• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Dalam dokumen A L W A T Z I K H O E B I L L A H (Halaman 37-48)

Abu Faris, Muhammad Abdul Qadir, Dr., Fiqih Politik Hasan Al Banna. Media Insani Publishing, Solo, 2011.

Amin, Jum’ah., Ats Tsawabit wal Mutaghayyirat: Konsep Permanen dan Fleksibel

Dakwah Ikhwan. Al I’tishom, Jakarta, 2011.

Al Banna, Hasan., Mudzakkiratud Da’wah wad Da’iyah. Era Adicitra Intermedia, Solo, 2013.

Al Banna, Hasan., Majmu’atur Rasail: Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al Banna jilid

1. Al I’tishom, Jakarta, 2012.

Al Banna, Hasan., Majmu’atur Rasail: Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al Banna jilid

2. Al I’tishom, Jakarta, 2012.

Al Banna, Hasan., Majmu’atur Rasail: Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al Banna jilid

3. Al I’tishom, Jakarta, 2012.

Al Banna, Hasan., Majmu’atur Rasail: Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al Banna jilid

4. Al I’tishom, Jakarta, 2013.

Hawwa, Sa’id., Fi Afaqi Ta’alim: Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Banna

dalam Risalah Ta’alim. Era Intermedia, Solo, 2005

Hawwa, Sa’id., Tarbiyah Ruhiyah Konsep Pembersihan Hati Aktivis Dakwah. Era

Adicitra Intermedia, Solo, 2010.

Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian Ketiga. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000.

Nurdi, Herry., Perjalanan Meminang Bidadari: Kisah Luarbiasa 10 Tokoh Syahid

Modern. Lingkar Pena Publishing House, Jakarta, 2011.

Ar Rasyid, Muhammad Ahmad., Tadzkiratun Naqib. Robbani Press, Jakarta, 2015. Ridha, Abu., Islam dan Politik Mungkinkah Bersatu?. Syaamil Cipta Media, Bandung,

2004.

Samuddin, Rappung, Fiqih Demokrasi, Gozian Press, Jakart, 2013.

As Sisiy, Abbas., Ikhwanul Muslimin dalam Kenangan. Gema Insani Press, Jakarta, 2001. Sjafril, Akmal., Geliat Partai Dakwah Memasuki Ranah Kekuasaan. Afnan Publishing,

Jakarta, 2013.

Syamakh, Amer., Al Ikhwan Al Muslimun Siapa dan Apa yang Kami Inginkan. Era Adicitra Intermedia, Solo, 2011.

Al Qaradhawi, Yusuf., Fiqh Negara. Robbani Press, Jakarta, 1997.

Al Qaradhawi, Yusuf . Tarbiyah Hasan Al Banna Dalam Jamaah Al Ikhwan Al Muslimun. Robbani Press, Jakarta, 2005.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora) 35 -POTRET PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

Etriadi*

ABSTRAK

Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Budha telah dianut oleh masyarakat Indoesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilayah Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa poin penting antara lain: 1 Awal masuknya Islam di Indonesia 2. Cara masuknya Islam di Indonesia 3. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara 4. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah 5. Peranan Umat Islam dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. 6. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik Islam dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia.

KATA KUNCI: Penyebaran dan Perkembangan Islam dengan Damai PENDAHULUAN

Awal masuknya Islam di Indonesia Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, keraja an Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan. Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia,

menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20

Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau

*Dosen IAIS Sultan Muhammad Syfiuddin Sambas

pada abad ke tujuh masehi. (Musyrifah Sunanto, 2012).

Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah (Wathoni, Kharisul, 2002). Cara Masuknya Islam di Indonesia

Indonesia Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penja-jahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Ka-rena memang para ulama berpegang teguh

pada prinsip “Tidak ada paksaan untuk

(memasuki) agama (Islam).

Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ; (Azumardi Azra, 2002).

a. Perdagangan. Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya keraja-an Islam seperti kerajakeraja-an Islam Malaka

IAIS Sambas Vol. 4 No. 1 Januari – Juni 2018 dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh,

maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntu-ngan duniawi juga mereka mencari ke-untungan rohani yaitu dengan menyiar-kan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.

b. Kultural. Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan peng embangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.

c. Pendidikan Pesantren. Pendidikan

pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Cara

da’i dan muballig yang menyebarkan

Islam diseluruh pelosok Nusantara

adalah keluaran pesantren. Datuk

Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.

d. Kekuasaan Politik. Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di

pulau Jawa, misalnya kesultanan

Demak, merupakan pusat dakwah dan

menjadi pelindung perkembangan

Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di

Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di

seluruh Nusantara melakukan

komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.

Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara

Di Sumatra Kesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa

wilayah Nusantara yang mula-mula

dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai. Di Jawa Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai pedagang.

Bisa jadi Muawiyah saat itu baru

penjajagan saja, tapi proses dakwah

selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang

berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat (Masykuri, Abdillah, 2003).

Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu sbb: Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik Raden Ali Rahmatullah (Sunan

IAIS Sambas Vol. 4 No. 1 Januari – Juni 2018 Ampel). Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M.

Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajar-kan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Jasa-jasa Sunan Ampel. Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan. Berperan aktif dalam

mem-bangun Masjid Agung Demak yang

dibangun pada tahun 1479 M.

Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku) Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa

menjelang keruntuhan Majapahit, ia

dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia mengganti-kannya sebagai mufti tanah Jawa. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim). Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M. Sunan Kalijaga (Raden Syahid). Ia tercatat paling

banyak menghasilkan karya seni

berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam. Sunan Drajat. Nama aslinya adalah Syarifudin (putra

Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang

sosial. Beliau juga mengkader para da’i

yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon. Syarif Hidayatullah. Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menen-tukannya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali. Sunan Kudus.

Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq.

Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara. Sunan Muria. Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan

Islam dengan menggunakan sarana

gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus. Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti : Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum

(1465-1486). Setelah beliau wafat

digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

IAIS Sambas Vol. 4 No. 1 Januari – Juni 2018 Peranan Umat Islam dalam Mengusir

Penjajah

Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. Yang juga berwarna merah dan putih. Rasulullah saw pernah bersabda:” Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl,

merah dan putih “. Begitu juga dengan

bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik. Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan membas-mikezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk yang

berlabel nasionalis radikal sekalipun

sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam (M. Syafi’I, Anwar, 1997).

Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno sendiri pernah jadi guru Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang hanya memperjua-ngkan emansipasi wanita. Ia seorang pejua-ng Islam yapejua-ng sedapejua-ng dalam perjalanan me-nuju Islam yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari kegelapan (jahiliyah) kepada cahaya terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah terang). Patimura seorang pahlawan yang diklaim sebagai seorang Nasrani sebenar-nya dia adalah

seorang Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang Muslim yang memimpin

perjuangan rakyat Maluku melawan

penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut fakta sejarah adalah seorang

Muslim. Semangat jihad yang

dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan

yang mulia bahkan wali sanga

menyebarkannya lewat seni dan budaya.

Para da’i Islam sangat paham dan

menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17:”Tidak ada kewajiban bagi. Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam Indonesia dalam mengusir penjajah.

1. Penjajah Portugis Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani). Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib.

2. Penjajah Belanda Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu untuk

IAIS Sambas Vol. 4 No. 1 Januari – Juni 2018 memonopoli perdagangan dan

menanam-kan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan

di wilayah Nusantara. Jika Portugis

menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa berat penderitaan kaum Muslimin semasa penjajahan Belanda. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam sebanyak-banyaknya dan

membiarkan rakyat Indonesia dalam

keadaan miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka: Hidup mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan: “Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh sejarahnya

sampai kemerdekaannya”. Sejarah telah

mencatat sederetan pahlawan Islam

Indonesia dalam melawan Belanda yang sebagian besar adalah para Ulama atau para kyai antara lain: Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama panglima lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas Juned, dan Raden

Mas Rajab. Konon dalam perang

Diponegoro ini sekitar 200 ribu rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh tewas sekitar 8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari Jawa Barat misalnya

Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris

(memimpin perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas) Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari kesultanan Aceh misalnya Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku Cik Ditiro, Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien, Habib Abdul

Rahman, Imam Leungbatan, Sultan

Alaudin Muhammad Daud Syah, dan lain-lain.

3. Penjajahan Jepang.

Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10 januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942. Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti oleh penjajah

Jepang. Ibarat pepatah “Lepas dari mulut

harimau jatuh ke mulut buaya”, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun yang pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke negerinya. Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan yang mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam sumur, para wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha). Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim dirinya sebagai saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan kembali

Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang

telah terbentuk pada pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau kooperatif dengan pemerintah penjajah

IAIS Sambas Vol. 4 No. 1 Januari – Juni 2018 Jepang bahkan melakukan gerakan bawah

tanah misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.

4. Sekutu dan NICA Tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia baru saja diproklamirkan, tanggal 15 september 1945 datang lagi persoalan baru, yaitu datangnya tentara sekutu yang diboncengi

NICA (Nederland Indies Civil

Administration). Mereka datang dengan

penuh kecongkakan seolah-olah paling berhak atas tanah Indonesia sebagai bekas jajahannya. Kedatangan mereka tentu saja mendapat reaksi dari seluruh bangsa Indonesia. Seluruh umat Islam bergerak kembali dengan kekuatan senjata seadanya melawan tentara sekutu dan NICA yang

bersenjatakan lengkap dan modern.

Perlawanan terhadap sekutu dan NICA antara lain: Dengan taktik perang gerilya, pertempuran arek-arek Surabaya, Bandung lautan Api, pertempuran di Ambarawa dan lain-lain (Mas’ud Abdurrahman, 2006). Peranan Umat Islam Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan

Indonesia,

Tidak disangsikan lagi peran kaum Muslimin terutama para ulama. Mereka

berkiprah dalam BPUPKI (Badan

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945. Lebih jelas lagi ketika Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas merumuskan tujuan dan maksud didirikan-nya negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9 orang yang semuanya adalah Muslim atau para ulama kecuali satu orang beragama Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno Tjokrosuyono dan A.A. Maramis (Kristen)

Meski dalam persidangan-persidangan

merumuskan dasar negara Indonesia terjadi banyak pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam

bukunya Piagam Jakarta) kelompok

nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis

sekuler. Kelompok Nasionalis Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam

dijadikan dasar negara Indonesia.

Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok sehingga melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi:

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalan kan syareat bagi pemeluk-pemeluknya. 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Daliman, 2012).

Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari Mukaddimah UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17 Agustus 1945 adalah republik

Dalam dokumen A L W A T Z I K H O E B I L L A H (Halaman 37-48)