• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pelarut pada

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 8

2 Rangkaian radas sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) 9 3 Data rendemen produk Zink bis(dibutil ditiofosfat) dengan pelarut yang

berbeda pada waktu reaksi 12 jam di kedua tahap 10

4 Sidik ragam variasi pelarut 11

5 Data hasil analisis kadar Zn dengan pelarut yang berbeda 12

6 Kromatogram HPLC 13

7 Spektrum FTIR 1-butanol, ADTP, dan ZDTP autentik komersial 17 8 Spektrum FTIR daerah bilangan gelombang 4000-400 cm-1 hasil sintesis

Zink bis(dibutil ditiofosfat) dengan berbagai pelarut berbeda 19 9 Spektrum FTIR daerah bilangan gelombang 500-300 cm-1 hasil sintesis

PENDAHULUAN

Kinerja minyak pelumas yang efektif, dapat menjaga mesin tetap bekerja dengan baik dan awet meskipun beban kerja mesin bertambah berat, kondisi pengoperasian sangat ekstrem, dan digunakan untuk waktu yang lama. Minyak pelumas dasar belum mampu memenuhi kriteria tersebut, maka perlu ditambahkan zat lain ke dalam minyak pelumas sebagai aditif (Martisunu 2010). Aditif dalam minyak pelumas telah digunakan sejak tahun 1930, pemakaiannya dapat mencapai 0.5-1.0% bobot pelumas (Sumartini et al. 1996). Fungsi aditif minyak pelumas, di antaranya ialah sebagai dispersan, menahan tekanan ekstrem, menghambat laju korosi, dan mencegah keausan. Bahan aditif minyak pelumas yang digunakan di Indonesia masih merupakan produk-produk impor (Subiyanto

et al. 1995).

Salah satu jenis aditif pelumas yang banyak digunakan adalah Zink dialkilditiofosfat (ZDTP), suatu senyawa koordinasi yang terbentuk dari unsur zink yang terikat pada anion asam ditiofosfat. Senyawa ini bersifat multifungsi, sebagai antioksidan, antiaus, antikorosi, dan penghambat lecet. Sementara bahan aditif lain umumnya memiliki fungsi tunggal, seperti trikresil fosfat sebagai antiaus, benzotriazola sebagai antikorosi, butil hidroksi toluena (BHT) sebagai antioksidan, fenotiazina sebagai antioksidan dalam minyak sintetis (O’Brien 1983). Aplikasi ZDTP sebagai aditif pelumas automotif sangat efisien, tidak toksik, dan biaya produksinya cukup murah (Vipper et al. 1995).

Sintesis ZDTP telah banyak dilakukan menggunakan berbagai rantai alkil dan telah dikembangkan pula metode sintesisnya. Kirichenko et al. (2009) menyintesis ZDTP dari alkil siklik melalui reaksi 2-metilolbisiklo[2.2.1]-5- heptena dengan katalis 1-(N,N-dimetilaminometil)-1,2,4-triazola serta keberadaan sulfur membentuk 8-metilol-3,4,5-tritiatrisiklo[5.2.1.02,6]dekana. Senyawa ini kemudian direaksikan dengan alkohol dan penambahan P2S5 membentuk asam ester ditiofosfat, kemudian direaksikan dengan ZnO sehingga terbentuk zink ditiofosfat yang mengandung substituen trisiklik dengan tritiol. Di samping itu, sintesis ZDTP dengan menggunakan berbagai rantai alkil primer, alkil sekunder, dan aril juga telah dilakukan oleh Spikes (2004) dalam Parekh et al. (2009).

Metode lain untuk menyintesis ZDTP juga dilakukan oleh Mamedova et al.

(1972), Becchi et al. (2001), dan Dinoui et al. (2007) dengan mereaksikan alkohol dan P2S5, lalu direaksikan dengan senyawa Zn seperti zink oksida untuk membentuk ZDTP. Dinoui et al. (2007) juga mereaksikan alkohol dengan P2S5 yang terdispersi dalam minyak mineral. Dalam penelitian ini, alkohol yang digunakan adalah butanol untuk menyintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) dengan nama IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry), Zink dibutoksi-sulfanilidena-sulfida-λ5-fosfana. Metode sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) yang digunakan adalah metode non dispersi, yaitu tanpa penggunaan P2S5 yang terdispersi dalam minyak mineral karena metode ini mudah, sederhana, serta pereaksinya mudah diperoleh. Variasi pelarut sebagai mediator reaksi dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap rendemen sintesis.

METODE

Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) diawali dengan sintesis asam dibutilditiofosfat (ADTP) dari alkohol dengan P2S5 (difosforus pentasulfida) menggunakan variasi pelarut organik. ADTP kemudian direaksikan dengan ZnO. Produk dipisahkan lalu dicirikan menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), spektrofotometer serapan atom (AAS), dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Lampiran 1).

Bahan-bahan p.a yang digunakan adalah n-butanol, P2S5, berbagai variasi pelarut (n-heptana, dietil eter, dan kloroform), HNO3 pekat, asetonitril, ZDTP autentik komersial. Bahan teknis yang digunakan ialah ZnO (zink oksida), Zn- asetat, dan NaOH 50%.

Sintesis dan Pemisahan Zink bis(dibutil ditiofosfat)

Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) mengacu pada Dinoui et al. 2007 melalui dua tahap, yaitu tahap pembentukan ADTP dan Zink bis(dibutil ditiofosfat). ADTP diperoleh dengan mereaksikan 0.03 mol P2S5 dengan 0.12 mol n-butanol, ditambahkan pelarut n-heptana sampai pengaduk terendam. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam labu bulat yang telah dilengkapi pendingin balik dan disambungkan pada penangkap gas H2S berupa larutan Zn-asetat dengan penambahan NaOH 50% hingga bersifat basa (Lampiran 2). Sintesis ADTP dilakukan pada suhu ±70 °C di atas penangas air selama 12 jam sambil diaduk. ADTP yang dihasilkan direaksikan dengan ZnO sebanyak 0.03 mol sambil diaduk 12 jam. Produk yang dihasilkan diekstraksi dengan 15 mL n-heptana sebanyak 3 kali, kemudian fase organik yang terkumpul dicuci dengan air untuk menghilangkan pengotor. Fraksi organik kemudian diuapkan. Produk Zink bis(dibutil ditiofosfat) yang diperoleh ditimbang dan dihitung persen rendemennya serta dibandingkan dengan produk lainnya hasil dari penggunaan pelarut organik dietil eter, dan kloroform.

Pencirian Zink bis(dibutil ditiofosfat) Penetapan Kadar Zn dengan AAS

Sampel Zink bis(dibutil ditiofosfat) ditimbang sebanyak 0.5 g dan ditambahkan 10 mL HNO3 pekat:akuades (1:1). Campuran didestruksi dan ditambahkan sejumlah akuades hingga larut. Larutan hasil destruksi disaring ke labu takar 50 mL lalu ditera dengan akuades. Larutan ini kemudian diukur kadar Zn-nya dengan AAS Shimadzu.

Profil Produk dengan HPLC

Campuran Zink bis(dibutil ditiofosfat) dan asetonitril sebanyak 10 µL diinjeksikan ke dalam HPLC Shimadzu. Kondisi HPLC yang digunakan sebagai berikut:

Kolom : C18

Fase gerak : asetonitril Laju alir : 0.8 mL/menit Detektor : UV, λ = 210 nm

Pencirian Gugus Fungsi dengan FTIR

Sebanyak 0.01 g sampel Zink bis(dibutil ditiofosfat) dicampurkan dengan 0.1 g KBr. Campuran digerus sampai halus kemudian dianalisis dengan spektrofotometer FTIR Prestige 21 Shimadzu dengan resolusi 8 cm-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Sintesis dan Pemisahan Zink bis(dibutil ditiofosfat)

Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) dalam penelitian ini menggunakan variasi pelarut dalam prosesnya. Pelarut yang digunakan dalam sintesis memiliki perbedaan sifat kepolaran: n-heptana, < dietil eter, < kloroform. Pelarut yang baik harus tidak reaktif (lembam) pada kondisi reaksi, dapat melarutkan reaktan dan reagen, memiliki titik didih yang tepat, sehingga mudah dihilangkan pada akhir reaksi (Norman 1978). Pelarut yang mudah melarutkan reaktan dan reagen memiliki prinsip like dissolves like, yaitu reaktan yang nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar sedangkan reaktan yang polar akan larut dalam pelarut polar. Sifat nonpolar pada pelarut n-heptana dapat memudahkan reaksi yang terjadi antara P2S5 yang bersifat nonpolar terhadap butanol yang memiliki gugus alkil meskipun bersifat polar. Sehingga n-heptana dapat melarutkan P2S5 dan butanol dengan lebih baik dibandingkan dengan dietil eter dan kloroform yang bersifat polar.

Rendemen sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) dengan pelarut n-heptana, dietil eter, dan kloroform berturut-turut 97%, 92%, dan 98% (Lampiran 3). Data yang dihasilkan tidak berbeda signifikan, menggambarkan bahwa penggunaan pelarut yang berbeda tidak berpengaruh terhadap nilai rendemen. Hasil uji statistik menggunakan SAS versi 9.0(Lampiran 4), memberikan nilai koefisien keragaman sebesar 1.49% dengan nilai probabilitas lebih besar dari nilai F. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai rendemen dengan perbedaan pelarut organik tidak berbeda nyata, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan pelarut n-heptana, dietil eter, maupun kloroform menghasilkan nilai rendemen yang sama.

Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) diawali dengan pembentukan ADTP dalam kondisi tertutup untuk mencegah ADTP teroksidasi oleh udara. Oksidasi akan membentuk senyawa dimer ADTP yang kurang stabil, sehingga sulit untuk digunakan pada reaksi tahap selanjutnya. Skema sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) ditunjukkan pada Gambar 1.

Dokumen terkait