• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Pengembangan UKM

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Suryadharma, (2007). Kembangkan Lembaga Keuangan Mikro dari Dana CSR (Wawancara dalam Majalah Bisnis & CSR: Reference for Decision

Maker).

Baedhowi. 2001. Studi Kasus dalam Teori dan Paradigma Penelitian Sosial oleh Salim, Agus (ed.). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Budimanta, Arif, Adi Prasetijo, dan Bambang Rudito. 2004. Corporate Social Responsibility ”Alternatif Bagi Pembangunan Indonesia”. ICSD.

Denzin, NK dan YS Lincoln (eds). 2000. Handbook of Qualitative Research

(Second Edition), Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publication.

Dipta, I Wayan, 2008. Strategi Penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) melalui Kerjasama Kemitraan Pola CSR. INFOKOP

VOLUME 16 September 2008 (62-75).

Djogo, Tony, Sunaryo, Didik Suharjito, dan Martua Sirait. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF) Bogor.

Israel, Arturo. 1992. Pegembangan Kelembagaan: Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia. LP3ES.

Krisnamurthi, Bayu. 2005. Pengembangan Keuangan Mikro bagi Pembangunan Indonesia. Media Informasi Bank Perkreditan Rakyat. Edisi IV Maret 2005.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Nursahid, Fajar. 2006. Tanggung jawab sosial BUMN “Analisis terhadap Model Kedermawanan Sosial PT Krakatau Steel, PT Pertamina dan PT Telekomunikasi Indonesia”. Penerbit Piramedia, Depok.

Perusahaan Geothermal. 2006. Community Engagement Report 2005-2006. Indonesia: Perusahaan Geothermal.

___________________. 2007. Community Engagement Report 2007. Indonesia: Perusahaan Geothermal.

___________________. 2008. Community Engagement Report 2008. Indonesia: Perusahaan Geothermal.

Saidi, Zaim, dkk. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan”, Profil dan Pola Distribusinya di Indonesia : Survei 226 Perusahaan di 10 Kota oleh PIRAC. Jakarta : Ford Foundation.

Syahyuti. 2003. Model Kelembagaan Penunjang Pengembangan Pertanian di Lahan Lebak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Sitorus, M. T. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu perkenalan. Kelompok Dokumentasi ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropolog dan Kependudukan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Subagio, Amin. 2005. Pengembangan Kelembagaan Pangan Masyarakat dalam Pemantapan Ketahanan Pangan dan Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus Desa Damparan, Kecamatan Dusun Hilir, Kabupaten Barito Selatan,

Provinsi Kalimantan Tengah). Tesis. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Sumodiningrat, Gunawan, 2007. Peranan Lembaga Keuangan Mikro. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_13/artikel_2.htm diakses pada 20 September 2009.

Susanto, A. B. 2007. Corporate Social Responsibility : A Strategic Management Approch. Jakarta : The Jakarta Consulting Group.

Umar, Husein. 2008. Strategic Management in Action: Konsep, Teori, dan Teknik Menganalisis Manajemen Strategis Strategic Business Unit Berdasarkan Konsep Michael R. Porter, Fred R. David, danWheelen-Hunger. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Lampiran 1

GLOSSARY

AHP : Analisis Hierarki Proses

AMDAL : Analisi mengenai dampak lingkungan Antam : Aneka Tambang Tbk.

BLT : Bantuan Tunai Langsung BPS : Badan Pusat Statistik BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CD : Community Development

CE : Community Engagement

CSR : Corporate Social Responsibility

CU : Credit Union

DO : Drop Out

HES : Health, Environmental, and Safety

KK : Kepala Keluarga

KM : Kilo Meter

KKP : Kuliah Kerja Profesi

KPP : Komunitas Peduli Pendidikan LKM : Lembaga Keuangan Mikro LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat MOU : Memorandum of Understanding

MUSRENBANG : Musyawarah Perencanaan Pembangunan PG : Perusahaan Geothermal

PT : Perseroan Terbatas

Pustu : Pusat kesehatan masyarakat pembantu

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

SD : Sekolah Dasar SDA : Sumberdaya Alam SDM : Sumberdaya Manusia

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas

Sorak : Solidaritas rakyat kecamatan Kabandungan (LSM) TNGHS : Taman Nasional Gunung Halimun Salak

UKM : Usaha Kecil dan Menengah UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pasal 74 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menerangkan bahwa sebuah perusahan berkewajiban melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pasal tersebut mencantumkan bahwa “perseroan yang menjalankan kegiatan/usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam (SDA) wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya (Susanto, 2007). Pasal tersebut juga menyebutkan bagi perusahaan yang tidak menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungannya akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan keluarnya peraturan tersebut serentak menuai kontroversi dari pihak perusahaan. Ada sebagian dari perusahaan yang keberatan dengan keputusan tersebut, namun sebaliknya ada juga perusahaan yang tidak terlalu memperdulikan atau tidak merasa berat dengan pasal tersebut.

CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama

stakeholder terkait, terutama adalah masyarakat disekeliling dimana perusahaan tersebut berada. Seyogyanya program CSR dapat dilakukan secara terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan. Berawal dari kebutuhan untuk memperoleh “izin sosial” dari komuniti, peran CSR semakin penting dalam mendorong semakin luasnya tanggung jawab sosial korporat bagi terciptanya keseimbangan pembangunan baik ekonomi, sosial maupun lingkungan. Hal ini juga berangkat dari kenyataan bahwa perusahaan bukan hanya entitas bisnis

belaka tetapi juga entitas sosial sehingga keberadaannya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar (Budimanta 2002).

Budimanta (2002) juga menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam membangun hubungan antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang lebih berkualitas adalah melalui pengembangan strategic partnership dan

trust building. Terkait dengan implementasi CSR, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan pekonomian masyarakat sekitar dengan cara pengembangan usaha kecil menengah (UKM) yang terdapat di sekitar lingkungan perusahaan. Peran perusahaan dalam pengembangan UKM dapat dilakukan dengan memberikan bantuan kepada UKM sehingga UKM tersebut dapat membentuk capacity building, financial support dan jalur pemasaran yang kuat.

Perusahaan Geothermal (PG) merupakan salah satu perusahaan yang mengembangkan UKM sebagai salah satu program CSRnya. Perusahaan ini bergerak dalam bidang pertambangan gas alam dengan memanfaatkan panas yang terkandung didalam perut bumi (geothermal energy). Keberlangsungan perusahaan ini tidak terlepas dari kewajibannya untuk membayar pajak dan melakukan CSR yang dalam prosesnya CSR ini diurusi oleh bagian eksternal perusahaan tersebut atau yang biasa disebut kehumasan yang berhubungan dengan pihak-pihak luar perusahaan. CSR PG lebih disebut sebagai Community Engagement (CE) daripada CD/CSR karena konsep CE lebih bersifat luas dengan memadu padankan konsep-konsep yang terdapat pada pemberdayaan masyarakat dan partisipatif/kolaborasi dengan pihak lain, tidak sekedar memberdayakan

masyarakat tetapi melihat keberlangsungan dan keterlibatan aktif berbagai pihak dalam menjalankan prosesnya.

CE yang dilakukan PG berdasar pada tiga aspek yaitu; pendidikan, kesehatan, ekonomi yang berfokus di tiga kecamatan sekitar wilayah kerjanya yaitu; Kalapanunggal, Kabandungan dan Pamijahan (Community Engagement Report PG, 2007). Program-program CE yang dilakukan PG tersebut dijalankan melalui fasilitator ahli serta tokoh-tokoh masyarakat yang juga bekerjasama dengan dinas-dinas pemerintahan setempat serta LSM. Adapula proposal (usulan proyek) yang masuk ke perusahaan sebelumnya dikoordinasikan bersama Pemerintah Daerah guna memastikan adanya dampak maksimal dalam peningkatan mutu kehidupan warga setempat. Kemudian dilakukan pengecekan agar sejalan dengan tujuan PG untuk kegiatan kemanusiaan dan pembangunan, serta memenuhi pedoman keuangan dan audit. Ada beberapa jenis kegiatan yang dilarang keras dan tidak akan dibiayai, termasuk kegiatan politik, serta proyek- proyek yang tidak berdampak luas terhadap masyarakat (Community Engagement Report PG, 2005-2006).

Salah satu program CE yang dijalankan oleh PG dalam aspek ekonomi adalah Income Generating (Dana Bergulir) dengan tujuan memberdayakan ekonomi kerakyatan masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan. Berdasarkan

Community Engagement Report PG (2007), program ini menawarkan kursus- kursus pada pertanian, perikanan, dan home industry dengan menyediakan bantuan dalam menjalankan usaha, selain itu PG juga menawarkan program pendampingan dalam program peningkatan ekonomi masyarakat setempat di dalam pelaksanaan usaha kecil dan menengah (UKM). Dalam proses

pengembangan UKM tersebut perusahaan melibatkan stakeholder lain untuk berkolaborasi agar program ini dapat berkelanjutan. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah menjalin kemitraan antara perusahaan dengan UKM yang ada dimasyarakat melalui pemberian modal, pelatihan, dan media penyaluran hasil UKM tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Perusahaan Geothermal (PG) dengan program CSRnya yang biasa disebut dengan CE (Community Engagement), telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun, walaupun telah menjalankan kewajibannya ini PG masih saja menemui kendala-kendala dalam keberlangsungan kegiatan untuk mensukseskan program tersebut secara berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan penulis kaji adalah sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi program pengembangan Usaha Kecil dan Menengah oleh Perusahaan Geothermal sebagai salah satu bentuk

Corporate Social Responsibility Perusahaan?

2. Bagaimana peran para stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan UKM ini?

3. Bagaimana strategi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah yang tepat berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang penulis sebutkan di atas, maka tujuan untuk penelitian ini adalah menjawab perumusan masalah tersebut, yaitu:

1. Mengetahui latar belakang pengembangan Usaha Kecil dan Menengah oleh Perusahaan Geothermal sebagai salah satu bentuk Corporate Sosial Responsibilitynya.

2. Mengetahui seberapa jauh peran stakeholder yang terlibat dalam program pengembangan Usaha Kecil dan Menengah serta peran dari lembaga-lembaga yang terlibat dalam program tersebut.

3. Merumuskan strategi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder yang terlibat.

1.4 Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran dalam memahami pengembangan UKM sebagai bentuk CSR perusahaan. Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi sarana evaluasi dan informasi data baik bagi pemerintah, swasta, LSM, akademisi maupun masyarakat setempat. Di samping itu, penelitian ini mencoba untuk menawarkan saran terbaik terhadap strategi pengembangan UKM selanjutnya berdasarkan pendapat dari tiap-tiap stakeholder

2.1 Konsep Kelembagaan

Kelembagaan umumnya banyak dibahas dalam sosiologi, antropologi, hukum dan politik, organisasi dan manajemen, psikologi maupun ilmu lingkungan yang kemudian berkembang ke dalam ilmu ekonomi karena kini mulai banyak ekonom berkesimpulan bahwa kegagalan pembangunan ekonomi umumnya karena kegagalan kelembagaan. Dalam bidang sosiologi dan antropologi kelembagaan banyak ditekankan pada norma, tingkah laku dan adat istiadat. Dalam bidang ilmu politik kelembagaan banyak ditekankan pada aturan main (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk kepentingan bersama atau umum (public). Ilmu psikologi melihat kelembagaan dari sudut tingkah laku manusia (behaviour). Ilmu hukum menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut hukum, aturan dan penegakan hukum serta instrumen dan proses litigasinya (Djogo, dkk, 2003).

Djogo dkk (2003) juga menyebutkan bahwa pada umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam konteks ini sangat penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi lembaga pada peraturan yang mengatur perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi untuk harus berpikir positif ke arah norma-norma yang menjelaskan perilaku mereka tetapi juga pemahaman akan lembaga ini memusatkan perhatian pada pengertian

mengapa orang berprilaku atau bertindak sesuai dengan atau bertentangan dengan peraturan yang ada.

Kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu; “aspek kelembagaan” dan “aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm), custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain. Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Lebih jauh aspek struktural mencakup: peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, klik, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif cepat (Subagio, 2005).

Israel (1992) mengungkapkan bahwa konsep umum mengenai lembaga meliputi apa yang ada pada tingkat lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, institusi-institusi, departemen-departemen di pemerintah pusat dan sebagainya. Sebuah lembaga dapat merupakan milik negara atau sektor swasta dan juga bisa mengacu pada fungsi-fungsi administrasi pemerintah. Sedangkan menurut Uphoff dalam Shahyuti (2003), istilah kelembagaan dan organisasi sering membingungkan dan bersifat interchangeably. Secara keilmuan, ‘social institution’ dan ‘social organization’ berada dalam level yang sama, untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, grup, sosial form, dan

lain-lain yang relatif sejenis. Namun, perkembangan akhir-akhir ini, istilah “kelembagaan” lebih sering digunakan untuk makna yang mencakup keduanya sekaligus. Ada beberapa alasan kenapa orang-orang lebih memilih istilah tersebut. Kelembagaan lebih dipilih karena kata “organisasi” menunjuk kepada suatu sosial form yang bersifat formal, dan akhir-akhir ini semakin cenderung mendapat

image negatif.

Sejalan dengan pernyataan Subagio (2005), Koentjaraningrat (1974) menyatakan tujuan dari kelembagaan sosial adalah memenuhi kebutuhan pokok manusia, maka ia dapat dikategorikan berdasarkan jenis-jenis kebutuhan pokok tersebut. Kemudian mengkategorikannya ke dalam delapan golongan sebagai berikut:

a. Kelembagaan kekerabatan/domestik: memenuhi kebutuhan hidup kekerabatan. Contoh: pelamaran, poligami, perceraian, dan lain-lain.

b. Kelembagaan Ekonomi: memenuhi pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, mendistribusikan harta benda. Contoh: pertanian, peternakan, industri, koperasi, perdagangan, sambatan, dan lain-lain.

c. Kelembagaan pendidikan: memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Contoh: pendidikan dasar/ menengah/tinggi, pers, dan lain-lain.

d. Kelembagaan ilmiah: memenuhi kebutuhan ilmiah manusia dan menyelami alam semesta. Contoh: pendidikan ilmiah, penelitian, metode ilmiah, dan lain-lain.

e. Kelembagaan estetika dan rekreasi: kebutuhan manusia untuk menyatakan rasa keindahannya dan rekreasi. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, kesusastraan, dan lain-lain.

f. Kelembagaan keagamaan: memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib. Contoh: upacara, selamatan, pantangan, dan lain-lain.

g. Kelembagaan politik: memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan kelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara. Contoh: pemerintahan, kepartaian, demokrasi, kepolisian, kehakiman, dan lain-lain.

h. Kelembagaan somatik: memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh: pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan kecantikan, dan lain-lain.

2.2 Konsep Corporate Social Responsiblity

Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. Dari kata-kata ‘corporate’, ‘social’ dan ‘responsibility’ yang terkandung dalam istilah ini maka CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya1. Kamus online Wikipedia mendefinisikan CSR sebagai suatu konsep bahwa suatu organisasi (khususnya, tapi tidak terbatas pada, perusahaan) memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pelanggan, karyawan, pemegang saham, komunitas dan pertimbangan-pertimbangan

1

http://www6.miami.edu/ethics/pdf_files/csr_guide.pdf, , diakses pada tanggal 18 Agt. 2009

ekologis dalam segala aspek dari usahanya2. Sementara Schermerhorn (1993) secara singkat mendefinisikannya sebagai kewajiban dari suatu perusahaan untuk bertindak dalam cara-cara yang sesuai dengan kepentingan perusahaan tersebut dan kepentingan masyarakat secara luas3.

The International Organization of Employers (IOE) mendefinisikan CSR sebagai "initiatives by companies voluntarily integrating social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders". Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama, CSR merupakan tindakan perusahaan yang bersifat sukarela dan melampaui kewajiban hukum terhadap peraturan perundang-undangan Negara. Kedua, definisi tersebut memandang CSR sebagai aspek inti dari aktifitas bisnis di suatu perusahaan dan melihatnya sebagai suatu alat untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan4.

Definisi yang diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya5. Dari definisi ini kita melihat

2

Asongu, J.J., “The History of Corporate Social Responsibility” (http://www.jbpponline.com/article/view/1104/842), diakses pada tanggal 1 Agt. 2009

3

http://www.personal.psu.edu/kez5001/CSR.htm mengutip Schermerhorn, John. Management. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2005, diakses pada tanggal 1 Okt. 2009

4

Burkett W., Brian dan Douglas G. Gilbert, “Voluntary Regulation of International Labour Standards: An Overview of the Corporate Social Responsibility Phenomenon” diakses dari http://library.findlaw.com/2005/Jul/11/246322.html pada tanggal 20 Agt. 2009 mengutip "Corporate Social Responsibility: An IOE Approach," International Organization of Employers Position Paper, at p. 2, online: http://www.uscib.org/ docs/03_21_03_CR.pdf

5

Asongu, J.J., op.cit. dan http://www.mallenbaker.net/csr/CSRfiles/definition.html , diakses pada tanggal .1 Agt. 2009

pentingnya ‘sustainability’ (berkesinambungan /berkelanjutan), yaitu dilakukan secara terus-menerus untuk efek jangka panjang dan bukan hanya dilakukan sekali-sekali saja. Konsep CSR memang sangat berkaitan erat dengan konsep

sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan).

Pada dasarnya CSR merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial yang berkembang sebagai wujud dari sebuah good corporate governence. Pada sisi ini, CSR dilihat sebagai aplikasi dari keberadaan korporat sebagai salah satu elemen sosial yang merupakan bagian dari etika bisnis. Dalam hal ini, pelaksanaan CSR mengacu pada konsep yang lebih luas dan global. Corporate social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) merupakan suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat disekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan (Budimanta, 2002).

Pandangan konsep manajemen modern, menyebutkan bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para individu yang terlibat di dalamnya dan

stakeholders di luar perusahaan. Oleh karena itu selain bertanggung jawab secara internal bagi kelangsungan usahanya, pemilik perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial kepada publik. Menurut pandangan ini, masyarakat adalah sumber dari segala sumberdaya yang dimiliki dan direproduksinya. Para profesional bekerja untuknyapun memiliki tanggung jawab ganda, selain kepada pemilik juga kepada publik. Kesan dan komitmen perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya merupakan keputusan yang secara sepintas tidak sejalan atau bahkan bertolak belakang dengan tanggung jawab lainnya, terutama, tanggung

jawab untuk menghasilkan laba sebesar-besarnya. Memberi sumbangan, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial, bukan saja terkesan sebagai pekerjaan yang tidak perlu, melainkan juga bisa mengacaukan misi utama perusahaan-yakni mencari keuntungan (Saidi, dkk. 2003).

Nursahid (2006) menyatakan bahwa penerapan etik dalam dunia bisnis berkaitan erat dengan apa yang sekarang ini berkembang dan dikenal sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility); yakni tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi

stakeholder-nya yang terkena pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dari operasi perusahaan. Perusahaan dapat mengadopsi konsep CSR ini dalam pengertian terbatas dan luas, meski pada umumnya pengertian dalam arti luas lebih dapat diterima. Dalam pengertian terbatas, tanggung jawab sosial suatu perusahaan dipahami sebagai upaya untuk tunduk dan memenuhi hukum dan aturan main yang ada. Perusahaan tidak bertanggung jawab untuk memahami ”apa yang ada” (konteks) di sekitar aturan tersebut, karena perusahaan mungkin saja menginterpretasikan secara ”kreatif” aturan-aturan hukum untuk kepentingan mereka, terutama ketika aturan tersebut tidak cukup spesifik mengatur apa yang legal dan tidak legal, atau perilaku apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.

CSR dalam pengertian luas dipahami sebagai konsep yang lebih ”manusiawi” di mana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi–termasuk di dalamnya organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur tanggung

jawab sosial dapat dilakukan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan stakeholder-nya.

Perusahaan juga harus bertanggung jawab secara etis. Ini berarti sebuah perusahaan berkewajiban mempraktikkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat harus menjadi rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari. Lebih dari itu, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab filantropis yang mensyaratkan agar perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan operasi bisnis sebuah perusahaan (Nursahid, 2006).

Motif Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Steiner dalam Nursahid (2006) menyatakan bahwa terdapat sejumlah alasan mengapa perusahaan memiliki program-program filantropik atau program tanggung jawab sosial, yaitu: pertama, untuk mempraktikkan konsep ”good corporate citizenship”. Kedua, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Dan ketiga adalah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terdidik.

Tanggung jawab sosial perusahaan biasanya didasari dua motif sekaligus, yakni: motivasi untuk menyenangkan atau membahagiakan orang lain (altruisme) pada satu sisi dan pada saat yang bersamaan terjadi pula bias kepentingan perusahaan di sisi lain. Tipologi kedermawanan tanggung jawab sosial terbagi menjadi lima kategori, yaitu: charity (amal atau derma), image building

(promosi), facility (insentif pajak), security prosperity (ketahanan hidup atau peningkatan kesejahteraan, dan money laundring (manipulasi). Memahami beragam motivasi kedermawanan ini penting dari perspektif etis agar tujuan

normatif kedermawanan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak terdistorsi dan dimanipulasi oleh kepentingan yang tidak sehat.

Tahapan Charity Philanthropy Corporate

Dokumen terkait