• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Dalam dokumen laporan praktikum HPLC (Halaman 31-38)

http://bangpae.blogspot.com/2012/09/laporan-kromatografi-cair-kinerja-tinggi.html

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Tujuan Percobaan Praktikum

Pemisahan senyawa dengan metode High Performance Liquid Chromatografr (HPLC). 1.2. Teori

Kromatografi gas adalah salah satu mode pemisahan kromatografi yang digunakan untuk Memisahkan semua zat yang berbentuk uap/gas atau dapat diuapkan ,tanpa mengalami penguraian dan menggunakan gas sebagai fase geraknya.prinsip kerja dari metode kromatografi gas adalah menyuntikkan contoh kedalam ujung kolom kromatografy gas,lalu contoh tersebut diuapkan dan dielusi oleh gas inert yang digunakan sebagai fase geraknya.perbedaan yang cukup mencolok dari sebagian besar metode kromatografi lainnya yaitu terletak pada fase geraknya .fase gerak yang digunakan tidak ikut berinteraksi dengan senyawa atau molekul dari alat tersebut,sehingga fase gerak yang digunakan hanya berfungsi sebagai zat yang membawa alat kedalam kolom. Keuntungan dari analisis menggunakan kromatografi gas adalah kecepatan analis yang relative lebih cepat dalam memisahkan komponen dari suatu senyawa yang tentunya sangat beragam.selain itu kromatografi gas dapat memisahkan senyawa-senyawa yang memiliki perbedaan titik didih yang sangat kecil dan tidak mungkin dipisahkan dengan cara penyulingan atau cara lain.

Analisis dengan menggunakan kromatografi gas merupakan salah stu teknik analisis yang memiliki tingkay kepekaan yang sangat tinggi,sehingga dapat digunakan untuk analisis dengan rentang yang sangat luas kepekaan dari kromatografy gas adalah dapat mendeteksi sampai satuan ppb (part per billion).keuntungan tambahan dari tingkat kepekaan yang tinggi adalah cuplikan yang diperlukan sangat sedikit sekali .dengan beberapa mikroliter saja,sudah mampu untuk menganalisis secara lengkap .komponen-komponen kromatografi gas umumnya terdiri atas tangki gas pembawa ,injector ,kolom berikut oven ,detector dan system pengolah data.

Kromatografi gas-cair (biasa disebut kromatografi gas) merupakan analisis yang sangat bermanfaat

Pelaksanaan kromatografi gas-cair

Pengantar

Seluruh bentuk kromatografi terdiri dari fase diam dan fase gerak. Dalam seluruh bentuk kromatografi yang lain, anda akan menemui fase gerak adalah cairan. Dalam kromatografi gas-cair, fase gerak adalah gas seperti helium dan fase diam adalah cairan yang mempunyai titik didih yang tinggi diserap pada padatan.Bagaimana kecepatan suatu senyawa tertentu

bergerak melalui mesin, akan tergantung pada seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya melekat pada cairan dengan jalan yang sama. Diagram alir kromatografi gas-cair

Injeksi sampel

Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal (Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet tersebut.Injektor berada dalam oven yang mana temperaturnya dapat dikontrol. Oven tersebut cukup panas sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya.

Bagaimana kerja kolom?  Material padatan

Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya. Untuk menyederhanakan, kita akan melihat pada kolom terpadatkan. Kolom biasanya dibuat dari baja tak berkarat dengan panjang antara 1 sampai 4 meter, dengan diameter internal sampai 4 mm. Kolom digulung sehingga dapat disesuaka dengan oven yang terkontrol secara termostatis. Kolom dipadatkan dengan tanah diatomae, yang merupakan batu yang sangat berpori. Tanah ini dilapisis dengan cairan bertitik didih tinggi, biasanya polimer lilin.

Temperatur kolom

Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai 250 oC. Temperatur kolom lebih rendah

daripada gerbang injeksi pada oven, sehingga beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada aw.al Kolom Dalam beberapa kasus, seperti yang anda akan lihat pada bagian bawah, kolom memulai pada temperatur rendah dan kemudian terus menerus menjadi

lebih panas dibawah pengawasan.

Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:

Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam

Molekul dapat tetap pada fase gas

Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat permanen. Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom. Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan menguap kembali dengan dengan jalan yang sama seperti air yang menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 100 oC. Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada didalam kolom. Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam cair. Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding yang lainnya. Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan waktunya untuk diserap pada fase diam: sedangkan senyawa yang suka larut akan menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas. Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan

dalam satu pelarut satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai partisi.Sekarang, anda bisa beralasan untuk memperdebatkan bahwa gas seperti helium tidak dapat dijelaskan sebagai “pelarut”. Tetapi, istilah partisi masih dapat digunakan dalam kromatografi gas-cair. Anda dapat mengatakan bahwa substansi antara fase diam cair dan gas. Beberapa molekul dalam substansi menghabiskan waktu untuk larut dalam cairan dan beberapa lainnya menghabiskan waktu untuk bergerak bersama-sama dengan gas.

Waktu retensi

Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunujukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu. Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada:

Titik didih senyawa. Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada

temperatur kolom, akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Dengan demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lama.

Kelarutan dalam fase cair. Senyawa yang lebih mudah larut dalam fase cair, akan

mempunyai waktu lebih singkat untuk dibawa oleh gas pembawa.. Kelarutan yang tinggi dalam fase cair berarti memiiki waktu retensi yang lama.

Temperatur kolom. Temperatur tinggi menyebakan pergerakan molekul-molekul dalam

fase gas; baik karena molekul-molekul lebih mudah menguap, atau karena energi atraksi yang tinggi cairan dan oleh karena itu tidak lama tertambatkan. Temperatur kolom yang tinggi mempersingkat waktu retensi untuk segala sesuatunya di dalam kolom.

Untuk memberikan sampel dan kolom, tidak ada banyak yang bisa dikerjakan menggunakan titik didih senyawa atau kelarutannya dalam fase cair, tetapi anda dapat mempunyai pengatur temperatur. Semakin rendah temperatur kolom semakin baik pemisahan yang akan anda dapatkan, tetapi akan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan senyawa karena kondensasi yang lama pada bagian awal kolom Dengan kata lain, menggunakan temperatur tinggi, segala sesuatunya akan melalui kolom lebih cepat, tetapi pemisihannya kurang baik. Jika segala sesuatunya melalui kolom dalam waktu yang sangat singkat, tidak akan terdapat jarak antara puncak-puncak dalam kromatogram. Jawabannya dimulai dengan kolom dengan suhu yang rendah kemudian perlahan-lahan secara teratur temperaturnya dinaikkan. Pada awalnya, senyawa yang menghabiskan lebih banyak waktunya dalam fase gas akan melalui kolom secara cepat dan dapat dideteksi. Dengan adanya sedikit pertambahan temperatur akan memperjelas “perlekatan” senyawa. Peningkatan temperatur masih dapat lebih `melekatan` molekul-molekul fase diam melalui kolom.

Detektor

Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi nyala dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor yang umum dan lebih mudah untuk dijelaskan

daripada detektor alternative lainnya.

Detektor ionisasi nyala

Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi. Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas dibanding dengan temperatur kolom. Hal itu menghentikan kondensasi dalam detektor.

Jika tidak terdapat senyawa organik datang dari kolom, anda hanya memiliki nyala hidrogen yang terbakar dalam air. Sekarang, anggaplah bahwa satu senyawa dalam campuran anda analisa mulai masuk ke dalam detektor. Ketika dibakar, itu akan menghasilkan sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dalam nyala. Ion positif akan beratraksi pada katoda silinder. Ion-ion negatif dan elektron-elektron akan beratraksi pancarannya masing-masing yang mana merupakan anoda. Hal ini serupa dengan apa yang terjadi selama elektrolisis normal. Pada katoda, ion positif akan mendatangi elektron-elektron dari katoda dan menjadi netral. Pada anoda, beberapa elektron dalam nyala akan dipindahkan pada elektroda positif; ion-ion negatif akan memberikan elektronnya pada elektroda dan menjadi netral. Kehilangam elektron dari satu elektroda dan perolehan dari elektroda lain, akan menghasilkan aliran elektron-elektron dalam sirkuit eksternal dari anoda ke katoda. Dengan kata lain, anda akan memperoleh arus listrik. Arus yang diperoleh tidak besar, tetapi dapat diperkuat. Jika senyawa-senyawa organik lebih banyak dalam nyala, maka akan banyak juga dihasilkan ion-ion, dan dengan demikian akan terjadi arus listrik yang lebih kuat. Ini adalah pendekatan yang beralasan, khususnya jka anda berbicara tentang senyawa-senyawa yang serupa, arus yang anda ukur sebanding dengan jumlah senyawa dalam nyala. Kekurangan utama dari detektor ini adalah pengrusakan setiap hasil yang keluar dari kolom sebagaimana yang terdeteksi. Jika anda akan mengrimkan hasil ke spektrometer massa, misalnya untuk analisa lanjut, anda tidak dapat menggunakan detektor tipe ini. Hasil akan direkam sebagai urutan puncak-puncak; setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Sepanjang anda mengontrol secara hati-hati kondisi dalam kolom, anda dapat menggunakan waktu retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang tampak-tentu saja anda atau seseorang lain telah menganalisa senyawa murni dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama.

Area dibawah puncak sebanding dengan jumlah setiap senyawa yang telah melewati detektor, dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui komputer yang dihubungkan dengan monitor. Area yang akan diukur tampak sebagai bagian yang berwarna hijau dalam gambar yang disederhanakan. Perlu dicatat bahwa tinggi puncak tidak merupakan masalah, tetapi total area dibawah puncak. Dalam beberapa contoh tertentu, bagian kiri gambar adalah puncak tertinggi dan memiliki area yang paling luas. Hal ini tidak selalu merupakan hal seharusnya.. Mungkin saja sejumlah besar satu senyawa dapat tampak, tetapi dapat terbukti dari kolom dalam jumlah relatif sedikit melalui jumlah yang lama. Pengukuran area selain tinggi puncak dapat dipergunakan dalam hal ini.

Perangkaian kromatogram gas pada spectrometer massa

Hal ini tidak dapat dillakukan menggunakan detektor ionisasi nyala, karena detektor dapat merusak senyawa yang melaluinya. Anggaplah anda menggunakan detektor yang tidak merusak. Senyawa, Ketika detektor menunjukkan puncak, beberapa diantaranya melalui detektor dan pada waktu itu dapat dibelokkan pada spektrometer massa. Hal ini akan memberikan pola fragmentasi yang dapat dibandingkan dengan data dasar senyawa yang telah diketahui sebelumnya pada komputer. Itu berarti bahwa identitas senyawa-senyawa dalam jumlah besar dapat dihasilkan tanpa harus mengetahui waktu retensinya

OBSERVASI BIOTA PENGHASIL BIOTOKSIN DAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN BANJARMASIN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian observasi biota penghasil biotoksin dan kualitas perairan di Perairan Sungai Barito Banjarmasin, pada bulan Juni, Agustus dan Oktober 2003. Contoh diambil dari 9 stasiun, 3 stasiun berjarak 1 mil, 3 stasiun berjarak 2 mil dan 3 stasiun yang lainnya berjarak 3 mil dari pantai, sedangkan jarak antar stasiun adalah 1 mil. Parameter yang diamati meliputi unsur hara dan kualitas air laut, jenis dan kelimpahan plankton serta kandungan saxitoksin pada kerang yang ditangkap nelayan di lokasi studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Perairan Banjarmasin unsur haranya masih cukup baik dan jenis planton cukup banyak hanya kelimpahannya masih rendah. Terdapat fitoplankton jenis dinoflagellata yaitu Dinophysis dan Protoperidinium pada Perairan Banjarmasin walaupun tidak di semua stasiun dan dengan kelimpahan yang masih rendah. Adapun kandungan saxitoksin pada kerang yang hidup di perairan tersebut masih sangat rendah sehingga kerang masih aman untuk dikonsumsi.

PENDAHULUAN

Kekerangan merupakan makanan yang disukai oleh konsumen dalam dan luar negeri, serta dipasarkan di warung pinggir jalan sampai restoran kelas internasional. Kerang-kerangan mempunyai harga yang murah sampai yang mahal. Kekerangan juga merupakan produk perikanan yang diekspor terutama ke Eropa yang mensyaratkan harus bebas dari semua jenis marine biotoxin dan kandungan logam berat di bawah ambang batas. Kekerangan hidup melekat benda-benda di dasar laut dan pada umumnya hidupnya tidak bergerak, atau bergerak sedikit sekali dan sangat lambat. Makanan kerang adalah partikel halus baik yang tersuspensi maupun yang mengendap di dasar perairan. Sebagai filter feeder, senyawa biotoksin dan logam berat dapat terakumulasi dalam tubuh kerang tetapi dia sendiri tidak teracuni. Keracunan biotoksin akibat makan ikan belum banyak dilaporkan di Indonesia, tetapi di Amerika Serikat dikatakan bahwa keracunan makan ikan yang disebabkan oleh biotoksin ciguatera adalah sekitar 31% (Bryan, 1987). Di Kalimantan Timur dilaporkan terjadi keracunan setelah makan kerang kepah (Meristrix meristrix) pada bulan Januari 1988 (Setiapermana 1992). Hal ini menunjukkan bahwa persentase keracunan biotoksin setara dengan keracunan akibat skromboid yang mencapai 33%. Bean & Griffin (1990) juga melaporkan bahwa kejadian keracunan biotoksin dari fin fish adalah 80% dibandingkan dengan shellfish sebesar 9,8 %. Resiko terkena racun ciguatera lebih tinggi apabila mengkonsumsi ikan karang herbivora atau carnivora. Peristiwa keracunan ciguatera telah dialami oleh penduduk di kepulauan Mariana karena makan Morea laut (Gymnothoraxm undulatus). Ikan–ikan yang mengandung ciguatera adalah bubara (Caranx sp), kakap merah (Lutjanus sp), kerapu ( Plectropomus sp) (Ruyitno, 1982). Biotoksin yang terdapat pada ikan dan kekerangan disebabkan karena adanya alga yang bersifat toksik. Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) telah meluas ke seluruh dunia dan spesies yang dominan dari dinoflagellata yang menimbulkan PSP di Kanada adalah Alexandrium yang sering disebut Gonyaulax. Sedangkan Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP) disebabkan oleh dinoflagelata Gymnodium, Ciguatera Shellfish Poisoning (CSP) salah satunya disebabkan oleh Gambierdiscus dan Amnesic Shellfish Poisoning (ASP) disebabkan oleh Pseudonitzchia. Peranginangin et al. (2001) melaporkan kandungan okadaic acid (asam okadaat) pada ikan karang yang ditangkap di P. Seribu yang diuji menggunakan alat HPLC. Ikan gigi jarang mengandung asam okadaat tertinggi terdapat dalam isi perut yaitu 34,8 ppb, sedangkan pada daging hanya 16,3 ppb. Kandungan asam okadaat pada kerang hijau dan kerang darah di Teluk Jakarta berturut-turut adalah 10,3 ppb dan 5,4 ppb, kerang darah dari Sidoarjo sebesar 7,1 ppb dan kerang darah dari Lampung tidak terdeteksi. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan perlunya dilakukan monitoring secara terus menerus terhadap perairan Indonesia mengingat jenis fitoplankton penghasil toksin telah ditemukan di

beberapa lokasi dan kandungan asam okadaat telah terdeteksi pada kerang dan ikan karang. Namun demikian belum ada batas aman kandungan okadaat pada kerang untuk dikonsumsi manusia. Penelitian biota penghasil toksin dan kualitas perairan di lokasi perairan Banjarmasin perlu dilakukan sebagai dasar penentuan kebijakan dalam menentukan tindakan pengawasan keamanan pangan bagi produk kekerangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis dan kelimpahan plankton terutama penghasil biotoksin di perairan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. BAHAN DAN METODE

Contoh diambil dari 9 stasiun : 3 stasiun di perairan laut sejauh 1 mil dari garis pantai, 3 stasiun sejauh 2 mil dan 3 stasiun lain sejauh 3 mil dari garis pantai. Jarak antar stasiun adalah 1 mil. Penetapan stasiun berdasarkan peta laut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro Oseanografi TNI AL, No. 289 Edisi Januari 2002. Dari peta laut tersebut ditentukan posisi yang tepat untuk 9 stasiun, kemudian posisi tersebut digunakan untuk penentuan pengambilan contoh di lapangan. Untuk mencari posisi yang telah ditetapkan di laut digunakan alat Global Positioning System (GPS). Pengamatan diulang 3 kali yaitu pada bulan Juni, Agustus dan Oktober 2003. Contoh yang diambil adalah air laut (menggunakan alat water sampler), plankton (menggunakan alat planktonet) dan kerang kepah (Meristrix meristrix) yang ditangkap oleh nelayan setempat. Posisi pengambilan contoh di perairan di depan muara sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter yang diamati adalah suhu dan oksigen terlarut (DO) menggunakan DO meter, sedangkan untuk pH menggunakan PH meter. Analisis unsur hara air laut meliputi nitrat, nitrit, fosfat amonia dan sulfur (menggunakan alat kolorimeter), sedangkan analisis saxitoksin menggunakan HPLC (Kirschbaum et al., 1993).

Tabel 1. Stasiun lokasi pengambilan contoh di perairan Banjarmasin Table 1. Sampling location at Banjarmasin waters

HASIL DAN BAHASAN

Hasil pengamatan terhadap kondisi fisik perairan di depan muara Sungai Barito disajikan pada Tabel 2. Air laut yang diambil pada bulan Juni pada jarak 1 dan 2 mil sangat terpengaruh oleh air sungai sehingga salinitasnya cukup rendah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh bertiupnya angin darat, tetapi pada jarak 3 mil salinitasnya cukup tinggi yakni sekitar 27- 36 ppt. Pada pengambilan contoh bulan Agustus pengaruh sungai terjadi sampai jarak 1 mil, hal ini kemungkinan disebabkan karena bertiupnya angin tenggara yang mengakibatkan air sumber penduduk di sekitar aliran sungai menjadi asin dan tidak dapat digunakan sebagai air minum. Pada bulan Oktober salinitas air laut kembali menurun, karena pengaruh air hujan. Nilai pH air laut pada bulan Juni dan Oktober pada jarak satu dan dua mil di bawah 8,0, sedangkan yang berjarak 3 mil sudah melebihi 8,0. Kelarutan oksigen cukup bagus, di atas ambang batas minimal yang ditentukan (3 mg/l), dan perairan tidak begitu jernih cenderung berlumpur. Pantai perairan Banjarmasin landai dengan kedalaman hanya sekitar 3 m.

Tabel 2. Kondisi fisik air laut di perairan di depan muara sungai Barito, Banjarmasin Table 2. Physical condition of seawater at Barito Estuary in Banjarmasin

Tabel 3. Kelimpahan fitoplankton di perairan Muara S. Barito, Banjarmasin pada bulan Juni Table 3. Phytoplankton abudance at Barito Estuary Water Banjarmasin in June

Kelimpahan fitoplankton di perairan Banjarmasin pada bulan Juni disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3. Fitoplankton yang terdapat di perairan Banjarmasin adalah dinoflagellata jenis Protoperidinium (Gambar 1) dan Dinophysis (Gambar 2) pada bulan Juni dan bulan Agustus

(Tabel 5) tetapi pada bulan Oktober Dinophysis tidak ditemukan (Tabel 7). Jumlah kedua jenis dinoflagellata tersebut masih cukup rendah (kurang dari 1 x 106) sehingga belum mengkawatirkan. Terdapat 15-18 jenis genus baciallariophyceae, tetapi jenis ini tidak menghasilkan toksin dan jumlahnya masih cukup rendah. Dalam pengambilan contoh plankton air laut terikut juga zooplankton dalam jumlah relatif sedikit. Jenis yang terikut yaitu silliata, krustasea, ekinodermata, moluska, sagittoidea, tentakulata, urokordata dan larva (Tabel 4). Pada pengambilan contoh bulan Agustus jenis yang tertangkap hampir sama dengan contoh bulan Juni tetapi tidak terdapat tentakulata (Tabel 6). Sedangkan pada contoh bulan Oktober terdapat 6 genus yaitu silliata, krustacea, moluska, sagittoidea, urokordata dan larva trochopore (Tabel 8). Gambar 1. Protoperidinium Gambar 2. Dinophysis

Tabel 4. Kelimpahan Zooplankton di perairan Banjarmasin pada bulan Juni Table 4. Zooplankton abundance at Banjarmasin waters in June

Tabel 5. Kelimpahan fitoplankton di perairan Banjarmasin pada bulan Agustus Table 5. Phytoplankton abundance at Banjarmasin waters in August

Hasil analisis unsur hara dan BOD perairan Banjarmasin disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis unsur hara di depan muara Sungai Barito di Banjarmasin Table 9. Nutrients concentration at Barito Estuary in Banjarmasin water

Kandungan amonia terendah terjadi pada bulan Juni sedangkan kandungan amonia tertinggi pada bulan Oktober. Kandungan nitrit pada contoh air laut tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Oktober. Meskipun demikian bila mengacu pada batas maksimum yang diijinkan, kadar yang tinggi tersebut masih di bawah ambang batas. Kandungan ammonia dan nitrit di perairan Banjarmasin sangat rendah mendekati nol, begitu juga kandungan nitrogen dari nitrat tidak sebanyak kandungan fosfatnya kemungkinan tidak terjadi blooming. Perairan dikatakan subur apabila perbandingan antara N dari nitrat dan P adalah 1 : 5. Apabila nitrat sangat tinggi kemungkinan terjadi pertumbuhan plankton yang cukup tinggi. Kadar sulfat hampir tidak ada, tetapi kandungan fosfatnya berfluktuasi dan tertinggi pada bulan Agustus. Hasil analisis kandungan saksitosin disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan saxitoksin pada kerang kepah (Meritrix meritrix) dari Banjarmasin Table 10. Saxitoxine content of Meritrix meritrix from Banjarmasin waters.

Kandungan saxitoxin pada kerang kepah yang dianalisis dengan menggunakan HPLC ternyata masih cukup rendah yaitu sekitar 1,43-3,32 ppb (batas maksimal 80 ppb). Hal ini kemungkinan berasal dari plankton Dinophysis dan Protoperidinium, yang termakan oleh kerang. Batas kandungan maksimal saxitoksin yang diperbolehkan adalah 80 mg/kg (Setiapermana, 1992). KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan Banjarmasin salinitasnya sangat dipengaruhi oleh Sungai Barito dan angin tenggara. Adapun unsure haranya masih cukup baik dan jenis plankton cukup banyak hanya kelimpahannya cukup rendah. Jenis dan jumlah plankton bervariasi pada

Dalam dokumen laporan praktikum HPLC (Halaman 31-38)

Dokumen terkait