• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

   

PERSEP

PSI, PENG

GETAHU

UAN, DAN

N PERILA

AKU

MENO

ONTON F

FILM LA

AYAR LEB

BAR PAD

DA

SISW

WA SMA NEGERII 3 KOTA

A BOGOR

R

DWWI ARI SUUSANTO

DEPARTEEMEN ILMMU KELUAARGA DA FAKULTA

INSTITU

AS EKOLO UT PERTA

BOGO 2013

OGI MAN ANIAN BOG

OR 3

AN KONSUUMEN USIA

(2)

iv   

(3)

v   

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar Lebar Pada Siswa SMAN 3 Bogor adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Dwi Ari Susanto

(4)

vi   

(5)

vii   

ABSTRACT

DWI ARI SUSANTO. Perception, Knowledge, and Behavior on Watching a Movie from High School Students in School 3 Bogor. Supervised by Moh. Djemdjem Djamaludin.

The rapid development of movie industries over the past years makes producers compete in making more movies. Facts shows that Indonesian movie produces only think of profits alone, without regarding to the benefits and impact of a movie. This study aims to analyze the perceptions, knowledge, and behaviors on SMA 3 Bogor high school students towards watching movies.Respondents are SMA 3 Bogor students who had watched a movie in the past year.The study involved 100 students were selected conveniently. Data is collected through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed using descriptive and inference statistics. Results showed that students had a perception less amenable towards the movies with the level of knowledge in the middle category. In the meantime, the watching behavior of students are in the low category. Pearson correlation test results shows that the amount of students pocket money alone have a significant relationship towards the behavior of watching a movie.

Keywords: movies, science, buying behavior, perception.

ABSTRAK

DWI ARI SUSANTO. Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar Lebar pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor. Dibimbing oleh Moh. Djemdjem Djamaludin.

Pesatnya perkembangan film layar lebar dari tahun ke tahun menjadikan para produser berlomba-lomba dalam membuat sebuah karya film. Faktanya masih banyak produser film Indonesia yang hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa memperhatikan manfaat dan dampak dari suatu film layar lebar tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada siswa SMA Negeri 3 Bogor. Contoh penelitian adalah siswa SMA Negeri 3 Bogor yang dalam satu tahun terakhir pernah menonton film layar lebar di bioskop. Penelitian ini melibatkan 100 siswa yang dipilih secara convenience. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan inferensia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa memiliki persepsi mengenai harga, kualitas, dan manfaat film layar lebar Indonesia masih kurang baik dan dengan tingkat pengetahuan berada pada kategori sedang. Sementara itu, perilaku menonton siswa berada pada kategori rendah. Hasil uji korelasi Pearson

didapatkan hasil bahwa besar uamg saku sajalah yang memiliki hubungan signifikan dengan perilaku menonton film layar lebar.

(6)

viii   

(7)

ix   

RINGKASAN

DWI ARI SUSANTO. Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar Lebar Pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor. Dibimbing oleh M. D. DJAMALUDIN.

Film layar lebar yang saat ini diputar dibioskop XXI terdiri dari film luar negeri dan dalam negeri. Berdasarkan Data Lembaga Sensor Film (LSF), film luar negeri atau yang biasa disebut dengan istilah film impor sangat banyak jumlahnya dibandingkan dengan film nasional. Jumlah film impor pada tahun 2007 sejumlah 272 judul, 2008 sejumlah 174 judul, 2009 sejumlah 199 judul. Film impor terus mengalami peningkatan produksi dan dalam jumlah besar. Sementara, jumlah dari film nasional pada tahun 2007 sejumlah 53 judul, 2008 sejumlah 90 judul, 2009 sejumlah 78 judul. Data ini menunjukkan bahwa produksi film nasional masih jauh di bawah produksi film impor. Dalam upaya menjaga industri film layar lebar di Indonesia ada Undang – Undang film pasal 41 tahun 1994 yang berisi pemerintah wajib mencegah film impor yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, moral, etika, dan budaya bangsa.

Seiring dengan perkembangannya, remaja memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan lebih mampu membuat keputusan sendiri. Hal ini meningkatkan kemandirian remaja, termasuk posisinya juga sebagai konsumen. Remaja memiliki pilihan mandiri mengenai yang hendak dilakukan dengan uangnya dan menentukan sendiri produk yang ingin dibeli. Namun dilain pihak, remaja sebagai konsumen memiliki karakteristik mudah terpengaruh, suka ikut-ikutan teman, tidak berpikir hemat, dan tidak realistis (Hurlock 1980). Karakteristik remaja tersebut, membawa dampak remaja untuk berperilaku menonton film layar lebar di Indonesia.

Maraknya film layar lebar di Indonesia yang berjenis horor diiringi dengan semakin pesatnya industri film di Indonesia. Menonton film layar lebar di bioskop menjadi salah satu hiburan favorit konsumen khususnya kaum remaja dikarenakan sudah menjadi suatu kebiasaan. Selain itu, dengan menonton film layar lebar di bioskop dapat menambah kedekatan atau keakraban dengan temannya. Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan penelitian mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

(8)

x   

Data penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner oleh contoh. Persepsi dikategorikan menjadi lima interval kelas menggunakan rumus interval kelas (Umar 2003). Pengetahuan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu, rendah, sedang, dan tinggi (Khomsan 2000). Data sekunder terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif statistik dan uji korelasi

Pearson. Alat uji yang digunakan adalah Ms. Excel dan Statistical Package for

Social Science (SPSS) for windows.

Karakteristik mahasiswa terdiri atas jenis kelamin, usia, agama, dan uang saku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 57 persen siswa berjenis kelamin laki-laki dan usia persentase tertinggi (65%) berada pada usia 16 tahun. Adapun agama siswa pada penelitian ini sebesar 95 persen beragama Islam. Rata-rata uang saku yang didapat oleh siswa sebesar Rp539.000 per bulan. Karakteristik keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan usia orang tua. Hampir separuh keluarga (49%) memiliki jumlah anggota keluarga ≤4 orang. Rata-rata usia ayah adalah 48,9 tahun dan rata-rata usia ibu 44,4 tahun. Persentase tertinggi pendidikan terkhir ayah 42 persen hingga tamat S1 dan pendidikan terakhir ibu sebesar 39 persen hingga tamat SMA. Jenis pekerjaan ayah dengan persentase tertinggi (45%) sebagai PNS. Sementara itu, hampir dua pertiga ibu (66%) adalah ibu rumah tangga. Berdasarkan status ekonomi BPS (2010), seluruh contoh keluarga memiliki pendapatan per kapita per bulan berada pada status ekonomi tidak miskin (>Rp278.530).

Menurut hasil penelitian diperoleh informasi bahwa kebanyakan siswa (64,0%) menjadikan temannya sebagai kelompok acuan yang memengaruhi perilaku menonton film layar lebar. Lebih dari separuh (70,0%) siswa memiliki persepsi kurang setuju terhadap film layar lebar dan sebesar 57,0 persen siswa memiliki tingkat pengetahuan yang sedang mengenai film layar lebar. Sementara itu, perilaku menonton film layar lebar diukur dengan menggunakan indikator utama yaitu frekuensi menonton. Penelitian ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar (70,0%) siswa berada pada kategori rendah dalam perilaku menonton film layar lebar.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif antara persepsi dan pengetahuan. Sementara itu, hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel bebas, yaitu besar uang saku berpengaruh terhadap variabel terikat, yaitu perilaku menonton.

Kata kunci: film layar lebar, pengetahuan, perilaku pembelian, persepsi.

(9)

xi   

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)

xii   

(11)

xiii   

PERSEPSI, PENGETAHUAN, DAN PERILAKU

MENONTON FILM LAYAR LEBAR PADA

SISWA SMA NEGERI 3 KOTA BOGOR

DWI ARI SUSANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)

xiv   

(13)

xv   

Judul : Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar Lebar Pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor

Nama : Dwi Ari Susanto NIM : I24080053

Disetujui oleh,

Ir. Moh. Djemdjem Djamaludin, M.Sc. Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(14)
(15)
(16)

iv   

PRAKATA

Puji dan syukur panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar Lebar Pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor. Proposal penelitian ini disusun sebagai syarat agar dapat melakukan penelitian pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada saat penyusunan proposal penelitian ini membutuhkan beberapa proses pembelajaran dan kesabaran dalam mengatasi semua kendala. Namun, atas izin Allah SWT serta bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak maka proposal penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

• Ir. Moh. Djemdjem Djamaludin, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi atas

bimbingan, kesabaran, pelajaran, dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

• Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas

bimbingannya dalam bidang akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

• Ir. Retnaningsih, M.Si dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti M.Si selaku dosen penguji skripsi atas saran-sarannya untuk membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

• Kedua orang tua penulis yaitu Samirin dan Romimah serta kakak kandung

penulis yaitu Irsam Ardiantoro yang tidak henti-hentinya mendukung dari segi materi maupun moral dan memberikan doa yang tulus kepada penulis.

• Debby Nurfariza Putri atas dukungan, semangat, motivasi, serta koreksi selama penulis menyusun skripsi ini.

• Teman satu bimbingan yaitu Reza Permana, Anis Lestari, Leli Dwi

Novitasari, Fahmi, dan Irma. Teman-teman IKK khususnya angkatan 45 dan seluruh dosen yang telah mengajar serta membimbing penulis hingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

Bogor, Januari 2013

Dwi Ari Susanto

(17)

v   

 

(18)

vi 

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Persepsi ... 7

Pengetahuan ... 9

Perilaku Pembelian ... 11

Remaja ... 13

Film Layar Lebar ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

METODE PENELITIAN ... 20

Hubungan Karakteristik Siswa, Karakteristik Keluarga, Persepsi, Pengetahuan dan Perilaku Menonton ... 39

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Menonton ... 40

(19)
(20)

viii   

DAFTAR TABEL

No Halaman

Tabel 1 Jumlah penonton film impor dan film Indonesia tahun 2011 ... 2 

Tabel 2 Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara penarikan data ... 23 

Tabel 3 Tabel 3 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan usia ... 30 

Tabel 4 Sebaran contoh menurut uang saku ... 31 

Tabel 5 Sebaran contoh menurut jumlah anggota keluarga ... 31 

Tabel 6 Sebaran pendidikan terakhir orang tua contoh ... 32 

Tabel 7 Sebaran pekerjaan orang tua contoh ... 32 

Tabel 8 Sebaran pendapatan keluarga contoh per kapita per bulan ... 33 

Tabel 9 Sebaran usia orang tua contoh ... 34 

Tabel 10 Sebaran contoh menurut sumber informasi tentang film layar lebar ... 34 

Tabel 11 Sebaran contoh menurut kelompok acuan dalam menonton film layar lebar ... 35 

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan persepsi tentang film layar lebar ... 36 

Tabel 13 Sebaran contoh menurut persepsi tentang film layar lebar ... 37 

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pernyataan pengetahuan film layar lebar ... 37 

Tabel 15 Sebaran contoh menurut pengetahuan tentang film layar lebar ... 38 

Tabel 16 Sebaran contoh menurut jumlah film layar lebar yang ditonton dalam setahun 38  Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tempat menonton film layar lebar ... 39 

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis genre film layar lebar yang ditonton ... 39 

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis film layar lebar yang lebih sering ditonton .. 40 

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan alasan menonton film layar lebar ... 40 

Tabel 21 Hubungan antara persepsi dengan pengetahuan ... 41

Tabel 22 Hubungan karakteristik siswa, karakteristik keluarga, sumber informasi, persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton...42

(21)

ix   

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Kerangka pemikiran persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton FLL (Film Layar Lebar) pada siswa SMAN 3 Kota Bogor ... 19

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Hasil uji korelasi Pearson ... 51

(22)
(23)

1   

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara historis film layar lebar pernah mengalami masa kejayaannya sekitar tahun 1970-1990an dan setelah itu produksinya mulai menurun hingga akhirnya mati suri. Sebelum tahun 1970-an industri film layar lebar nasional tidak begitu menonjol karena ketika itu kondisi kebijakan sosial politik dan ekonomi kurang mendukung. Terpuruknya kondisi sosial politik dan ekonomi tersebut lebih disebabkan karena adanya pergolakan politik di pemerintahan. Hal tersebut terlihat bahwa pertumbuhan industri film layar lebar meningkat secara signifikan, yakni dari 21 judul film tahun 1970, naik secara drastis menjadi 52 judul film pada tahun 1972, dan kemudian meningkat lagi menjadi 77 judul film pada tahun 1977. Peristiwa ini menegaskan bahwa industri film layar lebar di Indonesia hingga saat ini terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2011 ada 84 judul film yang di produksi.1

Film layar lebar yang saat ini diputar dibioskop XXI terdiri dari film luar negeri dan film dalam negeri. Berdasarkan Data Lembaga Sensor Film (LSF), film luar negeri atau yang biasa disebut dengan istilah film impor sangat banyak jumlahnya dibandingkan dengan film nasional. Jumlah film impor pada tahun 2007 sejumlah 272 judul film, 2008 sejumlah 174 judul film, 2009 sejumlah 199 judul film. Film impor terus mengalami peningkatan produksi dan dalam jumlah yang besar. Sementara, jumlah dari film nasional pada tahun 2007 sejumlah 53, 2008 sejumlah 90 judul film, 2009 sejumlah 78 judul film.2 Data ini menunjukkan bahwa produksi film nasional masih jauh di bawah produksi film impor. Dalam upaya menjaga industri film layar lebar di Indonesia ada Undang – Undang film pasal 41 tahun 1994 yang berisi pemerintah wajib mencegah film impor yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, moral, etika, dan budaya bangsa.

1

Anonim 2011. Jumlah Film Nasional Per Tahun. http://indonesiafilm.or.id/direktori-perfilman/2/data-film/Jumlah-Film-Nasional-per-tahun. [01 Maret 2012]

2

(24)

2   

Film dalam negeri di Indonesia terdiri dari berbagai macam genre film mulai dari komedi, drama, musikal, action, horor, dll. Dari sekian banyak jenis film yang ada di Indonesia film layar lebar berjenis hororlah yang memiliki rating cukup tinggi dimata konsumen. Tahun ini, setiap film horor-komedi menyedot 251 ribu penonton, sementara horor rata-rata menarik 241 ribu penonton per film. Sebagai bandingan, drama punya rata-rata 177 ribu penonton per film, sementara komedi 168 ribu per film.3Tidak dapat dipungkiri kualitas film layar lebar di Indonesia masih jauh di bawah kualitas film impor. Konsumen lebih memilih menonton film impor karena film impor memiliki kualitas suara dan gambar yang lebih baik selain itu, isi cerita dari film impor sangat menarik berbeda dengan isi cerita film Indonesia yang masih mudah ditebak oleh para penonton. Pada tahun 2011 jumlah penonton 4 film terlaris dari film impor lebih tinggi dibandingkan jumlah penonton empat film terlaris di Indonesia. Urutan satu sampai empat dari film impor yaitu film dengan judul Fast Five jumlah penonton 930.000, Final Destination 5 jumlah penonton 851.000, Johnny English Reborn jumlah penonton 741.000, dan Real Steel jumlah penonton 651.000. Urutan satu sampai empat dari film Indonesia yaitu film dengan judul Surat Kecil Untuk Tuhan jumlah penonton 748.000, Arwah Goyang Karawang jumlah penonton 727.000, Poconggg Juga Pocong jumlah penonton 575.000, dan Get Married 3 jumlah penonton 563.000. Hal ini dapat terlihat dari data jumlah penonton film impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan film layar lebar di Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah penonton film impor dan film Indonesia tahun 2011

No. Film Impor Jumlah Penonton

Film Indonesia Jumlah Penonton 1. Fast Five 930.000 Surat Kecil Untuk Tuhan 748.000 2. Final Destination 5 851.000 Arwah Goyang Karawang 727.000 3. Johnny English Reborn 741.000 Pocong Juga Pocong 575.000 4. Real Steel 651.000 Get Married 3 563.000 Sumber : Kristanto (2011)4

3Kristanto JB. Keragaman Konten. http://filmindonesia.or.id/post/catatan-2011-menonton-penonton#.T08Th3p7Vz8. [01 Maret 2012]

4Kristanto JB. Distribusi Film. http://filmindonesia.or.id/post/catatan-2011-menonton-penonton#.T08Th3p7Vz8. [01 Maret 2012]

(25)

3   

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih film impor dibandingkan dengan film Indonesia. Ironisnya lagi dua dari empat film Indonesia yang terlaris dipasaran adalah film berjenis horor. Peristiwa ini disebut ironis karena sudah jelas film jenis horor Indonesia lebih mengedepankan keseksian para pemainnya dengan judul yang menjurus ke pornografi contohnya Arwah Goyang Karawang, Suster Keramas, dll. Sedangkan inti dari cerita horornya bisa dibilang sangat sedikit, lebih didominasi oleh adegan-adegan yang menunjukkan keseksian para pemainnya.

Maraknya film berjenis horor di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, kurang ketatnya peraturan yang diterapkan oleh Lembaga Sensor Film (LSF), tingkat pengetahuan masyarakat yang minim akan film-film layar lebar, serta buruknya para produser yang menciptakan film hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan kualitas dan manfaat produk suatu film.

Dalam kaitannya dengan remaja sebagai konsumen, remaja tentu menjadi konsumen utama film layar lebar. Menonton film layar lebar merupakan suatu kebiasaan bagi para kaum remaja khususnya remaja yang tinggal di kota-kota besar. Remaja cenderung memiliki emosi yang belum stabil sehingga memandang segala sesuatunya bergantung pada emosinya. Seiring dengan perkembangannya, remaja memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan lebih mampu membuat keputusan sendiri. Hal ini meningkatkan kemandirian remaja, termasuk posisinya juga sebagai konsumen. Remaja memiliki pilihan mandiri mengenai apa yang hendak dilakukan dengan uangnya dan menentukan sendiri produk apa yang ingin dibeli. Namun dilain pihak, remaja sebagai konsumen memiliki karakteristik mudah terpengaruh, suka ikut-ikutan teman, tidak berpikir hemat, dan tidak realistis (Hurlock 1980). Karakteristik remaja tersebut, membawa dampak remaja untuk berperilaku menonton film layar lebar di Indonesia.

(26)

4   

aborsi. Data Komnas PA menyebut maraknya tayangan pornografi, diperkirakan ada sekitar 83,7 persen anak kelas IV dan V sudah kecanduan nonton film biru. Survey lain menyebut 62,7 persen remaja Indonesia sudah tidak perawan. Remaja itu rata-rata usia SMP dan SMA. Bahkan, 21,2 persen remaja putri di tingkat SMA pernah aborsi. Sebanyak 15 juta remaja puteri mengalami kehamilan dan 60 persen diantaranya berusaha aborsi. (Komnas PA 2011) ada sekitar 2 juta tindak aborsi yang dilakukan pada tahun 2008. Dari jumlah tersebut, sekitar 62 persen lebih dilakukan oleh remaja. Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan penelitian mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

Perumusan Masalah

Semakin berkembangnya industri fiilm layar lebar di Indonesia membuat para produser terus berlomba–lomba untuk menciptakan suatu karya film layar lebar yang menarik. Namun sayang perkembangan industri film di Indonesia tidak berbanding lurus dengan kenyataannya. Faktanya kualitas film Indonesia masih jauh di bawah kualitas film impor dan jumlah penonton yang memilih film impor lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penonton yang memilih film Indonesia. Hal ini diperparah dengan tingginya jumlah film impor yang masuk ke Indonesia yaitu dengan rata-rata mencapai 4000 kopi film setiap tahunnya.

Keadaan seperti ini memaksa para produser untuk terus berkarya menghasilkan film-film yang berkualitas. Mayoritas produser yang ada di Indonesia sekarang menciptakan suatu film hanya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mempedulikan kualitas dan manfaat dari produk film. Hasilnya banyak jenis film layar lebar mengambil tema horor. Alasannya karena film-film layar lebar Indonesia berjenis horor mampu menembus peringkat ke dua teratas film terlaris di Indonesia. Berkembangnya film layar lebar berjenis horor tidak lepas dari peran masyarakat itu sendiri, yakni masyarakat sebagai konsumen tetap memilih film layar lebar berjenis horor walapun mereka sadar bahwa film berjenis horor tidak memiliki pesan positif bagi konsumen yang menontonnya khususnya konsumen remaja. Hal ini dikarenakan remaja merupakan konsumen

(27)

5   

potensial yang memiliki karakteristik mudah terpengaruh, tidak berpikir hemat, dan cenderung memandang segala sesuatu bergantung pada emosinya sehingga banyak remaja berpersepsi bahwa memilih film layar lebar merupakan hal yang biasa tanpa memikirkan manfaat dan dampaknya.

Banyaknya bioskop-bioskop XXI dikota kota besar semakin memudahkan para remaja untuk menonton film layar lebar kesukaannya. Kota Bogor memiliki lima bioskop yaitu satu bioskop memiliki gedung sendiri yaitu bioskop “Galaxy” dan empat bioskop lainnya ada didalam mall-mall kota bogor. Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor (SMAN 3 Bogor) berlokasi di Jalan Pakuan nomor 4 Bogor. Daerah SMAN 3 Bogor sangat dekat dengan mall “Ekalokasari” dan “Botani Squere” didalam mall tersebut terdapat bioskop XXI yang memutarkan berbagai macam jenis film layar lebar baik dari dalam maupun luar negeri. Lokasi SMAN 3 Bogor yang berada disekitar Baranang Siang memungkinkan siswanya untuk menonton film layar lebar di bioskop XXI sesuai dengan keinginannya.

Oleh sebab itu, masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, uang saku, dan agama), karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), dan sumber informasi?

2. Bagaimana persepsi terhadap film layar lebar pada remaja? 3. Bagaimana pengetahuan terhadap film layar lebar pada remaja? 4. Bagaimana perilaku menonton film layar lebar pada remaja?

5. Bagaimana hubungan antara persepsi, pengetahuan, dengan perilaku menonton film layar lebar pada remaja?

6. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja dalam menonton film layar lebar?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

(28)

6   

Tujuan Khusus :

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Identifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin, uang saku, dan agama), karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), dan sumber informasi.

2. Analisis persepsi terhadap film layar lebar pada remaja. 3. Analisis pengetahuan terhadap film layar pada remaja. 4. Analisis perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

5. Analisis hubungan antara persepsi, pengetahuan, dengan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

6. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini tentu diharapkan dapat memberikan informasi mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar serta faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku menonton film layar lebar pada remaja. Diharapkan pada remaja dalam menonton film layar lebar tetap memperhatikan kualitas,manfaat, dan dampak dari film yang ditontonnya. Apabila remaja menonton film layar lebar mengikuti emosinya tentu akan merugikan dirinya sendiri. Kerugian yang akan didapatkannya dapat kerugian materi dan kerugian waktu yang digunakan untuk menonton film layar lebar yang tidak ada manfaatnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang konsumen.

(29)

7   

TINJAUAN PUSTAKA

Persepsi

Persepsi memengaruhi seseorang dalam berperilaku atau bertindak terhadap suatu rangsangan yang datang. Setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu objek atau produk yang sama. Rangsangan diterima oleh seseorang melalui panca inderanya yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Persepsi didefinisikan sebagai proses dalam diri individu saat memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk memberikan gambaran terhadap suatu objek. Individu dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga proses perseptual yaitu : atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif (Kotler & Amstrong 2008).

Engel et al (1995) menjelaskan bahwa persepsi kerap bergantung pada konsepsi atau harapan sebelumnya dari apa yang ingin kita lihat. Stimulus yang ada di lingkungan sekitar sangat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suaru objek. Saat dua orang menerima stimulus yang berbeda maka persepsi kedua orang tersebut terhadap suatu objek juga berbeda.

Menurut Sumarwan (2004) persepsi pada diri konsumen terjadi ketika salah satu panca indera konsumen menerima input dalam bentuk stimulus. Stimulus yang dimaksud dapat berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, nama produsen. Produsen, pemasar maupun pembuat iklan berusaha memberikan stimulus kepada konsumen agar para konsumen memiliki persepsi yang baik terhadap produknya.

Persepsi adalah proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diiterpretasikan. Input sensorik atau sensasi yang diterima oleh sistem sensorik manusia juga disebut juga stimulus (Solomon 2002).

(30)

8   

tidak semuanya memperoleh perhatian dan dan berlanjut dengan pengolahan stimulus tersebut. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki keterbatasan sumber daya kognitif untuk mengolah semua informasi yang diterimanya. Perhatian akan dipengaruhi oleh faktor pribadi dan stimulus. Tahap ketiga dari suatu persepsi konsumen yaitu pemahaman. Pemahaman adalah usaha konsumen untuk mengartikan atau menginterpretasikan suatu stimulus yang diterimanya. Engel et al (1995) menyebut tahap ini sebagai tahap memberikan makna terhadap stimulus. Pada tahap ketiga ini konsumen melakukan perceptual organization. Stimulus yang diterima konsumen berjumlah puluhan bahkan ratusan, stimulus tersebut tidak diperlakukan sebagai suatu hal yang terpisah satu sama lainnya. Konsumen cenderung untuk melakukan pengelompokkan stimulus sehingga memandangnya sebagai satu kesatuan. Inilah yang disebut sebagai perceptual organization. Pada tahap penerimaan, setelah konsumen melihat stimulus, memperhatikan, dan memahami stimulus tersebut, maka konsumen akan membuat kesimpulan mengenai stimulus atau objek tersebut. Hal inilah disebut sebagai persepsi konsumen. Persepsi konsumen tersebut merupakan output dari penerimaan konsumen terhadap stimulus. Persepsi konsumen dapat berupa persepsi produk, merek, pelayanan, harga, kualitas produk, toko, atau persepsi terhadap produsen. Tahap kelima dari persepsi konsumen adalah retensi. Retensi merupakan tahap akhir dari suatu proses persepsi. Retensi yaitu proses memindahkan informasi ke memori jangka panjang. Informasi yang disimpan adalah interpretasi konsumen terhadap stimulus yang diterimanya. Selanjutnya apa yng tersimpan di dalam memori konsumen akan memengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang baru.

Menurut Azwar (2003) mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstraks, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode self report dan pengukuran involuntary behavior. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. Sedangkan pengukuran

involuntary behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan

(31)

9   

oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Observer

dapat menginterpretasikan sikap/persepsi individu mulai dari facial reaction,

voice tones, body gesture, keringat, dilatasi pupil mata, detak jantung dan

beberapa aspek fisiologis yang lainnya. Skala sikap disusun untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek sosial. Pernyataan sikap terdiri dari dua macam yaitu pernyataan favorable

(mendukung atau memihak) dan unfavorable (tidak mendukung/tidak memihak) pada obyek sikap.

Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan. Semakin tinggi pengetahuan konsumen akan suatu produk maka semakin kecil peluang konsumen salah dalam memilih suatu produk. Pengetahuan merupakan bagian yang pentinga dari perilaku konsumen.

Menurut Sumarwan (2004) pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsi-fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan konsumen terbagi dalam tiga macam (1) pengetahuan produk, (2) pengetahuan pembelian, (3) pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk, dan kepercayaan mengenai produk. Ada tiga jenis pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk, pengetahuan tentang manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi konsumen. Pengetahuan pembelian terdiri atas pengetahuan tentang toko, lokasi produk didalam toko tersebut, dan penempatan produk yang sebenarnya didalam toko tersebut. Perilaku membeli memiliki urutan sebagai berikut: store contact,

(32)

10   

pergi ke outlet, dan memasuki outlet. Pada product contact, konsumen akan mencari lokasi produk, mengambil produk tersebut dan membawanya ke kasir. Sedangkan, pada transaction, konsumen akan membayar produk tersebut dengan tunai, kartu kredit, kartu debet, atau alat pembayaran lainnya. Pengetahuan pemakaian adalah keterampilan konsumen dalam menggunakan suatu produk agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi pada konsumen. Pengetahuan pemakaian dibantu oleh produsen yang selalu mencantumkan cara penggunaan suatu produk disetiap kemasannya.

Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan didalam ingatan (Engel et al 1994). Pengetahuan sebagai jumlah pengalaman dan informasi tentang keterangan berbagai produk atau jasa. Pengetahuan konsumen dibagi menjadi tiga kategori yaitu : pengetahuan objektif, pengetahuan subjektif, informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang konsumen ketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya (Mowen & Minor 1999).

Engel et al (1994) menjelaskan pengetahuan dimulai ketika konsumen menerima stimulus fisik atau sosial yang memeberikan pemaparan dan perhatian pada produk baru dan cara kerjanya. Dalam tahap ini, konsumen sadar akan produk bersangkutan, tetapi tidak membuat keputusan apapun sehubungan dengan relevansi produk dengan suatu masalah atau kebutuhan yang dikenali. Pengetahuan tentang produk baru biasanya dianggap sebagai hasil dari persepsi selektif.

Menurut Sumarwan (2003) cara yang paling nyata dalam mengukur pengetahuan adalah menilai secara langsung isi ingatan. Pengukuran pengetahuan objektif (objective knowledge) adalah pengukuran yang menyadap apa yang benar-benar sudah disimpan oleh konsumen di dalam ingatan. Pilihan akhir untuk menilai pengetahuan adalah dengan menggunakan ukuran pengetahuan subjektif (subjective knowledge). Pengukuran ini meyadap persepsi konsumen mengenai

(33)

11   

banyaknya pengetahuan mereka sendiri. Pada dasarnya, konsumen diminta untuk menilai diri mereka sendiri berkenaan dengan pengetahuan atau keakraban.

Menurut Khomsan (2000) mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan cara memberi beberapa pertanyaan kepada contoh. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Skor pengetahuan contoh merupakan perbandingan antara skor yang diperoleh dengan skor maksimal, kemudian dikalikan 100 persen. Hasil perolehan skor pengetahuan contoh dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu rendah (skor < 60%), sedang (60 – 80%), dan tinggi (skor > 80%).

Perilaku Pembelian

Menurut Kotler (2005) proses keputusan pembelian terdiri atas 5 tahap. Pertama, pengenalan masalah yang dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan yang dipengaruhi oleh rangsangan internal dan eksternal. Kedua, pencarian informasi yang sesuai mengenai kebutuhan untuk membuat suatu keputusan yang tepat. Ketiga, evaluasi alternatif dimana konsumen membandingkan berbagai alternatif produk dan mengolah informasi yang diperoleh dengan membuat penilaian akhir. Empat, keputusan pembelian dimana konsumen membuat suatu keputusan dari kumpulan pilihan produk. Kelima, perilaku pasca pembelian yaitu hasil yang dirasakan oleh konsumen setelah membeli produk.

Kotler (2005) juga menjelaskan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor budaya mencakup budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. Faktor sosial mencakup kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. Faktor pribadi mencakup usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Faktor psikologis mencakup motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap.

(34)

12   

hasil dari proses keputusan yang diperluas atau keterlibatan yang tinggi. Pembelian yang separuh terencana adalah perilaku konsumen yang sudah mengetahui ingin membeli suatu produk sebelum masuk ke swalayan, namun mungkin ia tidak tahu merek yang akan dibelinya sampai ia bisa memperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan. Ketika ia sudah tahu produk yang ingin dibelinya sebelumnya dan memutuskan merek dari produk tersebut di toko, hal inilah yang disebut dengan pembelian separuh terencana. Pembelian yang tidak terencana adalah keinginan konsumen yang tiba-tiba muncul di toko atau di mal salah satu faktornya adalah adanya display pemotongan harga yang besar sekitar 50% ke atas (Engel et al 1994).

Menurut Sumarwan (2004) perilaku pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, di mana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Konsumen sering menggagalkan pembelian terhadap suatu produk dikarenakan oleh : a) Motivasi yang berubah, konsumen mungkin merasakan bahwa kebutuhannya bisa terpenuhi tanpa harus membeli produk tersebut, atau ada kebutuhan lain yang lebih diprioritaskan, b) situasi yang berubah, tiba-tiba nilai dolar menjadi mahal sehingga uang yang tersedia tidak cukup untuk membeli produk tersebut, c) produk yang akan dibeli tidak tersedia, bisa menjadi penyebab konsumen tidak tertarik lagi membeli produk tersebut.

Sumarwan (2004) menyatakan bahwa untuk mengetahui konsumsi produk atau penggunaan produk atau penggunaan produk (product usage) yang lebih mendalam, maka perlu diketahui tiga hal, yaitu frekuensi konsumsi, jumlah konsumsi dan tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Jumlah konsumsi menyatakan kuantitas produk yang digunakan konsumen. Jumlah konsumsi akan menjadi indikator besarnya permintaan pasar terhadap suatu produk. Konsumen juga mengonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan. Tujuan konsumsi sering menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen.

(35)

13   

Remaja

Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Pada masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan remaja dijadikan sebagai salah satu pasar potensial bagi banyak produsen. Produsen terus berlomba menciptakan suatu produk dan jasa yang dibutuhkan remaja dalam mendukung pencarian identitas dirinya.

Menurut teori psikologis perkembangan, Hurlock (1980) menjelaskan bahwa perkembangan remaja berlangsung mulai 10 -21 tahun. Menurut Hurlock tahapan masa pubertas mengarah pada kematangan fisik dan seksual terdiri atas remaja awal pada umur 10 atau 12 tahun sampai 13 atau 14 tahun, masa remaja tengah pada umur 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir pada umur 17 tahun sampai 21 tahun.

Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual, remaja juga suatu individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identitas dari kanak-kanak menjadi dewasa (Sarwono 2008).

Lingkungan disekitar kehidupan remaja, juga memengaruhi perilaku pembelian terhadap suatu produk. Menurut Bronfenbenner, diacu dalam Hastuti (2008) terdapat lima tingkatan lingkungan yang memengaruhi remaja sebagai sebagai seorang anak yaitu microsystem merupakan lingkungan terdekat anak yang menjadi tempat anak tumbuh berkembang membentuk pola dan kebiasaan hidup sehari-hari, atau tempat dimana anak saling berinteraksi di rumah dengan keluarganya, sekolah dengan teman sebaya (peergroup) dan guru-guru.

Mesosystem merupakan hubungan antara dua atau lebih kondisi atau situasi

(36)

14   

terhadap anak. Chronosystem merupakan perubahan dan berkelanjutan yang berlangsung sepanjang waktu dan memengaruhi kehidupan anak, misalnyamasuknya anak ke sekolah formal, pubertas, pernikahan, dan lain-lain.

Menurut DeFleur et.al (1991) ada tiga perilaku dalam menonton televisi yaitu: (1) Pilihan acara yang ditonton; (2) Frekuensi menonton, dan (3) Durasi menonton. Sementara hasil penelitian Budyatna dalam Evita (2007) mengenai perilaku menonton pada remaja menunjukkan dimensi-dimensi perilaku terdiri dari frekuensi (jumlah atau kuantitas dari perilaku), motif atau alasan seseorang berperilaku, jenis tontonan, dan hubungan antara individu dengan isi media. Evita (2007) dalam penelitiannya tentang perilaku menonton film pada remaja menunjukkan bahwa perilaku menonton film dipengaruhi oleh frekuensi menonton film, jenis film yang ditonton, dan motif menonton film sedangkan Ida Tumengkol (2009) menyebutkan perilaku menonton hanya dilihat dari frekuensi menonton dan motif menonton.

Salah satu dugaan dampak negatif film pada remaja adalah perilaku agresi. Perilaku agresi menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku agresif dalam menonton film kekerasan dapat dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi terhadap perilaku agresi dari orang lain, tujuan dia berperilaku agresi, dan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi. Namun hanya dengan menonton adegan kekerasan di film saja orang tidak langsung akan menjadi agresi.

Film Layar Lebar

Menurut undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1992 tentang perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara,

(37)

15   

yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya.

Nama “film” berasal dari film fotografi (juga disebut stock film). Secara historis menjadi media utama untuk merekam dan menampilkan gambar bergerak. Banyak istilah lainnya yang ada untuk sebuah individual film, termasuk

picture, picture show, moving picture, photo-play dan flick. istilah umum untuk

sebutan film Amerika Serikat adalah Movie, sementara di Eropa sebutan film lebih disukai. Istilah tambahan lainnya yaitu layar lebar, layar perak, bioskop dan film (Angelo 2011).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga pengertian film memiliki dua makna yaitu : 1. Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif yang kemudian akan menjadi sebuah potret atau untuk gambar positif yang akan dimainkan di bioskop, 2. Film adalah lakon (cerita) gambar hidup. Pengertian film kini juga diartikan sebagai sebuah genre dalam kesenian. Karena didalam sebuah film atau rekaman gambar bergerak, kita dapat menemukan berbagai jenis seni yang direkam.

Menurut Zoebazary (2012), Film adalah media sejenis pita plastik berlapis zat peka cahaya, yang disebut celluloid. Dalam bidang fotografi, film adalah media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya, fotografi bergeser ke penggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Dalam bidang sinematografi, celluloid memiliki berbagai macam ukuran lebar pita seperti 16mm, 35mm, dan 70mm. Ukuran yang biasa digunakan untuk produksi film layar lebar adalah 35mm. Perihal media penyimpan ini, kini, telah mengalami perkembangan pesat. Berturut-turut dikenal media penyimpan celluloid (film), pita analog, dan yang terakhir media digital (pita, cakram, memori chip).

(38)

16   

dengan kualitas gambar yang baik, tata suara yang ditata rapi, yang diistilahkan dengan home theater. Dengan perkembangan internet, film juga dapat disaksikan lewat jaringan superhighway ini (Heru 2009).  

Menurut Jack Valenti (2008), kekuatan unik yang dimiliki film, adalah: (1) Sebagai hasil produki sekelompok orang, yang berpengaruh terhadap hasil film; (2) Film mempunyai aliran-aliran yang menggambarkan segmentasi dari audiensnya. Seperti: drama, komedi, horor, fiksi ilmiah, action dan sebagainya. Bagi Amerika Serikat, meski film-film yang diproduksi berlatar belakang budaya sana, namun film-film tersebut merupakan ladang ekspor yang memberikan keuntungan cukup besar.

(39)

17   

KERANGKA PEMIKIRAN

Remaja merupakan salah satu pasar yang potensial bagi banyak produsen. Pada masa remaja adalah masa pencarian identitas diri. Hal ini yang membuat para produsen berlomba-lomba untuk menciptakan produk atau jasa yang digemari oleh para remaja. Pada masa ini, umumnya emosi remaja cenderung labil sehingga sebagai konsumen, remaja memiliki karakteristik yang mudah terpengaruh oleh pengaruh dari luar. Remaja merupakan konsumen yang royal dalam membeli suatu produk atau jasa, termasuk dalam menonton film layar lebar di bioskop.

Film adalah media sejenis pita plastik berlapis zat peka cahaya, yang disebut celluloid. Dalam bidang fotografi, film adalah media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya, fotografi bergeser ke penggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Dalam bidang sinematografi, celluloid memiliki berbagai macam ukuran lebar pita seperti 16mm, 35mm, dan 70mm. Ukuran yang biasa digunakan untuk produksi film layar lebar adalah 35mm. Film kita tidak hanya dapat dinikmati di televisi, bioskop, namun juga dengan kehadiran VCD dan DVD, film dapat dinikmati pula di rumah dengan kualitas gambar yang baik, tata suara yang ditata rapi, yang diistilahkan dengan home theater dan di bioskop tentunya. Pada zaman sekarang semakin banyak film-film yang ditayangkan di bioskop baik film dalam negeri maupun film dari luar negeri. Semua film yang ditayangkan di bioskop terdiri dari berbagai macam genre. Khusus film indonesia

genre hororlah yang menjadi favorit para penonton. Akan tetapi, hal tersebut

menjadi sesuatu yang memperihatinkan karena film genre horor di Indonesia tidak mendidik hanya mengedepankan keseksian tubuh para pemainnya.

(40)

18   

Persepsi akan timbul dari pengamatan dan pengalaman masa lampau remaja mengenai film layar lebar di bioskop. Selain itu, persepsi remaja tersebut akan dipengaruhi oleh pengetahuan yang ada sebelumnya, yang selanjutnya dari persepsi tersebut akan lahir pengetahuan baru. Pengetahuan diartikan sebagai informasi yang diperoleh remaja melalui pengamatan inderawi dan disimpan dalam ingatannya mengenai pengertian film layar lebar, genre film layar lebar, ciri-ciri film layar lebar, dan tempat pemutaran film layar lebar. Informasi yang diperoleh dan disimpan dalam ingatan remaja yang disebut sebagai pengetahuan dan penilaian remaja dalam mengintepretasikan informasi yang disebut sebagai persepsi terhadap film layar lebar tersebut kemudian akan memengaruhi perilaku remaja dalam menonton film layar lebar.

Perilaku menonton film layar lebar yakni perilaku remaja yang bertindak untuk menonton atau tidak menonton suatu film yang dapat meliputi frekuensi menonton film layar lebar, jumlah film layar lebar yang ditonton, tempat menonton film layar lebar, genre film layar lebar yang ditonton. Secara ringkas, kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

(41)

19 

Karakteristik Keluarga Contoh : 1. Pendidikan Orangtua

Hubungan antar variabel yang diteliti

Pengetahuan

1. Pengertian FLL 2. Jenis – jenis FLL 3. Ciri – ciri FLL

4. Sutradara dan Pemain FLL

Perilaku Menonton FLL

1. Frekuensi menonton FLL

2. Tempat bioskop untuk menonton FLL 3. Jenis FLL yang ditonton

4. Tujuan menonton FLL 5. Alasan menonton FLL

Persepsi

1. Harga tiket menonton FLL 2. Kualitas FLL

3. Lokasi pemutaran FLL

Variabel yang diteliti

(42)

20    20   

   

(43)

21   

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor, menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 (SMAN 3), Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive (sengaja) berdasarkan pertimbangan bahwa Sekolah Menengah Atas

Negeri 3 Bogor (SMAN 3 Bogor) merupakan SMA bertaraf internasional mayoritas murid tergolang orang mampu, memiliki gaya hidup remaja yang modern dimana menonton film layar lebar sudah menjadi gaya hidup, dan berlokasi di Jalan Pakuan nomor 4 Bogor. Daerah SMAN 3 Bogor sangat dekat dengan mall “Ekalokasari” dan “Botani Squere” didalam mall tersebut terdapat bioskop XXI yang memutarkan berbagai macam jenis film layar lebar baik dari dalam maupun luar negeri. Lokasi SMAN 3 Bogor yang berada sekitar Baranang Siang memungkinkan siswanya untuk menonton film layar lebar di bioskop XXI sesuai dengan keinginannya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2012.

Cara Pemilihan Contoh

(44)

22   

Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan yang biasa

 

ditolerir yaitu 9,0 persen.

Dengan menggunakan rumus diatas dan margin error 0,09 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut:

B , 9  

Berdasarkan rumus slovin, maka jumlah contoh dari kelas XI berjumlah 83 siswa. Contoh yang diambil dalam penelitian adalah 100 siswa dari kelas XI agar dapat memenuhi jumlah contoh minimal yang diperlukan. Proses pemilihan contoh dilakukan secara simple random sampling.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengisian kuesioner berupa karakteristik contoh ( jenis kelamin, usia, uang saku dan agama), karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), persepsi (harga tiket film layar lebar, lokasi pemutaran film layar lebar, kualitas film layar lebar), pengetahuan (pengertian film layar lebar, genre film layar lebar, ciri-ciri film layar lebar, sutradara dan pemain film layar lebar), dan perilaku menonton film layar lebar (frekuensi menonton film layar lebar, tempat bioskop menonton film layar lebar, genre film layar lebar yang ditonton, tujuan menonton film layar lebar, alasan menonton film layar lebar). Data sekunder berupa total siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bogor dan gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari pihak sekolah. Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara perolehan data disajikan dalam Tabel 2.

(45)

23   

Tabel 2 Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara penarikan data penelitian

Kuesioner Kategori Data

Cara Perolehan

Data 1. Usia contoh Data rasio Menurut Hurlock (1980)

Remaja Awal (13-17 Tahun)

Pengisian Kuesioner 2. Jenis

Kelamin Contoh

Data nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan

1. Pegawai negeri (PNS) 2. TNI/Polri

1. Sangat tidak setuju 2. Tidak setuju

Data ordinal 1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Sering 4. Selalu

(46)

24   

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan menggunakan program

Microsoft Excel 2007 dan Statistic Program for Social Sciences (SPSS) versi 16.0

for windows. Pengolahan data yang dilakukan setelah data terkumpul meliputi

pemberian kode (coding), pengeditan data (editing), entry data, cleaning data, dan analisis data. Analisis secara deskriptif, digunakan untuk data primer yang menggunakan karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, uang saku, dan agama), karakteristik keluarga contoh (pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga per kapita per bulan , besar keluarga), persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton. Kelompok acuan yang memengaruhi contoh untuk menonton film layar lebar dengan menggunakan analisis statistika deskriptif.

Persepsi contoh terhadap film layar lebar memiliki bobot penilaian 1 sampai 5 untuk 15 pertanyaan. Persepsi terhadap film layar lebar merupakan penilaian contoh berdasarkan hasil stimulus yang diterima oleh seluruh indera, pengalaman, dan pengetahuan contoh yang ada sebelumnya. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala Likert dengan lima skala, yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) kurang setuju, (4) setuju, (5) sangat setuju. Tingkat persepsi contoh ditentukan berdasarkan kelas interval persepsi contoh adalah sebagai berikut (Umar 2003) :

Kelas Interval = (Skor maksimum – Skor minimum) / Jumlah Kategori

Berdasarkan rumus diatas dengan nilai tertinggi 75 dan nilai terendah 15, diperoleh interval skor untuk kategori “sangat tidak setuju” sebesar 15 – 27, “tidak setuju” sebesar 28 – 39, “kurang setuju” sebesar 40 -51, “setuju” sebesar 52 – 63, dan “sangat setuju” sebesar 64 – 75.

Persepsi contoh terhadap tiap butir pernyataan yang mengukur tingkat persepsi contoh dilakukan dengan pernyataan yang menggunakan skala Likert dengan lima peringkat. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi bobot satu, “tidak setuju” diberi bobot dua, “kurang setuju” diberi bobot tiga, “setuju diberi nilai empat, dan “sangat setuju” memiliki poin lima. Persepsi contoh terhadap tiap poin pernyataan dinyatakan dalam lima kategori, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “kurang setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. Tingkat persepsi contoh

(47)

25   

ditentukan berdasarkan kelas interval persepsi contoh adalah sebagai berikut (Umar 2003) :

Kelas Interval = (Skor maksimum – Skor minimum) / Jumlah Kategori

Berdasarkan rumus di atas dengan nilai tertinggi lima dan terendahnya satu, diperoleh rataan untuk kategori “sangat tidak setuju” sebesar 0 – 1,8, “tidak setuju” sebesar 1,9 – 2,6, “kurang setuju” sebesar 2,7 – 3,4, “setuju” sebesar 3,5 – 4,2, dan “sangat setuju” sebesar 4,3 – 5.

Pengetahuan contoh diacu dalam pengetahuan objektif mengenai film layar lebar yang diperoleh dengan cara memberikan 15 pertanyaan berbentuk benar dan salah. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Skor pengetahuan contoh merupakan perbandingan antara skor yang diperoleh dengan skor maksimal, kemudian dikalikan 100 persen. Menurut (Khomsan 2000), hasil perolehan skor pengetahuan contoh dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu rendah (skor < 60%), sedang (60 – 80%), dan tinggi (skor > 80%).

Uji Korelasi Pearson, digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik contoh, pengetahua, dan persepsi persepsi. Pengaruh usia, uang saku, jenis kelamin, kelompok acuan, pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap perilaku menonton film layar lebar dianalisis dengan uji regresi. Persamaan regresi yang digunakan adalah:

y = α + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + β5x5 + e Keterangan:

Y = Perilaku pembelian nada sambung α = Konstanta regresi

β = Koefisien regresi

x1 = Pengetahuan konsumen x2 = Persepsi konsumen x3 = Penghasilan keluarga x4 = Uang saku

(48)

26   

Definisi Operasional

Karakteristik contoh adalah ciri-ciri contoh yang meliputi jenis kelamin, usia, uang saku, dan agama. Ciri-ciri individu dapat dijabarkan di bawah ini:

- Jenis kelamin adalah perbedaan contoh berdasarkan ciri biologis dengan kategori laki-laki dan perempuan.

- Usia adalah umur yang dimiliki oleh contoh yang dinyatakan dalam Tahun.

- Uang saku adalah jumlah nilai dalam rupiah yang diperoleh contoh yang bersumber dari orang tua, bekerja, saudara, dan beasiswa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai siswa.

- Agama adalah nilai-nilai kepercayaan yang dianut oleh contoh sesuai dengan agama yang diakui oleh negara.

Karakteristik keluarga contoh adalah ciri-ciri keluarga yang meliputi pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua, dan besar keluarga.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga inti contoh yang dinyatakan dengan jumlah orang. Besar keluarga dikelompokkan terdiri dari keluarga kecil ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-6 orang, dan keluarga besar ≥ 7 orang.

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan yang ditempuh orangtua. Skor satu jika orangtua tidak bersekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD), skor dua jika orangtua tamat Sekolah Dasar (SD), skor tiga jika orang tua tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), skor empat jika orangttua tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), dan skor lima jika pendidikan orangtua mencapai akademi atau perguruan tinggi.

Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan orang tua untuk mendapatkan nafkah dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Kode satu untuk pegawai negeri sipil (PNS), kode dua untuk TNI/Polri, kode tiga untuk pegawai swasta, kode empat untuk wiraswasta, kode lima untuk buruh, kode enam untuk petani, kode tujuh untuk tidak bekerja, kode delapan untuk pekerjaan lain.

(49)

27   

Pendapatan keluarga adalah total seluruh pendapatan anggota keluarga yang bekerja.

Film layar lebar adalah film yang ditonton langsung di bioskop dan terdiri dari berbagai macam jenis genre film.

Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki contoh tentang film layar lebar dan disimpan dalam memori jangka panjang.

Persepsi konsumen adalah penilaian seorang konsumen terhadap kualitas, manfaat, dan harga tiket film layar lebar berdasarkan stimulus yang diterima dan pengetahuan yang telah didapatnya di masa lalu.

(50)

28    28   

   

(51)

29   

HASIL

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor berlokasi di Jalan Pakuan nomor 4 Bogor, resmi berdiri pada tanggal 1 Juli 1981. Pada awalnya sekolah ini bernama SMA Baranangsiang yang didirikan oleh Bapak Ali Sadikin, dalam perjalanannya sekolah ini pernah dipergunakan oleh SMAN 2, SMAN 3, dan SMAN 4 hingga akhirnya ditetapkan bahwa SMAN 3-lah yang berhak menempati lokasi sekolah di jalan Pakuan ini.

Sejak berdiri hingga sekarang telah terjadi delapan kali pergantian kepala sekolah. Kepala sekolah SMAN 3 yang pertama adalah Bapak Yusuf bertugas dari 1 Juli 1981 sampai 20 Desember 1982, lalu digantikan oleh Bapak Samsudin Oemar dari 21 Desember 1982 hingga 1 Maret 1988. Mulai dari 2 Maret 1988 sampai 26 Oktober 1993 sekolah ini dipimpin oleh ibu Hardati Hadikusworo. Dari 20 Februari 1993 sampai 1 Juni 1993 jabatan kepala sekolah dipegang oleh Bapak Drs. Harun, kemudian Bapak Drs. Irlan Sumadi memimpin sekolah dari 18 Maret 1996 sampai 1 Juni 1999. Pada April 1999 hingga tahun 2003 Ibu Dra. Hj. Mariyati memimpin sekolah ini. Saat ini SMAN 3 Bogor dipimpin oleh Bapak Drs. H. Juskardi. Dengan jumlah kelas 25 dan siswa lebih dari 1000 orang, SMAN 3 Bogor telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu sekolah favorit di Bogor.

(52)

30   

Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin dan Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah contoh berjenis kelamin laki-laki hampir sama dengan jumlah contoh berjenis kelamin perempuan. Persentase contoh jenis kelamin laki-laki sebanyak 57 persen dan jenis kelamin perempuan sebanyak 43 persen. Sebanyak hampir dua pertiga contoh (65%) berusia 16 tahun. Sisanya sebanyak (28%) contoh berusia 17 tahun dan sebanyak (7%) berusia 15 tahun. Hampir dua pertiga (64,9%) contoh laki-laki dan (65,1%) contoh perempuan memiliki usia 16 tahun. Masa usia ini merupakan masa remaja awal yang masih berada pada tahap pencarian identitas diri. Ciri khusus pada remaja diantaranya : emosi tidak stabil dan terikat erat dengan kelompoknya. Data ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Tabel 3 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan usia

Usia (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

n % n % n %

Hampir seluruh contoh (95%) beragama Islam dan sisanya (5%) contoh bergama Kristen. Sementara itu tidak ada contoh yang menganut agama Hindu, Budha, dan Konghuchu.

Uang Saku

Uang saku merupakan pendapatan contoh yang didapatkan baik dari orang tua, beasiswa, maupun hasil kerja sendiri. Uang saku digunakan sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama satu bulan. Hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga (70%) contoh memiliki uang saku antara Rp 200.000 – Rp 633.333. Rata-rata uang saku contoh adalah sebesar Rp 539.000. Uang saku contoh dalam penelitian ini didapatkan seluruhnya dari orang tua. Belum ada siswa yang mendapatkan uang saku dari beasiswa ataupun penghasilannya sendiri.

(53)

31   

Tabel 4 Sebaran contoh menurut uang saku

Uang saku (Rp) Laki-laki Perempuan Jumlah

n % n % n %

200.000-633.333 43 75,4 27 62,8 70 70,0

633.334-866.666 9 15,8 14 32,6 23 23,0

866.667-1.500.000 5 8,8 2 4,6 7 7,0

Total 57 100,0 43 100,0 100 100,0

Rata-rata ± sd 514.000±257557,3 572.000±179932,9 539.000±228.187,9 Karakteristik Keluarga Contoh

Jumlah Anggota Keluarga

Menurut Sumarwan (2011), semakin banyak anggota keluarga semakin banyak pula jumlah pembelian dan konsumsi yang dilakukan, dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga dengan jumlah yang sedikit. Jumlah anggota keluarga menentukan kategori besar keluarga. Besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Persentase jumlah anggota keluarga contoh hampir sama antara keluarga kecil (49%) dengan keluarga sedang (46%) (BKKBN 1998). Rata – rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 4,6 orang mendekati lima orang. Seberan contoh menurut jumlah anggota keluarga disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut jumlah anggota keluarga

Besar keluarga Laki-laki Perempuan Jumlah n % n % n %

(54)

32   

sekolah/tidak tamat SD dan tidak tamat SMP. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua sudah mendapatkan akses pendidikan menengah ke atas.

Tabel 6 Sebaran pendidikan terakhir orang tua contoh

Pendidikan terakhir orang tua Laki-laki Perempuan Jumlah n % n % n %

Lama pendidikan yang telah ditempuh oleh seseorang tentunya akan berpengaruh pada pekerjaan yang akan diperoleh. Pekerjaan yaitu segala sesuatu yang dikerjakan seseorang yang kemudian akan dibayarkan berupa upah atau pendapatan. Menurut Sumarwan (2011), pendidikan dan pendapatan akan memengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Jenis pekerjaan ayah dengan persentase pekerjaan tertinggi (45%) sebagai PNS, baik pada contoh laki-laki (50,9%) maupun pada contoh perempuan (37,2%). Selain itu pada Tabel 7 disajikan pula data jenis pekerjaan ibu contoh. Lebih dari separuh ibu contoh (66%) berprofesi sebagai ibu rumah tangga, baik pada contoh laki-laki (70,2%) maupun pada contoh perempuan (60,5%). Ibu rumah tangga artinya tidak bekerja di luar rumah dan tidak terdapat ibu contoh yang bekerja sebagai TNI/POLRI. Tabel 7 Sebaran pekerjaan orang tua contoh

(55)

33   

Pekerjaan orang tua Laki-laki Perempuan Jumlah n % n % n %

Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji dalam Tabel 8, sebagian besar contoh (80%) memiliki pendapatan per kapita antara Rp 600.000 – Rp 2.622.222 dengan pendapatan per kapita rata – rata Rp 1.860.000. Pendapatan per kapita terkecil keluarga contoh adalah Rp 600.000 sedangkan pendapatan per kapita tertinggi keluarga contoh adalah Rp 6.666.667. Sementara itu pendapatan tertinggi pada rentang Rp 4.644.445 – Rp 6.666.667 sebanyak (5%) contoh. Hal ini berarti seluruh keluarga contoh berada pada kategori tidak miskin, sesuai dengan BPS (2012) bahwa garis kemiskinan nasional adalah sebesar Rp 248.707,. Pendapatan/kapita/bulan secara tidak langsung akan memengaruhi perilaku menonton. Semakin besar pendapatan/kapita/bulan yang didapat semakin besar peluang untuk menyisihkan duit guna membeli tiket menonton film layar lebar. Pada kalangan siswa SMA uang jajan sangat bervariasi biasanya sebanding dengan pendapatan orang tuanya.

Tabel 8 Sebaran pendapatan keluarga contoh per kapita per bulan

Pendapatan per kapita per bulan (Rp)

Laki-laki Perempuan Jumlah n % n % n % 600.000 – 2.622.222 45 78,9 35 81,4 80 80,0 2.622.223 – 4.644.444 10 17,5 5 11,6 15 15,0 4.644.445 – 6.666.667 2 3,6 3 7,0 5 5,0

Total 57 100,0 43 100,0 100 100,0

Min-Maks 600.000-6.666.666 600.000-6.666.666 600.000-6.666.666 Rata-rata ± sd 1.920.000±1.159.383,1 1.770.000±1.283.040,8 1.860.000±1.210.110 Usia Orang Tua

(56)

34   

Tabel 9 Sebaran usia orang tua contoh

Usia orang tua (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

n % n % n %

Sumber Informasi Mengenai Film Layar Lebar

Tabel 10 memperlihatkan bahwa hampir sebagian besar contoh (77%) memperoleh informasi mengenai film layar lebar dari sumber pribadi (teman, pacar, dan keluarga). Sebanyak hampir satu pertiga contoh (29%) mendapatkan sumber informasi dari sumber komersial (info di internet dan web resmi bioskop) dan sisanya sebanyak (4%) contoh mendapatkan informasi dari sumber publik (televisi dan radio). Dilihat dari jenis kelamin baik contoh laki-laki dan perempuan memiliki persentase tertinggi dalam sumber informasi yaitu bersal dari sumber pribadi.

Tabel 10 Sebaran contoh menurut sumber informasi tentang film layar lebar

Sumber informasi* Laki-laki Perempuan Jumlah

N % n % N %

Sumber pribadi 36 63,2 31 72,1 77 77,0 Sumber komersial 18 31,6 11 25,6 29 29,0

Sumber publik 3 5,2 1 2,3 4 4,0

Total 57 100,0 43 100,0 100 100,0

Waktu Menonton Film Layar Lebar

Sebanyak dua pertiga contoh (67%) menonton film layar lebar di bioskop pada hari libur (sabtu dan minggu) dan sisanya (33%) contoh menonton film layar lebar pada hari kerja (senin – jumat). Hal ini disebabkan karena pada hari libur lebih banyak tersedia waktu luang.

(57)

35   

Kelompok Acuan Menonton Film Layar Lebar

Sebaran contoh menurut kelompok acuan dalam menonton film layar lebar disajikan Pada Tabel 11. Kelompok acuan pada penelitian ini terdiri dari keluarga, teman, pacar, dan tokoh idola. Menurut data hasil penelitiandiperoleh informasi bahwa kelompok acuan dalam menonton film layar lebar di bioskop persentase tertinggi adalah (64%) menjadikan temannya sebagai kelompok acuan yang memengaruhi menonton film layar lebar di bioskop. Berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan memiliki persentase tertinggi mengenai kelompok acuan dalam menonton film layar lebar yaitu teman dipilih sebagai kelompok acuan yang paling memengaruhi dalam menonton film layar lebar. Hasil penelitian ini sesuai dengan perkembangan remaja yang lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman-temannya dibandingkan dengan keluarganya sendiri.

Tabel 11 Sebaran contoh menurut kelompok acuan dalam menonton film layar lebar

Kelompok acuan Laki-laki Perempuan Jumlah

n % n % N %

(58)

36   

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan persepsi tentang film layar lebar

No Pernyataan STS TS KS S SS Rataan Kategori 1 Film layar lebar dapat

menambah pengetahuan saya.

3 4 15 61 17 3,85 Setuju 2 Kualitas film layar lebar

Indonesia lebih baik.

24 26 43 5 2 2,35 Tidak setuju 3 Menonton film layar lebar di

bioskop kegiatan positif

2 7 35 52 4 3,49 Kurang setuju 4 Variasi “genre” film layar

lebar

15 37 29 18 1 2,53 Tidak setuju 5 Kualitas film layar lebar

Indonesia

17 36 40 5 2 2,39 Tidak setuju 6 Lebih percaya diri setelah

menonton film layar lebar

12 18 40 27 3 2,91 Kurang setuju 7 Lebih senang menonton film

Indonesia ber“genre” horor

37 28 19 12 4 2,18 Tidak setuju 8 Menonton film layar lebar

sudah menjadi hal yang biasa.

11 16 25 41 7 3,17 Kurang setuju 9 Menurut saya sudah banyak

bioskop di Kota Bogor.

4 8 31 47 10 3,51 Setuju 10 Harga tiket menonton film

layar lebar sangat terjangkau.

21 19 36 23 1 2,64 Tidak setuju 11 Saya dapatkan sesuai dengan

harga tiket yang saya beli.

5 10 35 48 2 3,32 Kurang setuju 12 Menonton film layar lebar telah

menjadi sebuah trend.

5 9 21 48 17 3,63 Setuju 13 Mendapatkan tiket menonton

film layar dengan mudah.

2 13 22 55 8 3,54 Setuju 14 Menonton film layar lebar

dengan pacar menyenangkan.

8 15 36 27 14 3,24 Kurang setuju 15 Senang ketika menonton film

layar lebar bersama keluarga.

5 4 28 47 16 3,65 Setuju

Rata-rata 3,09 Kurang

setuju

Pada tabel 13 disajikan data persepsi contoh mengenai film layar lebar. Persepsi contoh dibagi menjadi lima kategori, yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “kurang setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian besar contoh (70%) memiliki persepsi yang tergolong kategori tidak setuju. Berdasarkan hasil tersebut, diduga bahwa contoh merasa kualitas film layar Indonesia masih jauh di bawah kualitas film impor dan merasa bahwa harga tiket menonton film layar lebar masih tergolong mahal untuk para contoh yang masih berstatus sebagai pelajar. Selain itu, para contoh merasa tidak mendapatkan kepuasaan dalam menonton film layar lebar sesuai dengan harga tiket yang mereka beli.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton
Tabel 2 Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara penarikan data penelitian
Tabel 6 Sebaran pendidikan terakhir orang tua contoh Laki-laki Perempuan
Tabel 9  Sebaran usia orang tua contoh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Daya dorong sebuah kajian tergantung pada latar belakang pengarangnya, bisa dari profesinya, asal kebangsaan dan etniknya, kelompok sosial politiknya, atau zaman

Dengan mengetahui faktor dari hasil analisis diagram sebab akibat, maka dilakukan rancangan percobaan metode Taguchi untuk dapat diketahui faktor mana yang paling optimal

Desain penelitian sebagai rancangan atau gambaran yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan suatu penelitian.Penelitian ini adalah jenis penelitian yang bersifat

Peraturan tersebut juga mengatur tentang perubahan besaran jumlah pinjaman untuk setiap Mitra Binaan PK menjadi Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan besaran jasa

Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan aktivitas

1) model pengembangan pembelajaran adalah suatu pola atau kerangka yang sistematis untuk mengembangkan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran..

[r]

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah parasitologi, materi yang dikaji dalam bidang ini yaitu meliputi perbedaan jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah