• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Perangkap, Rodentisida, Dan Repelen, Serta Persepsi Masyarakat Dalam Pengendalian Tikus Permukiman Di Kecamatan Dramaga, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Perangkap, Rodentisida, Dan Repelen, Serta Persepsi Masyarakat Dalam Pengendalian Tikus Permukiman Di Kecamatan Dramaga, Bogor"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA

PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN TIKUS

PERMUKIMAN DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

PERTIWI SUCIANANDA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan Dramaga, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016 Pertiwi Suciananda NIM A34120023

(4)
(5)

ABSTRAK

PERTIWI SUCIANANDA. Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Hama permukiman (serangga dan tikus) merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi masyarakat di perkotaan. Tikus yang sering ditemui pada habitat permukiman, pekarangan, dan gudang adalah Rattus rattus, R. norvegicus, dan Mus musculus. Kerugian yang ditimbulkan oleh tikus di permukiman adalah kerusakan pada bangunan rumah, kantor, gudang, dan pabrik. Dibutuhkan pengendalian yang efektif terhadap tikus di permukiman. Persepsi masyarakat perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut juga diperlukan. Metode pengendalian adalah penggunaan perangkap massal, rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%, dan repelen dari ekstrak daun sirsak. Penelitian dilakukan pada 10 rumah tiap kelurahan yaitu di Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan Balumbang Jaya. Terdapat perbedaan pada hasil pengujian perangkap massal. R. rattus diardii adalah spesies yang paling banyak terperangkap. Hasil pengujian rodentisida menunjukkan tidak ada perbedaan pada tiga kelurahan. Pengujian repelen menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara pendidikan dan pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan tindakan, juga antara pengetahuan dan tindakan.

(6)
(7)

ABSTRACT

PERTIWI SUCIANANDA. Trap, Rodenticide, Repellent Trial, and Community Perception for Controlling Commensal Rats in Subdistrict of Dramaga, Bogor. Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Urban pest (insect and rodent) is one of the problem encountered oftenly. The species of rats that can be found in residence, godown, and storage are Rattus rattus, R. norvegicus, and Mus musculus. The loses caused by these rats are damage to houses, offices, warehouses, and factories. Effective control methods to keep these pest population under control are needed. Knowledge about community perception to the presence of these pests are also needed. Control methods that performed in this research are multiple live trap, rodenticide with brodifacoum 0.005% active ingredient, and repellent with soursop leaf extract. The trial conducted in 10 houses in different area, that are Babakan, Cikarawang, and Balumbang Jaya. There is a difference in the result trap success using multiple live trap. R. rattus diardii is a most trapped species. Result of the rodenticide and repellent trial showed that no significant different in three areas. There is low positive correlation between education and knowledge. Correlation positive is very low at income and practice, as also knowledge and practice.

(8)
(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA

PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN

TIKUS PERMUKIMAN DI DRAMAGA, BOGOR

PERTIWI SUCIANANDA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Penelitian : Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan Dramaga, Bogor

Nama Mahasiswa : Pertiwi Suciananda

NIM : A34120023

Disetujui oleh

Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr. Ketua Departemen

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan Dramaga, Bogor. Penulisan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan usulan penelitian tugas akhir ini. Dr Ir Abdul Munif, MScAgr. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan tugas akhir ini. Dr Ir Dadan Hindayana, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan motivasi selama perkuliahan. Ahmad Soban selaku laboran yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

Terima kasih kepada Drs Abdul Wahab Goga, MPd., Husnayani, SPd. MPd., Muh. Arizal Pahlevi Wahab, SSTP., Diza Annisa Wahab, yang telah memberikan dukungan dan doa. Demikian juga kepada Sonya, Guruh, Desi, rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan ke-49 lainnya, dan rekan-rekan

kontrakan ‘Baitussalam 49’ (Nur, Fahmi, Ule, Dilla, dan Nisa), Faisal, Wina, Mansyur, Mitsaq, ‘IKAMI SulSelBar’, ‘Exon Cingkinie’, juga rekan lainnya yang telah memberikan semangat dan bantuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

Persiapan Perangkap 3

Persiapan Rodentisida 4

Persiapan Repelen 4

Perlakuan 5

Pengamatan dan Peubah yang Diamati 5

Kuesioner 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Pengujian Perangkap Massal 7

Pengujian Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum 0.005% 11

Pengujian Repelen Ekstrak Daun Sirsak 11

Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman 13 Persepsi Masyarakat terhadap Jenis Pengendalian Tikus Permukiman 16

SIMPULAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengujian perangkap massal di tiga kelurahan 7

2 Spesies mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan 7

3 Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap 8

4 Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap 9

5 Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian

ekstrak daun sirsak sebagai repelen 12

6 Persepsi masyarakat terhadap gangguan yang disebabkan tikus

permukiman dan penyebab kehadirannya 16

DAFTAR GAMBAR

1 Persiapan perangkap: perangkap massal (a), pengujian perangkap

massal di lapang (b) 3

2 Persiapan rodentisida: rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%

(a), pengujian rodentisida brodifakum di lapang (b) 4 3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun

sirsak di lapang (b) 5

4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b) 10

5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor

(b), empat ekor (c), enam ekor (d) 10

6 Tingkat pendapatan responden pada tiga kelurahan 13

7 Tingkat pendidikan responden pada tiga kelurahan 14

8 Jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui

kehadirannya di permukiman 15

9 Pengetahuan, persepsi, dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran dan

pengendalian tikus permukiman 16

10 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap tempat peletakan jenis

pengendalian 17

11 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap waktu tikus aktif dan

(20)
(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Kruskal-Wallis pada pengujian ekstrak daun sirsak 23

2 Analisis Korelasi 23

3 Pengetahuan responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman

di tiga kelurahan 23

4 Persepsi responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman yang

paling efektif di tiga kelurahan 23

5 Penggunaan jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan 24

6 Persepsi responden terhadap letak tikus aktif di tiga kelurahan 24

7 Lokasi peletakan perangkap 24

8 Lokasi peletakan rodentisida 24

9 Lokasi peletakan repelen 24

10 Persepsi responden terhadap waktu tikus permukiman aktif 25

11 Waktu peletakan perangkap 25

12 Waktu peletakan rodentisida 25

13 Waktu peletakan repelen 25

(22)
(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hama permukiman merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat perkotaan. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan kehadiran hama permukiman. Jenis hama yang dijumpai pada sebagian besar perumahan, apartemen, perkantoran, pabrik, maupun gudang adalah nyamuk, kecoa, rayap, lalat, semut, dan tikus (Nafis 2009). Tikus digolongkan ke dalam Ordo Rodentia (hewan mengerat), Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan Subfamili Murinae. Rodentia berasal dari bahasa latin rodere artinya binatang mengerat yang dicirikan dengan adanya dua gigi seri di rahang atas dan dua di rahang bawah yang tumbuh memanjang (Marbawati dan Ismanto 2011). Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan keuntungan sedangkan manusia mendapatkan kerugian (Priyambodo 2003).

Spesies tikus mempunyai habitat masing-masing untuk berkembangbiak. Permukiman merupakan habitat tikus untuk memperoleh makanan (Widayani dan Susilowati 2014). Tikus yang sering ditemui pada habitat rumah, pekarangan, dan gudang adalah R. rattus, R. norvegicus, dan M. musculus. Spesies tikus tersebut sebagai rodens komensal, artinya hewan yang beradaptasi dengan baik pada aktivitas kehidupan manusia, serta menggantungkan hidupnya (pakan dan tempat tinggal) pada kehidupan manusia (Priyambodo 2003). Kerusakan yang diakibatkan oleh tikus disebabkan oleh pertumbuhan gigi seri sepanjang hidupnya. Hama ini akan menjaga pertumbuhan gigi serinya agar tidak tumbuh memanjang dengan cara mengerat. Perilaku tikus mengerat benda-benda keras di sekitarnya membuat tikus berperan sebagai hama. Pengendalian perlu dilakukan saat adanya tanda kehadiran hama tersebut. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu pemasangan perangkap, penggunaan rodentisida, dan repelen.

Pengendalian menggunakan perangkap merupakan cara yang mudah dan sederhana dalam aplikasinya yaitu hanya menyediakan umpan di dalam perangkap. Penggunaan perangkap juga aman bagi lingkungan. Perangkap massal merupakan salah satu jenis perangkap yang digunakan untuk memerangkap beberapa tikus dalam keadaan hidup (Permada 2009).

Menurut Surachman dan Suryanto (2007) bila populasi tikus sudah cukup banyak dan menunjukkan serangan yang hebat, maka pengendalian yang efektif dan efisien adalah dengan umpan beracun berbahan aktif brodifakum. Umpan berbahan aktif tersebut merupakan hasil rekayasa manusia yang disenangi oleh tikus. Tikus yang memakan umpan beracun tersebut akan mati dalam waktu 3-4 hari.

Pengendalian yang aman, mudah, dan sederhana lainnya yaitu menggunakan repelen. Repelen aman karena tidak mengandung racun, tetapi hanya memengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan bahan-bahan alami yang tidak disukai tikus seperti ekstrak daun sirsak menyebabkan gangguan terhadap aktivitas makan, minum, mencari pasangan, dan reproduksi (Priyambodo 2003).

(24)

2

perlu dilakukan. Ambang toleransi terhadap keberadaan hama sangat beragam di antara pemukim dan pasti ada beberapa yang tidak dapat mentoleransi sama sekali, atau menunjukkan sikap zero tolerance (Sigit 2006).

Pengendalian tikus dengan beberapa metode dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai uji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak daun sirsak dalam mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, perlu diketahui informasi mengenai persepsi masyarakat perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak daun sirsak dalam mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tikus permukiman.

Manfaat Penelitian

(25)

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga Desember 2015. Penelitian dilakukan di permukiman Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan Balumbang Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan kelurahan didasarkan pada purposive sampling. Identifikasi tikus permukiman dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah ikan asin, rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%, ekstrak daun sirsak, gabah, dan tepung. Alat yang digunakan adalah perangkap massal, bumbung bambu, nampan plastik, blender, gelas ukur, wadah umpan dan repelen, karton berukuran 20 cm x 20 cm, timbangan elektronik.

Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi lima kegiatan, yaitu (1) persiapan perangkap, rodentisida, dan repelen, (2) perlakuan, (3) pengamatan dan peubah yang diamati, (4) kuesioner, dan (5) analisis data.

Persiapan Perangkap

Perangkap yang digunakan adalah perangkap massal (multiple live trap) yang memiliki pintu masuk berukuran 15 cm x 15 cm, panjang daun pintu masuk 13 cm, panjang perangkap 38 cm, lebar 23 cm, dan tinggi 16 cm. Pintu yang berada pada satu sisi perangkap berhadapan dengan pintu masuk, berfungsi untuk mengeluarkan tikus yang terperangkap. Umpan yang diletakkan dalam perangkap adalah ikan asin yang sebelumnya telah dibungkus kertas selama tiga hari. Hal ini bertujuan agar aroma ikan asin lebih menyengat, sehingga lebih menarik tikus untuk memasuki perangkap. Untuk penanda jejak kaki tikus, diletakkan ubin jejak dari karton berukuran 20 cm x 20 cm yang telah ditaburi tepung di depan pintu perangkap (Gambar 1).

(26)

4

Persiapan Rodentisida

Rodentisida yang digunakan berbahan aktif brodifakum 0.005% yakni racun kronis (antikoagulan) berbentuk blok berwarna biru. Racun kronis lebih sering digunakan dibandingkan dengan racun akut dalam pengendalian tikus karena dapat mengurangi sifat curiga dari tikus yang lain (Permada 2009). Selain itu, rodentisida dengan bahan aktif brodifakum memiliki kelebihan tidak menyebabkan jera umpan pada tikus (Astuti 2013).

Brodifakum merupakan rodentisida generasi kedua yang paling potensial untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal terhadap racun jenis lain. Rodentisida ini tidak larut dalam air, LD50 untuk tikus adalah 0.27 mg/kg. Bahan aktif dari racun kronis bekerja dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus tidak langsung mati di tempat setelah mengonsumsi racun (Priyambodo 2006). Rodentisida tersebut merupakan racun lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah organisme sasaran memakan rodentisida. Mekanisme kerjanya adalah menghambat pembekuan darah dan merusak jaringan pembuluh darah. Akibatnya terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh (Sudarmo 1991).

Rodentisida yang digunakan sebanyak 15-20 g atau 3-4 blok. Rodentisida diletakkan di dalam bumbung bambu. Ubin jejak dari karton yang telah ditaburi tepung diletakkan depan pintu masuk bumbung bambu (Gambar 2).

Gambar 2 Persiapan rodentisida: rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005% (a), pengujian rodentisida brodifakum di lapang (b)

Persiapan Repelen

Bahan yang digunakan sebagai repelen adalah daun sirsak yang diperoleh dari Kabupaten Bogor. Daun sirsak dihaluskan menggunakan blender dengan konsentrasi penggunaan 30%. Ekstrak daun sirsak dituang ke dalam mangkuk kecil dan diletakkan di bawah nampan plastik terbalik. Nampan plastik yang digunakan telah dibuat pintu masuk tikus.

(27)

5

Gambar 3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun sirsak di lapang (b)

Perlakuan

Setiap daerah permukiman yaitu Babakan, Cikarawang, dan Balumbang Jaya dipilih 10 rumah yang telah teridentifikasi tanda kehadiran tikus. Pada setiap rumah tersebut diberi perlakuan yang sama yaitu perangkap, rodentisida, dan repelen dalam satu garis. Perlakuan yang berada di posisi tengah berjarak sekitar 1-3 m dari perlakuan yang berada di posisi pinggir. Peletakan perlakuan sekitar pukul 17:00-19:00. Pengecekan dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Pengujian dilakukan selama 5 hari berturut-turut pada setiap rumah. Penggantian umpan perangkap, rodentisida, dan repelen dilakukan setiap hari. Rodentisida tidak harus diganti bila bentuknya masih utuh. Pembersihan perangkap dilakukan setiap hari, dengan menggunakan air sabun dan disikat pada seluruh bagian perangkap.

Pengamatan dan Peubah yang Diamati

Pengamatan yang dilakukan berbeda untuk setiap perlakuan. Pengamatan pada penggunaan perangkap berumpan adalah keberhasilan memerangkap tikus yaitu jumlah dan spesies tikus yang terperangkap. Pengamatan pada penggunaan rodentisida adalah bobot rodentisida yang dikonsumsi dan spesies tikus yang mengonsumsi rodentisida melalui pencarian bangkai tikus (biasanya 3-4 hari setelah memakan rodentisida kronis). Pengamatan pada penggunaan repelen adalah bobot gabah yang dikonsumsi. Pada setiap perlakuan diamati jejak tikus pada ubin jejak karton. Trap success atau keberhasilan pemerangkapan (KP) setiap kelurahan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Irawati et al. 2014):

(28)

6

Analisis Data

(29)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Perangkap Massal

Keberhasilan pemerangkapan tertinggi terdapat pada Kelurahan Balumbang Jaya (14%), selanjutnya Cikarawang (6%), terakhir adalah Babakan (2%). Ketiga kelurahan tersebut juga menunjukkan urutan yang sama pada keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan, begitu pula dengan selisih keberhasilan pemerangkapan (Tabel 1). Hal yang dapat menyebabkan adanya perbedaan keberhasilan pemerangkapan ialah sanitasi lingkungan dan peluang masuknya tikus ke dalam rumah melalui lubang pada dinding rumah, saluran air, dan atap rumah. Menurut Ramadhani dan Yunianto (2010), kondisi sanitasi rumah yang baik meliputi adanya tempat sampah, kondisi tempat sampah yang tertutup, frekuensi pembuangan sampah setiap hari, perabotan rumah tangga yang tersusun rapi, adanya saluran, dan penampungan air limbah.

Tabel 1 Hasil pengujian perangkap massal di tiga kelurahan

Lokasi

Spesies yang berhasil terperangkap adalah R. norvegicus, R. rattus diardii dan Suncus murinus. R. rattus diardii adalah spesies yang paling banyak terperangkap (Tabel 2). Hal ini juga berkorelasi positif dengan jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui kehadirannya di permukiman (Gambar 8). Tikus rumah mudah beradaptasi dengan lingkungan permukiman yaitu menyukai berbagai jenis makanan (sisa makanan manusia). Menurut Ramadhani dan Yunianto (2012), seluruh aktivitas tikus rumah, seperti mencari makan, membuat sarang, menghasilkan dan merawat keturunan dilakukan di dalam rumah.

Tabel 2 Spesies mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan

Lokasi Spesies mamalia kecilyang terperangkap (ekor) Jumlah (ekor)

R. norvegicus R. rattus diardii S. murinus

Babakan 0 0 1 1

Cikarawang 0 5 1 6

Balumbang Jaya 4 9 1 14

Jumlah 4 14 3 21

(30)

8

terpisah dari induknya untuk mencari pakan sendiri sangat mudah ditangkap. Hal ini dikarenakan tikus pradewasa umumnya belum berpengalaman dalam mencari pakan, sehingga bila terdapat pakan di dalam perangkap, tikus ini akan langsung mengambilnya.

Tabel 3 Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap

Spesies JK W (panjang ekor), TL: total length (panjang total), HF: hind foot (panjang telapak kaki belakang), E: ear (lebar daun telinga), I: incisor (lebar gigi pengerat), MF: mammary formula (jumlah puting susu)

Terdapat 11 ekor jantan dan 10 ekor betina spesies mamalia kecil yang terperangkap. Menurut Handayani dan Ristiyanto (2008) jantan lebih mudah ditemukan karena teritorial (kompetisi sosial), home range, pakan, dan promiscuous (seks bebas). Perbedaan jantan dan betina tikus dewasa diketahui dari adanya skrotum pada jantan, dan mammary formula pada betina. Pengamatan skrotum maupun mammary formula sulit pada tikus pradewasa. Perbedaan jantan dan betina tikus pradewasa dapat diketahui melalui jarak antara genital dan anus. Jarak genital dengan anus lebih dekat pada tikus betina dibandingkan jantan.

(31)

9 bentuk hidung, bentuk badan, warna badan bagian punggung, warna badan bagian perut, warna ekor bagian atas, dan warna ekor bagian bawah.

Tabel 4 Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap

Spesies Tekstur

kerucut Silindris Cokelat hitam

Kerucut Silindris Kelabu Kelabu Kelabu Kelabu

R. norvegicus merupakan tikus riul (Gambar 4a). Ciri morfologi kuantitatifnya yaitu bobot tubuh 150-600 g, panjang kepala dan badan 150-250 mm, panjang ekor 160-210 mm, panjang total 310-460 mm, lebar daun telinga 18-24 mm, panjang telapak kaki belakang 40-47 mm, lebar gigi pengerat 3.5 mm, dan jumlah puting susu 6. Ciri morfologi kualitatif tekstur rambut kasar agak panjang, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris membesar ke belakang, warna badan bagian dorsal cokelat hitam kelabu, warna badan dan ekor bagian ventral cokelat kelabu pucat, warna ekor bagian dorsal cokelat hitam (Priyambodo 2006). Ciri kualitatif lainnya adalah rambut pengawal (guard hair) yaitu rambut tikus yang berukuran lebih panjang daripada rambut bawah (under fur). Rambut pengawal pada R. norvegicus berbentuk duri biasanya pangkal melebar dan ujungnya menyempit (Marbawati dan Ismanto 2011). R. norvegicus termasuk hewan nokturnal tetapi kadangkala dapat ditemukan mencari makanan pada siang hari. Kebiasaan dan perilakunya yaitu omnivora (lebih menyukai daging dan kacang), dapat bertahan dengan mudah jika terdapat pasokan sisa makanan manusia. Cara mengenali makanan dengan menggunakan indera penciuman dan sentuhan (Dewi 2010).

R. rattus merupakan tikus rumah (Gambar 4b). Ciri morfologi kuantitatifnya yaitu bobot tubuh 60-300 g, panjang kepala dan badan 100-210 mm, panjang ekor 120-250 mm, panjang total 220-460 mm, lebar daun telinga 19-23 mm, panjang telapak kaki belakang 30-37 mm, lebar gigi pengerat 3 mm, jumlah puting susu 5 (Priyambodo 2006). Ciri morfologi kualitatifnya yaitu bentuk tubuh ramping, rambut bertekstur agak kasar berwarna cokelat hitam kelabu pada bagian punggung, warna bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada bagian punggung, bentuk hidung kerucut lebih besar dari ukuran mata, dan ekor tidak ditumbuhi rambut (Priyambodo dan Nazarreta 2013).

(32)

10

seluruh tubuh berwarna abu-abu kecokelatan, ekor gemuk terutama pada bagian pangkal meramping pada ujungnya. S. murinus dapat ditemukan di dalam atau dekat rumah. Distribusinya yaitu Afrika, Madagaskar, sebagian besar Asia (Filipina dan Indonesia) (Payne dan Francis 2002). S. murinus mempunyai bentuk moncong yang sangat runcing, ekor yang sangat pendek, berjalan relatif lambat, dan kotorannya basah. S. murinus mengeluarkan bau saat melintas untuk mempertahankan diri. Bau tersebut berasal dari kelenjar bau yang letaknya dekat dengan lubang anus. Gigi seri S. murinus tidak tumbuh memanjang, sehingga bukan hewan pengerat (Priyambodo 2003).

Gambar 4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b) Jumlah hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan menggunakan perangkap massal dapat bervariasi, yaitu 0, 1, 3, 4, dan 6 ekor (Gambar 5). Variasi jumlah tangkapan tersebut karena perangkap massal merupakan perangkap hidup yang dapat memerangkap beberapa tikus dalam sekali pemerangkapan. Nugroho (2010) mengatakan bahwa perangkap massal dilengkapi dengan pemberat pada pintu masuknya untuk menutup kembali pintu yang terbuka oleh tikus, sehingga dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali aplikasi.

Gambar 5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor (b), empat ekor (c), enam ekor (d)

(33)

11 Perangkap ini memiliki dua kekurangan yaitu, tikus yang tertangkap terlebih dahulu dapat keluar kembali dengan bantuan tikus lain yang menginjak pintu keluar, tetapi tikus yang kedua tidak masuk ke dalam perangkap. Setelah itu tikus yang menginjak pintu masuk akan keluar dengan cara berjalan mundur. Selain itu, untuk tikus yang masuk berukuran besar, maka tikus tersebut akan mendorong pintu hingga rusak, lalu tikus dapat keluar (Darmawansyah 2008). Hal ini terjadi di salah satu lokasi pengujian Kelurahan Balumbang Jaya, tikus yang telah terperangkap berhasil keluar dari perangkap dengan cara mendorong pintu perangkap hingga rusak.

Pengendalian tikus menggunakan perangkap massal memenuhi aspek teknis, ekonomis, sosial-budaya, dan ekologis. Aplikasi perangkap massal dengan menyediakan umpan dalam perangkap merupakan hal mudah untuk diterapkan oleh masyarakat. Perangkap massal dapat digunakan berkali-kali, karena dalam sekali pembelian dapat digunakan lebih dari satu kali. Perangkap massal dari aspek sosial-budaya dapat diterima masyarakat karena tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang dianut masyarakat. Perangkap massal terbuat dari bahan yang tidak membahayakan keamanan pemakai dan lingkungan hidup, sehingga bernilai ekologis.

Pengujian Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum 0.005%

Pengujian rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005% menunjukkan hasil yang sama pada setiap lokasi pengujian, yaitu tidak ditemukan rodentisida yang dikonsumsi oleh tikus. Hal ini diketahui dari bobot rodentisida yang sama saat sebelum dan setelah pengujian. Pengamatan terhadap jejak kaki tikus menunjukkan kehadiran tikus sebesar 36% di Kelurahan Babakan, 46% di Cikarawang, dan 56% di Balumbang Jaya.

Rodentisida yang digunakan berbentuk blok membuat tikus dapat membawanya (hoarding). Hal ini terjadi di salah satu lokasi pengujian (Kelurahan Babakan), yaitu tidak ditemukan masing-masing satu blok selama dua hari berturut-turut. Jumlah rodentisida yang tidak ditemukan tersebut sebesar 13.6 g. Rodentisida tersebut diduga diambil oleh tikus dan disimpan dalam sarangnya atau diletakkan di tempat lain, sehingga tidak diketahui jumlah rodentisida yang dikonsumsi.

Aplikasi rodentisida brodifakum dari aspek teknis mudah diterapkan, yaitu dengan meletakkannya di jalur yang sering dilalui tikus. Pada rodentisida tersebut telah terdapat umpan berupa beras, sehingga dalam aplikasinya tidak memerlukan penambahan umpan. Rodentisida brodifakum menjadi mahal karena tidak dapat digunakan berulang kali. Rodentisida brodifakum yang telah dikonsumsi sebagian atau hanya disentuh oleh tikus, tidak dapat digunakan kembali, karena adanya sifat poison shyness (jera racun) dari tikus. Aplikasi rodentisida brodifakum dari aspek sosial-budaya dan ekologis tidak sepenuhnya dapat diterima masyarakat, karena dapat meracuni organisme bukan sasaran.

Pengujian Repelen Ekstrak Daun Sirsak

(34)

12

daun sirsak sebagai repelen. Hal ini karena indera penciuman tikus terganggu oleh aroma yang berasal dari ekstrak daun sirsak tersebut. Tikus akan terusir dan tidak memasuki nampan untuk mengonsumsi gabah yang diletakkan berdekatan dengan ekstrak. Indera penciuman tikus berpengaruh terhadap perilaku menghindar terhadap ekstrak sebagai repelen, sesuai dengan pendapat Priyambodo (2006) yang menyatakan bahwa tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik.

Tabel 5 Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian ekstrak daun sirsak sebagai repelen

Hasil pengujian memperlihatkan bahwa peluang tikus yang mengonsumsi gabah berbeda pada tiga kelurahan. Peluang tersebut berdasarkan adanya jejak kaki tikus pada ubin jejak kaki tikus di luar pintu dan dalam nampan pada semua lokasi. Selain itu, pada Kelurahan Cikarawang dan Balumbang Jaya terdapat jejak kaki tikus hanya pada ubin jejak di luar pintu nampan, yaitu 6% pada Cikarawang dan 4% pada Balumbang Jaya. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku tikus terhadap repelen. Adanya jejak kaki tikus di luar dan dalam nampan menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika berada dalam nampan pada saat akan mengonsumsi gabah. Jejak kaki tikus hanya ada di luar pintu nampan menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika masih di luar nampan, sehingga tidak masuk ke dalam nampan untuk mengonsumsi gabah.

Daun dan biji sirsak dapat berfungsi sebagai insektisida, larvasida, repelen, dan antifeedant. Ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan menggulangi hama belalang dan hama-hama lainnya (BBPPTP Ambon 2013). Berdasarkan penelitian Amelia (2015), buah berenuk, buah bintaro, daun sirsak, dan buah mengkudu memiliki tingkat repelensi yang sama sebagai repelen tikus rumah. Bobot tikus mengalami penurunan setelah dilakukan perlakuan pengujian repelensi empat jenis tanaman tersebut. Ekstrak daun sirsak memberikan pengaruh pada konsumsi tikus karena bau menyengat yang ditimbulkannya.

(35)

13

Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman

Perbedaan tingkat pendapatan dan pendidikan merupakan alasan utama masyarakat dalam melakukan tindakan pengendalian. Masyarakat yang tingkat pendapatan dan pendidikannya rendah umumnya kurang memedulikan keberadaan hama-hama tersebut. Sebagian besar dari mereka hanya melakukan pencegahan seadanya dan tidak berkelanjutan, sehingga populasi hama tidak bisa dikendalikan dan akhirnya menyebabkan dampak serius di daerah permukimannya. Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan dan pendidikan yang cukup tinggi sudah mulai memandang keberadaan hama dapat menjadi masalah serius dalam kehidupannya. Pada umumnya mereka memilih tindakan pengendalian yang efektif dan berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar populasi hama dapat ditekan, sehingga masalah yang timbul dapat dicegah (Nugroho 2010).

Hasil pengujian statistik menunjukkan terdapat korelasi positif antara pendapatan dengan tindakan. Korelasi dengan nilai 0.190 mengartikan tingkat hubungan perekonomian dengan pendapatan sangat rendah (Lampiran 2). Sedangkan hasil korelasi deskriptif tidak sepenuhnya sesuai antara pendapat Nugroho (2010) dengan hasil yang didapatkan. Tingkat ekonomi atau pendapatan responden Kelurahan Babakan lebih rendah dibandingkan kelurahan lainnya, tetapi populasi tikusnya lebih sedikit dibandingkan kelurahan lain (Gambar 6).

Gambar 6 Tingkat pendapatan responden pada tiga kelurahan

Populasi tikus dapat diamati melalui persentase ubin jejak kaki tikus (asumsi satu tikus) pada pengujian perangkap, rodentisida, dan repelen yang telah dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendapatan tidak mempengaruhi tindakan pengendalian. Pengendalian dilakukan bila masyarakat sudah merasa terganggu terhadap kehadiran tikus permukiman. Selain itu, sanitasi dan peluang

(36)

14

tikus memasuki rumah juga mempengaruhi populasi tikus. Menurut Marsh (2005), tikus rumah dapat masuk ke rumah melalui celah sekitar atap maupun sekitar lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding.

Responden Kelurahan Balumbang Jaya memiliki tingkat pendidikan terendah yang paling banyak dibandingkan kelurahan lainnya (Gambar 7). Persentase populasi tikus terbanyak terdapat pada Kelurahan Balumbang Jaya. Hal ini dapat diketahui dari pengamatan ubin jejak tikus melalui tiga pengujian. Pendapat Nugroho (2010) sesuai dengan hal ini. Hasil analisis statistik menunjukkan tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan pengetahuan tikus permukiman maupun pengendaliannya. Tingkat hubungan dari korelasi tersebut rendah dengan nilai 0.361 (Lampiran 2).

Gambar 7 Tingkat pendidikan responden pada tiga kelurahan

(37)

15

Gambar 8 Jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui kehadirannya di permukiman

Aktivitas R. rattus diardii lebih banyak terlihat di permukiman karena tikus rumah memiliki habitat di dalam dan di sekitar permukiman. Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman terutama di daerah yang jarang dilalui manusia. Tikus rumah sering dijumpai di lingkungan rumah dan gudang, serta mempunyai kemampuan merusak yang tinggi karena tidak hanya makanan di rumah saja yang dimakannya, tetapi benda-benda lain yang dijumpainya juga dikerat (Priyambodo dan Nazarreta 2013). Selain itu, perilaku tikus rumah yang mudah berdaptasi dengan sisa makanan manusia menjadi penyebab dominannya kehadiran spesies tikus tersebut.

Akibat gangguan terbesar yang disebabkan oleh tikus permukiman yaitu kerusakan pada benda berbahan kayu (Tabel 6). Hal ini didasarkan kebutuhan tikus untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya yang tumbuh terus menerus. Aktivitas mengerat pada benda berbahan keras dapat mengurangi pertumbuhan gigi seri tikus. Menurut Priyambodo (2006) tikus dapat merusak bahan-bahan yang keras sampai nilai 5.5 skala kekerasan geologi. Aktivitas tikus dalam mengeratkan gigi seri dan menggali tanah atau membuat sarang dapat menimbulkan kerusakan pada bangunan kantor, pabrik, gudang, dan rumah. Bagian yang dirusak antara lain pondasi, kabel listrik dan telepon, pipa plastik, dinding, lantai, jendela, pintu, serta beberapa peralatan kantor dan rumah tangga.

(38)

16

Tabel 6 Persepsi masyarakat terhadap gangguan yang disebabkan tikus permukiman dan penyebab kehadirannya

Karakter pengetahuan Jumlah responden

(orang) (%)

Gangguan yang disebabkan tikus

Kerusakan pada benda berbahan kayu 23 76.67

Kerusakan pada listrik 21 70.00

Vektor penyakit 17 56.67

Kontaminasi makanan 4 13.33

Kontaminasi lingkungan 3 10.00

Penyebab kehadiran tikus

Makanan 26 86.67

Lingkungan kotor 15 50.00

Sampah 13 26.00

Persepsi Masyarakat terhadap Jenis Pengendalian Tikus Permukiman

Seluruh responden mengatakan mengetahui jenis pengendalian berupa perangkap, 28 responden rodentisida, dan 15 responden repelen. Persepsi pengendalian yang paling efektif menurut responden hanya ada 2 jenis yaitu perangkap dan rodentisida (Gambar 9).

Gambar 9 Pengetahuan, persepsi, dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian tikus permukiman

Pengetahuan masyarakat terhadap jenis pengendalian tikus serta persepsi masyarakat mengenai jenis pengendalian tikus yang paling efektif memengaruhi

0

Pengetahuan Persepsi Tindakan

(39)

17 tingkat jenis pengendalian tikus yang digunakan. Responden lebih banyak menggunakan perangkap sebagai alat pengendalian tikus. Kemudahan memperoleh perangkap dan adanya berbagai jenis bentuk perangkap menjadi alasan responden untuk menggunakan perangkap. Terdapat korelasi positif sangat rendah dengan nilai 0.098 antara tingkat pengetahuan dan tindakan pengendalian tikus permukiman oleh masyarakat (Lampiran 2).

Dapur, dekat tempat sampah, kamar mandi, dan berbagai tempat lainnya (kamar, gudang, langit-langit rumah) merupakan tempat aktivitas tikus, sehingga dilakukan peletakan perangkap, rodentisida, dan repelen di tempat-tempat tersebut. Selain tempat-tempat tersebut, alat pengendalian tikus diletakkan pula di ruang makan dan teras (Gambar 10).

Gambar 10 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap tempat peletakan jenis pengendalian

Responden lebih banyak meletakkan perangkap, rodentisida, maupun repelen di dapur karena tikus lebih banyak terlihat aktif di tempat tersebut. Menurut Ramadhani dan Yunianto (2010), dapur merupakan tempat yang paling disukai oleh tikus untuk bersarang karena banyak tersedianya bahan makanan.

Tikus permukiman dapat terlihat pada setiap waktu (pagi, siang, sore, dan malam). Walaupun demikian, hanya pada waktu tertentu responden meletakkan perangkap, rodentisida, maupun repelen (Gambar 11). Dominannya pemilihan waktu malam hari karena tikus lebih banyak terlihat aktif pada malam hari.

0

Perangkap Rodentisida Repelen

(40)

18

Gambar 11 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap waktu tikus aktif dan peletakan jenis pengendalian

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Waktu tikus aktif

Perangkap Rodentisida Repelen

Juml

ah

re

sponde

n

(or

ang

)

(41)

19

SIMPULAN

Simpulan

Terdapat perbedaan dalam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian perangkap massal di tiga kelurahan pengujian. Spesies mamalia kecil yang paling banyak terperangkap adalah R. rattus diardii. Tidak ada rodentisida brodifakum yang dikonsumsi pada tiga kelurahan. Pengujian ekstrak daun sirsak sebagai repelen menunjukkan hasil yang sama pada Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara pendidikan dan pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan tindakan, juga antara pengetahuan dan tindakan.

Saran

(42)

20

DAFTAR PUSTAKA

Amelia TS. 2015. Pengujian repelensi dari empat jenis tanaman terhadap tikus rumah (Rattus rattus diardii L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Astuti DR. 2013. Keefektifan rodentisida racun kronis generasi II terhadap keberhasilan penangkapan tikus. Kemas. 8(2):183-189.

[BBPPTP Ambon] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Ambon. 2013. Manfaat tanaman sebagai pestisida nabati [Internet]. Ambon (ID): BBPPTP Ambon; [diunduh 2015 Mei 31]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-185-manfaat-tanaman-sebagai-pestisida-nabati-.html.

Darmawansyah A. 2008. Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada habitat permukiman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dewi DI. 2010. Tikus riul (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769). Balaba. 6(2):22-23.

Handayani FD, Ristiyanto. 2008. Rappid assessment inang reserpoir leptospirosis di daerah pasca gempa Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Bul. Penel. Kesehatan. 36(1):1-9.

Irawati J, Fibriana AI, Wahyuno B. 2014. Efektivitas pemasangan berbagai model perangkap tikus terhadap keberhasilan penangkapan tikus di Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. UJPH2. 4(3):67-75. Marbawati D, Ismanto H. 2011. Identifikasi tikus (pelatihan di laboratorium

mamalia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta). Balaba. 7(2):44-48.

Marsh RE. 2005. Roof rats [Internet]. Oakland (GB): University of California; [diunduh 2015 Sept 10]. Tersedia pada: http;// cwdm.org/handbook/rodents/RoofRats.asp.

Nafis F. 2009. Persepsi masyarakat perkotaan terhadap hama permukiman serta pengujian perangkap dan pestisida untuk mengendalikan tikus dan kecoa [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugroho A. 2010. Persepsi masyarakat terhadap hama permukiman serta pengendalian tikus di Bogor dan Tangerang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Payne J, Francis CM. 2002. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam. Jakarta (ID): WCS Indonesia.

Permada J. 2009. Tingkat kejeraan racun dan umpan pada tikus sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Priyambodo S. 2003. Seri PHT Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

(43)

21 Priyambodo S, Nazarreta R. 2013. Preferensi dan efikasi rodentisida brodifakm

terhadap tiga jenis tikus hama. Agrovigor. 6(2):145-153.

Ramadhani T, Yunianto B. 2010. Kondisi lingkungan pemukiman yang tidak sehat berisiko terhadap kejadian leptospirosis (studi kasus di Kota Semarang). Suplemen Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 20:46-54.

Ramadhani T, Yunianto B. 2012. Reservoir dan kasus leptospirosis di wilayah kejadian luar biasa. Kesmas. 7(4):162-168.

Sigit SH. 2006. Masalah hama permukiman dan falsafah dasar pengendaliannya. Di dalam: Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama permukiman Indonesia Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. hlm 1 – 13.

Sudarmo S. 1991. Pestisida. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Surachman E, Suryanto WA. 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Masalah dan Solusinya. Yogyakarta (ID): Kanisus.

(44)

22

(45)

23 Lampiran 1 Analisis Kruskal-Wallis pada pengujian ekstrak daun sirsak

Kruskal-Wallis test Respon K (Observed value) 6.4233 K (Critical value) 5.9915

DF 2.0000

p-value (Two-tailed) 0.0403

Alpha 0.0500

Lampiran 2 Analisis Korelasi

Variabel

Pendidik-Lampiran 3 Pengetahuan responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan

Lokasi Perangkap Rodentisida Repelen

Babakan 10 9 9

Cikarawang 10 8 3

Balumbang Jaya 10 10 2

Lampiran 4 Persepsi responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman yang paling efektif di tiga kelurahan

Lokasi Perangkap Rodentisida Repelen

Babakan 6 4 0

Cikarawang 8 2 0

(46)

24

Lampiran 5 Penggunaan jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan

Lokasi Perangkap Rodentisida Repelen

Babakan 7 5 2

Cikarawang 10 4 2

Balumbang Jaya 7 5 1

Lampiran 6 Persepsi responden terhadap letak tikus aktif di tiga kelurahan

Lokasi Dapur

Lampiran 7 Lokasi peletakan perangkap

Lokasi Dapur

Lampiran 8 Lokasi peletakan rodentisida

Lokasi Dapur

Lampiran 9 Lokasi peletakan repelen

(47)

25 Lampiran 10 Persepsi responden terhadap waktu tikus permukiman aktif

Lokasi Pagi Siang Sore Malam

Babakan 1 1 0 10

Cikarawang 1 0 0 10

Balumbang Jaya 0 3 0 10

Lampiran 11 Waktu peletakan perangkap

Lokasi Pagi Siang Sore Malam

Babakan 0 0 0 7

Cikarawang 0 0 2 8

Balumbang Jaya 0 0 0 7

Lampiran 12 Waktu peletakan rodentisida

Lokasi Pagi Siang Sore Malam

Babakan 0 0 0 5

Cikarawang 0 0 1 3

Balumbang Jaya 0 0 0 5

Lampiran 13 Waktu peletakan repelen

Lokasi Pagi Siang Sore Malam

Babakan 0 0 0 2

Cikarawang 0 0 0 2

Balumbang Jaya 0 1 0 0

Lampiran 14 Lembar kuesioner

SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

MASYARAKAT TERHADAP KEHADIRAN

TIKUS PERMUKIMAN

Desa/Kelurahan : Tanggal wawancara : Waktu wawancara :

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nama : Umur : Alamat :

Pendidikan : ( ) Tidak sekolah/tidak tamat SD ( ) SD

(48)

26

Status kepemilikan rumah : milik sendiri/kontrak

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MASYARAKAT

1. Apa yang Anda ketahui tentang gangguan yang disebabkan oleh tikus permukiman?

a. Gangguan pada alat listrik

b. Gangguan pada benda berbahan kayu c. Vektor penyakit

d. Lainnya

2. Jenis tikus permukiman apa saja yang Anda ketahui? a. Rattus rattus diardii (tikus rumah)

b. Rattus norvegicus (tikus riul) c. Mus musculus (mencit rumah) d. B. indica (tikus wirok)

3. Jenis tikus permukiman apa yang paling banyak berada di rumah Anda? a. Rattus rattus diardii (tikus rumah)

b. Rattus norvegicus (tikus riul) c. Mus musculus (mencit rumah) d. B. indica (tikus wirok)

4. Kapan Anda melihat tikus aktif? a. Pagi

b. Siang c. Sore d. Malam

5. Di mana Anda melihat tikus tersebut? a. Dapur

b. Dekat tempat sampah c. Ruang makan

(49)

27 6. Menurut Anda, apakah yang menyebabkan tikus-tikus tersebut muncul?

a. Makanan b. Sampah

c. Lingkungan kotor

7. Apakah menurut Anda tikus tersebut cukup meresahkan? a.Ya

b. Tidak

8. Apa tindakan yang segera Anda lakukan ketika mengetahui kehadiran hama permukiman?

a. Diam saja

b. Membasmi secara langsung (tikus dipukul) c. Menggunakan perangkap

d. Menggunakan rodentisida e. Menggunakan repelen

9. Apa saja jenis pengendalian tikus yang Anda ketahui? a. Perangkap

b. Rodentisida c. Repelen

10. Apakah Anda pernah menggunakan perangkap tikus? a. Ya

b. Tidak

11. Jenis perangkap apa saja yang Anda ketahui? a. Perangkap hidup

b. Perangkap mati c. Lem tikus

12. Jenis perangkap apa yang biasa Anda gunakan? a. Perangkap hidup

b. Perangkap mati c. Lem tikus

13. Dimana Anda meletakkan perangkap tersebut? a. Dapur

b. Dekat tempat sampah c. Ruang makan

d. Lainnya

14. Kapan Anda meletakkan perangkap tersebut? a. Pagi

(50)

28

15. Apakah Anda mengetahui musuh alami tikus? a. Ya

b. Tidak

16. Apakah Anda pernah menggunakan rodentisida/bahan kimia untuk mengendalikan tikus?

a. Ya b. Tidak

17. Apakah bahan aktif dari rodentisida yang anda gunakan? a. Brodifakum

b. Bromadiolon c. Fospit

d. Lainnya

18. Dimana Anda meletakkan rodentisida tersebut? a. Dapur

b. Dekat tempat sampah c. Ruang makan

d. Kamar mandi e. Lainnya

19. Kapan Anda meletakkan rodentisida tersebut? a. Pagi

b. Siang c. Sore d. Malam

20. Apakah Anda pernah menggunakan bahan repelen? a. Ya

b. Tidak

21. Dimana Anda meletakkan repelen tersebut? a. Dapur

b. Dekat tempat sampah c. Ruang makan

d. Kamar mandi e. Lainnya

22. Kapan Anda meletakkan repelen tersebut? a. Pagi

(51)

29 23. Menurut Anda, metode apakah yang paling efektif untuk mengendalikan tikus

di lingkungan tempat tinggal? a. Perangkap

b. Rodentisida c. Repelen

24. Apa saran Anda untuk mengatasi masalah tikus permukiman?

(52)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Polewali pada tanggal 17 Mei 1994. Penulis merupakan anak kedua dari Drs Abd. Wahab Goga, MPd. dan Hj. Husnayani, SPd, MPd. penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Polewali pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain itu penulis juga mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2013-2015.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Dasar-dasar Proteksi Tanaman 2014/2015, Manajemen Vertebrata Hama 2014/2015, dan Hama Gudang dan Permukiman 2015/2016, serta Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat 2015/2016.

(53)

Gambar

Gambar 3  Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun
Tabel 3  Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap
Tabel 4  Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap
Gambar 4  Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b)
+5

Referensi

Dokumen terkait