• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Kerangka pemikiran persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton FLL (Film Layar Lebar) pada siswa SMAN 3 Kota Bogor ... 19

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Hasil uji korelasi Pearson ... 51

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara historis film layar lebar pernah mengalami masa kejayaannya sekitar tahun 1970-1990an dan setelah itu produksinya mulai menurun hingga akhirnya mati suri. Sebelum tahun 1970-an industri film layar lebar nasional tidak begitu menonjol karena ketika itu kondisi kebijakan sosial politik dan ekonomi kurang mendukung. Terpuruknya kondisi sosial politik dan ekonomi tersebut lebih disebabkan karena adanya pergolakan politik di pemerintahan. Hal tersebut terlihat bahwa pertumbuhan industri film layar lebar meningkat secara signifikan, yakni dari 21 judul film tahun 1970, naik secara drastis menjadi 52 judul film pada tahun 1972, dan kemudian meningkat lagi menjadi 77 judul film pada tahun 1977. Peristiwa ini menegaskan bahwa industri film layar lebar di Indonesia hingga saat ini terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2011 ada 84 judul film yang di produksi.1

Film layar lebar yang saat ini diputar dibioskop XXI terdiri dari film luar negeri dan film dalam negeri. Berdasarkan Data Lembaga Sensor Film (LSF), film luar negeri atau yang biasa disebut dengan istilah film impor sangat banyak jumlahnya dibandingkan dengan film nasional. Jumlah film impor pada tahun 2007 sejumlah 272 judul film, 2008 sejumlah 174 judul film, 2009 sejumlah 199 judul film. Film impor terus mengalami peningkatan produksi dan dalam jumlah yang besar. Sementara, jumlah dari film nasional pada tahun 2007 sejumlah 53, 2008 sejumlah 90 judul film, 2009 sejumlah 78 judul film.2 Data ini menunjukkan bahwa produksi film nasional masih jauh di bawah produksi film impor. Dalam upaya menjaga industri film layar lebar di Indonesia ada Undang – Undang film pasal 41 tahun 1994 yang berisi pemerintah wajib mencegah film impor yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, moral, etika, dan budaya bangsa.

1

Anonim 2011. Jumlah Film Nasional Per Tahun. http://indonesiafilm.or.id/direktori-perfilman/2/data-film/Jumlah-Film-Nasional-per-tahun. [01 Maret 2012]

2

Anonim 2011. Jumlah Film Asing Per Tahun. indonesiafilm.or.id/direktori-perfilman/4/data-film/Jumlah-Impor-Film-Asing-per-tahunJumlah. [01 Maret 2012]

 

Film dalam negeri di Indonesia terdiri dari berbagai macam genre film mulai dari komedi, drama, musikal, action, horor, dll. Dari sekian banyak jenis film yang ada di Indonesia film layar lebar berjenis hororlah yang memiliki rating cukup tinggi dimata konsumen. Tahun ini, setiap film horor-komedi menyedot 251 ribu penonton, sementara horor rata-rata menarik 241 ribu penonton per film. Sebagai bandingan, drama punya rata-rata 177 ribu penonton per film, sementara komedi 168 ribu per film.3Tidak dapat dipungkiri kualitas film layar lebar di Indonesia masih jauh di bawah kualitas film impor. Konsumen lebih memilih menonton film impor karena film impor memiliki kualitas suara dan gambar yang lebih baik selain itu, isi cerita dari film impor sangat menarik berbeda dengan isi cerita film Indonesia yang masih mudah ditebak oleh para penonton. Pada tahun 2011 jumlah penonton 4 film terlaris dari film impor lebih tinggi dibandingkan jumlah penonton empat film terlaris di Indonesia. Urutan satu sampai empat dari film impor yaitu film dengan judul Fast Five jumlah penonton 930.000, Final Destination 5 jumlah penonton 851.000, Johnny English Reborn jumlah penonton 741.000, dan Real Steel jumlah penonton 651.000. Urutan satu sampai empat dari film Indonesia yaitu film dengan judul Surat Kecil Untuk Tuhan jumlah penonton 748.000, Arwah Goyang Karawang jumlah penonton 727.000, Poconggg Juga Pocong jumlah penonton 575.000, dan Get Married 3 jumlah penonton 563.000. Hal ini dapat terlihat dari data jumlah penonton film impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan film layar lebar di Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah penonton film impor dan film Indonesia tahun 2011

No. Film Impor Jumlah Penonton

Film Indonesia Jumlah Penonton 1. Fast Five 930.000 Surat Kecil Untuk Tuhan 748.000 2. Final Destination 5 851.000 Arwah Goyang Karawang 727.000 3. Johnny English Reborn 741.000 Pocong Juga Pocong 575.000 4. Real Steel 651.000 Get Married 3 563.000 Sumber : Kristanto (2011)4

3Kristanto JB. Keragaman Konten. http://filmindonesia.or.id/post/catatan-2011-menonton-penonton#.T08Th3p7Vz8. [01 Maret 2012]

4Kristanto JB. Distribusi Film. http://filmindonesia.or.id/post/catatan-2011-menonton-penonton#.T08Th3p7Vz8. [01 Maret 2012]

   

 

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih film impor dibandingkan dengan film Indonesia. Ironisnya lagi dua dari empat film Indonesia yang terlaris dipasaran adalah film berjenis horor. Peristiwa ini disebut ironis karena sudah jelas film jenis horor Indonesia lebih mengedepankan keseksian para pemainnya dengan judul yang menjurus ke pornografi contohnya Arwah Goyang Karawang, Suster Keramas, dll. Sedangkan inti dari cerita horornya bisa dibilang sangat sedikit, lebih didominasi oleh adegan-adegan yang menunjukkan keseksian para pemainnya.

Maraknya film berjenis horor di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, kurang ketatnya peraturan yang diterapkan oleh Lembaga Sensor Film (LSF), tingkat pengetahuan masyarakat yang minim akan film-film layar lebar, serta buruknya para produser yang menciptakan film hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan kualitas dan manfaat produk suatu film.

Dalam kaitannya dengan remaja sebagai konsumen, remaja tentu menjadi konsumen utama film layar lebar. Menonton film layar lebar merupakan suatu kebiasaan bagi para kaum remaja khususnya remaja yang tinggal di kota-kota besar. Remaja cenderung memiliki emosi yang belum stabil sehingga memandang segala sesuatunya bergantung pada emosinya. Seiring dengan perkembangannya, remaja memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan lebih mampu membuat keputusan sendiri. Hal ini meningkatkan kemandirian remaja, termasuk posisinya juga sebagai konsumen. Remaja memiliki pilihan mandiri mengenai apa yang hendak dilakukan dengan uangnya dan menentukan sendiri produk apa yang ingin dibeli. Namun dilain pihak, remaja sebagai konsumen memiliki karakteristik mudah terpengaruh, suka ikut-ikutan teman, tidak berpikir hemat, dan tidak realistis (Hurlock 1980). Karakteristik remaja tersebut, membawa dampak remaja untuk berperilaku menonton film layar lebar di Indonesia.

Maraknya film layar lebar di Indonesia yang berjenis horor dikhawatirkan akan membuat buruknya karakter remaja. Film layar lebar bergenre horor Indonesia hanya menjual keseksian tubuh para pemainnya tidak ada manfaat yang dapat di ambil dari isi ceritanya. Dampaknya bisa membuat remaja terjerumus kedalam pergaulan bebas dan tidak jarang banyak remaja terpaksa melakukan

 

aborsi. Data Komnas PA menyebut maraknya tayangan pornografi, diperkirakan ada sekitar 83,7 persen anak kelas IV dan V sudah kecanduan nonton film biru. Survey lain menyebut 62,7 persen remaja Indonesia sudah tidak perawan. Remaja itu rata-rata usia SMP dan SMA. Bahkan, 21,2 persen remaja putri di tingkat SMA pernah aborsi. Sebanyak 15 juta remaja puteri mengalami kehamilan dan 60 persen diantaranya berusaha aborsi. (Komnas PA 2011) ada sekitar 2 juta tindak aborsi yang dilakukan pada tahun 2008. Dari jumlah tersebut, sekitar 62 persen lebih dilakukan oleh remaja. Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan penelitian mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

Perumusan Masalah

Semakin berkembangnya industri fiilm layar lebar di Indonesia membuat para produser terus berlomba–lomba untuk menciptakan suatu karya film layar lebar yang menarik. Namun sayang perkembangan industri film di Indonesia tidak berbanding lurus dengan kenyataannya. Faktanya kualitas film Indonesia masih jauh di bawah kualitas film impor dan jumlah penonton yang memilih film impor lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penonton yang memilih film Indonesia. Hal ini diperparah dengan tingginya jumlah film impor yang masuk ke Indonesia yaitu dengan rata-rata mencapai 4000 kopi film setiap tahunnya.

Keadaan seperti ini memaksa para produser untuk terus berkarya menghasilkan film-film yang berkualitas. Mayoritas produser yang ada di Indonesia sekarang menciptakan suatu film hanya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mempedulikan kualitas dan manfaat dari produk film. Hasilnya banyak jenis film layar lebar mengambil tema horor. Alasannya karena film-film layar lebar Indonesia berjenis horor mampu menembus peringkat ke dua teratas film terlaris di Indonesia. Berkembangnya film layar lebar berjenis horor tidak lepas dari peran masyarakat itu sendiri, yakni masyarakat sebagai konsumen tetap memilih film layar lebar berjenis horor walapun mereka sadar bahwa film berjenis horor tidak memiliki pesan positif bagi konsumen yang menontonnya khususnya konsumen remaja. Hal ini dikarenakan remaja merupakan konsumen

   

 

potensial yang memiliki karakteristik mudah terpengaruh, tidak berpikir hemat, dan cenderung memandang segala sesuatu bergantung pada emosinya sehingga banyak remaja berpersepsi bahwa memilih film layar lebar merupakan hal yang biasa tanpa memikirkan manfaat dan dampaknya.

Banyaknya bioskop-bioskop XXI dikota kota besar semakin memudahkan para remaja untuk menonton film layar lebar kesukaannya. Kota Bogor memiliki lima bioskop yaitu satu bioskop memiliki gedung sendiri yaitu bioskop “Galaxy” dan empat bioskop lainnya ada didalam mall-mall kota bogor. Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor (SMAN 3 Bogor) berlokasi di Jalan Pakuan nomor 4 Bogor. Daerah SMAN 3 Bogor sangat dekat dengan mall “Ekalokasari” dan “Botani Squere” didalam mall tersebut terdapat bioskop XXI yang memutarkan berbagai macam jenis film layar lebar baik dari dalam maupun luar negeri. Lokasi SMAN 3 Bogor yang berada disekitar Baranang Siang memungkinkan siswanya untuk menonton film layar lebar di bioskop XXI sesuai dengan keinginannya.

Oleh sebab itu, masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, uang saku, dan agama), karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), dan sumber informasi?

2. Bagaimana persepsi terhadap film layar lebar pada remaja? 3. Bagaimana pengetahuan terhadap film layar lebar pada remaja? 4. Bagaimana perilaku menonton film layar lebar pada remaja?

5. Bagaimana hubungan antara persepsi, pengetahuan, dengan perilaku menonton film layar lebar pada remaja?

6. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja dalam menonton film layar lebar?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk menganalisis persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

 

Tujuan Khusus :

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Identifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin, uang saku, dan agama), karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), dan sumber informasi.

2. Analisis persepsi terhadap film layar lebar pada remaja. 3. Analisis pengetahuan terhadap film layar pada remaja. 4. Analisis perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

5. Analisis hubungan antara persepsi, pengetahuan, dengan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

6. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini tentu diharapkan dapat memberikan informasi mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar serta faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku menonton film layar lebar pada remaja. Diharapkan pada remaja dalam menonton film layar lebar tetap memperhatikan kualitas,manfaat, dan dampak dari film yang ditontonnya. Apabila remaja menonton film layar lebar mengikuti emosinya tentu akan merugikan dirinya sendiri. Kerugian yang akan didapatkannya dapat kerugian materi dan kerugian waktu yang digunakan untuk menonton film layar lebar yang tidak ada manfaatnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang konsumen.

   

 

TINJAUAN PUSTAKA

Persepsi

Persepsi memengaruhi seseorang dalam berperilaku atau bertindak terhadap suatu rangsangan yang datang. Setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu objek atau produk yang sama. Rangsangan diterima oleh seseorang melalui panca inderanya yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Persepsi didefinisikan sebagai proses dalam diri individu saat memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk memberikan gambaran terhadap suatu objek. Individu dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga proses perseptual yaitu : atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif (Kotler & Amstrong 2008).

Engel et al (1995) menjelaskan bahwa persepsi kerap bergantung pada konsepsi atau harapan sebelumnya dari apa yang ingin kita lihat. Stimulus yang ada di lingkungan sekitar sangat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suaru objek. Saat dua orang menerima stimulus yang berbeda maka persepsi kedua orang tersebut terhadap suatu objek juga berbeda.

Menurut Sumarwan (2004) persepsi pada diri konsumen terjadi ketika salah satu panca indera konsumen menerima input dalam bentuk stimulus. Stimulus yang dimaksud dapat berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, nama produsen. Produsen, pemasar maupun pembuat iklan berusaha memberikan stimulus kepada konsumen agar para konsumen memiliki persepsi yang baik terhadap produknya.

Persepsi adalah proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diiterpretasikan. Input sensorik atau sensasi yang diterima oleh sistem sensorik manusia juga disebut juga stimulus (Solomon 2002).

Sumarwan (2004) menyatakan bahwa persepsi terdiri dari lima tahap mulai dari pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan retensi. Pemaparan merupakan tahap awal dari suatu persepsi konsumen. Pemaparan adalah kegiatan yang dilakukan oleh para pemasar untuk menyampaikan stimulus kepada konsumen. Tahap kedua dari suatu persepsi konsumen yaitu perhatian.

 

tidak semuanya memperoleh perhatian dan dan berlanjut dengan pengolahan stimulus tersebut. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki keterbatasan sumber daya kognitif untuk mengolah semua informasi yang diterimanya. Perhatian akan dipengaruhi oleh faktor pribadi dan stimulus. Tahap ketiga dari suatu persepsi konsumen yaitu pemahaman. Pemahaman adalah usaha konsumen untuk mengartikan atau menginterpretasikan suatu stimulus yang diterimanya. Engel et al (1995) menyebut tahap ini sebagai tahap memberikan makna terhadap stimulus. Pada tahap ketiga ini konsumen melakukan perceptual organization. Stimulus yang diterima konsumen berjumlah puluhan bahkan ratusan, stimulus tersebut tidak diperlakukan sebagai suatu hal yang terpisah satu sama lainnya. Konsumen cenderung untuk melakukan pengelompokkan stimulus sehingga memandangnya sebagai satu kesatuan. Inilah yang disebut sebagai perceptual organization. Pada tahap penerimaan, setelah konsumen melihat stimulus, memperhatikan, dan memahami stimulus tersebut, maka konsumen akan membuat kesimpulan mengenai stimulus atau objek tersebut. Hal inilah disebut sebagai persepsi konsumen. Persepsi konsumen tersebut merupakan output dari penerimaan konsumen terhadap stimulus. Persepsi konsumen dapat berupa persepsi produk, merek, pelayanan, harga, kualitas produk, toko, atau persepsi terhadap produsen. Tahap kelima dari persepsi konsumen adalah retensi. Retensi merupakan tahap akhir dari suatu proses persepsi. Retensi yaitu proses memindahkan informasi ke memori jangka panjang. Informasi yang disimpan adalah interpretasi konsumen terhadap stimulus yang diterimanya. Selanjutnya apa yng tersimpan di dalam memori konsumen akan memengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang baru.

Menurut Azwar (2003) mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstraks, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode self report dan pengukuran involuntary behavior. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. Sedangkan pengukuran

involuntary behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan

   

 

oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Observer

dapat menginterpretasikan sikap/persepsi individu mulai dari facial reaction,

voice tones, body gesture, keringat, dilatasi pupil mata, detak jantung dan

beberapa aspek fisiologis yang lainnya. Skala sikap disusun untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek sosial. Pernyataan sikap terdiri dari dua macam yaitu pernyataan favorable

(mendukung atau memihak) dan unfavorable (tidak mendukung/tidak memihak) pada obyek sikap.

Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan. Semakin tinggi pengetahuan konsumen akan suatu produk maka semakin kecil peluang konsumen salah dalam memilih suatu produk. Pengetahuan merupakan bagian yang pentinga dari perilaku konsumen.

Menurut Sumarwan (2004) pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsi-fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan konsumen terbagi dalam tiga macam (1) pengetahuan produk, (2) pengetahuan pembelian, (3) pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk, dan kepercayaan mengenai produk. Ada tiga jenis pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk, pengetahuan tentang manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi konsumen. Pengetahuan pembelian terdiri atas pengetahuan tentang toko, lokasi produk didalam toko tersebut, dan penempatan produk yang sebenarnya didalam toko tersebut. Perilaku membeli memiliki urutan sebagai berikut: store contact,

10   

pergi ke outlet, dan memasuki outlet. Pada product contact, konsumen akan mencari lokasi produk, mengambil produk tersebut dan membawanya ke kasir. Sedangkan, pada transaction, konsumen akan membayar produk tersebut dengan tunai, kartu kredit, kartu debet, atau alat pembayaran lainnya. Pengetahuan pemakaian adalah keterampilan konsumen dalam menggunakan suatu produk agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi pada konsumen. Pengetahuan pemakaian dibantu oleh produsen yang selalu mencantumkan cara penggunaan suatu produk disetiap kemasannya.

Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan didalam ingatan (Engel et al 1994). Pengetahuan sebagai jumlah pengalaman dan informasi tentang keterangan berbagai produk atau jasa. Pengetahuan konsumen dibagi menjadi tiga kategori yaitu : pengetahuan objektif, pengetahuan subjektif, informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang konsumen ketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya (Mowen & Minor 1999).

Engel et al (1994) menjelaskan pengetahuan dimulai ketika konsumen menerima stimulus fisik atau sosial yang memeberikan pemaparan dan perhatian pada produk baru dan cara kerjanya. Dalam tahap ini, konsumen sadar akan produk bersangkutan, tetapi tidak membuat keputusan apapun sehubungan dengan relevansi produk dengan suatu masalah atau kebutuhan yang dikenali. Pengetahuan tentang produk baru biasanya dianggap sebagai hasil dari persepsi selektif.

Menurut Sumarwan (2003) cara yang paling nyata dalam mengukur pengetahuan adalah menilai secara langsung isi ingatan. Pengukuran pengetahuan objektif (objective knowledge) adalah pengukuran yang menyadap apa yang benar-benar sudah disimpan oleh konsumen di dalam ingatan. Pilihan akhir untuk menilai pengetahuan adalah dengan menggunakan ukuran pengetahuan subjektif (subjective knowledge). Pengukuran ini meyadap persepsi konsumen mengenai

   

11   

banyaknya pengetahuan mereka sendiri. Pada dasarnya, konsumen diminta untuk menilai diri mereka sendiri berkenaan dengan pengetahuan atau keakraban.

Menurut Khomsan (2000) mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan cara memberi beberapa pertanyaan kepada contoh. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Skor pengetahuan contoh merupakan perbandingan antara skor yang diperoleh dengan skor maksimal, kemudian dikalikan 100 persen. Hasil perolehan skor pengetahuan contoh dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu rendah (skor < 60%), sedang (60 – 80%), dan tinggi (skor > 80%).

Perilaku Pembelian

Menurut Kotler (2005) proses keputusan pembelian terdiri atas 5 tahap. Pertama, pengenalan masalah yang dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan yang dipengaruhi oleh rangsangan internal dan eksternal. Kedua, pencarian informasi yang sesuai mengenai kebutuhan untuk membuat suatu keputusan yang tepat. Ketiga, evaluasi alternatif dimana konsumen membandingkan berbagai alternatif produk dan mengolah informasi yang diperoleh dengan membuat penilaian akhir. Empat, keputusan pembelian dimana konsumen membuat suatu keputusan dari kumpulan pilihan produk. Kelima, perilaku pasca pembelian yaitu hasil yang dirasakan oleh konsumen setelah membeli produk.

Kotler (2005) juga menjelaskan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor budaya mencakup budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. Faktor sosial mencakup kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. Faktor pribadi mencakup usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Faktor psikologis mencakup motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap.

Pembelian merupakan hasil dari akhir keputusan. Jenis pembelian yang yang dilakukan konsumen dapat digolongkan ke dalam tiga macam yaitu : 1) pembelian yang terencana sepenuhnya, 2) pembelian yang separuh terencana, 3) pembelian yang tidak terencana. Pembelian yang terencana sepenuhnya adalah

12   

hasil dari proses keputusan yang diperluas atau keterlibatan yang tinggi. Pembelian yang separuh terencana adalah perilaku konsumen yang sudah mengetahui ingin membeli suatu produk sebelum masuk ke swalayan, namun mungkin ia tidak tahu merek yang akan dibelinya sampai ia bisa memperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan. Ketika ia sudah

Dokumen terkait