• Tidak ada hasil yang ditemukan

No. Halaman

1. Hasil perhitungan biomasa lapang pada tanaman karet... 46 2. Hasil perhitungan biomasa lapang pada kelapa sawit... 47 3. Hasil pendugaan biomasa karet dengan menggunakan model terbaik

pada citra PALSAR... 49 4. Hasil pendugaan biomasa kelapa sawit dengan menggunakan model

terbaik pada citra PALSAR... 51 5. Hasil pendugaan biomasa karet dengan menggunakan model terbaik

pada citra Landsat... 53 6. Hasil pendugaan biomasa kelapa sawit dengan menggunakan model

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini masyarakat dunia sedang menghadapi kondisi yang mengkhawatirkan karena terjadinya perubahan iklim akibat dari pemanasan global. Menurut Hairiah dan Widianto (2007), dampak pemanasan global dapat mengakibatkan terjadinya bencana alam terutama berkaitan dengan menurunnya sumber daya alam, seperti menurunnya kualitas dan kuantitas air, serta menurunnya kualitas udara. Salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim yang dianggap sangat serius saat ini adalah naiknya kadar Gas Rumah Kaca (GRK). Intergovernmental On Panel Climate Change (IPCC) (2001), menyatakan bahwa jika laju GRK dibiarkan terus tanpa adanya tindakan untuk menguranginya, maka suhu global rata-rata akan meningkat dengan laju 0.3oC setiap sepuluh tahun. Menurut Subagyono (2007), GRK terdiri dari beberapa gas utama yaitu: karbon dioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), dan perfluorokarbon (PFC), dengan CO2 merupakan penyumbang emisi terbesar dalam GRK yaitu sebesar 77%.

Gas CO2 sebagai salah satu penyusun GRK terbesar di udara mampu diserap oleh pohon melalui proses fotosintesis dan diubah menjadi C-organik dalam bentuk biomasa (Hairiah dan Widianto 2007). Informasi tentang kandungan karbon suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan menduga biomasa vegetasi tersebut. Menurut Brown (1997), hampir 50% dari biomasa suatu vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon. Oleh karena itu, perlu diketahui teknik pendugaan biomasa.

Pendugaan biomasa dapat dilakukan dengan metode penebangan (destructive sampling) dan metode pendugaan tidak langsung (non destructive sampling) menggunakan metode hubungan alometrik. Perhitungan biomasa dengan metode destruktif dapat memberikan data yang akurat dari proses penebangan pohon-pohon dan menimbang bobot keseluruhan bagian-bagiannya (Maulana dan Asmoro 2010). Pada praktiknya, penggunaan metode penebangan menjadi kurang efisien karena membutuhkan waktu yang lama, biaya yang besar

 

dan sulit dilakukan pada lokasi yang tidak mudah terjangkau. Teknologi penginderaan jauh telah mengalami perkembangan dalam dunia kehutanan, dengan penggunaan satelit sebagai wahana dalam pengambilan data. Penginderaan jauh dirasa cukup memadai dalam memberikan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan lengkap dengan tingkat ketelitian yang memadai dan biaya yang relatif murah.

Di Indonesia, pelaksanaan kegiatan kehutanan mulai dari perencanaan hutan sampai dengan pengawasan sumberdaya hutan telah menggunakan teknologi penginderaan jauh. Pada umumnya, citra satelit yang sering digunakan oleh para pengambil kebijakan kehutanan di Indonesia adalah citra Landsat. Hal ini dikarenakan citra Landsat merupakan citra optik sistem pasif dengan resolusi spektral yang tinggi, sehingga dirasa memungkinkan untuk dilakukan estimasi biomasa menggunakan citra Landsat. Pernyataan ini diperkuat juga oleh penelitian-penelitian sebelumnya, seperti pengembangan model pendugaan kandungan karbon dari biomasa pohon cemara di Alaska oleh Michalek et al. (2000), pendugaan biomasa pada hutan tropis di Brazil, Malaysia, dan Thailand oleh Foody et al. (2003), dan pendugaan biomasa permukaan tanah di Hutan Amazon, Brazil oleh Lu (2005). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara nilai Digital Number (DN) citra Landsat dan biomasa yang cukup baik dengan nilai koefisien korelasi (r) yang lebih dari 0.7. Di Indonesia telah dilakukan penelitian tentang pendugaan biomasa menggunakan citra Landsat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Yaya et al. (2005), yang mengkaji hubungan antara biomasa dengan kanal tunggal dan indeks vegetasi pada citra Landsat. Nilai korelasi yang dihasilkan relatif lemah (r < 0.70). Hubungan dengan korelasi yang lebih baik (r > 0.70) ditunjukkan oleh hubungan antara biomasa dengan dua karakteristik spektral atau lebih (Yaya et al. 2005).

Citra Landsat memiliki kelemahan karena tidak mampu mendeteksi tutupan lahan yang terhalang oleh awan. Sebagai negara tropis, di Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan citra optik yang bebas awan. Oleh karena itu penggunaan citra radar perlu dikaji lebih lanjut karena dapat menembus awan. Sensor radar mampu menangkap gelombang mikro, sehingga mampu memberi informasi pada daerah yang tertutup awan atau haze. Hal ini karena panjang

 

gelombang radar jauh lebih besar dari ukuran (diameter) partikel atmosfer yang dilaluinya. Radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan jarak (posisi)- nya (Lillesand dan Kiefer 1990). Sensor radar dapat mengukur dan mencatat intensitas tenaga balik (backscatter) dari pemancaran tenaga sensor (Purwadhi 2001).

Pada tahun 2006 Jepang telah meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Satellite) dengan salah satu sensornya adalah sensor radar Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR). PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang menggunakan frekuensi band L (Frekuensi- pusat 1270 MHz/23,6 cm) untuk melakukan pengamatan malam dan siang hari tanpa terpengaruh oleh kondisi cuaca (FORDA dan JICA 2005). Citra PALSAR merupakan citra baru yang masih dalam proses eksperimen, serta memiliki kemampuan dalam menangkap karakteristik vegetasi, seperti halnya biomasa. Hal ini dapat diperkuat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti pendugaan biomasa atas permukaan di Pulau Jawa dan Bali yang dilakukan oleh Puspitasari (2010); pendugaan biomasa tegakan jati di KPH Kebonharjo oleh Syarif (2011); dan pendugaan biomasa tegakan pinus di Banyumas Barat yang dilakukan oleh Riska (2011). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara citra PALSAR dan biomasa, dengan koefisien determinasi (R2) antara 39.7% dan 79.4%. Penelitian penggunaan citra PALSAR yang sudah dilakukan masih terbatas pada penelitian di daerah Jawa dan Bali. Sehingga perlu dilakukan eksplorasi penggunaan citra PALSAR lebih banyak lagi terutama pada daerah-daerah lain yang memiliki topografi berbeda.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.62 /Menhut-II/2011, menjelaskan bahwa karet sebagai tanaman kehutanan mampu berperan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon biomasa. Tanaman karet memiliki peran yang sangat besar dalam penyerapan CO2 karena memiliki

kanopi yang lebar dan permukaan hijau daun yang luas.

Saat ini jenis pohon yang banyak ditemukan pada hutan tanaman rakyat adalah pohon karet, baik yang tumbuh secara alami maupun karena ditanam oleh

 

rakyat. Dengan kata lain, pohon karet ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan vegetasi atau tegakan hutan. Sebagai salah satu jenis tanaman berkayu yang memberikan nilai ekonomis yang menjanjikan baik dari hasil kayu, getah maupun serapan karbonnya, maka penelitian ini menfokuskan penelitian tentang pendugaan biomasa pohon karet. Kawasan hutan sering menjadi sasaran konversi lahan menjadi lahan-lahan perkebunan, sehingga penelitian ini juga membangun model-model pendugaan biomasa kelapa sawit yang kelak dapat dijadikan pembanding dalam memberikan argumentasi bahwa tanaman atau pohon hutan memberikan kontribusi resapan karbon yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman perkebunan. Pohon karet mampu mengolah CO2 sebagai sumber

karbon yang digunakan untuk fotosintesis (Indraty 2005). Dalam penelitian ini pendugaan biomasa kelapa sawit dilakukan sebagai pembanding, dalam rangka mengetahui tanaman mana yang memiliki kemampuan menyerap karbon lebih banyak.

1.2Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membangun model penduga biomasa pada tanaman karet dan kelapa sawit menggunakan citra PALSAR resolusi spasial 50 m, dan citra Landsat.

1.3Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alat dalam melakukan pendugaan biomasa melalui citra ALOS PALSAR dan Landsat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan terhadap karakteristik citra PALSAR dari biomasa.

BAB II

Dokumen terkait