• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Rodentisida, Perangkap, Dan Repelen, Serta Persepsi Masyarakat Terhadap Tikus Permukiman Di Cibinong, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Rodentisida, Perangkap, Dan Repelen, Serta Persepsi Masyarakat Terhadap Tikus Permukiman Di Cibinong, Bogor"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

UJI RODENTISIDA, PERANGKAP, DAN REPELEN, SERTA

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TIKUS

PERMUKIMAN DI CIBINONG, BOGOR

SONYA SUCI RAMADHANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Rodentisida, Perangkap, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman di Cibinong, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Sonya Suci Ramadhani

NIM A34120084

(4)
(5)

ABSTRAK

SONYA SUCI RAMADHANI. Uji Rodentisida, Perangkap, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman di Cibinong, Bogor. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus permukiman (Rattus rattus diardii, R. norvegicus, dan Mus musculus) adalah hama penting di lingkungan permukiman karena dapat menimbulkan kerugian, seperti kerusakan benda atau sebagai vektor penyakit. Penelitian ini bertujuan mengetahui metode pengendalian yang efektif berdasarkan karakteristik wilayah permukiman dan persepsi masyarakat terhadap tindakan pengendalian tikus permukiman. Lokasi penelitian adalah 30 rumah warga pada tiga kelurahan di Kecamatan Cibinong. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Perlakuan rodentisida, perangkap, dan repelen dilaksanakan di satu tempat secara bersamaan di dalam rumah. Perangkap diletakkan di antara rodentisida dan repelen dengan jarak 2-3 m. Pengamatan perlakuan rodentisida, perangkap, dan repelen adalah bobot rodentisida yang dikonsumsi, jumlah tikus yang berhasil terperangkap, dan bobot gabah yang dikonsumsi yang dikaitkan dengan bekas pijakan tikus. Wawancara dilakukan kepada 30 responden yang merupakan pemilik dari rumah untuk penelitian. Hasil analisis ragam menyimpulkan bahwa konsumsi rodentisida (bromadiolon 0.005%) tidak berbeda antara 3 lokasi (p= 0.202). Hasil pengujian perangkap menunjukkan 35 mamalia kecil yang terperangkap oleh perangkap tunggal dengan ikan asin sebagai umpan. Keberhasilan pemerangkapan di lokasi ini tergolong tinggi (28%). Spesies tikus yang terperangkap ialah R. rattus diardii dan didominasi oleh tikus jantan (71%, 15 tikus dari 21 tikus). Pengujian ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) sebagai repelen menunjukkan pengaruh yang sama di tiga lokasi pengujian. Persepsi masyarakat terhadap tikus permukiman berpengaruh terhadap tindakan pengendalian tikus permukiman. Metode pengendalian tikus permukiman yang efektif sesuai dengan karakteristik wilayah permukiman dan diterima oleh masyarakat ialah penggunaan perangkap.

(6)
(7)

ABSTRACT

SONYA SUCI RAMADHANI. Rodenticide, Trap, and Repellent Trial, with Community Perception for Commensal Rats in Cibinong, Bogor. Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Commensal rats (Rattus rattus diardii, R. norvegicus and Mus musculus) are important pests in the residential habitat because it can caused many losses, including damage to a variety of objects or as vectors of disease. This study aim to know the effective method to control commensal rats based on the location characteristics and community perception. The study locations in 30 houses in Cibinong. A purposive sampling was used in this study. Rodenticide, trap, and repellent implemented in one place at the same time in the house. Rodenticide, trap, and repellent trial observations are rodenticides consumed, trap success, and grains consumed which associated with the former footing rats. Interviews were conducted to 30 respondents who are the owners of the house used for this study. Based on the analysis of variance results it can be concluded that the consumption of rodenticide (bromadiolon 0.005%) was not different between three locations (p= 0.202). Results of the traps showed that there were 35 small mammals were trapped using single live trap with raw salted fish bait. Trap success in this area was relatively high, up to 28%. The rat species trapped was R. rattus diardii and most of them were male (71%, 15 rats out of 21 rats). Result of the repellent concluded that noni fruit (Morinda citrifolia L.) extract where applied in three locations showed the same effect. The community perception has correlation with the act of commensal rats control. The most effective commensal rats control menthod according to the characteristic of residential habitat and accepted by the community is trap.

(8)
(9)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

UJI RODENTISIDA, PERANGKAP, DAN REPELEN, SERTA

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TIKUS

PERMUKIMAN DI CIBINONG, BOGOR

SONYA SUCI RAMADHANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi : Uji Rodentisida, Perangkap, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman di Cibinong, Bogor Nama : Sonya Suci Ramadhani

NIM : A34120084

Disetujui oleh

Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr Ketua Departemen

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kekuatan, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Uji Rodentisida, Perangkap, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman di Cibinong, Bogor, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi. Dr Ir Dadan Hindayana selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi selama menjalani pendidikan di IPB. Ahmad Soban selaku laboran yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Supendi, SPd, Kokom Komari, dan Mutiara Shima Islami untuk kasih sayang, dukungan, serta doa yang selalu diberikan serta Roy Ali Umar Bakarus, Pertiwi Suciananda, Guruh Satria Wibowo, Niedya Octafyanna, dan Oktarina Safar Nida yang telah memberikan semangat dan motivasi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Tikus Permukiman 3

Pengendalian Tikus di Permukiman 3

Perangkap 4

Rodentisida 4

Repelen 5

Persepsi Masyarakat 5

BAHAN DAN METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Bahan dan Alat 6

Metode Penelitian 6

Persiapan Rodentisida 6

Persiapan Perangkap 6

Persiapan Repelen 7

Perlakuan dan Pengamatan 7

Wawancara 8

Analisis Data 8

HASIL DAN BAHASAN 9

Pengujian Rodentisida 9

Pengujian Perangkap 11

Pengujian Repelen 15

SIMPULAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi rodentisida yang diharapkan dan konsumsi rodentisida

kenyataan pada pengujian di tiga kelurahan 9

2 Keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan dan keberhasilan

pemerangkapan nyata antar tiga kelurahan 11

3 Jenis mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan 12 4 Hasil identifikasi karakter kuantitatif tikus hasil pemerangkapan dengan

perangkap tunggal 13

5 Hasil identifikasi karakter kualitatif tikus hasil pemerangkapan dengan

perangkap tunggal 14

6 Tikus yang mendekati umpan dan konsumsi gabah

DAFTAR GAMBAR

1 Rodentisida berbahan aktif bromadiolon 0.005% 6 2 Perangkap dan umpan: (a) perangkap tunggal dan (b) ikan asin mentah 7 3 Mengkudu: (a) tanaman mengkudu dan (b) buah mengkudu 7 4 Perlakuan: (a) rodentisida, (b) perangkap, dan (c) repelen 8 5 Tingkat pendidikan dan ekonomi serta tindakan pengendalian oleh

masyarakat di tiga kelurahan 10

6 Pemilik rumah di tiga kelurahan yang menggunakan perangkap

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam pengujian rodentisida di tiga kelurahan 21

2 Lembar kuesioner mengenai tikus permukiman 21

16

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hama permukiman merupakan organisme pengganggu yang berada di lingkungan kehidupan manusia. Kerugian yang diakibatkan oleh hama permukiman dapat berupa kerusakan alat atau sebagai vektor penyakit. Hama permukiman dapat berasal dari Kelas Arachnida, yaitu tungau; Kelas Insecta yaitu nyamuk, lalat, rayap, kutu; dan Kelas Mammalia yaitu tikus (Ditjen PPPL 2012).

Tikus permukiman adalah tikus yang berada di lingkungan permukiman manusia yang sudah beradaptasi dengan baik terhadap aktivitas dan kehidupan manusia (Priyambodo 2003). Jenis tikus yang sering ditemui pada daerah permukiman adalah Rattus rattus diardii, R. norvegicus, dan Mus musculus

(Amstrong 2003). Sullivan (2002) menyatakan bahwa umumnya, tikus permukiman berada di daerah kota dengan penduduk yang padat dan sanitasi yang kurang baik. Tikus permukiman menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Kerugian akibat keberadaan tikus permukiman adalah kerusakan pada bangunan atau alat-alat listrik karena perilaku mengerat tikus. Kerugian lain berupa kontaminasi lingkungan akibat feses atau urin yang berpotensi menjadi sumber berbagai patogen penyebab penyakit pada manusia

Pengendalian tikus yang dapat dilakukan di permukiman antara lain perangkap, rodentisida, atau repelen. Penggunaan perangkap sebagai teknik pengendalian tikus di permukiman merupakan cara yang efektif, aman, dan ekonomis karena perangkap dapat digunakan beberapa kali. Perangkap yang telah dipakai harus dibersihkan sehingga tidak menyisakan urin atau kotoran tikus yang berpotensi menimbulkan jera perangkap. Darmawansyah (2008) menyebutkan bahwa perangkap yang paling efektif untuk tikus rumah adalah perangkap dengan pintu yang terbuka ke bawah. Permada (2009) menyatakan bahwa tikus rumah mengalami kejeraan yang lebih tinggi pada rodentisida flokumafen dibandingkan dengan rodentisida bromadiolon. Tripathi dan Chaundary (2015) mengemukakan bahwa rodentisida bromadiolon memiliki akseptabilitas, palatabilitas, dan toksisitas di laboratorium dan lapang. Amelia (2015) menyebutkan bahwa ekstrak buah mengkudu konsentrasi 70% memiliki tingkat repelensi lebih dari 64% terhadap tikus rumah.

Persepsi masyarakat perkotaan terhadap keberadaan tikus berpotensi memengaruhi keefektifan metode pengendalian tikus permukiman. Nugroho (2010) menjelaskan bahwa keberadaan hama permukiman mulai meresahkan masyarakat perkotaan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengendalian yang tepat serta berkelanjutan, demi menjaga kelestarian lingkungan serta meningkatkan kualitas hidup manusia. Tindakan antisipatif perlu dilakukan agar populasi tikus dapat dikendalikan dan tidak menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia.

Tujuan Penelitian

(22)

2

Manfaat Penelitian

(23)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tikus Permukiman

Spesies tikus di Indonesia yang paling berperan sebagai hama tanaman, permukiman, dan vektor patogen pada manusia dan telah teridentifikasi terdapat 9 spesies, namun hanya 3 spesies yang menjadi hama penting di wilayah permukiman, yaitu Rattus novegicus, R. rattus, dan Mus musculus (Ditjen PPPL 2012). Menurut Priyambodo (2006) kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan tikus di permukiman adalah kerusakan pada bangunan serta alat listrik. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus jauh lebih besar daripada yang dikonsumsinya, karena cara makan tikus yang sedikit demi sedikit pada beberapa bagian makanan.

Menurut Kalshoven (1981) dalam setahun tikus mampu bereproduksi sebanyak 5 sampai 7 kali pada kondisi sumber makanan yang berlimpah. Priyambodo (2006) menjelaskan bahwa tikus rumah mampu melahirkan anak sebanyak 5 sampai 8 ekor dalam sekali melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan tergantung ketersediaan makanan. Masa bunting tikus selama 21 hari dan pada saat dilahirkan tikus tidak memiliki rambut dan mata tertutup. Rambut tumbuh pada umur 1 minggu setelah dilahirkan dan mata akan terbuka pada umur 9 sampai 14 hari, kemudian tikus mulai mencari makan di sekitar sarang. Tikus berumur 4 sampai 5 minggu mulai mencari makan sendiri, terpisah dari induknya. Tikus rumah mencapai umur dewasa setelah kisaran umur 35 sampai 65 hari.

Tikus termasuk mamalia yang merugikan dan mengganggu kehidupan manusia, namun dapat hidup berdampingan dengan manusia. Tikus dapat menimbulkan berbagai penyakit salah satunya penyakit pes yang merupakan penyakit karantina sesuai dengan International Health Regulations (IHR) tahun 1969. Pes merupakan penyakit zoonosis terutama pada tikus dan rodens lain yang dapat ditularkan kepada manusia (Raharjo 2012).

Pengendalian Tikus di Permukiman

Pengendalian tikus permukiman secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara lain: pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanis, biologi, dan kimia. Menurut Amstrong (2003) pengendalian tikus rumah di permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa teknik pengendalian antara lain memodifikasi lingkungan atau sanitasi, penggunaan perangkap, dan penggunaan umpan beracun (rodentisida). Modifikasi lingkungan atau sanitasi lingkungan merupakan pengendalian jangka panjang, sedangkan penggunaan perangkap dan umpan beracun merupakan pengendalian jangka pendek (Sullivan 2002). Elemen penting yang harus diperhatikan untuk mengendalikan tikus di permukiman agar efektif adalah sanitasi lingkungan sekitar, konstruksi bangunan terhadap keberadaan tikus, dan monitoring populasi tikus di sekitar permukiman (Salmon et al. 2003).

Pengendalian yang sesuai tikus permukiman menurut Kementerian Pertanian RI (2013) adalah sanitasi, fisik mekanis, dan kimiawi. Pengendalian dengan sanitasi berkaitan dengan kebersihan lingkungan sekitar permukiman agar tikus tidak bersarang. Pengendalian ini merupakan usaha jangka panjang.

(24)

4

atau dengan bantuan alat. Pengendalian secara fisik mekanis adalah pengendalian yang secara langsung mempengaruhi keadaan fisik tikus yang dikendalikan. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penggunaan perangkap, gelombang suara ultrasonik, gelombang elektromagnetik, sinar ultraviolet, penghalang, dan berburu (Priyambodo 2006).

Pengendalian kimiawi menggunakan umpan beracun. Sigit (2006) mengemukakan bahwa penggunaan umpan beracun merupakan metode yang banyak dilakukan, karena metode ini sangat mudah diaplikasikan dan didapatkan hasil yang nyata. Pengunaan umpan beracun dapat menimbulkan beberapa masalah antara lain dapat bersifat racun bagi hewan bukan sasaran serta berbahaya bagi lingkungan.

Perangkap

Perangkap merupakan salah satu teknik pengendalian tikus permukiman secara fisik mekanis. Vantassel et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus direkomendasikan pada lingkungan yang sensitif terhadap bahan-bahan beracun, misalnya sekolah, permukiman, rumah sakit, dan daerah dengan populasi tikus rendah.

Tikus memiliki sifat trap shyness yaitu suatu kejadian ketika tikus tidak mau masuk ke dalam perangkap yang disediakan. Selain itu, faktor genetik juga dapat memengaruhi keefektifan penggunaan perangkap, yaitu suatu keadaan dimana pada saat awal pemerangkapan tikus mudah sekali ditangkap, tetapi pada pemerangkapan berikutnya tikus sulit diperangkap (Priyambodo 2006). Tikus yang memiliki bobot tubuh rendah dan masih muda sangat mudah untuk ditangkap Salmon et al. (2003). Menurut Buckle dan Smith (1996), metode pengendalian dengan menggunakan perangkap kurang efektif dan efisien bila dibandingkan dengan pengendalian secara kimiawi.

Penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus rumah pada habitat permukiman merupakan metode pengendalian yang sederhana dan mudah diaplikasikan. Selain itu, penggunaan perangkap merupakan suatu metode yang aman dan tidak berisiko terhadap lingkungan dan penggunanya. Penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus rumah merupakan cara yang cukup efektif tetapi kurang diperhatikan masyarakat sebagai salah satu teknik pengendalian (Andriani 2005).

Rodentisida

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis hewan pengerat, misalnya tikus. Rodentisida dapat membunuh tikus (hewan pengerat) dengan cara meracuni makanannya. Menurut Prakash dan Mathur (1988) berdasarkan kecepatan kerjanya, rodentisida dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida akut (bekerja cepat) dan rodentisida kronis (bekerja lambat). Penggunaan rodentisida yang bersifat kronis bertujuan untuk menghindari sifat jera umpan yang dimiliki oleh tikus, sehingga pengendalian dengan pengumpanan dapat berjalan lebih efektif.

(25)

5 menimbulkan keracunan jika tertelan. Rodentisida generasi pertama memerlukan pemberian dosis ganda untuk menghasilkan toksisitas pada tikus. Bahan aktif yang terkandung di dalam rodentisida ini antara lain warfarin, pindone, kumafuril, kumaklor, dan isovaferil indanedion. Rodentisida antikoagulan generasi kedua dapat menghasilkan toksisitas pada tikus dengan dosis tunggal. Bahan aktif yang terkandung dalam rodentisida ini antara lain flokumafen, difenakum, brodifakum, dan bromadiolon (Djojosumarto 2008).

Bromadiolon merupakan salah satu rodentisida golongan antikoagulan generasi kedua yang efektif terhadap tikus dan hewan pengerat lainnya. Bromadiolon tidak mudah terlarut dalam air, tetapi sebagai bahan teknis bromadiolon beracun bagi organisme air (Bennet 2002). Struktur kimia dari bromadiolon yaitu 3-[3-(4’ -bromobiphenyl-4-yl)-3-hydroxy-1-phenylpropyl]-4-hydroxycoumarin [28772-56-7], C30H23BrO4 (Buckle dan Smith 1996). Bromadiolon diproduksi dalam berbagai bentuk, yaitu bentuk umpan siap saji, tepung, dan blok. Secara umum bromadiolon digunakan dengan konsentrasi 0.005% dan sudah efektif di lapang terhadap tikus yang sudah resisten terhadap antikoagulan generasi pertama. Bromadiolon merupakan racun antikoagulan dengan dosis tunggal 50 mg/kg dengan LD50 kurang dari 2 mg/kg. Penggunaan bromadiolon harus dilakukan dengan tepat dan aman karena seringkali ditemukan bau bangkai tikus yang sulit terdeteksi (Pardosi dan Sukana 2005).

Bromadiolon mempunyai toksisitas oral yang akut (LD50= 1-3 mg/kg) terhadap beberapa spesies hewan, baik yang termasuk hewan pengerat maupun yang bukan hewan pengerat. Toksisitas dermal juga tinggi (LD50= 9.4 mg/kg pada kelinci). Tikus yang mengonsumsi rodentisida ini dengan dosis yang mematikan biasanya akan mengalami kematian pada hari ketiga setelah konsumsi (Bennett 2002).

Repelen

Repelen merupakan suatu senyawa yang beraksi secara lokal atau pada jarak tertentu yang mempunyai kemampuan mencegah organisme untuk mendekat (Nerio et al. 2010). Penggunaan repelen sebagai metode pengendalian tikus relatif lebih aman, karena secara umum bahan tersebut tidak beracun namun memengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang baik. Bahan repelen nabati yang memiliki kemampuan menolak tikus antara lain minyak cendana, nilam, dan akar wangi (Natawigena et al. 2003), mengkudu, daun sirsak, bintaro, dan berenuk (Amelia 2015).

Persepsi Masyarakat

(26)

6

Gambar 1 Rodentisida berbahan aktif bromadiolon 0.005%

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan September hingga Desember 2015. Penelitian dilakukan di permukiman Kelurahan Nanggewer, Nanggewer Mekar, dan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah ekstrak buah mengkudu, gabah, rodentisida berbahan aktif bromadiolon 0.005%, ikan asin, tepung, dan air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, timbangan elektronik, mangkuk kecil, nampan plastik, gelas ukur, kuas, label, perangkap tunggal, kain berukuran 20 cm x 20 cm, plastik untuk tikus mati, dan bumbung bambu.

Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi empat tahapan kegiatan, yaitu (1) persiapan rodentisida, perangkap, dan repelen, (2) perlakuan dan pengamatan, (3) wawancara, dan (4) analisis data.

Persiapan Rodentisida

Rodentisida yang digunakan berbahan aktif bromadiolon 0.005% berbentuk blok berwarna biru (Gambar 1). Rodentisida dimasukkan ke dalam bumbung bambu, bertujuan agar tikus tertarik untuk masuk dan merasa nyaman ketika mengonsumsinya. Kehadiran tikus mendekati dan memasuki bumbung bambu ditandai dengan bekas pijakan tikus pada ubin jejak.

Ubin jejak merupakan alas berbahan kain dengan ukuran 20 cm x 20 cm yang dibubuhi tepung pada seluruh tepinya sehingga apabila tikus melewatinya akan meninggalkan bekas pijakan. Ubin jejak diletakkan di depan lubang masuk bumbung bambu.

Persiapan Perangkap

(27)

7 Ubin jejak diletakkan di depan perangkap dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan tikus sebelum memasuki perangkap. Tikus yang melewati ubin jejak akan meninggalkan bekas pijakan. Bekas pijakan tikus yang teramati diasumsikan berasal dari satu ekor tikus.

Persiapan Repelen

Bahan uji yang digunakan sebagai repelen adalah buah mengkudu yang didapat dari Kelurahan Nanggewer (Gambar 3). Bahan repelen dibuat dengan cara mencampurkan buah mengkudu yang telah masak dan air menggunakan blender dengan konsentrasi mengkudu 70%. Campuran buah mengkudu dan air dioles pada bagian dalam nampan plastik berukuran 30 cm x 25 cm x 15 cm yang dipasang secara terbalik. Gabah sebagai umpan diletakkan di dalam nampan. Ubin jejak diletakkan di depan pintu masuk nampan dan di dalam nampan dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan tikus mendekati dan memasuki nampan.

Perlakuan dan Pengamatan

Lokasi penelitian adalah rumah warga di tiga kelurahan. Sampel penelitian adalah 10 rumah warga di masing-masing kelurahan. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu rumah dipastikan terdapat keberadaan tikus dan ruang yang cukup luas untuk dijadikan area perlakuan.

Perlakuan rodentisida, perangkap, dan repelen dilaksanakan di satu tempat secara bersamaan di dalam rumah (Gambar 4). Perangkap diletakkan di antara rodentisida dan repelen dengan jarak 2-3 m dengan posisi sejajar atau segitiga sama sisi dan dipindah tempat sejauh 0.5–2.0 m setiap hari. Perlakuan diletakkan di lokasi pengujian antara pukul 17.00-18.00. Hal ini disesuaikan dengan sifat tikus yang bersifat nocturnal atau aktif mencari makan di malam hari. Setiap perlakuan diamati setelah 24 jam selama 5 hari berturut-turut.

Gambar 2 Perangkap dan umpan: (a) perangkap tunggal dan (b) ikan asin mentah

Gambar 3 Mengkudu: (a) tanaman mengkudu dan (b) buah mengkudu b

a

(28)

8

Gambar 4 Perlakuan: (a) rodentisida, (b) perangkap, dan (c) repelen

Pengamatan yang dilakukan berbeda pada setiap perlakuan. Pengamatan perlakuan rodentisida adalah bobot rodentisida yang dikonsumsi, dengan menganalisis peluang konsumsi rodentisida (PKR) dan konsumsi rodentisida kenyataan (KRK). Pengamatan perlakuan perangkap adalah jumlah tikus yang berhasil terperangkap, dengan menganalisis keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan (KPH) dan kenyataan (KPK). Pengamatan perlakuan repelen adalah bobot gabah yang dikonsumsi dan dikaitkan dengan terdapat bekas pijakan tikus. Pengamatan pada perlakuan rodentisida dan perangkap menurut Astuti (2013) dilakukan dengan rumus:

Jejak tikus (%) = Jumlah bekas pijakan tikus

Jumlah rumah × hari pengamatan× 100%

PKR = Jejak tikus per lokasi

Jumlah jejak tikus pada tiga lokasi× 100%

KRK = Konsumsi rodentisida per lokasi

Jumlah konsumsi rodentisida pada tiga lokasi× 100%

KPH = Jumlah bekas pijakan tikus

Jumlah rumah × hari pengamatan× 100%

KPK = Jumlah tikus yang terperangkap

Jumlah rumah × hari pengamatan× 100%

Wawancara

Wawancara dilakukan kepada 30 responden yang merupakan pemilik dari rumah yang digunakan untuk penelitian. Wawancara digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat perkotaan terhadap keberadaan dan pengendalian tikus permukiman. Kuesioner berisi pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan masyarakat mengenai tikus permukiman, sikap masyarakat terhadap kehadiran tikus permukiman, dan tindakan masyarakat terhadap pengendalian tikus permukiman (Lampiran 2).

Analisis Data

Data hasil pengujian rodentisida dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan lokasi pemerangkapan sebagai faktor perlakuan dan analisis ragam taraf α=5% yang dilakukan dengan IBM SPSS Statistics 22. Data hasil pengujian perangkap dan repelen serta hasil wawancara diolah menggunakan Microsoft Excel 2007.

(29)

HASIL DAN BAHASAN

Pengujian Rodentisida

Pengujian rodentisida bromadiolon 0.005% di tiga wilayah permukiman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi rodentisida relatif sama di setiap kelurahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang rodentisida untuk dikonsumsi paling tinggi terdapat di Kelurahan Karadenan namun rodentisida yang dikonsumsi kenyataan lebih rendah dibandingkan dengan kelurahan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa banyak tikus yang tertarik mendekati rodentisida, namun hanya sedikit tikus yang mengonsumsinya. Berbeda dengan di Kelurahan Nanggewer Mekar, peluang rodentisida untuk dikonsumsi paling rendah namun kenyataannya rodentisida yang dikonsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan kelurahan lain. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tikus yang tertarik mendekati rodentisida sedikit, namun banyak tikus mengonsumsi rodentisida walaupun dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 1 g).

Tabel 1 Konsumsi rodentisida yang diharapkan dan konsumsi rodentisida kenyataan pada pengujian di tiga kelurahan

Lokasi

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%

Yuliani et al. (2011) menyatakan bahwa masyarakat dengan tingkat ekonomi dan pendidikan rendah pada umumnya kurang memedulikan keberadaan tikus permukiman, selama gejala kerusakan yang ditimbulkan tidak parah. Masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang tinggi sudah mulai memandang bahwa keberadaan tikus di lingkungan tempat tinggal dapat menjadi masalah serius.

(30)

10

Tindakan masyarakat dalam melakukan pengendalian terhadap tikus permukiman berpotensi memengaruhi bobot rodentisida kenyataan yang dikonsumsi. Masyarakat yang melakukan tindakan antisipatif atau kuratif di lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan konsumsi rodentisida sedikit akibat tingkat kecurigaan tikus semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Liem (1979) yang menyebutkan bahwa setiap perubahan yang terjadi pada lingkungan akan segera dijauhi dan dihindari oleh tikus. Kejadian ini mengakibatkan tikus cenderung memasuki rumah yang tidak dilakukan pengendalian apapun.

Tindakan pengendalian terhadap tikus permukiman tertinggi dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Karadenan. Hal ini menyebabkan konsumsi rodentisida lebih rendah karena tikus memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi terhadap metode pengendalian yang digunakan.

Masyarakat yang tidak memedulikan keberadaan tikus permukiman di lingkungan tempat tinggal umumnya tidak melakukan tindakan pengendalian. Priyambodo (2003) mengemukakan bahwa tikus bergerak antar lokasi hanya melalui suatu jalan khusus yang selalu diulang-ulang yang disebut dengan runway. Tindakan pengendalian yang tidak dilakukan di lingkungan tempat tinggal menyebabkan tikus mudah beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal, sehingga menimbulkan habitat yang nyaman bagi tikus untuk beraktivitas, seperti membuat sarang, mencari pakan, dan berkembang biak.

Pengetahuan masyarakat di Kecamatan Cibinong mengenai rodentisida sebagai metode pengendalian tikus permukiman yaitu 60% (18 responden), namun tidak ada masyarakat yang mengaplikasikan rodentisida di tempat tinggalnya. Hal ini diakibatkan masyarakat memandang bahwa rodentisida bersifat racun sehingga dapat kontak langsung dan membahayakan manusia atau hewan peliharaaan.

Gambar 5 Tingkat pendidikan dan ekonomi serta tindakan pengendalian oleh masyarakat di tiga kelurahan

(31)

11

Pengujian Perangkap

Pengujian perangkap tikus dilakukan dengan melihat selisih antara keberhasilan pemerangkapan kenyataan (real trap success) dan keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan (expected trap success), dengan asumsi bahwa setiap ubin jejak yang teramati berasal dari satu ekor tikus (Tabel 2). Keberhasilan pemerangkapan tertinggi terdapat di Kelurahan Karadenan diikuti oleh Nanggewer Mekar dan Nanggewer. Menurut Hadi et al. (1991), pada kondisi normal keberhasilan pemerangkapan di habitat rumah adalah sebesar 7%. Hal ini menunjukkan bahwa angka kepadatan tikus di tiga kelurahan ini tergolong tinggi sehingga perlu dilakukan pengendalian tikus secara intensif.

Tabel 2 Keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan dan keberhasilan pemerangkapan nyata antar tiga kelurahan

Lokasi

Jumlah bekas pijakan pada ubin jejak yang ditempatkan di depan bumbung bambu (47.33%) lebih tinggi dibandingkan di depan perangkap (31.33%). Priyambodo (2006) menjelaskan bahwa tikus memiliki sifat mudah curiga atau berhati-hati terhadap setiap benda yang ditemuinya. Kecurigaan tikus terhadap perangkap lebih besar dibandingkan dengan bumbung bambu karena kondisi dalam bumbung bambu gelap dan lembap serupa dengan kondisi habitat tikus. Sementara itu, perangkap terbuat dari ram kawat sehingga menimbulkan kondisi asing bagi tikus.

Di Kelurahan Nanggewer Mekar tidak terdapat selisih antara keberhasilan pemerangkapan yang diharapkan dengan keberhasilan pemerangkapan kenyataan, artinya setiap tikus yang tertarik dengan umpan dan mendekati perangkap berhasil terperangkap. Selisih keberhasilan pemerangkapan paling tinggi terdapat di Kelurahan Karadenan sebesar 20%, artinya terdapat 24 ekor tikus yang mendekati perangkap namun 10 ekor tikus tidak masuk perangkap. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh tindakan masyarakat antar kelurahan dalam melakukan pengendalian tikus dengan menggunakan perangkap. Masyarakat di Kelurahan Karadenan sudah terbiasa menggunakan perangkap untuk mengendalikan tikus, sedangkan Kelurahan Nanggewer dan Nanggewer Mekar lebih sedikit (Gambar 6).

Buckle dan Smith (1996) merekomendasikan bahwa perangkap hanya digunakan untuk 2 sampai 3 kali pemerangkapan saja, karena tikus memiliki sifat

(32)

12

Hasil pemerangkapan menunjukkan bahwa terdapat dua jenis mamalia kecil yang terperangkap, yaitu tikus rumah (R. rattus diardii) dan cecurut rumah (Suncus murinus) (Tabel 3). Hasil pemerangkapan di Kelurahan Karadenan menunjukkan bahwa cecurut rumah lebih banyak terperangkap, sedangkan di Kelurahan Nanggewer dan Nanggewer Mekar menunjukkan bahwa tikus rumah lebih banyak terperangkap.

Ristiyanto et al. (2006) mengemukakan bahwa cecurut rumah merupakan insektivora yang cenderung beraktivitas di luar rumah daripada di dalam rumah, seperti membuat sarang, berkembang biak, berlindung, dan mencari makan. Cecurut rumah masuk ke dalam rumah saat sanitasi rumah buruk, terdapat banyak lubang di dinding rumah, dan tertarik oleh sisa makanan manusia. Hal ini sesuai dengan Priyambodo (2003) yang mengungkapkan bahwa cecurut rumah mampu beradaptasi baik dengan pakan selain serangga, yaitu sisa makanan manusia.

Hasil identifikasi berdasarkan karakter kuantitatif menunjukkan bahwa spesies tikus yang terperangkap ialah tikus rumah (R. rattus diardii) (Tabel 4). Tikus rumah memiliki bentuk badan sedang atau kecil dengan ukuran panjang total kurang dari 400 mm. Warna badan bagian ventral gelap, mirip dengan warna bagian dorsal. Ekor dapat berukuran lebih panjang atau lebih pendek dari ukuran panjang kepala dan badan.

Tabel 3 Jenis mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan Lokasi

Gambar 6 Pemilik rumah di tiga kelurahan yang menggunakan perangkap

(33)

13 Tabel 4 Hasil identifikasi karakter kuantitatif tikus hasil pemerangkapan dengan

perangkap tunggal

Keterangan: TR= Tikus rumah; W (weight)= bobot tubuh; HB (head and body)= ukuran panjang kepala dan badan; T (tail)= ukuran panjang ekor; TL (total length)= ukuran panjang total; E (ear)= ukuran lebar daun telinga; HF (hind foot)= ukuran panjang telapak kaki belakang; I (incisors)= ukuran lebar sepasang gigi pengerat rahang atas; MF (Mammary formula)= jumlah puting susu.

Hasil identifikasi berdasarkan karakter kualitatif menunjukkan bahwa tikus rumah pradewasa memiliki warna badan coklat muda atau coklat kekuningan, moncong berbentuk kerucut, badan berbentuk silindris, dan rambut bertekstur halus (Tabel 5). Tikus rumah dewasa memiliki warna badan coklat kehitaman atau coklat tua, moncong berbentuk kerucut terpotong, badan berbentuk silindris membesar ke belakang, dan rambut bertekstur kasar.

(34)

14

Tabel 5 Hasil identifikasi karakter kualitatif tikus hasil pemerangkapan dengan perangkap tunggal kehitaman; CM= coklat muda; CT= coklat tua; CN= coklat kekuningan; KT= kerucut terpotong; K= kerucut; SB= silindris membesar ke belakang; S= silindris; KA= kasar, HA= halus, PA= panjang, SE= sedang, PE= pendek.

(35)

15 Menurut jenis kelamin, jumlah tikus yang paling banyak tertangkap ialah tikus jantan sebesar 71% (15 ekor), sedangkan tikus betina sebesar 29% (6 ekor). Hal ini sejalan dengan penelitian Handayani dan Ristiyanto (2008) dan Jacob et al.

(2004) yang menunjukkan bahwa tikus yang tertangkap lebih banyak berjenis kelamin jantan daripada betina. Hal ini berbeda dengan pernyataan Priyambodo (2003) yang menyebutkan bahwa tikus betina lebih mudah ditangkap daripada tikus jantan, karena dalam kelompok tikus, tikus betina merupakan individu pencari makan untuk anak-anaknya, sedangkan jantan berperan sebagai penjaga sarang atau wilayah teritorialnya. Perbedaan hasil pemerangkapan antara jantan dan betina dapat dipengaruhi oleh jumlah populasi awal, kondisi lingkungan, dan musim. Hasil pemerangkapan pada musim hujan menunjukkan tikus betina lebih mudah diperangkap, namun pada musim kemarau sebaliknya.

Jenis kelamin jantan lebih banyak ditemukan dalam penelitian ini diduga karena adanya pengaruh perebutan wilayah territorial (kekuasaan), home range

(daya jelajah harian), serta ketersediaan pakan dan air. Menurut Ristiyanto et al.

(2006) wilayah teritorial merupakan suatu wilayah atau daerah tempat tinggal tikus yang dipertahankan dari masuknya tikus sejenis. Jika terjadi peningkatan populasi tikus di daerah territorial maka akan timbul kompetisi yang memaksa kedudukan tikus jantan yang lebih rendah statusnya dalam hierarki sosial untuk segera keluar dan mencari wilayah yang baru. Home range merupakan wilayah tempat tinggal yang tidak dapat dipertahankan oleh tikus, sehingga dapat ditempati oleh tikus jenis lain atau tikus sejenis dari kelompok lain. Jika home range diambil tikus lain maka tikus jantan akan mencari wilayah home range

yang lainnya. Selain itu, ketersediaan pakan dan air yang kurang juga dapat menyebabkan tikus jantan keluar dari sarang untuk mencari sumber pakan dan air.

Pengujian Repelen

Pengujian repelen di tiga permukiman dilakukan dengan mengamati bobot gabah yang dikonsumsi dan jumlah bekas pijakan tikus pada ubin jejak, dengan asumsi bahwa setiap ubin jejak yang teramati berasal dari satu ekor tikus. Rata-rata gabah yang diletakkan di dalam nampan yang telah diolesi repelen tidak dikonsumsi oleh tikus (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak buah mengkudu memberikan pengaruh untuk mengusir tikus. Hasil pengujian sesuai dengan penelitian Wathkins et al (1998) yang mengungkapkan bahwa repelen dapat digunakan untuk memanipulasi pola konsumsi vertebrata hama sehingga dapat menurunkan tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama tersebut.

Menurut Marsh dan Salmon (2010) dan Hansen et al. (2015), keberhasilan repelen sebagai metode pengendalian tikus sangat dipengaruhi oleh jenis tikus, cara kerja, dan kondisi lingkungan. Hermawan (2010) menyebutkan bahwa semakin transparan daging buah mengkudu, maka penggunaan sebagai repelen semakin efektif. Ekstrak buah mengkudu memiliki kemampuan untuk mengusir tikus karena mengeluarkan aroma yang menyengat. Winarti (2005) mengemukakan bahwa kandungan asam kaproat dan kaprat dalam buah mengkudu menyebabkan munculnya aroma yang menyengat terutama pada buah matang.

(36)

16

tikus yang baik ini juga bermanfaat untuk mencium urin dan sekresi genitalia. Dengan kemampuan ini tikus dapat menandai wilayah pergerakan tikus lainnya, mengenali jejak tikus yang masih tergolong dalam kelompoknya, mendeteksi tikus betina yang sedang estrus (berahi) (Priyambodo 2003).

Tabel 6 Tikus yang mendekati umpan dan konsumsi gabah Kelurahan Jumlah tikus yang mendekati

umpan (ekor)

Rata-rata konsumsi gabah (g)

Nanggewer 16 0.01

Nanggewer Mekar

7 0

Karadenan 11 0

Indera penciuman tikus diketahui memiliki dua jenis reseptor pengidentifikasi bau yang berbeda. Reseptor mengirimkan informasi ke otak untuk mengasosiasikan bau dengan bahaya, misalnya bau tubuh predator atau bau tidak menyenangkan, seperti bau busuk yang berarti makanan tidak layak (Yusri 2015).

Tikus terusir oleh repelen diakibatkan karena tikus curiga terhadap lingkungan yang baru, tidak menyukai aroma yang dihasilkan oleh bahan repelen, atau terganggu oleh aroma ekstrak mengkudu. Terdapat keterkaitan antara aroma spesifik yang dihasilkan ekstrak buah mengkudu dengan tikus yang memiliki indera penciuman yang sangat peka. Menurut Alviventiasari (2012), aroma dapat memengaruhi pikiran maupun tingkah laku tikus. Aroma yang dihirup tersebut dapat memberi rangsangan yang kuat terhadap indera penciuman. Penggunaan bahan repelen yang mampu menekan aktivitas makan tikus secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian akibat kemampuan bertahan tikus berkurang.

(37)

SIMPULAN

Simpulan

Uji rodentisida bromadiolon 0.005% di tiga wilayah permukiman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar kelurahan. Peluang tertinggi tikus dalam mengonsumsi rodentisida terdapat di Nanggewer Mekar (47.89%). Perangkap tunggal yang dipasang menunjukkan keberhasilan pemerangkapan yang tinggi (28%). R. rattus diardii merupakan jenis tikus yang paling banyak terperangkap 52.3% (11 ekor). Tikus yang terperangkap didominasi oleh tikus jantan 71% (15 ekor). Ekstrak buah mengkudu sebagai repelen yang diaplikasikan memiliki pengaruh yang sama untuk mengusir tikus permukiman. Tingkat ekonomi dan pengetahuan masyarakat memengaruhi tindakan pengendalian terhadap tikus permukiman. Metode pengendalian tikus permukiman yang efektif sesuai dengan karakteristik wilayah permukiman dan diterima oleh masyarakat ialah penggunaan perangkap.

Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Andriani DS. 2005. Ketertarikan tikus sawah (Rattus argentiventer Robb. & Kloss.), tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan wirok kecil (Bandicota bengalensis Gray & Hardwicke) terhadap beberapa jenis perangkap [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Amelia TS. 2015. Pengujian repelensi dari empat jenis tanaman terhadap tikus

Alviventiasari RS. 2012. Pengaruh pemberian dosis bertingkat jus mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap jumlah eritrosit tikus galur wistar (Rattus norvegicus) yang diberi paparan asap rokok [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Aplin KP, Brown J, Jacob CJ, Krebs, Singleton GR. 2003. Field methods for rodent studies in Asia and the Indo-Pacific. Canberra (AUS): Australian Centre for International Agricultural Research.

Astuti DR. 2013. Keefektifan rodentisida racun kronis generasi II terhadap keberhasilan pemerangkapan tikus. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 8(2): 183-189.

Bennet SM. 2002. Rodenticide [Internet]. London (GB): The Pied Piper; [diunduh 2015 Mei 22]. Tersedia pada: http://www.the-piedpiper.co.uk/th15(b).htm. Buckle AP, Smith RH. 1996. Rodent Pests and Their Control. Wallingford (GB):

CABI.

Darmawansyah A. 2008. Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada habitat permukiman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Ditjen PPPL] Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2012. Hama permukiman di Indonesia [internet]. Jakarta (ID): Ditjen PP dan PL; [diunduh 2015 Mei 28]. Tersedia pada: http://ppp l.depkes.go.id/_asset/_download/Leaflet_Urban_Pests_sugik_28_Maret_20 12.pdf.

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Hadi TR, Ristiyanto, Ima NI, Nina N. 1991. Jenis-jenis ektoparasit pada tikus di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Di dalam: Hadi TR et al., editor.

Biologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial. Prosiding Seminar Biologi (PSB) VII; 1991 Okt 5; Pandaan (ID): PSB. hlm: 257-261.

Handayani DF, Ristiyanto. 2008. Rapid assessment inang reservoir leptospirosis di daerah pasca gempa Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. 36(1):1-9.

(39)

19 Hermawan S. 2010. Efek ekstrak buah mengkudu terhadap kadar enzim sgot dan sgpt pada mencit dengan induksi karbon tetraklorida [skripsi]. Solo (ID): Universitas Sebelas Maret.

Jacob J, Herawati A, Davis N, Singleton NA. 2004. The impact of sterilized females on enclosed populations of ricefield rats. Journal Wild Management. 68(1):130-137.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

[Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2013. Pengendalian Hama Tikus [internet]. Jakarta (ID): Kementan RI; [diunduh 2015 Sept 9]. Tersedia pada: http://tanamanpangan.pertanian.deptan.go.id/berita-pengenda lian-hama-tikus.html#ixzz3lFwkKASf.

Liem JS. 1979. Prinsip Dasar Pengendalian Hama Tikus. Bandung (ID): Pustaka Unpad.

Mars RE, Salmon TP. 2010. Vertebrate pest control chemicals and their use in urban and rural environments. Haye’s handbook of Pesticide Toxycology. doi: 10.1016/2Fb978-0-12-374367-1.00006-9.

Natawigena WD, Bari IN, Susanto A. 2003. Repelensi minyak cendana, nilam, dan akar wangi terhadap tikus sawah (Rattus argentiventer Robb. & Kloss.) di laboratorium. Jurnal Bionatura. 1(1):1-10.

Nerio LS, Verbel JO, Elena Stashenko E. 2010. Repellent activity of essential oils: a review. Journal Bioresource Technology. 101(1):372–378. doi:10.10 16/j. biortech.2009.07.048.

Nugroho A. 2010. Persepsi masyarakat terhadap hama permukiman serta pengendalian tikus di Bogor dan Tangerang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Pamungkas NA, Mardikanto T, Ihsaniyati H. 2012. Sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu di Desa Kebonharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten [internet]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret; [diunduh 2015 Sept 10]. Tersedia pada: http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Jurnal-SLPHT-Nan ang-new2.pdf.

Pardosi JF, Sukana B. 2005. Dosis efektif dan waktu kontak rodentisida Contrac

0.005 BB terhadap tikus putih (Mus sp.) di Laboratorium Entomologi Poltekkes Jakarta II. Jurnal Ekologi Kesehatan. 4(2):265-269.

(40)

20

Raharjo J. 2012. Studi kepadatan tikus dan ektoparasit (fleas) pada daerah fokus dan bekas pes. Di dalam: Ramadhani, editor. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan; 2012 Mar 31; Purwokerto, Indonesia. Purwokerto (ID): Universitas Soedirman. hlm 1-4.

Ramadhani T, Yuniarto B. 2012. Reservoir dan kasus leptospirosis di wilayah kejadian luar biasa. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 7(4):162-168. Ristiyanto, Farida DH, Gambiro, Wahyuni S. 2006. Spot survey reservoir

leptospirosis di Desa Bakung, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. [Internet]. [diunduh 2016 Jan 22];3(3):105-110. Tersedia pada: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index. php/ BPK/article/viewFile/1207/129.

Salmon TP, Timm RM, Marsh RE. 2011. Integrated pest management for home gardeners and landscape professionals [Internet]. Oakland (GB): University of California; [diunduh 2015 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.ipm.ucda vis.edu/PDF/PESTNOTES/pnrats.pdf.

Sigit SH. 2006. Masalah hama permukiman dan falsafah dasar pengendaliannya. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian dan Pengendalian Hama Permukiman (UKPHP). hlm: 1-13.

Sullivan LM. 2002. Roof rat control around homes and other structures [Internet]. Tucson (US): University of Arizona; [diunduh 2015 Mei 20]. Tersedia pada: http://extension.arizona.edu/sites/extension.arizona.edu/files/pubs/az1 280.pdf.

Tripathi RV, Chaundary V. 2015. Bioefficacy of denatonium benzoate added formulation of bromadiolone against commensal rodents. Journal Crop Protection. 80(1):132-137. doi:10.1016/j.cropro.2015.11.009.

Vantassel SM, Hygnstrom SE, Ferraro DM. 2007. Controlling rats. Neb Guide [Internet]. Lincoln (US): University of Nebraska; [diunduh 2015 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.ianrpubs.unl.edu/epublic/live/g1737/build/g173 7.pdf.

Wathkins RW, Gurney ZE, Cowan DP. 1998. Taste version conditioning of house mice (Mus musculus) using the nonlethal repellent, cinnamamide.

Journal Applied Animal Behaviour Science. 57(1):171-177. doi: 10.1016/2 Fs0168-1591/2896 /2901182-3.

Winarti C. 2005. Peluang pengembangan minuman fungsional dari buah

mengkudu (Morinda citrifolia). Jurnal Litbang Pertanian. 24(4):149-155. Yuliani TS, Triwidodo H, Mudikjo K, Panjaitan NK, Manuwoto S. 2011. Perilaku

penggunaan pestisida: studi kasus pengendalian hama permukiman di permukiman perkotaan DKI Jakarta. Forum Pascasarjana.34(3):195-212. Yusri. 2015. Preferensi tikus sawah (Rattus argentiventer Robb. & Kloss.)

(41)
(42)
(43)

21 Lampiran 1 Hasil analisis ragam pengujian rodentisida di tiga kelurahan

Sumber Db JK KT F Hitung Pr >F

Perlakuan 2 4.213 2.107 1.725 0.202

Galat 21 25.646 1.221

Total 23 29.860

Lampiran 2 Lembar kuesioner mengenai tikus permukiman

DAFTAR PERTANYAAN (KUESIONER)

Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat Perkotaan

terhadap Kehadiran Tikus Permukiman

Pendidikan : ( ) Tidak sekolah/tidak tamat SD ( ) SD

Status kepemilikan rumah : milik sendiri/kontrak

PENGETAHUAN TIKUS PERMUKIMAN

1. Apa yang Anda ketahui tentang gangguan yang disebabkan oleh tikus permukiman?

a. Gangguan pada alat listrik

b. Gangguan pada benda berbahan kayu c. Vektor penyakit

(44)

22

a. Rattus rattus diardii

b. Rattus norvegicus

c. Mus musculus

d. ………

3. Jenis tikus permukiman apa yang paling banyak berada d rumah Anda? a. Rattus rattus diardii

b. Rattus norvegicus

c. Mus musculus

d. ………

4. Kapan Anda melihat tikus aktif? a. Pagi

b. Siang c. Malam

5. Di mana Anda melihat tikus tersebut? a. Dapur

b. Kamar mandi c. Tempat sampah

d. ………….

6. Menurut Anda, apakah yang menyebabkan tikus-tikus tersebut muncul? a. Makanan

b. Sampah

c. Lingkungan kotor

d. ………

7. Apakah menurut Anda tikus tersebut cukup meresahkan?

a.Ya b. Tidak

8. Kerugian apa yang dapat ditimbulkan karena adanya tikus permukiman? a. Kerusakan alat listrik seperti kabel

b. Kerusakan bahan yang terbuat dari kayu c. Kontaminasi lingkungan

d. ………

9. Tindakan apa yang Anda lakukan ketika mengetahui kehadiran hama permukiman?

a. Diam saja

b. Membasmi secara langsung (tikus dipukul) c. Menggunakan perangkap

d. ………..

10. Apa saja jenis pengendalian tikus yang Anda ketahui? a. Perangkap

b. Rodentisida c. Repelen

d. ………….

11. Apakah Anda pernah menggunakan perangkap tikus? a. Ya b. Tidak

12. Jenis perangkap apa saja yang Anda ketahui? a. Perangkap hidup

(45)

23 13. Jenis perangkap seperti apa yang biasa Anda gunakan?

a. Perangkap hidup b. Perangkap mati c. Lem tikus

14. Darimana Anda mengetahui tentang perangkap tersebut? a. Orangtua

b. Tetangga c. Keluarga

15. Dimana Anda meletakkan perangkap tersebut? a. Dapur

b. Dekat tempat sampah c. Ruang makan

d. ……….

16. Kapan Anda meletakkan perangkap tersebut? a. Pagi b. Siang c. Malam

17. Apakah Anda mengetahui musuh alami tikus? a. Ya b. tidak

18. Apakah Anda pernah menggunakan rodentisida/bahan kimia untuk mengendalikan tikus?

a. Ya b. tidak

19. Apakah Bahan aktif dari rodentisida yang anda gunakan? a. Brodifakum

b. Bromadiolon

c. ……….

20. Dimana Anda meletakkan rodentisida tersebut? a. Dapur

b. Dekat tempat sampah c. Ruang makan

d. ……….

21. Kapan Anda meletakkan rodentisida tersebut? a. Pagi b. Siang c. Malam

22. Apakah Anda mengetahui tumbuhan yang dapat menolak kehadiran tikus?

a. Ya b. tidak

23. Apakah Anda pernah menggunakan bahan repelen?

a. Ya b. Tidak

24. Dimana Anda meletakkan repelen tersebut? a. Dapur

b. Dekat tempat sampah c. Ruang makan

25. Kapan Anda meletakkan repelen tersebut? a. Pagi b. Siang c. Malam

26. Menurut Anda, metode apakah yang paling efektif untuk mengendalikan tikus di lingkungan tempat tinggal?

a. Perangkap b. Rodentisida c. Repelen

(46)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 22 Juli 1994 dari pasangan Bapak Supendi, SPd dan Ibu Kokom Komari. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 6 Bogor pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama setelah lulus diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur tertulis.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berapa organisasi dan berbagai kepanitian, seperti Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman pada tahun 2015 sebagai anggota Divisi Keprofesian, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia pada tahun 2012-2015 sebagai sekretaris Divisi Kaderisasi, dan Forum for Scientific Studies pada tahun 2012 sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi.

Gambar

Gambar 1  Rodentisida berbahan aktif bromadiolon 0.005%
Gambar 2  Perangkap dan umpan: (a) perangkap tunggal dan  (b) ikan asin
Gambar 4  Perlakuan: (a) rodentisida, (b) perangkap, dan (c) repelen
Gambar 5   Tingkat pendidikan dan ekonomi serta tindakan pengendalian oleh Jumlah responden
+5

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, perlindungan, dan kekuatan yang diberikanNya kepada penulis, sehingga dapat meyelesaikan penulisan skripsi

Treasury Secretary Steve Mnuchin said on Friday a trade delegation he is leading in China has been having very good conversations. He made the comments to reporters as he left

Agar penelitian ini lebih terarah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis membatasinya pada: Manajemen Pendayagunaan Dana Wakaf pada Badan Wakaf Al- Qur’an untuk

Terlihat penggambaran wimba kancil dan buaya dari sudut penggambarannya dari samping dengan berbagai bentuk penggambaran buaya dengan hanya sebagian tubuhnya saja yang muncul

Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum atau peristiwa hukum lainnya, yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yg bukan merupakan akibat dari. perbuatan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR ... Kajian Pustaka ... Tingkat Tutur Bahasa Jawa ... Fenomena Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa ... Ranah Keluarga

Menggambar, menscan, mengedit, memberi suara, menyusun dan penyelesaian akhir dalam bentuk file Video. • Melakukan scan hasil gambar animasi. • Mengedit hasil scan,

Dari tabel 3.9 dapat diketahui jawaban dari 100 responden terhadap Empaty dilihat dari ³ Komunikasi para karyawan yang baik sehingga dapat dengan mudah