Sedangkan unit struktural atau unit

protein bertindak sebagai tempat melilit, protein yang jadi tempat melilit DNA disebut histon. Protein lain dalam kromatin ada yang bertindak sebagai penyekat, penyalut, unsur regulator, atau sebagai enzim bagi aktivitas DNA, mereka disebut protein nonhiston. Gen menumbuhkan dan memelihara aktivitas seharian berbagai karakter dalam tubuh. Jumlah karakter dalam satu individu ada ribuan macam. Contoh karakter: Batang (tebal, gepeng/pipih), daun (bulat, lonjong, jarum), buah (bulat/kriput).

Di antara gen yang banyak itu, ada karakter yang pengatur utamanya satu gen, disebut karakter monogenik. Ada pula karakter yang diatur oleh banyak gen, disebut karakter poligenik. Satu gen dibina atas satu molekul DNA. Antara gen

bersebelahan dalam satu kromosom ada urutan DNA seling (intervening

sequences), tidak berperan dalam menumbuhkan suatu karakter.

DNA semacam bahan organik yang memiliki BM (berat molekul) yang terbesar dalam sel, yaitu dalam ukuran juta. Monomer DNA ialah nukleotida. Satu gen dibina atas satu molekul DNA, dan satu molekul DNA dibina atas ribuan sampai puluhan ribu nukleotida. Satu nukleotida terdiri dari tiga gugus senyawa: 1) gula deoksiribosa; 2) fosfat; 3) basa-N. Gula yang membina DNA tergolong gula pentosa, yaitu gula yang atom karbonnya lima. Glukosa yang membina sebagian besar gula dalam tubuh kita dan yang menjadi sumber utama energi, tergolong gula heksosa, artinya gula yang atom karbonnya enam, gugus fosfat ialah -PO4-3. Basa-N terdiri dari dua kelompok dan tiap kelompok dibina atas dua macam basa: 1) purin; adenin (A) dan guanim (G); 2) pirimidin: timin (T) dan citosin (C). Satu molekul DNA terdiri untaian linear nukleotida, sehingga disebut juga satu utas. Agar sifat kimianya stabil maka DNA itu bersusun berpasangan,

disebut utas double. Kedua utas DNA yang berpasangan (double) itu berpilin

sejajar (helix) sesama, tapi arahnya berlawanan (anti-paralel). Maksudnya bagian

kepala satu utas berpasangan dengan bagian ekor utas pasangan.

Tegasnya DNA dalam inti sel disebut dalam susunan double helix anti-

paralel. Kedua utas diikat oleh ikatan hidrogen antar basa masing- masing. Perikatan antara basa itu tertentu dan tetap, yaitu antara A dari satu utas berikatan dengan T utas pasangan, dan antara G dari satu utas berikatan dengan C utas pasangan, disingkat A-T, G-C. Dengan demikian urutan nukleotida yang membina

sepasang utas DNA yang double helix membentuk semacam tangga spiral. Induk tangganya yang sejajar tapi berpilin ialah untaian G-P. Jadi B dari satu utas berikatan dengan B dari utas pasangan B-B. Urutan nukleotida yang membina satu molekul DNA membentuk semacam tangga spiral. Induk tangganya ialah ikatan S-P dari kedua utas, sedangkan anak tangganya ialah ikatan B-B, tangga itu berbentuk spiral, maka pegangannya kiri-kanan ialah untaian S-P, sedangkan anak tangga yang diinjak ialah pasangan B-B.

Suatu gen diberi simbol dalam buku atau majalah menurut urutan pasangan basa nukleotiodanya: A-T, G-C. Alasannya ia lah: 1) P (fosfat) semua

nukleotida tetap; 2) S (sugar, gula) semua nukleotida tetap, yaitu deoksiribosa; 3)

variasi antara nukleotida hanya pada basa yang empat macam; 4) mutasi yang terjadi pada suatu gen sehingga menyebabkan kelainan atau penyakit, sela lu terjadi pada basa nukleotida saja. Susunan DNA disajikan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Rantai DNA (Hattemer et al., 1993 dalam Finkeldey, 2003)

dengan material yang la in yaitu DNA (deoxyribonucleic acid). Materi genetik gen ialah DNA-nya. Asam ini disebut juga asam nukleat, berasal dari kata asam yang terdapat dalam nukleus, karena sebagian besar (99,9 persen) asam ini terdapat dalam inti, sisanya yang 0,1 persen terdapat dalam organel tertentu. Organel yang mengandung DNA ialah plastida yang terdiri dari mitokondria dan kloroplas. Material genetik yang di analisis dari plastida biasanya hanya berasal dari sifat satu tetuanya, kalau tidak dari tetua jantannya saja atau hanya dari betinanya saja, lain halnya dengan material genetik yang diambil dari inti analisis genetiknya, bias menunjukan dua tetuanya. Pada DNA kloroplas material genetik diturunkan dari induk betina nya saja.

Gambar 2. Letak cpDNA pada sel

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Polimerase chain reaction (PCR) merupakan teknik yang mulai berkembang pesat sekitar tahun 1987. Pada dasarnya PCR mampu mengenali dan memperbanyak (amplifikasi) segmen DNA sasaran walupun dalam konsentrasi yang sangat rendah menggunakan satu pasang primer

oligonukleotida. Reaksi amplifikasi sangat tergantung dari keberadaan enzim polimerase sebagai katalisator, terutama yang tahan pana s. Enzim yang paling

terkenal dan banyak digunakan adalah polimerase DNA Taq yang diisolasi dari

bakteri yang tahan panas Thermus aquaticus. Bahan utama lain yang diperlukan

adalah deoxynukleotide triphospates (dNTPa).

PCR adalah suatu metode untuk menggandakan atau mengamplifikasi DNA yang diisolasi pada sebuah tabung reaksi kecil dengan melalui replikasi berulang (Gambar 3). Titik awal dari reaksi (primers) adalah oligonukleotida, yakni potongan kecil DNA yang dihasilkan secara buatan (biasanya terdiri antara 10-25 nukleotida). Sekuensi basa dari primer dapat dipilih secara bebas. DNA teramplifikasi dalam reaksi campuran mengunakan enzim thermostabil (enzim tahan panas) yakni DNA polimerase dari titik awal seperti ditunjukkan oleh sekuensi pada primer. Reaksi dikendalikan oleh perubahan suhu pada thermocycler. PCR memungkinkan penggandaan potongan pendek. DNA dari semua organisme (lebih dari 2000 hingga 3000bps). Dari satu tabung reaksi tunggal dapat dihasilkan jutaan tiruan potongan DNA identik seperti pada

Gambar 3 (Newbury dan Fordllyoyd, 1993 dalam Finkeldey, 2003).

PCR merupakan salah satu tahapan proses dalam penentuan keanekaragaman genetik, PCR ini berfungsi untuk mendapatkan sekuensi-

sekuensi DNA dari genom DNA. Akan tetapi menurut Gupta e t al. (2002)

penanda genetik ini tidak hanya PCR, penandaan lain yang biasa digunakan adalah; (i) hibridisasi berdasarkan penanda, (ii) penanda molekuler berdasarkan PCR yang dilanjutkan dengan hibridisasi, (iii) sekuensing dan chip DNA berdasarkan penanda

Seiring dengan kemajuan dalam teknologi DNA, analisis PCR-RFLP dapat dilakukan tanpa menggunakan pelacak DNA dan proses hibridisasi DNA.

Penemuan program PCR (polymerase chain reaction) dapat membantu

mendapatkan sekuensi-sekuensi DNA tertentu dari genom DNA, kemudian dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi, atau dengan kata lain analisis PCR-RFLP dapat dilakukan terhadap sekuensi-sekuensi DNA spesifik yang telah

Gambar 3. Prinsip reaksi RCR (Rabouam et al, 1999 dalam finkeldey, 2005)

.

Dalam analisis PCR, digunakan primer spesifik yang mampu mengklon sekuensi DNA tertentu yang dapat digunakan sebagai pengganti pelacak DNA

dalam analisis PCR-RFLP. Sekuensi DNA yang sudah diisolasi dipotong dengan

berbagai enzim restriksi, guna melihat keragaman melalui keberadaan recognition site yang memberikan ukuran potongan DNA yang berbeda-beda. Potonga n DNA dengan ukuran berbeda-beda ini merupakan gambaran adanya

Taq Polymerase DNA

Primer

Nukleotida

Untuk genotif 1 Untuk genotif 2 Tabung reaksi yang berisi

larutan penyangga

Elektroforesis pada agarose gel

keragaman genetik berdasarkan sekuen DNA yang diisolasi pada berbagai jenis tanaman yang dianalisis.

Pada saat media contoh dipanaskan hingga suhu 94o C, atau pH media

dibuat alkalis, maka DNA tersebut menjadi asam, sehingga pHnya dibawah 7, jika ditambahkan basa (NaoH) maka media itu menjadi alkalis dan DNA mengalami

denaturasi. Pada saat suhu diturunkan hingga ke 50 oC atau pH diturunkan

menjadi asam, maka kedua utas DNA kembali berpasangan. Peristiwa ini disebut renaturasi (re = kembali). Jika dalam media terdapat DNA lain atau RNA, dan urutan basa mereka komplemen, maka akan terjadi perpasangan atau hibrid.

Adapun proses amplifikasi PCR adalah seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses amplifikasi PCR (www.users.ugent.be/~avierst/principle/seq.htm)

(Gailing et al., 2003 )

Step 3 : extension

PCR: polymerase chain reaction

Step 1 : denaturation

PCR-RFLP

(Polymerase Chain Reaction - Restriction Fragment Length Polymorphisms)

PCR-RFLP adalah penanda dominan yang merestriksi DNA secara spesifik pada lokasi tertentu yang dikenalnya dengan enzim restriksi endonuklease (Park dan Moran, 1995). Enzim Restriksi ini akan mengenali sekuen tertentu dan memutus DNA jika bertemu dengan situs yang dikenalnya dan menghasilkan sejumlah fragmen DNA.

Polimorfisme PCR-RFLP muncul karena adanya basa yang mengalami substitusi, penambahan, pengurangan dan perpindahan (translokasi) pada genom DNA. Perubahan tersebut menyebabkan perbedaan ukuran dari fragmen restriksi yang dicerna oleh enzim restriksi tertentu. Fragmen yang dihasilkan

Dokumen terkait