• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Analisis Kruskal-Wallis pada pengujian ekstrak daun sirsak 23

2 Analisis Korelasi 23

3 Pengetahuan responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman

di tiga kelurahan 23

4 Persepsi responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman yang

paling efektif di tiga kelurahan 23

5 Penggunaan jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan 24

6 Persepsi responden terhadap letak tikus aktif di tiga kelurahan 24

7 Lokasi peletakan perangkap 24

8 Lokasi peletakan rodentisida 24

9 Lokasi peletakan repelen 24

10 Persepsi responden terhadap waktu tikus permukiman aktif 25

11 Waktu peletakan perangkap 25

12 Waktu peletakan rodentisida 25

13 Waktu peletakan repelen 25

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hama permukiman merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat perkotaan. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan kehadiran hama permukiman. Jenis hama yang dijumpai pada sebagian besar perumahan, apartemen, perkantoran, pabrik, maupun gudang adalah nyamuk, kecoa, rayap, lalat, semut, dan tikus (Nafis 2009). Tikus digolongkan ke dalam Ordo Rodentia (hewan mengerat), Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan Subfamili Murinae. Rodentia berasal dari bahasa latin rodere artinya binatang mengerat yang dicirikan dengan adanya dua gigi seri di rahang atas dan dua di rahang bawah yang tumbuh memanjang (Marbawati dan Ismanto 2011). Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan keuntungan sedangkan manusia mendapatkan kerugian (Priyambodo 2003).

Spesies tikus mempunyai habitat masing-masing untuk berkembangbiak. Permukiman merupakan habitat tikus untuk memperoleh makanan (Widayani dan Susilowati 2014). Tikus yang sering ditemui pada habitat rumah, pekarangan, dan gudang adalah R. rattus, R. norvegicus, dan M. musculus. Spesies tikus tersebut sebagai rodens komensal, artinya hewan yang beradaptasi dengan baik pada aktivitas kehidupan manusia, serta menggantungkan hidupnya (pakan dan tempat tinggal) pada kehidupan manusia (Priyambodo 2003). Kerusakan yang diakibatkan oleh tikus disebabkan oleh pertumbuhan gigi seri sepanjang hidupnya. Hama ini akan menjaga pertumbuhan gigi serinya agar tidak tumbuh memanjang dengan cara mengerat. Perilaku tikus mengerat benda-benda keras di sekitarnya membuat tikus berperan sebagai hama. Pengendalian perlu dilakukan saat adanya tanda kehadiran hama tersebut. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu pemasangan perangkap, penggunaan rodentisida, dan repelen.

Pengendalian menggunakan perangkap merupakan cara yang mudah dan sederhana dalam aplikasinya yaitu hanya menyediakan umpan di dalam perangkap. Penggunaan perangkap juga aman bagi lingkungan. Perangkap massal merupakan salah satu jenis perangkap yang digunakan untuk memerangkap beberapa tikus dalam keadaan hidup (Permada 2009).

Menurut Surachman dan Suryanto (2007) bila populasi tikus sudah cukup banyak dan menunjukkan serangan yang hebat, maka pengendalian yang efektif dan efisien adalah dengan umpan beracun berbahan aktif brodifakum. Umpan berbahan aktif tersebut merupakan hasil rekayasa manusia yang disenangi oleh tikus. Tikus yang memakan umpan beracun tersebut akan mati dalam waktu 3-4 hari.

Pengendalian yang aman, mudah, dan sederhana lainnya yaitu menggunakan repelen. Repelen aman karena tidak mengandung racun, tetapi hanya memengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan bahan-bahan alami yang tidak disukai tikus seperti ekstrak daun sirsak menyebabkan gangguan terhadap aktivitas makan, minum, mencari pasangan, dan reproduksi (Priyambodo 2003).

Pada lingkungan permukiman manusia sulit untuk menentukan suatu tingkat populasi hama sebagai ambang untuk memutuskan bahwa tindakan intervensi

2

perlu dilakukan. Ambang toleransi terhadap keberadaan hama sangat beragam di antara pemukim dan pasti ada beberapa yang tidak dapat mentoleransi sama sekali, atau menunjukkan sikap zero tolerance (Sigit 2006).

Pengendalian tikus dengan beberapa metode dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai uji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak daun sirsak dalam mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, perlu diketahui informasi mengenai persepsi masyarakat perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak daun sirsak dalam mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tikus permukiman.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah pemilihan metode pengendalian tikus yang tepat untuk mengendalikan tikus permukiman melalui hasil pengujian tiga cara pengendalian yang berbeda. Selain itu, untuk menambah wawasan mengenai persepsi masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian tikus permukiman.

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga Desember 2015. Penelitian dilakukan di permukiman Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan Balumbang Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan kelurahan didasarkan pada purposive sampling. Identifikasi tikus permukiman dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah ikan asin, rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%, ekstrak daun sirsak, gabah, dan tepung. Alat yang digunakan adalah perangkap massal, bumbung bambu, nampan plastik, blender, gelas ukur, wadah umpan dan repelen, karton berukuran 20 cm x 20 cm, timbangan elektronik.

Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi lima kegiatan, yaitu (1) persiapan perangkap, rodentisida, dan repelen, (2) perlakuan, (3) pengamatan dan peubah yang diamati, (4) kuesioner, dan (5) analisis data.

Persiapan Perangkap

Perangkap yang digunakan adalah perangkap massal (multiple live trap) yang memiliki pintu masuk berukuran 15 cm x 15 cm, panjang daun pintu masuk 13 cm, panjang perangkap 38 cm, lebar 23 cm, dan tinggi 16 cm. Pintu yang berada pada satu sisi perangkap berhadapan dengan pintu masuk, berfungsi untuk mengeluarkan tikus yang terperangkap. Umpan yang diletakkan dalam perangkap adalah ikan asin yang sebelumnya telah dibungkus kertas selama tiga hari. Hal ini bertujuan agar aroma ikan asin lebih menyengat, sehingga lebih menarik tikus untuk memasuki perangkap. Untuk penanda jejak kaki tikus, diletakkan ubin jejak dari karton berukuran 20 cm x 20 cm yang telah ditaburi tepung di depan pintu perangkap (Gambar 1).

Gambar 1 Persiapan perangkap: perangkap massal (a), pengujian perangkap massal di lapang (b)

4

Persiapan Rodentisida

Rodentisida yang digunakan berbahan aktif brodifakum 0.005% yakni racun kronis (antikoagulan) berbentuk blok berwarna biru. Racun kronis lebih sering digunakan dibandingkan dengan racun akut dalam pengendalian tikus karena dapat mengurangi sifat curiga dari tikus yang lain (Permada 2009). Selain itu, rodentisida dengan bahan aktif brodifakum memiliki kelebihan tidak menyebabkan jera umpan pada tikus (Astuti 2013).

Brodifakum merupakan rodentisida generasi kedua yang paling potensial untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal terhadap racun jenis lain. Rodentisida ini tidak larut dalam air, LD50 untuk tikus adalah 0.27 mg/kg. Bahan aktif dari racun kronis bekerja dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus tidak langsung mati di tempat setelah mengonsumsi racun (Priyambodo 2006). Rodentisida tersebut merupakan racun lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah organisme sasaran memakan rodentisida. Mekanisme kerjanya adalah menghambat pembekuan darah dan merusak jaringan pembuluh darah. Akibatnya terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh (Sudarmo 1991).

Rodentisida yang digunakan sebanyak 15-20 g atau 3-4 blok. Rodentisida diletakkan di dalam bumbung bambu. Ubin jejak dari karton yang telah ditaburi tepung diletakkan depan pintu masuk bumbung bambu (Gambar 2).

Gambar 2 Persiapan rodentisida: rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005% (a), pengujian rodentisida brodifakum di lapang (b)

Persiapan Repelen

Bahan yang digunakan sebagai repelen adalah daun sirsak yang diperoleh dari Kabupaten Bogor. Daun sirsak dihaluskan menggunakan blender dengan konsentrasi penggunaan 30%. Ekstrak daun sirsak dituang ke dalam mangkuk kecil dan diletakkan di bawah nampan plastik terbalik. Nampan plastik yang digunakan telah dibuat pintu masuk tikus.

Ekstrak daun sirsak diletakkan dekat pintu masuk nampan. Umpan gabah sebanyak 20 g diletakkan di bagian belakang ekstrak daun sirsak. Selain diletakkan di depan pintu masuk nampan, ubin jejak dari karton yang telah ditaburi tepung juga diletakkan di dalam nampan (Gambar 3).

5

Gambar 3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun sirsak di lapang (b)

Perlakuan

Setiap daerah permukiman yaitu Babakan, Cikarawang, dan Balumbang Jaya dipilih 10 rumah yang telah teridentifikasi tanda kehadiran tikus. Pada setiap rumah tersebut diberi perlakuan yang sama yaitu perangkap, rodentisida, dan repelen dalam satu garis. Perlakuan yang berada di posisi tengah berjarak sekitar 1-3 m dari perlakuan yang berada di posisi pinggir. Peletakan perlakuan sekitar pukul 17:00-19:00. Pengecekan dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Pengujian dilakukan selama 5 hari berturut-turut pada setiap rumah. Penggantian umpan perangkap, rodentisida, dan repelen dilakukan setiap hari. Rodentisida tidak harus diganti bila bentuknya masih utuh. Pembersihan perangkap dilakukan setiap hari, dengan menggunakan air sabun dan disikat pada seluruh bagian perangkap.

Pengamatan dan Peubah yang Diamati

Pengamatan yang dilakukan berbeda untuk setiap perlakuan. Pengamatan pada penggunaan perangkap berumpan adalah keberhasilan memerangkap tikus yaitu jumlah dan spesies tikus yang terperangkap. Pengamatan pada penggunaan rodentisida adalah bobot rodentisida yang dikonsumsi dan spesies tikus yang mengonsumsi rodentisida melalui pencarian bangkai tikus (biasanya 3-4 hari setelah memakan rodentisida kronis). Pengamatan pada penggunaan repelen adalah bobot gabah yang dikonsumsi. Pada setiap perlakuan diamati jejak tikus pada ubin jejak karton. Trap success atau keberhasilan pemerangkapan (KP) setiap kelurahan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Irawati et al. 2014): KP yang diharapkan KP kenyataan Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengetahui jenis tikus permukiman yang paling banyak menyebabkan kerugian maupun gangguan bagi masyarakat dan bentuk pengendalian yang paling sering dilakukan. Kuesioner berisi pertanyaan seputar pengetahuan masyarakat mengenai tikus permukiman, sikap masyarakat terhadap kehadirannya, dan tindakan masyarakat dalam pengendaliannya. Wawancara dilakukan kepada penghuni rumah yang tempat tinggalnya digunakan pada penelitian ini (Lampiran 14).

6

Analisis Data

Analisis data pengujian perangkap massal dan rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005% disajikan dalam bentuk tabulasi dengan penjelasan deskriptif menggunakan program Microsoft Excel 2007. Data hasil pengujian ekstrak daun sirsak dianalisis menggunakan Kruskal-Wallis melalui program XLSTAT 2014 terintegrasi dalam Microsoft Excell 2007. Uji lanjutan menggunakan Uji Dunn pada nilai α = 5%. Data hasil wawancara dianalisis secara deskriptif juga diuji korelasi pearson menggunakan melalui Statistical Products and Solution Services version 20 (SPSS V. 20).

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Perangkap Massal

Keberhasilan pemerangkapan tertinggi terdapat pada Kelurahan Balumbang Jaya (14%), selanjutnya Cikarawang (6%), terakhir adalah Babakan (2%). Ketiga kelurahan tersebut juga menunjukkan urutan yang sama pada keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan, begitu pula dengan selisih keberhasilan pemerangkapan (Tabel 1). Hal yang dapat menyebabkan adanya perbedaan keberhasilan pemerangkapan ialah sanitasi lingkungan dan peluang masuknya tikus ke dalam rumah melalui lubang pada dinding rumah, saluran air, dan atap rumah. Menurut Ramadhani dan Yunianto (2010), kondisi sanitasi rumah yang baik meliputi adanya tempat sampah, kondisi tempat sampah yang tertutup, frekuensi pembuangan sampah setiap hari, perabotan rumah tangga yang tersusun rapi, adanya saluran, dan penampungan air limbah.

Tabel 1 Hasil pengujian perangkap massal di tiga kelurahan

Lokasi Keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan (%) Keberhasilan pemerangkapan kenyataan (%) Selisih keberhasilan pemerangkapan (%) Babakan 30 2 28 Cikarawang 42 6 36 Balumbang Jaya 72 14 58

Spesies yang berhasil terperangkap adalah R. norvegicus, R. rattus diardii dan Suncus murinus. R. rattus diardii adalah spesies yang paling banyak terperangkap (Tabel 2). Hal ini juga berkorelasi positif dengan jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui kehadirannya di permukiman (Gambar 8). Tikus rumah mudah beradaptasi dengan lingkungan permukiman yaitu menyukai berbagai jenis makanan (sisa makanan manusia). Menurut Ramadhani dan Yunianto (2012), seluruh aktivitas tikus rumah, seperti mencari makan, membuat sarang, menghasilkan dan merawat keturunan dilakukan di dalam rumah.

Tabel 2 Spesies mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan

Lokasi Spesies mamalia kecilyang terperangkap (ekor) Jumlah (ekor)

R. norvegicus R. rattus diardii S. murinus

Babakan 0 0 1 1

Cikarawang 0 5 1 6

Balumbang Jaya 4 9 1 14

Jumlah 4 14 3 21

Spesies mamalia kecil yang terperangkap memiliki variasi ciri morfologi kuantitatif (Tabel 3). Terdapat 3 ekor S. murinus dewasa, 9 ekor R. rattus diardii pradewasa, 5 ekor R. rattus diardii dewasa, dan 4 ekor R. norvegicus dewasa. Spesies mamalia kecil fase pradewasa lebih banyak terperangkap. Tikus yang baru

8

terpisah dari induknya untuk mencari pakan sendiri sangat mudah ditangkap. Hal ini dikarenakan tikus pradewasa umumnya belum berpengalaman dalam mencari pakan, sehingga bila terdapat pakan di dalam perangkap, tikus ini akan langsung mengambilnya.

Tabel 3 Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap

Spesies JK W (g) HB (mm) T (mm) TL (mm) HF (mm) E (mm) I (mm) MF (pasang) Kelurahan Babakan S. murinus Jantan 24.20 105 59 164 18 8 3 - Kelurahan Cikarawang S. murinus Jantan 31.59 116 55 171 29 13 2 - R. rattus diardii Betina 44.28 119 160 279 30 16 3 -Betina 13.61 83 97 180 30 16 3 - Betina 14.30 80 96 176 21 11 1 - Jantan 42.19 116 149 265 27 13 2 - Betina 89.94 140 170 310 35 20 3 -

Kelurahan Balumbang Jaya

S. murinus Jantan 38.90 145 110 225 30 18 2 - R. rattus diardii Jantan 86.66 105 135 293 30 13 3 - Jantan 83.13 145 150 295 30 16 2 - Betina 27.18 105 120 225 23 15 3 - Jantan 113.85 160 175 335 30 14 3 - Betina 101.48 135 180 315 34 17 3 2 + 3 Betina 19.36 80 110 190 25 10 1 - Betina 18.98 85 115 200 25 13 1 - Betina 17.49 7 82 89 27 15 1 - Betina 20.49 11 75 86 26 13 1 - R. norvegicus Jantan 173.48 160 140 300 44 14 3 - Jantan 158.79 165 145 310 42 15 3 - Jantan 160.64 160 150 310 41 14 2 - Jantan 145.78 175 155 330 40 20 3 -

Keterangan: W: weight (bobot tubuh), HB: head and body (panjang kepala + badan), T: tail (panjang ekor), TL: total length (panjang total), HF: hind foot (panjang telapak kaki belakang), E: ear (lebar daun telinga), I: incisor (lebar gigi pengerat), MF: mammary formula (jumlah puting susu)

Terdapat 11 ekor jantan dan 10 ekor betina spesies mamalia kecil yang terperangkap. Menurut Handayani dan Ristiyanto (2008) jantan lebih mudah ditemukan karena teritorial (kompetisi sosial), home range, pakan, dan promiscuous (seks bebas). Perbedaan jantan dan betina tikus dewasa diketahui dari adanya skrotum pada jantan, dan mammary formula pada betina. Pengamatan skrotum maupun mammary formula sulit pada tikus pradewasa. Perbedaan jantan dan betina tikus pradewasa dapat diketahui melalui jarak antara genital dan anus. Jarak genital dengan anus lebih dekat pada tikus betina dibandingkan jantan.

Mamalia kecil yang terperangkap memiliki ciri kualitatif yang sama pada masing-masing spesies (Tabel 4). Ciri kualitatif tersebut berupa tekstur rambut,

9 bentuk hidung, bentuk badan, warna badan bagian punggung, warna badan bagian perut, warna ekor bagian atas, dan warna ekor bagian bawah.

Tabel 4 Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap

Spesies Tekstur rambut Bentuk hidung Bentuk badan Warna badan bagian punggung Warna badan bagian perut Warna ekor bagian atas Warna ekor bagian bawah R. norvegicus Kasar dan agak panjang Kerucut terpotong Silindris, membesar ke belakang

Hitam Hitam Hitam Hitam

R. rattus diardii

Agak kasar

kerucut Silindris Cokelat hitam kelabu Cokelat hitam kelabu Cokelat hitam Cokelat hitam S. murinus Agak kasar

Kerucut Silindris Kelabu Kelabu Kelabu Kelabu

R. norvegicus merupakan tikus riul (Gambar 4a). Ciri morfologi kuantitatifnya yaitu bobot tubuh 150-600 g, panjang kepala dan badan 150-250 mm, panjang ekor 160-210 mm, panjang total 310-460 mm, lebar daun telinga 18-24 mm, panjang telapak kaki belakang 40-47 mm, lebar gigi pengerat 3.5 mm, dan jumlah puting susu 6. Ciri morfologi kualitatif tekstur rambut kasar agak panjang, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris membesar ke belakang, warna badan bagian dorsal cokelat hitam kelabu, warna badan dan ekor bagian ventral cokelat kelabu pucat, warna ekor bagian dorsal cokelat hitam (Priyambodo 2006). Ciri kualitatif lainnya adalah rambut pengawal (guard hair) yaitu rambut tikus yang berukuran lebih panjang daripada rambut bawah (under fur). Rambut pengawal pada R. norvegicus berbentuk duri biasanya pangkal melebar dan ujungnya menyempit (Marbawati dan Ismanto 2011). R. norvegicus termasuk hewan nokturnal tetapi kadangkala dapat ditemukan mencari makanan pada siang hari. Kebiasaan dan perilakunya yaitu omnivora (lebih menyukai daging dan kacang), dapat bertahan dengan mudah jika terdapat pasokan sisa makanan manusia. Cara mengenali makanan dengan menggunakan indera penciuman dan sentuhan (Dewi 2010).

R. rattus merupakan tikus rumah (Gambar 4b). Ciri morfologi kuantitatifnya yaitu bobot tubuh 60-300 g, panjang kepala dan badan 100-210 mm, panjang ekor 120-250 mm, panjang total 220-460 mm, lebar daun telinga 19-23 mm, panjang telapak kaki belakang 30-37 mm, lebar gigi pengerat 3 mm, jumlah puting susu 5 (Priyambodo 2006). Ciri morfologi kualitatifnya yaitu bentuk tubuh ramping, rambut bertekstur agak kasar berwarna cokelat hitam kelabu pada bagian punggung, warna bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada bagian punggung, bentuk hidung kerucut lebih besar dari ukuran mata, dan ekor tidak ditumbuhi rambut (Priyambodo dan Nazarreta 2013).

Cecurut rumah (S. murinus) termasuk Ordo Insectivora, Famili Soricidae yaitu kelompok hewan yang pakan utamanya serangga. Ciri morfologi kuantitatifnya yaitu panjang kepala dan badan 92-146 mm, panjang ekor 46-86 mm, panjang telapak kaki belakang 17-23 mm. Ciri morfologi kualitatifnya yaitu

10

seluruh tubuh berwarna abu-abu kecokelatan, ekor gemuk terutama pada bagian pangkal meramping pada ujungnya. S. murinus dapat ditemukan di dalam atau dekat rumah. Distribusinya yaitu Afrika, Madagaskar, sebagian besar Asia (Filipina dan Indonesia) (Payne dan Francis 2002). S. murinus mempunyai bentuk moncong yang sangat runcing, ekor yang sangat pendek, berjalan relatif lambat, dan kotorannya basah. S. murinus mengeluarkan bau saat melintas untuk mempertahankan diri. Bau tersebut berasal dari kelenjar bau yang letaknya dekat dengan lubang anus. Gigi seri S. murinus tidak tumbuh memanjang, sehingga bukan hewan pengerat (Priyambodo 2003).

Gambar 4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b) Jumlah hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan menggunakan perangkap massal dapat bervariasi, yaitu 0, 1, 3, 4, dan 6 ekor (Gambar 5). Variasi jumlah tangkapan tersebut karena perangkap massal merupakan perangkap hidup yang dapat memerangkap beberapa tikus dalam sekali pemerangkapan. Nugroho (2010) mengatakan bahwa perangkap massal dilengkapi dengan pemberat pada pintu masuknya untuk menutup kembali pintu yang terbuka oleh tikus, sehingga dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali aplikasi.

Gambar 5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor (b), empat ekor (c), enam ekor (d)

11 Perangkap ini memiliki dua kekurangan yaitu, tikus yang tertangkap terlebih dahulu dapat keluar kembali dengan bantuan tikus lain yang menginjak pintu keluar, tetapi tikus yang kedua tidak masuk ke dalam perangkap. Setelah itu tikus yang menginjak pintu masuk akan keluar dengan cara berjalan mundur. Selain itu, untuk tikus yang masuk berukuran besar, maka tikus tersebut akan mendorong pintu hingga rusak, lalu tikus dapat keluar (Darmawansyah 2008). Hal ini terjadi di salah satu lokasi pengujian Kelurahan Balumbang Jaya, tikus yang telah terperangkap berhasil keluar dari perangkap dengan cara mendorong pintu perangkap hingga rusak.

Pengendalian tikus menggunakan perangkap massal memenuhi aspek teknis, ekonomis, sosial-budaya, dan ekologis. Aplikasi perangkap massal dengan menyediakan umpan dalam perangkap merupakan hal mudah untuk diterapkan oleh masyarakat. Perangkap massal dapat digunakan berkali-kali, karena dalam sekali pembelian dapat digunakan lebih dari satu kali. Perangkap massal dari aspek sosial-budaya dapat diterima masyarakat karena tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang dianut masyarakat. Perangkap massal terbuat dari bahan yang tidak membahayakan keamanan pemakai dan lingkungan hidup, sehingga bernilai ekologis.

Pengujian Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum 0.005%

Pengujian rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005% menunjukkan hasil yang sama pada setiap lokasi pengujian, yaitu tidak ditemukan rodentisida yang dikonsumsi oleh tikus. Hal ini diketahui dari bobot rodentisida yang sama saat sebelum dan setelah pengujian. Pengamatan terhadap jejak kaki tikus menunjukkan kehadiran tikus sebesar 36% di Kelurahan Babakan, 46% di Cikarawang, dan 56% di Balumbang Jaya.

Rodentisida yang digunakan berbentuk blok membuat tikus dapat membawanya (hoarding). Hal ini terjadi di salah satu lokasi pengujian (Kelurahan Babakan), yaitu tidak ditemukan masing-masing satu blok selama dua hari berturut-turut. Jumlah rodentisida yang tidak ditemukan tersebut sebesar 13.6 g. Rodentisida tersebut diduga diambil oleh tikus dan disimpan dalam sarangnya atau diletakkan di tempat lain, sehingga tidak diketahui jumlah rodentisida yang dikonsumsi.

Aplikasi rodentisida brodifakum dari aspek teknis mudah diterapkan, yaitu dengan meletakkannya di jalur yang sering dilalui tikus. Pada rodentisida tersebut telah terdapat umpan berupa beras, sehingga dalam aplikasinya tidak memerlukan penambahan umpan. Rodentisida brodifakum menjadi mahal karena tidak dapat digunakan berulang kali. Rodentisida brodifakum yang telah dikonsumsi sebagian atau hanya disentuh oleh tikus, tidak dapat digunakan kembali, karena adanya sifat poison shyness (jera racun) dari tikus. Aplikasi rodentisida brodifakum dari aspek sosial-budaya dan ekologis tidak sepenuhnya dapat diterima masyarakat, karena dapat meracuni organisme bukan sasaran.

Pengujian Repelen Ekstrak Daun Sirsak

Hasil Uji Dunn menunjukkan hasil konsumsi gabah yang sama Kelurahan Babakan dan Cikarawang. Rata-rata konsumsi gabah pada Kelurahan Balumbang Jaya tidak berbeda nyata dengan dua kelurahan lain (Tabel 3). Semakin rendah konsumsi tikus terhadap gabah, maka semakin tinggi tingkat keefektifan ekstrak

12

daun sirsak sebagai repelen. Hal ini karena indera penciuman tikus terganggu oleh aroma yang berasal dari ekstrak daun sirsak tersebut. Tikus akan terusir dan tidak memasuki nampan untuk mengonsumsi gabah yang diletakkan berdekatan dengan ekstrak. Indera penciuman tikus berpengaruh terhadap perilaku menghindar terhadap ekstrak sebagai repelen, sesuai dengan pendapat Priyambodo (2006) yang menyatakan bahwa tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik.

Tabel 5 Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian ekstrak daun sirsak sebagai repelen

Lokasi Jejak tikus di luar dan dalam nampan (%) Peluang konsumsi gabah (%) Konsumsi gabah (Rata-rata ± SD, g) Mean of ranksa Babakan 24 24.49 0.00 ± 0.00 14.00 a Cikarawang 22 22.45 0.00 ± 0.00 14.00 a Balumbang Jaya 52 53.06 2.79 ± 5.31 18.50 a a

Angka pada kolom sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Dunn

Hasil pengujian memperlihatkan bahwa peluang tikus yang mengonsumsi gabah berbeda pada tiga kelurahan. Peluang tersebut berdasarkan adanya jejak kaki tikus pada ubin jejak kaki tikus di luar pintu dan dalam nampan pada semua lokasi. Selain itu, pada Kelurahan Cikarawang dan Balumbang Jaya terdapat jejak kaki tikus hanya pada ubin jejak di luar pintu nampan, yaitu 6% pada Cikarawang dan 4% pada Balumbang Jaya. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku tikus terhadap repelen. Adanya jejak kaki tikus di luar dan dalam nampan menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika berada dalam nampan pada saat akan mengonsumsi gabah. Jejak kaki tikus hanya ada di luar pintu nampan menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika masih di luar nampan, sehingga tidak masuk ke dalam nampan untuk mengonsumsi gabah.

Daun dan biji sirsak dapat berfungsi sebagai insektisida, larvasida, repelen,

Dokumen terkait