• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Beberapa isolat cendawan yang berhasil diisolasi dari tanah tetapi

terkontaminasi sehingga tidak dapat diidentifikasi lebih lanjut 26 2 Kelimpahan cendawan pada rizosfer palem liar 26 3 Kelimpahan cendawan pada rizosfer kelapa sawit di Bukit Harapan 27 4 Kelimpahan cendawan pada rizosfer kelapa sawit di Bukit Duabelas 27 5 Daftar sidik ragam penghambatan G. boninense oleh cendawan rizosfer 27

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi utama perkebunan di Indonesia. Produksi minyak sawit (crude palm oil/ CPO) di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 produksi CPO sebesar 21.9 juta ton, tahun 2011 sebesar 23 juta ton, tahun 2012 sebesar 23.5 juta ton dan pada tahun 2013 diperkirakan meningkat produksinya sebesar 24.4 juta ton (Ditjenbun 2013b). Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi CPO yaitu semakin meluasnya areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 2010 luas area perkebunan kelapa sawit mencapai 8.3 juta hektar dan diperkirakan meningkat menjadi 9.1 juta hektar pada tahun 2013 (Ditjenbun 2013a).

Peningkatan luas area perkebunan monokultur kelapa sawit dapat menyebabkan pengaruh buruk pada ekosistem tersebut. Salah satunya adalah banyaknya serangan patogen pada perkebunan kelapa sawit yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas perkebunan tersebut. Patogen utama yang menyerang kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia adalah cendawan Ganoderma

boninense yang menyebabkan penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB). Menurut

Paterson (2007), tanaman yang terinfeksi oleh G. boninense akan terdegradasi ligninnya karena cendawan bersifat lignolitik dan lama kelamaan akan mengalami kematian. Penyakit ini telah menyebabkan kematian kelapa sawit hingga 80% di beberapa perkebunan sawit di Indonesia (Susanto 2002). Keparahan yang diakibatkan oleh cendawan ini akan terus meningkat dengan banyaknya perkebunan monokultur kelapa sawit (Turner 1981). Menurut Magurran (1987), keanekaragaman dalam suatu ekosistem sangat penting karena dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan suatu ekosistem tersebut, termasuk di dalamnya adalah keanekaragaman mikroba tanah dalam ekosistem tersebut.

Adanya serangan cendawan patogen pada perkebunan kelapa sawit diduga oleh rendahnya keanekaragaman mikroba tanah yang dapat berkompetisi dengan patogen tersebut. Salah satu habitat mikroba tanah adalah rizosfer. Rizosfer adalah tanah di sekitar perakaran tumbuhan yang banyak mengandung nutrisi dan mikroba. Rizosfer juga merupakan daerah yang dapat mengubah keanekaragaman mikroba, meningkatkan aktivitas dan jumlah organisme, serta terdapat interaksi yang kompleks antara mikroba dengan akar. Keanekaragaman suatu mikroba dalam rizosfer sangat tinggi karena kandungan bahan organiknya melimpah yang berasal dari eksudat akar tumbuhan (Kennedy 2005).

Komunitas mikroba di dalam rizosfer memiliki perannya masing-masing, seperti dapat merangsang pertumbuhan tanaman, netral atau sebagai patogen (Kennedy 2005), sehingga eksplorasi mikroba tanah pada rizosfer kelapa sawit dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk mendapatkan agens antagonis bagi patogen G. boninense. Keanekaragaman mikroba tanah termasuk di dalamnya agens antagonis meningkat dengan beragamnya tumbuhan di ekosistem tersebut (Zak et al. 2003). Eksplorasi agens antagonis yang berasal dari rizosfer palem yang hidup liar di hutan juga diperlukan karena tumbuhan palem tersebut jarang terserang patogen. Hal ini disebabkan ekosistem palem tersebut lebih seimbang.

2

Keseimbangan ekosistem tersebut disebabkan oleh banyaknya interaksi antara organisme di dalam ekosistem tersebut.

Hasil penelitian Izzati dan Abdullah (2008), serangan patogen G. boninense

pada kelapa sawit dapat ditekan dengan cendawan Trichoderma harzianum dari 70% menjadi 5%. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa aplikasi bakteri kitinolitik (isolat TB41 atau AL11) yang dikombinasikan dengan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) hasil dari eksplorasi rizoser dapat meningkatkan kolonisasi FMA pada akar bibit sawit dan dapat menekan keparahan penyakit G. boninense

(Nildayanti 2011). Oleh karena itu, informasi mengenai keanekaragaman cendawan tanah pada rizosfer kelapa sawit dan palem liar dapat menjadi sebuah bahan untuk mengendalikan patogen pada kelapa sawit.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan cendawan pada rizosfer kelapa sawit dan palem liar serta potensinya sebagai agens hayati.

Manfaat Penelitian

Penelitian tentang cendawan pada rizosfer kelapa sawit dan beberapa palem liar akan memberikan informasi tentang keanekaragaman dan kelimpahan cendawan rizosfer untuk menemukan peranannya sebagai salah satu agens hayati yang dapat bermanfaat dalam penelitian selanjutnya.

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB). Sampel tanah berasal dari Bukit Harapan dan Bukit Duabelas di Provinsi Jambi. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2013 sampai Desember 2014.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah sampel tanah dari rizosfer, media Martin Agar (MA), media Potato Dextrose Agar

(PDA). Alat-alat yang digunakan antara lain cawan petri, tabung reaksi, laminar

air flow, dan mikroskop cahaya.

Metode Sampel Tanah

Sampel tanah yang digunakan berjumlah 9, yaitu 3 sampel berasal dari rizosfer perkebunan kelapa sawit di Bukit Harapan Jambi (H04 a, b, c), 3 sampel dari perkebunan kelapa sawit di Bukit Duabelas Jambi (B04 a, b, c) dan 3 sampel dari rizosfer palem liar dengan 3 ekosistem yang berbeda-beda, yaitu palem liar yang tumbuh di dalam hutan karet (PLK), palem liar yang tumbuh di hutan dekat area perkebunan karet (PLdK) dan palem liar yang tumbuh di area perkebunan sawit (PLS).

Isolasi Cendawan Tanah

Isolasi cendawan tanah dilakukan dengan metode pengenceran dan pencawanan. Sebanyak 10 g sampel tanah dilarutkan di dalam 90 ml air steril sehingga didapat suspensi tanah. Suspensi diguncang dengan menggunakan alat

orbital shaker selama 2 jam dengan kecepatan 150 rpm. Suspensi kemudian

diencerkan segera secara seri dengan cara mencampurkan 1 ml suspensi tanah dengan 9 ml air steril dalam tabung reaksi sehingga didapat pengenceran 10-2. Pengenceran terus dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-4. Untuk pengenceran 10-3 sampai 10-4 diambil 1 ml kemudian dibiakkan dalam media MA dengan masing-masing 3 ulangan. Hasil biakan diamati selama 7 hari setelah pencawanan (HSP). Setiap koloni cendawan yang tumbuh dicatat, dihitung jumlahnya dan dikelompokkan berdasarkan bentuk dan warna koloni kemudian dimurnikan pada media PDA.

Penghitungan Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan

Keanekaragaman cendawan ditentukan dengan mengelompokkan koloni berdasarkan perbedaan bentuk koloni, warna permukaan atas dan bawah, serta tepiannya. Kelimpahan cendawan ditentukan dengan menghitung langsung koloni yang tumbuh pada media MA, kemudian dihitung per satuan colony forming unit

(cfu). Koloni yang dihitung per satuan cfu adalah koloni yang jumlahnya di antara 8-80 koloni per cawan petri (Sutton 2006). Untuk mengetahui kelimpahan per cfu digunakan rumus:

4

Kelimpahan cfu/g =

Uji Antagonisme in vitro

Uji antagonisme dilakukan untuk mengetahui potensi isolat cendawan yang didapatkan. Uji antagonisme dilakukan terhadap cendawan patogen G. boninense

yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Pengujian dilakukan pada media PDA dengan mengikuti metode Li et al. (2007), potongan isolat cendawan tanah berdiameter 5 mm diletakkan tepat di tengah cawan petri berdiameter 85 mm dan potongan cendawan G. boninense berdiameter 5 mm diletakkan pada media dengan jarak 21.25 mm di samping isolat cendawan rizosfer baik sisi vertikal atau horizontal, sedangkan untuk kontrol adalah media yang hanya berisi 4 potongan cendawan G.

boninense. Tiap pengujian dilakukan 3 kali ulangan. Pengamatan dilakukan

selama 7 hari dengan mengukur diameter koloni G. boninense pada kontrol (r1) dan diameter koloni G. boninense pada perlakuan (r2) dan untuk mengetahui persentase penghambatannya dihitung dengan rumus:

P = (r1˗r2) / r1 x 100%

keterangan:

P = persentase penghambatan (%)

r1 = diameter koloni cendawan patogen padakontrol r2 = diameter koloni cendawan patogen pada perlakuan Identifikasi

Koloni cendawan yang tumbuh pada media MA kemudian dimurnikan pada media PDA, lalu diidentifikasi berdasarkan morfologinya dengan bantuan kunci identifikasi (Watanabe 2002). Untuk memperoleh struktur cendawan yang lengkap, dibuat agar blok dari media PDA yang diinokulasi isolat cendawan dan diletakkan di atas kaca preparat dan diinkubasi selama 2-7 hari sebelum diamati di bawah mikroskop cahaya.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan untuk uji penghambatan G. boninense secara in vitro

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microscoft Office Excel 2013 dan analisis sidik ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan dengan taraf α = 5% (Mattjik & Sumertajaya 2006), sedangkan untuk data jumlah koloni dan keanekaragaman cendawan hanya dihitung dan dianalisis dengan menggunakan Microscoft Office Excel 2013.

Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan

Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan ditentukan dengan banyaknya koloni cendawan yang tumbuh pada media MA. Setiap sampel rizosfer yang diisolasi pada media MA menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Rata-rata koloni yang tumbuh pada media MA dari pengenceran 10-3 masih cukup rapat dan banyak kecuali pada sampel B04 b, B04 c dan PLK (Gambar 1).

Gambar 1 Hasil pencawanan pada media MA dari pengenceran 10-3 setiap sampel: (a) PLK, (b) PLS, (c) PLdK, (d) H04 a, (e) H04 b, (f) H04 c, (g) B04 a, (h) B04 b, (i) B04 c

Dari 9 sampel yang diisolasi, kelimpahan cendawan tertinggi dihasilkan oleh sampel B04 a yang berasal dari rizosfer perkebunan kelapa sawit di Bukit Duabelas sebesar 4.9 x 106 cfu/g, sedangkan kelimpahan cendawan terendah berasal dari sampel B04 b sebesar 0.3 x 105 cfu/g yang juga berasal dari perkebunan kelapa sawit di Bukit Duabelas. Berdasarkan bentuk, warna dan tepian koloni, dari 9 sampel tersebut didapatkan 59 isolat cendawan. Keanekaragaman cendawan dari yang tertinggi adalah sampel dari rizosfer kelapa sawit di bukit Harapan dengan 30 macam isolat, kemudian sampel dari palem liar dengan 27 isolat, dan keanekaragaman terendah berasal dari rizosfer kelapa sawit di Bukit Duabelas dengan 16 isolat. Untuk keanekaragaman cendawan per sampel, keanekaragaman tertinggi berasal dari sampel H04 a dengan 22 isolat, sedangkan yang terendah berasal dari sampel B04 a dengan 8 isolat (Tabel 1).

Keanekaragaman mikroba tanah akan meningkat dengan beragamnya tumbuhan di ekosistem tersebut (Zak et al. 2003). Selain itu, keanekaragaman mikroba tanah juga lebih dipengaruhi oleh banyaknya senyawa organik yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Hasil eksplorasi cendawan tanah yang dilakukan Puangsombat et al. (2010) di 5 tipe lahan yang berbeda juga didapatkan bahwa indeks keanekaragaman cendawan di lahan nanas lebih tinggi daripada di hutan sekunder. Menurut Shi et al. (2013), keanekaragaman cendawan tanah pada berbagai tipe hutan dipengaruhi oleh suhu, garis lintang dan keanekaragaman tumbuhan. Keanekaragaman cendawan tertinggi didapatkan dari hutan dengan keanekaragaman tumbuhan terendah atau di hutan iklim sedang.

a b c d e

6

Tabel 1 Kelimpahan dan keanekaragaman cendawan pada setiap sampel

Sampel tanah Kelimpahan

cendawan (cfu/g) Keanekaragaman jenis cendawan Palem liar 27 PLK 4.6 x 105 14 PLS 3.4 x 106* 13 PLdK 4.4 x 106 10

Kelapa sawit Bukit Harapan 30

H04 a 3.9 x 106 22

H04 b 2.8 x 106 14

H04 c 5.8 x 105 16

Kelapa sawit Bukit Duabelas 16

B04 a 4.9 x 106 8

B04 b 0.3 x 105 13

B04 c 3.0 x 105 9

*angka estimasi. PLK: palem liar di hutan karet. PLS: palem liar di kebun sawit. PLdK: palem liar di hutan dekat kebun karet.

Semua isolat yang ditemukan, banyak yang ditemukan hanya dari satu sampel saja, dan hanya isolat Penicillium sp. 12 yang ditemukan di setiap sampel (Tabel 2). Cendawan Penicillium merupakan cendawan yang sering ditemukan di tanah sebagai saprofit. Hasil penelitian Makut dan Owolewa (2011), Penicillium

dan Aspergillus ditemukan hampir di setiap lokasi sampel. Unidentified fungi

(UF) 1-9 adalah kode untuk isolat cendawan yang belum diketahui taksonominya dan UF 10-25 adalah cendawan yang telah diisolasi tetapi terkontaminasi dan mati sebelum sempat diidentifikasi (Lampiran 1).

Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan pada Rizosfer Palem Liar Sampel dari palem liar memiliki ekosistem yang berbeda-beda, yaitu palem liar yang tumbuh di dalam hutan karet (PLK), palem liar yang tumbuh di hutan dekat area perkebunan karet (PLdK) dan palem liar yang tumbuh di area perkebunan sawit (PLS). Kelimpahan cendawan tertinggi didapatkan dari sampel PLdK sebesar 4.4 x 106 cfu/g, dan kelimpahan terendah dari sampel PLK dengan 4.6 x 105 cfu/g. Pada sampel PLS didapatkan kelimpahan cendawan sebanyak 3.4 x 106 cfu/g (angka estimasi) (Tabel 1). Hasil kelimpahannya disebut sebagai angka estimasi karena jumlah koloni cendawan pada setiap cawan dari sampel tidak masuk dalam kategori jumlah koloni yang dapat yaitu antara 8-80 koloni (Tortora

et al. 2004; Sutton 2006). Total isolat yang didapatkan dari rizosfer palem liar berjumlah 27 macam. Keanekaragaman cendawan yang dihasilkan dari setiap sampel ini tidak terlalu berbeda, berikut urutan dari yang tertinggi, yaitu PLK (14 isolat), PLS (13 isolat), dan PLdK (10 isolat). Pada sampel PLK, isolat yang dominan adalah isolat UF 15 dengan kelimpahan 80 x 10⁴ cfu/g dan pada sampel PLS dan PLdK didominasi oleh isolat UF 16 dengan kelimpahan secara berturut- turut adalah 493 x 104 cfu/g dan 177 x 104 cfu/g (angka estimasi) (Lampiran 2). Isolat yang selalu ditemukan di ketiga sampel rizosfer palem liar adalah

Penicillium sp. 2, Trichoderma sp. 1, Gongronella sp. 1 dan Penicillium sp. 12. Pada lokasi ini keanekaragaman genus cendawan lebih beragam (8 genus dan 13 UF) (Gambar 2).

Isolat PLK PLS PLdK H04 a H04 b H04 c B04 a B04 b B04 c Absidia sp. - - - - - - - - Acremonium sp. - - - - - - - - Aspergillus sp. 1 - - - - - - - - Aspergillus sp. 2 - - - - - - - - Chrysosporium sp. - - - - - - - - Fusarium sp. 1 - - - - - - - - Fusarium sp. 2 - - - - - - - - Gongronella sp. 1 - - - - Gongronella sp. 2 - - - - - - - - Mortierella sp. 1 - - - - - - Mortierella sp. 2 - - - - - - - - Paecilomyces sp. 1 - - - - - - - - Paecilomyces sp. 2 - - - - - Penicillium sp. 1 - - - - - - Penicillium sp. 2 - Penicillium sp. 3 - - - - - - - - Penicillium sp. 4 - - - - - - Penicillium sp. 5 - - - - - - - - Penicillium sp. 6 - - - - - - - - Penicillium sp. 7 - - - - - - - - Penicillium sp. 8 - - - - - Penicillium sp. 9 - - - - - Penicillium sp. 10 - - - - - - - Penicillium sp. 11 - - - - - - - - Penicillium sp. 12 Penicillium sp. 13 - - - - - - - - Penicillium sp. 14 - - - - - - - - Penicillium sp. 15 - - - - - - - - Penicillium sp. 16 - - - - - - - - Penicillium sp. 17 - - - - - - Pestalotia spp. - - - - - - - - Trichoderma sp. 1 - - Trichoderma sp. 2 - - - - - Trichoderma sp. 3 - - - - - - - UF* 1 - - - - - - - - UF 2 - - - - - - - UF 3 - - - - - - - UF 4 - - - - - - - - UF 5 - - - - - - - UF 6 - - - UF 7 - - - - - - - - UF 8 - - - - - - - - UF 9 - - - - - - - - UF 10 - - - - - - - - UF 11 - - - - - - - - UF 12 - - - - - - - - UF 13 - - - - - - - - UF 14 - - - - - - - - UF 15 - - - - - - - - UF 16 - - - - - - - UF 17 - - - - - - - - UF 18 - - - - - - - - UF 19 - - - - - - - - UF 20 - - - - UF 21 - - - - - - - - UF 22 - - - - - - - - UF 23 - - - - - - - - UF 24 - - - - - - - - UF 25 - - - - - - - - Jumlah 14 13 10 22 14 16 8 13 9

*UF (unidentified fungi). PLK: palem liar di hutan karet. PLS: palem liar di kebun sawit. PLdK: palem liar di hutan dekat kebun karet. H04 a, b, c: kelapa sawit di Bukit Harapan. B04 a, b, c: kelapa sawit di Bukit 12.

8

Gambar 2 Kelimpahan cendawan pada rizosfer palem liar, PLK: palem liar di hutan karet, PLS: palem liar di kebun sawit, PLdK: palem liar di hutan dekat kebun karet

Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan pada Rizosfer Kelapa Sawit di Bukit Harapan

Isolat yang didapatkan dari Bukit Harapan ada 30 macam. Keanekaragaman cendawan dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah H04 a (22 isolat), H04 c (16 isolat), dan H04 b (14 isolat) sedangkan kelimpahan cendawan dari yang tertinggi sampai terendah adalah H04 a (3.9 x 106 cfu/g), H04 b (2.8 x 106 cfu/g), dan H04 c (5.8 x 105 cfu/g). Isolat yang dominan pada sampel H04 a adalah

Penicillium sp. 5 dengan kelimpahan 33.3 x 104 cfu/g, pada sampel H04 b didominasi oleh isolat Penicillium sp. 12 dengan kelimpahan 34.3 x 104 cfu/g dan isolat yang dominan pada sampel H04 c adalah isolat Paecilomyces sp. 2 dengan kelimpahan 83.3 x 104 cfu/g (Lampiran 3). Isolat yang ditemukan pada ketiga sampel adalah Penicillium sp. 1, Penicillium sp. 4, Penicillium sp. 9, Penicillium

sp. 12, Mortierella sp. 1 Paecilomyces sp. 2 dan UF 6. Pada lokasi ini keanekaragaman genusnya lebih sedikit dari lokasi palem liar yaitu 6 genus dan 9 UF karena didominasi oleh cendawan dari genus Penicillum (Gambar 3).

Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan pada Rizosfer Kelapa Sawit di Bukit Duabelas

Isolat yang diperoleh dari lokasi ini sebanyak 16 macam, jumlah ini merupakan jumlah terendah dari 2 lokasi lainnya. Sampel B04 a merupakan sampel dengan keanekaragaman terendah (8 macam isolat) dari seluruh sampel meskipun kelimpahannya adalah yang tertinggi, yaitu 4.9 x 106 cfu/g, sedangkan sampel B04 b memiliki kelimpahan terendah (0.3 x 105 cfu/g) dari seluruh sampel akan tetapi keanekaragamannya lebih tinggi dari sampel B04 a yaitu 13 macam isolat. Hal ini menunjukkan bahwa sampel dengan kelimpahan cendawan tertinggi belum tentu memiliki keanekaragaman yang tinggi juga. Ini bisa disebabkan karena adanya dominasi suatu cendawan terhadap cendawan lainnya. Sampel B04 a didominasi oleh isolat Penicillium sp. 2 dan Penicillium sp. 12 dengan kelimpahan masing-masing adalah 96.7 x 104 cfu/g dan 50.3 x 104 cfu/g sedangkan isolat lainnya kelimpahannya hanya berkisar antara 0.3-0.7 x 104 cfu/g (Lampiran 4). Isolat yang ditemukan di setiap sampel adalah isolat Penicillium sp.

didominasi oleh genus Penicillium (Gambar 4).

Gambar 3 Kelimpahan cendawan pada rizosfer kelapa sawit di Bukit Harapan

Gambar 4 Kelimpahan cendawan pada rizosfer kelapa sawit di Bukit Duabelas Uji Antagonisme Cendawan Rizosfer terhadap G. boninense in vitro

Uji antagonisme dilakukan untuk mengetahui kemampuan cendawan rizosfer dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen. Mekanisme penghambatan yang umum terjadi adalah antibiosis, kompetisi, mikoparasitisme, enzim pendegradasi dinding sel dan induksi resistensi. Mekanisme antagonisme dapat melibatkan semua mekanisme penghambatan atau hanya salah satu dari mekanisme tersebut. Salah satu cendawan antagonis yang dapat menghambat patogen dengan berbagai macam mekanisme antagonisme adalah cendawan dari genus Trichoderma yang dapat menghasilkan beberapa senyawa antibiotik (Gliovirin, Gliotoksin, Akyl pyrones dan Peptaibol antibioik), enzim pendegradasi dinding sel (enzim kitinolitik dan glukanase), kompetisi ruang dan nutrisi dan mikoparasitisme (Lo 1998).

Uji antagonisme dilakukan dengan menguji isolat cendawan tanah (43 isolat) yang ditemukan dengan cendawan G. boninense. Pada media PDA, cendawan ini memiliki miselium berwarna putih, melekat di permukaan media dan perkembangannya cepat. Pada umur 9 hari, miselium cendawan ini sudah memenuhi permukaan media. Struktur hifa cendawan ini bersekat dan terdapat

10

Gambar 5 Morfologi G. boninense: (a) makroskopi, (b) clamp connection

Hasil pengujian antagonisme antara cendawan rizosfer dengan cendawan patogen G. boninense didapatkan beberapa mekanisme penghambatan. Mekanisme penghambatan yang banyak didapat adalah adanya kompetisi ruang dan nutrisi antara cendawan uji dengan G. boninense yang salah satunya ditunjukkan oleh perlakuan Trichoderma sp. 2. Pada perlakuan ini terlihat bahwa miselium dari Trichoderma sp. 2 menyebar ke seluruh permukaan media yang menyebabkan koloni dari G. boninense tidak dapat berkembang dan diduga terjadi mekanisme penghambatan yang lain karena koloni cendawan G. boninense

berubah warnanya dari putih menjadi kecoklatan (Gambar 6b). Isolat ini juga menghasilkan persentase penghambatan yang tertinggi terhadap cendawan G.

boninense yaitu sebesar 76.183% (Tabel 3).

Mekanisme penghambatan lainnya adalah mekanisme antibiosis yang ditandai dengan adanya zona bening di antara pertemuan koloni cendawan uji dengan koloni cendawan patogen. Isolat yang menunjukkan mekanisme ini yaitu isolat Penicillium sp. 13 dan Chrysosporium sp. dengan lebar zona bening sebesar 1.08 mm dan 3.42 mm (Gambar 6c). Selain kedua mekanisme tersebut didapatkan juga mekanisme penghambatan yang lain, yaitu terbentuknya suatu zona seperti zona bening. Zona tersebut dapat terbentuk diduga karena pengaruh antibiosisnya tidak bertahan lama, sehingga miselium yang awalnya terhambat, dapat tumbuh kembali yang lebih tipis dari miselium yang menjauhi isolat uji. Isolat yang menunjukkan mekanisme ini adalah Aspergillus sp. 1 dan UF 7 dengan lebar 2.42 mm dan 3 mm (Gambar 6d). Hasil penelitian Makut dan Owolewa (2011) menunjukkan bahwa cendawan Aspergillus flavus dan Penicillium sp. menghasilkan senyawa antibiotik yang ditunjukkan dengan adanya zona bening pada uji penghambatan terhadap Candida albicans sebesar 12 mm.

Pada perlakuan uji antagonisme yang lain, persentase penghambatan yang tinggi juga ditunjukkan oleh cendawan Penicillium sp. 2 dan Aspergillus sp. 2 sebesar 75.584% dan 74.990%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan hasil yang ditunjukkan oleh cendawan Trichoderma sp. 2 berdasarkan uji Duncan (α= 0.05)

(Tabel 3 dan Lampiran 5). Hasil pengujian kedua cendawan tersebut memang tinggi akan tetapi perlu diperhatikan keamanannya bagi tumbuhan maupun manusia karena kedua cendawan tersebut juga dapat menghasilkan senyawa aflatoksin yang beracun dan sering mengontaminasi pada tanaman (Wilson dan Payne 1994). Pada perlakuan isolat Acremonium sp. dan UF 3 tidak terjadi penghambatan pada G. boninense, yang ditunjukkan nilai penghambatan yang negatif (Tabel 3). Hal ini dikarenakan pertumbuhan isolat cendawan Acremonium

sp. yang lebih lambat dari cendawan G. boninense.

Gambar 6 Hasil uji antagonisme cendawan uji dengan G. boninense pada 5 hsp: (a) kontrol, (b) kompetisi (Trichoderma sp. 2), (c) antibiosis (Penicillium sp. 13), (d) seperti zona bening (Uf 7)

Tabel 3 Persentase penghambatan cendawan uji terhadap G. boninense pada 5 hsp

Isolat Daya hambat1 (%) Isolat Daya hambat1 (%)

Trichoderma sp. 2 76.183a Penicillium sp. 13 24.471ghij

Penicillium sp. 2 75.584a UF 2 24.402ghij

Aspergillus sp. 2 74.990a Penicillium sp. 7 23.218ghij

Trichoderma sp. 3 70.804ab Chrysosporium sp. 22.873ghij

Penicillium sp. 1 69.305ab Penicillium sp. 9 22.576ghij

Trichoderma sp. 1 63.776abc Penicillium sp. 8 22.370ghijk

Penicillium sp. 17 61.219abc UF 7 22.050ghijk

Penicillium sp. 5 57.517bcd Penicillium sp. 4 21.158hijk

Penicillium sp. 6 56.732bcd Gongronella sp. 2 20.861hijk

Penicillium sp. 14 53.729cd Mortierella sp. 2 17.693hijkl

Penicillium sp. 10 45.867de Mortierella sp. 1 17.693hijkl

Paecilomyces sp. 2 44.911de Paecilomyces sp. 1 16.917hijklm

Penicillium sp. 15 43.397def UF 4 15.740hijklm

Penicillium sp. 11 37.760efg UF 9 13.172hijklmn

Absidia sp. 37.590efg Gongronella sp. 1 11.100ijklmn

Penicillium sp. 12 29.059fgh UF 8 9.187jklmno

Penicillium sp. 16 28.331gh Fusarium sp. 1 6.265klmno

Aspergillus sp. 1 27.767gh Pestalotia sp. 4.596lmno

UF2 6 26.915ghi UF 1 1.323mnop

UF 5 26.388ghi Kontrol 0.000nop

Fusarium sp. 2 25.785ghi UF 3 -5.535op

Penicillium sp. 3 25.740ghi Acremonium sp. -11.702p

1Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). 2UF (unidentified fungi).

Cendawan Trichoderma sp. 2 yang menghasilkan persentase penghambatan tertinggi terhadap cendawan patogen G. boninense didapatkan dari sampel palem liar (PLdK dan PLS) dan perkebunan kelapa sawit Bukit Harapan (H04 a dan H04 c), sedangkan pada sampel perkebunan kelapa sawit Bukit Duabelas tidak ditemukan cendawan ini. Cendawan ini paling banyak ditemukan pada sampel PLdK sebesar 8.7 x 104 cfu/g. Sampel ini berasal dari hutan di dekat area kebun karet yang diduga ekosistemnya lebih seimbang karena keanekaragaman tumbuhan di dalamnya yang mempengaruhi keseimbangan mikroba tanah termasuk cendawan di dalamnya.

12

Identifikasi Cendawan

Isolat cendawan yang diidentifikasi berjumlah 43 dari 59 isolat. Hal ini disebabkan adanya isolat yang terkontaminasi dengan cendawan lain yang tidak dapat dimurnikan kembali selama proses penelitian. Identifikasi cendawan dilakukan dengan mengamati morfologi cendawan secara mikroskopis pada mikroskop cahaya dan morfologi koloni pada media PDA dengan mengacu kepada buku Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi (Watanabe 2002) (Tabel 4). Hasil identifikasi dari 43 isolat cendawan diperoleh 11 genus cendawan dan 9 cendawan yang belum teridentifikasi. Sebelas genus tersebut yaitu Absidia, Acremonium, Aspergillus, Chrysosporium, Fusarium, Gongronella, Mortierella,

Paecilomyces, Penicillium, Pestalotia dan Trichoderma.

Absidia sp.

Cendawan Absidia sp. memiliki miselium aerial, awalnya berwarna putih kemudian berubah menjadi kecoklatan dan pertumbuhannya cepat. Struktur mikroskopisnya berupa hifa aseptat, sporangiofornya bercabang atau tidak, lurus atau melengkung, kolumela berbentuk agak bulat, hialin dan berada diujung sporangiofor, sporangium bulat dan sporangiosporanya berbentuk elips dan hialin. Acremonium sp.

Cendawan ini memiliki morfologi berupa miselium berwarna putih pada awalnya kemudian muncul warna hitam, miselium padat, melekat di media dan permukaannya kasar. Struktur mikroskopis cendawan ini berupa hifa bersekat,

Dokumen terkait