• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1. Peta sungai Klawing Purbalingga ... 66 2. Analisa protein ... 67 3. Analisa lemak ... 68 4. Pembuatan preparat histologi ... 69 5. Indeks isi lambung (ISC) ... 70 6. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG I ... 71 7. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG II ... 72 8. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG III... 73 9. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG IV ... 74 10. Analisa isi lambung ikan senggaringan TKG V... 75 11. Analisa isi lambung ikan senggaringan per Ukuran... 76 12. Analisa lambung per TKG... 77 13. Ukuran pertama kali matang gonad... 78 14. Energi otot dorsal ... 79 15. Energi visera... 79 16. Energi adephose fin ... 79 17. Energi hati ... 79 18. Energi gonad... 79 19. Lemak intraperitoneal pada ikan senggaringan ... 80 20. Hubungan panjang berat ikan senggaringan per TKG ... 80 21. Nilai faktor kondisi ikan senggaringan per TKG ... 81 22. Nilai visera somatik indek per TKG... 82 23. Nilai adephose fin indek per TKG... 82 24. Nilai hepato somatik indek per TKG ... 82 25. Nilai gonado somatik indek per TKG ... 82 26. Nilai fekunditas ikan senggaringan ... 83 27. Jumlah sel telur per-ukuran diameter telur ikan sneggaringan... 83 28. Fisika kimia air perbulan ... 84 29. Nilai indeks morfoanatomi TKG I ... 85

30. Nilai indeks morfoanatomi TKG II ... 86 31. Nilai indeks morfoanatomi TKG III... 87 32. Nilai indeks morfoanatomi TKG IV ... 89 33. Nilai indeks morfoanatomi TKG V... 91 34. Sungai Klawing saat banjir... 92 35. Sungai Klawing saat kering (kemarau) ... 92 36. Aktifitas di sungai Klawing... 93

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan senggaringan merupakan ikan liar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam beberapa tahun ini, ikan ini menjadi perhatian para peneliti untuk dijadikan bahan riset, karena dimasa mendatang ikan ini diharapkan dapat dijadikan komoditi budidaya. Hasil tangkapan ikan senggaringan cenderung mengalami penurunan, sebagaimana yang diungkapkan Putro (2003) bahwa antara tahun 1998 hingga 2002 hasil perolehan tangkapan di sungai Klawing untuk ikan senggaringan menurun dari 14,3 ton menjadi 8,9 ton. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh penangkapan yang intensif dan mulai menurunnya kualitas habitat hidupnya. Jika hal ini dibiarkan maka kemungkinan populasi jenis ikan ini di alam akan berkurang dan lama kelamaan dapat punah bila tidak dilakukan upaya konservasi.

Untuk menjaga keberadaan ikan senggaringan diperlukan upaya budidaya, yang kelak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan-ikan tersebut, serta mendapatkan stok untuk usaha restoking diperairan umum yang ada untuk menjaga keberadaan di habitat aslinya. Dalam usaha budidaya diperlukan benih, untuk melakukan pembenihan perlu diketahui aspek-aspek reproduksinya. Penelitian terdahulu tentang ikan senggaringan yang dilakukan oleh Sulistyo dan Setijanto (2002), dan Rukayah et al. (2003), baru dapat menyajikan informasi terbatas tentang aspek reproduktif (dua bulan dari satu siklus) yakni indeks morfoanatomi dan fekunditas. Informasi tentang musim pemijahan serta faktor utama lainnya untuk dapat dilakukannya usaha domestifikasi serta budidaya pada ikan ini msih perlu dikaji.

Upaya pembudidayaan serta usaha pembenihan ikan ini belum berhasil, karena masih sering mengalami kegagalan. Lebih lanjut Sulistyo (1998) menguraikan bahwa informasi lengkap dan utuh tentang siklus reproduksi ikan bermanfaat untuk penerapan manipulasi pertumbuhan dan reproduksi di lingkungan budidaya.

Domestifikasi (sebagai konservasi ex-situ) ikan-ikan liar memerlukan pengetahuan tentang karakteristik ekologi pakan dan perilaku makan (Cahuet al.

2004), serta ritme biologis karena perubahan ekologis (Anras & Lagardère 2004). Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan adalah kandungan deposit energi pada ikan, sumber energi ini berasal dari makanan maupun pemanfaatan energi yang ditimbun di beberapa organ dalam bentuk lemak dan protein. Hal ini didukung oleh pendapat Craiget al.(2000) yang menyatakan bahwa energi baik dari pakan maupun yang telah ditimbun di dalam tubuh digunakan untuk perawatan tubuh, pertumbuhan dan reproduksi. Selanjutnya Craiget al.(2000) menyatakan bahwa selama perkembangan tubuh, lemak, protein dan mineral ditimbun dalam beberapa bentuk, sedangkan protein dan lemak akan digunakan untuk perkembangan gonad.

Energi yang diperlukan dalam perkembangan gonad ini dipengaruhi oleh tingkat perkembangan gonad dan jenis kelamin ikan. Effendie (2002) menyatakan bahwa selama proses perkembangan gonad sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Setiap tingkat perkembangan gonad memerlukan energi yang berbeda-beda. Selanjutnya Czesny et al. (2000) menggambarkan ada hubungan positif antara penimbunan asam lemak dan protein di tubuh dengan perkembangan telur pada ikan sturgeon.

Li et al. (2009) mengungkapkan untuk menyokong strategi manajemen budidaya, perlu diketahui kondisi variasi dalam indek kondisi, kebutuhan energi dan imunitas ikan. Litaay & Silva (2003) menjelaskan pengetahuan faktor waktu produksi gamet hingga waktu reproduksi serta sumber energi yang digunakan untuk pematangan gamet sangat berguna untuk perbaikan induk dan menajemen

hatchery menjadi lebih efektif. Sehingga data berdasarkan pada komposisi tubuh merupakan informasi dasar penting, yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kualitas dan kondisi fisiologi ikan yang dibudidayakan. Selain itu pengetahuan tentang kondisi ikan di alam dapat menggambarkan kontrol lingkungan dan fisiologi pertumbuhan dan pemanfaatan pakan sehingga dapat membantu dalam perbaikan pertumbuhan dan kualitas produk akhir pada budidaya (Craig et al. 2000).

Berdasarkan keterangan diatas maka perlu dilakukan penelitian dasar tentang aspek reproduksi pada ikan senggaringan (Mystus nigriceps) serta peranan kebiasaan makanan dan deposit energi dalam menyokong reproduksinya.

Kerangka Pemikiran

Keberadaan ikan dengan adanya reproduksi sangat tergantung dengan mutu individu induk, perkembangan gonad sangat tergantung dengan asupan energi yang dibutuhkan sedangkan dalam proses reproduksi ikan akan memerlukan asupan energi yang cukup besar. Makanan yang dikonsumsi oleh ikan akan dipengaruhi oleh kebutuhan ikan akan energi, salah satunya adalah energi untuk perkembangan gonad. Saat ikan melakukan proses reproduksi akhir (menjelang pemijahan) sebagian ada yang melakukan puasa, untuk sumber energi perkembangan gonad dan pemijahan itu sendiri berasal dari energi yang dideposit di dalam tubuh berupa material energi (protein, lemak dan karbohidrat). Perkembangan gonad didukung oleh energi yang disimpan pada otot dan disekitar saluran pencernaan (viseral) (Pazos et al. 2003), hati dan viseral (Rukayahet al. 2005). Keberadaan energi yang tersedia sangat tergantung pada asupan pakan serta kondisi lingkungan.

Pertumbuhan terjadi karena adanya penambahan berat tubuh ikan, hal ini menunjukkan jika kandungan energi dalam makanan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk maintanance tubuh (Suprayudi et al. 1994). Pada proses pencernaan protein akan dihidrolisa menjadi bentuk asam amino, lemak pun akan dihidrolisa menjadi bentuk asam lemak dan karbohidrat dihidrolisa menjadi bentuk glukosa, bagian terkecil dari material akan diserap oleh enterosit (intracellular digestion) di saluran pencernaan (Affandi et al. 2005). Dalam pemenuhan kebutuhannya akan energi, material energi ini akan dikatabolisme sehingga terbentuk ATP sebagai keluaran utama untuk pemenuhan energi tubuh, kelebihan material energi ini akan dianabolisme menjadi molekul yang lebih komplek untuk disimpan pada beberapa bagian tubuh (Koolman & Rohm 2001). Selanjutnya material energi yang dideposit pada beberapa organ akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ikan baik somatik maupun gonad (Gambar 1).

Gambar 1 Bagan alur kerangka pemikiran penelitian.

Diketahuinya gambaran kebiasaan jenis makanan dan keberadaan material energi yang tersimpan pada beberapa organ tubuh, diharapkan dapat menggambarkan kebutuhan material energi ikan senggaringan dalam menyokong perkembangan gonad. Berdasarkan data tersebut, diharapkan nantinya dapat memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya dalam menyokong usaha budidaya terutama pembenihan baik secara manipulasi internal maupun eksternal. Internal berupa kualitas pakan dan induk, serta eksternal berupa manipulasi lingkungan.

Data tentang aspek reproduksi ikan ini secara utuh diharapkan nantinya dapat memberikan sumbangsih besar guna menjaga kebutuhan ikan ini baik di alam maupun dalam wadah budidaya.

Kebiasaan makanan (komposisi makanan dan indeks kepenuhan isi lambung) per-tingkat

kematangan gonad (TKG)

Deposit energi pada beberapa organ target (otot, hati, visseral, gonad dan adepose fin)

Indikator pertumbuhan somatik dan gonad

1. Indek kepenuhan isi lambung (ISC) dan kebiasaan makanan (IP)

2. Morfoanatomi gonad (GSI), hati (HSI), visceral (VSI) serta faktor kondisi, nilai b dan indeks adepose fin (AFI). 3. Gametogenesis

4. TKG, diameter telur dan fekunditas

Dasar untuk manipulasi 1. Nutrisi

2. Hormonal dan 3. Lingkungan

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji jenis makanan yang dikonsumsi dan deposit material energi pada beberapa organ dalam rangka reproduksi ikan senggaringan (Mystus nigriceps).

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk manipulasi nutrisi, hormonal dan lingkungan dalam rangka upaya memacu keberhasilan pengembangbiakkan ikan senggaringan (Mystus nigriceps).

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ikan Senggaringan (Mystus negriceps)

Ikan senggaringan dilihat dari morfologisnya termasuk dalam kelompok ikan bersungut dari ordo Siluriformes, subordoSiluroidei, famili Bagridae,genus

Mystus, spesies Mystus nigriceps untuk ikan senggaringan (Saanin 1986, Kottelat

et al. 1993).

Gambar 2 Ikan senggaringan (Mystus nigriceps).

Jenis ikan yang termasuk genus Mystus terdapat di perairan umum Indonesia ditaksir tidak kurang dari 11 jenis. Jenis tersebut selain M. nemurus

adalahM. baramensisi, M. bimaculatus, M. gulio, M. microcanthus, M. nigriceps, M. olyroides, M. planiceps, M. sabanus, M. wolffi dan M. wyckii(Yustina 2001).

Di India, Mijkherjee et al. (2002) melaporkan beberapa genus Mystus

terancam keberadaannya sebagai akibat eksploitasi berlebih, polusi pestisida di perairan, penyakit, pemasukan ikan eksotik yang tidak terkontrol, industrialisasi yang mengganggu habitat, dan pemanfaatan air secara berlebihan

Penyebaran ikan senggaringan meliputi daerah Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Di berbagai daerah jenisMystus nigricepsdikenal dengan nama ikan keting, kating atau ingir-ingir dan di Jawa Tengah dikenal dengan nama ikan senggaringan (Saanin 1986).

Ikan senggaringan merupakan ikan yang bersifat karnivora dan cenderung menyukai makanan berupa crustacea dan insekta air (Sulistyo & Setijanto 2002). Karakteristik habitat yang disukai meliputi daerah perairan yang dangkal maupun dalam, terlindung, berarus lemah (0,08 – 0,16 m/s). Substrat dasar biasanya berupa campuran pasir, kerikil dan batuan, terkadang ditumbuhi lumut (Sulistyo & Setijanto 2002).

Rukayah et al. (2003), melaporkan bahwa strategi reproduktif ikan senggaringan ditinjau dari fekunditas mutlak berkisar antara 10005 – 39621,61 butir, sedangkan proporsi ukuran diameter telur pada musim kemarau masih didominasi oleh ukuran 50-100 µm. Nilai IGS cenderung meningkat dari 9,33±1,67% hingga mencapai 14,72±3,17% saat memasuki perkembangan ovarium. Peningkatan IGS tersebut juga mengakibatkan penurunan IHS sebesar 6,62% dan IVS sebesar 14,52%.

Energi Pertumbuhan dan Reproduksi

Dalam pemijahan sebagian besar ikan air tawar melakukan pemijahan pada awal dan pertengahan musim penghujan (Bardach et al. 1972). Puncak aktivitas reproduksi sering dihubungkan dengan hujan dan banjir atau siklus bulan (Vlaming, Connell diacu dalam Lam 1983). Hardyet al.diacu dalam Almansaet al. (1999) mengungkapkan keberadaan asam lemak pada otot dan telur yang berkembang pada ikan salmon menunjukkan keberadaan asam lemak pakan setelah dua bulan dikonsumsi ikan.

Tubuh ikan tersusun dari beberapa komponen diantaranya air, protein, lemak, karbohidrat dan mineral yang dinyatakan dengan abu tubuh. Air dan protein secara kuantitatif sebagai komponen terbesar (Stickney diacu dalam Subagyo 2004). Bentuk substrat energi yang dapat digunakan untuk menyokong aktifitas hidup adalah dalam bentuk protein, lemak dan karbohidrat (Moreauet al. 1992). Protein merupakan komponen terbesar sesudah air. Ikan mensintesis protein tubuh dari protein pakan yang bermutu. Kebutuhan protein tubuh antara lain bergantung pada ukuran tubuh ikan, mutu protein pakan, energi dan kesuburan perairan. Sedangkan lemak bagi ikan merupakan sumber energi kedua

setelah protein, yang digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan proses metabolisme (Zonneveldet al. 1991).

Perkembangan gonad didukung oleh material energi yang disimpan pada otot dan saluran pencernaan (Pazos et al. 2003), hati dan viseral (Rukayah et al. 2005), hati, viseral dan otot (Gelineau et al. 2001). Pematangan gonad sering dihubungkan dengan penurunan pertumbuhan somatik dan pengambilan makanan, dapat juga berpengaruh pada penurunan kualitas daging ikan (Damsgard et al. 1999). Meningkatnya proses reproduksi akan terjadi usaha meningkatkan produksi anakan dari tiap makanan yang dikonsumsi, proses ini akan menyebabkan penurunan biaya energi yang diperuntukkan untuk perawatan tubuh dan pertumbuhan somatik tubuh (Wootton 1985). Tingkat pertumbuhan dan penyimpanan energi mesti lebih tinggi selama masa kritis untuk perkembangan seksual (gonad), ikan yang matang gonad memiliki kadar lemak yang tinggi jika dibandingkan dengan yang tidak matang ( Silversteinet al. 1999).

Ikan membutuhkan energi yang besar untuk reproduksi baik dalam tingkah laku maupun pematangan gonad. Setiap spesies ikan terdapat variasi jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses reproduksi seperti mencari tempat bertelur, migrasi, tingkah laku menarik lawan jenis, cara penjagaan, produksi telur dan sperma. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah umur, fekunditas, kelulusan hidup dan frekuensi reproduksi (Moile & Cech 2000). Proses reproduksi biasanya membutuhkan lebih banyak energi yang bukan saja diperuntukkan untuk produksi gamet (Miller diacu dalam Wootton 1985). Lebih jauh Wootton (1985) mengungkapkan kebutuhan energi ini kemungkinan dipergunakan untuk perkembangan karakteristik secondary sexsual seperti warna saat pemijahan dan bentuk morfologi, produksi pheromons dan sekresi lainnya yang juga termasuk mucus untuk menempelnya telur pada substrat atau untuk membuat sarang. Semua ini akan membutuhkan energi selain dibutuhkannya energi untuk perkembangan dan pematangan gamet. Frekuensi reproduksi tergantung juga terhadap kebiasaan ikan seperti migrasi ke area pemijahan, pertahanan daerah pemijahan dari gangguan, tingkah laku pemijahan serta proses pengasuhan dan kebiasaaan ini tentu membutuhkan energi. Sehingga dapat disimpulkan ada tiga bagian kebutuhan energi dalam reproduksi yang pertama untuk produksi sexsual

primer yang mencakup produksi telur dan sperma, yang kedua untuk perkembangan karakteristik sekunder dan ketiga diperuntukkan untuk kebiasaan reproduksi.

Menurut Xie et al. (1998) total energi dalam tubuh yang digunakan untuk reproduksi adalah 20,7% untuk ikan jantan dan 23,8% untuk ikan betina. Investasi energi pada ikan betina akan semakin besar sejalan dengan ukuran tubuhnya. Ikan dengan ukuran kecil akan menginvestasikan lebih banyak energinya untuk pertumbuhan (Moile & Cech 2000).

Buwono (2000) menjelaskan bahwa kelebihan energi disimpan dalam bentuk lemak di dalam perut ikan yaitu di dalam organ-organ visceral. Lemak juga dapat disimpan sebagai cadangan energi untuk kebutuhan energi jangka panjang selama periode aktivitas penuh atau selama periode tanpa makan pada pemijahan (Zonneveld et al. 1991). Cadangan energi umumnya disimpan pada sekitar organ pencernaan dan otot (Litaay & Silva 2003).

Suatu aspek yang menarik dari reproduksi adalah usaha dan energi yang berbeda yang dikeluarkan oleh spesies dan sering berhubungan dengan pola riwayat hidup suatu spesies (Helfman et al. 2002). Usaha reproduktif meliputi gambaran masukan makanan dan perpindahan material energi menuju gonad, seperti halnya penggunaan energi somatik untuk pertumbuhan gonad.

Pada ikan betina, kematangan oosit melibatkan mobilisasi atau pengerahan dari lipid dan protein dari bagian lain dari tubuh ke ovarium. (Helfman et al. 2002). Perpindahan material energi ini akan menentukan keberlangsungan bagi perkembangan telur dan larva nantinya, sebagaimana Kamler (1992) mengungkapkan pada pertumbuhan dan metabolisme larva akan membutuhkan energi yang berasal dari kuning telur, pada saat ini larva ikan berada dalam periode endogenous feeding, dan material energi yang berada di dalam kuning telur sendiri berasal dari deposit yang yang dialokasikan pada saat perkembangan dan pertumbuhan ovari pada induk.

Kebutuhan energi reproduksi meliputi pengeluaran atau penggunaan energi selama migrasi reproduktif, mencari pasangan, pemijahan, fertilisasi internal, dan hal lain yang berkenaan dengan perawatan induk (Helfman et al. 2002). Kepadatan energi, faktor kondisi, dan persentase lipid pada ikan sesudah

pemijahan lebih rendah dibandingkan sebelum pemijahan (Xie et al. 1998), informasi tersebut menunjukkan bahwa investasi energi yang disimpan digunakan untuk proses pemijahan.

Aktifitas reproduksi ikan didukung dengan ketersediaan lipid yang cukup pada makanan terutama dari hewan, dan diperkirakan jika material energi dan nutrien dimobilisasi dari intraperitoneal fat (IPF) dan hati untuk menyokong perkembangan reproduksi dan pemijahan ikan (Craig et al. 2000), didapatnya komposisi yang tinggi pada jaringan dan sel telur, dihubungkan dengan suksesnya pemijahan dan reproduksi, tingginya lipid pada ikan di alam selama musim panas diindikasikan jika terjadi biosintesis lipid pada hati untuk menyediakan persediaan energi yang dapat digunakan untuk perkembangan somatik maupun reproduksi (Cejas et al. 2003). Oleh sebab itu induk ikan mesti memakan pakan yang berkualitas tinggi selama beberapa bulan sebelum musim pemijahan (Almansa et al. 1999). Lee et al. diacu dalam Rachmawati et al. (2003) menyatakan kadar lipid tubuh ikan flounder hanya dipengaruhi oleh kadar energi pakan, dimana kadar lipid tubuh meningkat dengan semakin meningkatnya kadar energi dalam pakan.

Lemak merupakan bagian dari kimia yang unik dimana semua organism membutuhkannya untuk hidup. Lemak digunakan sebagai sumber energi yang utama, penyusun stuktur membran dan hormon (Watanabe 1982). Studi tentang kebutuhan energi pada ikan yang telah ditunjukkan pada ikan karnivora, seperti

Oncorhynchus, dimana mempunyai keterbatasan dalam memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi. Lemak mempunyai peranan penting dalam menyediakan energi, selain itu protein juga memiliki peranan sebagai sumber energi (Nomura & Davis 2005)

Lemak merupakan elemen penting sebagai sumber energi. Nilai energi yang terkandung di dalamnya lebih tinggi dari nilai energi protein dan karbohidrat. Dalam satuan berat yang sama, nilai pengali energi lemak adalah 9,5 kkal/g; protein 5,6 kkal/g dan karbohidrat 4,1 kkal/g dari persen berat keringnya (Azwar diacu dalam Suryanti 2007), 39,5 kJ/g untuk lemak, 23,6 kJ/g untuk protein dan 17,1 kJ/g untuk glikogen (Lambert & Dutil 1996). Faktor lain yang tidak kalah pentingnya, adalah lemak berperan menimbulkan daya apung

telur-telur ikan tertentu sehingga terjamin kualitasnya. Kebutuhan lemak dalam reproduksi sangat bervariasi antara spesies ikan. Kekurangan lemak mengakibatkan protein akan digunakan sebagai sumber energi. Sehingga akan mempengaruhi aktivitas reproduksi ikan. Kadar lemak yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi berlebih dalam ovarium sehingga mengganggu perkembangan gonad dan aktivitas ikan (Azwar diacu dalam Suryanti 2007)

Pada ikan, protein digunakan sebagai sumber energi dan protein dibutuhkan untuk pertumbuhan yang maksimal (Gelineau et al. 2001). Ikan umumnya menggunakan protein untuk tumbuh bila kebutuhan energi untuk metabolisme basal dan aktifitas otot telah terpenuhi dari pakan. Namun, bila energi pakan rendah, protein pakan digunakan sebagai sumber energi Lee et al.

diacu dalam Rachmawatiet al.(2003).

Protein merupakan salah satu nutrien yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi untuk mencapai pertumbuhan optimal. Protein merupakan bahan organik terbesar pada jaringan ikan, kurang lebih 65 – 85% total dalam berat kering. Ikan mengkonsumsi protein untuk mendapatkan asam amino yang akan digunakan untuk sintesis protein baru, pertumbuhan, reproduksi dan mengganti jaringan yang rusak (Halver diacu dalam Awaludin 2003).

Protein menurut Sachwan (2001) mempunyai tiga fungsi tubuh yaitu: 1) sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan yang rusak dan bereproduksi, 2) sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan mengatur berbagai proses metabolisme dalam tubuh ikan dan 3) sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terkandung dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.

Keberadaan karbohidrat relatif kecil pada komposisi tubuh, penggunaan karbohidrat dihubungkan dengan ketersediaannya pada pakan. Tingginya kadar karbohidrat pada pakan umumnya dihubungkan dengan tingginya deposisi lemak pada tubuh, pada kondisi ini karbohidrat tidak digunakan sebagai sumber energi namun diubah menjadi lemak (Moreauet al. 1992).

Indeks Morfoanatomi

Pertumbuhan merupakan karakteristik dari setiap makhluk hidup termasuk ikan. Dalam pertumbuhan terdapat siklus reproduksi dan juga perubahan-perubahan yang terjadi baik dari segi morfologi, seperti panjang dan berat serta anatomi, seperti gonad, hati dan viseral (Helfmanet al.2002).

Indeks morfoanatomi merupakan metode yang dapat dilakukan untuk memprediksi kinerja reproduktif ikan. Pertumbuhan dan kinerja reproduktif dikaji melalui pendekatan variabel indeks morfologi berupagonad somatic index(GSI),

hepato somatic index(HSI),viscera somatic index(VSI) dan faktor kondisi (FK).

Gonado somatic index (GSI) yang disebut dengan indeks gonad somatik, merupakan suatu perhitungan dalam persen dari berat tubuh ikan yang dialokasikan untuk material gonad (Helfman et al. 2002). Perkembangan gonad akan semakin besar dan matang hingga fase pemijahan. Selama fase tersebut sebagian besar energi yang diperoleh dari hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonadnya. Effendie (1997) menyatakan bahwa tanda utama untuk membedakan kematangan gonad adalah berdasarkan berat gonadnya. Sedangkan berat gonad tergantung pada ukuran ikan dan tingkat pertumbuhan gonadnya (Vlaminget al.1982).

Rasio ini (berat gonad/berat tubuh x 100%) disebut sebagai indeks gonad somatik (IGS) (Sulistyo et al. 2000). Dalam kegiatan perikanan GSI digunakan secara luas sebagai sebuah indeks dari aktifitas gonad dan sebagai sebuah indeks untuk menyatakan persiapan pemijahan dari suatu spesies ikan (Vlaming et al.

1982).

Kinerja reproduksi ikan digambarkan dengan jelas pula dengan hepato somatic index(HSI) yaitu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat hati dengan berat tubuh ikan dikalikan 100% (Sulistyo et al. 2000). Energi yang tersimpan dalam bentuk glikogen pada hati sebelum masa reproduksi akan diubah menjadi energi pada saat memasuki fase reproduksi (Lucifora et al. 2002). Menurut Fujaya (2002), sel memiliki batas tertentu dalam menimbun protein, dan bila telah mencapai batas ini setiap penambahan asam amino dalam cairan tubuh akan dipecah dan digunakan untuk energi atau disimpan sebagai lemak dalam

otot, hati dan viseral. Adanya perubahan ukuran berat pada hati ini dinyatakan sebagai hepato somatik indek (HSI)

Viscera somatic index(VSI) merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang dinyatakan dengan persentase perbandingan antara berat viseral dengan berat tubuh ikan (Sulityo et al. 1998). Viscera merupakan organ dalam tubuh yang meliputi sistemgastrointretinal dari oesopagus hingga anus termasuk lemak yang terdapat didalamnya, selain gonad dan hati. Viscera somatic merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang dinyatakan denganviscera somatic index.

Buwono (2000) menjelaskan bahwa kelebihan energi disimpan dalam bentuk lemak di dalam perut ikan yaitu di dalam organ-organ visceral. Lemak juga dapat disimpan sebagai cadangan energi untuk kebutuhan energi jangka panjang selama periode aktifitas penuh atau selama periode tanpa makan pada pemijahan (Zonneveldet al. 1991).

Nilai faktor kondisi berupa K1 diperoleh dengan memperhitungkan berat tubuh dan berat gonad dalam perbandingkan dengan panjang tubuh, sementara nilai K2 diperoleh tanpa memasukkan berat gonad dalam perhitungannya. Cren (1951) menguraikan bahwa perubahan nilai K2 merupakan petunjuk

Dokumen terkait