• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan praktikum HPLC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan praktikum HPLC"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

laporan praktikum HPLC

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein

Menggunakan Instrumen HPLC Tanggal Praktikum : 28 September 2012

DOSEN PEMBIMBING : Dra, SOJA SITI FATIMAH, Msi

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 11

HANIK MASFUFATUL 1001114 NOVI NURLAELI 1004563 VEGA ISMA ZAKIAH 1006336

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2012

Tanggal Praktikum : 28 September 2012 Judul Praktikum :

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan Instrumen HPLC

Tujuan Praktikum :

1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif.

2. Dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat mengikuti manual pengoperasian HPLC.

(2)

A. DASAR TEORI

Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan atau gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang berupa partikel-partikel yang ”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga akibatnya masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi (terdistribusi) secara tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas yang membawanya. Akibat selanjutnya, masing-masing komponen akan bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada waktu yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara komponen-komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4).

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).

Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. (Wiji, dkk. 2010 : 17).

HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang sangat ampuh, bahkan untuk komponen-komponen yang berhubungan sangat erat. LC harus ditingkatkan kecepatannya, diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553).

HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal digunakan bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran sampai 3-5 μm (1μm = 10-6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan tinggi sampai 20.000 Kpa ( 200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui kolom tersebut.

Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan saja telah memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting) ialah telah menghasilkan suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC mempunyai kelemahan- kelemahan yang diantaranya, peralatannya lebih rumit, tidak murah, dan perlu pengalaman. Untuk beberapa jenis zat, metode ini kurang sensitif. Selain itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan.

Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu : a) Fase Normal HPLC

HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan partikel silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6

(3)

mm (dan kemungkinan kurang dari nilai ini) dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila pasangan fasa diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase normal.

b) Fase Balik HPLC

Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus ini, akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat interaksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fasa diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu molekul-molekul polar akan lebih cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-molekul non polar akan bergerak lambat karena interaksi dengan gugus hidrokarbon.

Gambar fase normal dan fase balik

Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk masing-masing tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang menyebabkan senyawa tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan karakteristik senyawa ini memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC yang menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar.

Vitamin C atau asam askorbat

Vitamin berupa kristal putih dengan rumus molekul C6H8O6, larut dalam air dan alkohol, dialam ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, dapat disintesis dari glukosa. Vitamin C merupakan komponen esensial makanan manusia untuk perawatan kulit. Kekurangan vitamin ini dapat menimbulkan sariawan, luka pada gusi, badan kurus, dan anemia. Setiap hari diperluka 70-100 mg.

Vitamin C adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa geak polar seperti metanol atau air.

(4)

Kristalin tanpa warna atau atau serbuk amorf putih, C6H6COONa. Larutan dalam iar dan sedikit larut dalam etanol. Senyawa ini dibuat melalui reaksi natrium hidroksida dengan asam benzoat dan digunakan dalam industri zat warnadan sebagai pengawet makanan. Zat ini dulu digunakan sebagai antiseptik.

Kafein

Suatu alkohol dengan rumus molekul C5H10N4O2. Berupa padatan kristal berwarn aputih dan berasa pahit, ditemukan dalam daun dan biji dari pohin kopi, dalam daun teh, dalam biji kola.

Reservoir Pelarut

Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut organik seperti heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti metanol,tergantung kepada apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau fasa terbalik atau metode kromatografilainnya.

Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau mempunyai lebih dari satu pompa) yang memungkinkan membuat campuran-campuran pelarut dengan komposisi yang diatur dengan bantuan suatu programener, maka diperlukan lebih dari satu reservoir, sistem ini diperlukan untuk melakukan elusi bergradien dimana komposisi pelarut diubah-ubah selama pengelusian.

Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian sehingga campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa denyutan (pulseless). Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit.

Gas yang terlarut dalam pelarut fasa gerak yang digunakan harus dibuang terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di saring dahulu agar bebas dari partikel-partikel kecil yang tidak larut.

Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-10 mμ) untuk mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk kedalam kolom. Saringan ini harus diganti atau dibersihkan bila terjadi penyumbatan.

Diantara jenis-jenis pompa yang paling umum digunakan untuk sistem HPLC adalah jenis pompa “isap dan tekan ” (reciprocating).

Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap yang tetap. Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama dengan waktu untuk langkah memompa. Pompa seperti ini memerlukan perendam denyutan yang baik. Oleh karena itu, pompa jenis ini umumnya menggunakan dua pengisap yang masing-masing bekerja kebalikan satu dari yang lainnya. Setiap pengisap memppunyai dua katup pengendali.

Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan kemudian ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi bergradien diperlukan dua sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu atau dua penghisap. Ada dua macam rancangan utama pompa gradien yaitu pecampuran tekana tinggi yang mempunyai hantaran dua pompa dan pencampuran tekana rendah dengan hantaran satu pompa.

Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran tekanan tinggi, mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing pompa menghantarkan satu sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur kecepatan aliran masing-masing pelarut sesuai dengan komposisi yang diinginkan dan juga berfungsi untuk menjamin terjadinya pengadukan yang baik oleh suatu pengaduk dinamik. Setiap pompa mempunyai dua penghisap dan setiap

(5)

penghisap mempunyai dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi bertekanan rendah hanya mempunyai satu penghisap. Untuk melakukan elusi gradien hanya diperlukan satu pompa. Pompa ini mempunyai katup pembagi, tidak mempunyai pengendali gradien.

Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu campuran terner (tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi untuk melakukan gradien gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa. Katup-katup pembagi ini dikendalikan oleh suatu microprocessor dan terbuka selama langkah pemasukan pelarut. (Bahti, Husein. H . 2011 : 34-40)

Prinsip kerja instumentasi HPLC

HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari sebuah campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan setiaap komponen dalam sampel berdasarkan kepolarannya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Fasa diam yang biasa digunakan (pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah RMe2SiCl, dimana R adalah rantai alkana C-18 atau C8. Sementara fasa geraknya berupa larutan yang diatur komposisinya (gradien elusi), misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini bergantung pada kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah.

Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Keunggulan menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak pada kemampuannya untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil pada suhu tinggi. HPLC tidak terbatas pada senyawa organik tapi mampu menganalisis senyawa anorganik, mampu menganalisis cuplikan yang mempunyai molekul tinggi (beratnya), mampu menganalisis cuplik yang mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti polimer.

Cara kerja instumentasi HPLC

Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran karena perbedan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.

(6)

Gambar skema instrumentasi HPLC Komponen-komponen instrumentasi HPLC

1. Fasa Gerak

Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau pelarut. Dalam HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa komponen-komponen campuran menuju ke detektor, selain itu juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penetu keberhasilan proses pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak sebagai berikut:

a) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan dianalisis

b) Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang dapat mengganggu interpretasi kromatogram

c) Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom

d) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun e) Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor

Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu adanya gas dalam fasa gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama do pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien diguakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atua campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fasa gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding fase terbalik.

(7)

2. Kolom

Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung keperluannya kolom utama dapat digunakan untuk analisis atau preparatif setiap komponen yang keluar kolom ditampung pada tabung yang berbeda dan keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector selain kolom utama dikenal pula kolom pengaman.

Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada keperluan, misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion. Kolom utama untuk HPLC biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar 4,5–10 mm.

Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya sebelum sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan diameter 4,6 mm biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari ukuran partikel kolom utama. Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu: menyaring kotoran yang terbawa oleh fasa gerak dan untuk menjenuhkan fasa gerak dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa diam oleh aliran pelarut.

Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : a) Kolom analitik

Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm. b) Kolom preparatif

Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm. 3. Pompa

Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam metode ini sebagai akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan sukar mengalir dalam kolom yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena itu, agar zat cair dapat melewati kolom secara tepat maka dibutuhkan bantuan pompa yang bertekana tinggi. Pompa yang digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi

b) Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit c) Bahan tahan korosi

d) Keluaran bebas pulse

Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan yaitu : a) Pompa Reciprocating

Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara gerakan piston maju mundur yang dijalankan oleh motor. Gerakan piston memberikan aliran eluen yang konstan, memiliki volume internal kecil (35-400 mL) menghasilkan tekanan tinggi (sampai 10.000 psi). Piston berupa batang gelas dan berkontak lengsung dengan pelarut.

(8)

Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari tabung yang dilengkapi pendorong yang digerakkan oleh motor. Menghasilkan aliran yang cenderung tidak tergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut. Memiliki keterbatasan kapasitas pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk pergantian pelarut.

c) Pompa Pneumatic

Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi.Pompa jenis ini murah, tetapi memiliki keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000 psi) kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan tekanan balik kolom.

4. Injector Sample

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem (kolom) kromatografi adalah penyuntik loop.

Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila tidak diisi penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana si-operator menggunakan penyuntik.

Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle) penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi inject (“suntik”). Karena sampel akan mengalir ke saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan, pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam diinginkan. Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam kolom, antara posisi pengisian (load) dan posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.

Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah satunya terletak pada keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya kebanyakan memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karen itu cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh mikroliter. Beberapa teknik pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Injeksi Syringe

Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang syringe yang tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi keterulangan injeksi stringe ini sedikit lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.

(9)

b) Injeksi Stop Flow

Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan cuplikan disuntikan langsung kedalam ujung kolom. Setelah menyambung kembali kolom maka pelarut dialirkan kembali. Untuk memasukkan cuplikan kedalam fasa gerak perlu dua langkah : sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dan posisi ‘load’. Cuplikan masih berada dalam loop ; kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom (kran cuplikan).

c) Kran Cuplikan

Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan. Untuk memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu 2 langkah, yaitu: sejumlah volume cuplikan disuntikan ke dalam loop dalam posisi load, cuplikan masih berada dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi load menjadi posisi injeksi dan fasa gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.

5. Detektor

Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka terhadap golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya. Diantara detektor yang digunakan dalam KCKT adalah a) Detektor Universal

 Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)

Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa organik. Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga panjang gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis cuplikan yang diukur.

Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang di analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang dipasang pada panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada yang panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang gelombang variabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini juga ada yang menggunakan drode erray (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai panjang gelombang.

 Detektor Indeks Bias

Detektor indeks bias memberi respons terhadap senyawa yang dianalisis apapun, termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks bias karena adanya komponen sampel dalam pelarut. Detektor ini bersifat tidak merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 10-6 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan preparatif. Dengan detektor ini tidak dapat dilakukan elusi bergradien. Detektor ini digunakan dalam kromatografi eklusi dan dalam analisis karbohidrat.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan detektor indeks bias :

 Bila digunakan lebih dari satu pelarut, maka campuran dahulu hingga homogen dan bebaskan dari gas terlarutnya.

(10)

 Bila digunakan lebih dari satu detektor yang dipasang berurutan, maka tempatkanlah detektor indeks bias pada urutan terakhir.

 Untuk saluran pembuangan, gunakanlah selang teflon berdiameter dalam (inner diameter) yang besar tapi pendek.

 Tempatkan detektor pada kondisi suhu yang dipelihara tetap.  Jaga agar sel indeks bias selalu bersih.

 Sel pembanding harus diisi dengan pelarut yang telah dilewatkan melalui kolom,

 Detektor Spektrometer Massa

 Detektor Spektrometer Inframerah b) Detektor Selektif

 Detektor Fluoresensi

Didasarkan kepada prinsip bahwa molekul-molekul tertentu dapat menyerap energi pada panjang gelombang yang lebih pendek membentuk suatu keadaan tereksitasi dan kemudian secara hampi bersamaan turun kembali ke keadaan dasar (ground state) dengan memancarkan energi pada panjang gelombang yang lebih panjang.

 Detektor Konduktivitas Listrik

Detektor elektrokimia biasanya didasarkan pada daya hantar listrik (konduktometri) dan polarografi. Detektor jenis konduktometri biasanya digunakan untuk mendeteksi solut-solut yang dapat mengalami reaksi redoks baik senyawa organik maupun anorganik. Adapun persyaratan detektor yaitu: cukup sensitif, stabilitas, dan keterulangan tinggi, tidak erusak cuplikan, respon linier terhadap solut, reliabilitas tinggi dan mudah digunakan.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : a) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprousibel

b) Mempunyia sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar sangat kecil c) Stabil dalam pengoperasiannya

d) Mempunyia sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita e) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas f) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak

6. Rekorder

Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar berupa kumpulan puncak (kromatogram) kromatogram HPLC yang didapat berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran dan jumlah peak menyatakan jumlah komponen. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi (rt) analit atau sampel dengan waktu retensi standar. Sedangkan analisis kuantitatif depat dilakukan dengan didasarkan pada luas peak atau tinggi peak dengan metode standar kalibrasi.

(11)

B. ALAT DAN BAHAN Alat :

1. Instrumen HPLC 1 set 2. Spatula 1 buah 3. Labu ukur 50 mL 6 buah 4. Labu ukur 10 mL 6 buah 5. Neraca analitik terkalibrasi 1 set 6. Corong pendek 1 buah 7. Pipet tetes 6 buah 8. Gelas kimia 20 mL 1 buah 9. Gelas ukur 500 mL 1 buah 10. Ultrasonic vibrator 1 set 11. Pipe seukuran (1,2,3,4,5 mL) 1 buah 12. Kertas saring Whattmann 1 lembar 13. Membrane PTFE dan selulosa nitrat 1 lembar

Bahan :

1. Natrium benzoat p.a 2,5 mg 2. Vitamin C standar 1 mg 3. Kafein 5 mg 4. Metanol for HPLC secukupnya 5. Sampel minuman yang mengandung vit.C 5 mL 6. Kalium dihidrogenfosfat 0,68 g 7. Aquabides secukupnya

8. Asetonitril 80 mL + secukupnya

C. PROSEDUR KERJA 1. Pembuatan fasa gerak (pelarut)

Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan untuk membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500 mL dalam aquades. Kemudian di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat. Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4 menggunakan membrane selulosa nitrat. Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan PTFE. Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit. Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40) untuk keperluan larutan standar dan larutan sampel, sesuai kebutuhan.

(12)

Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg. Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu ukur. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator.

3. Pembuatan deret larutan standar benzoat, vitamin C, dan kafein

Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL, diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL. Dihomogenkan larutannya, kemudian disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE. Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama 5 menit. Larutan standar siap diinjeksikan.

4. Pembuatan larutan sampel

Dipipet 5 mL larutan sampel , dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur. Dilakukan penyaringan dengan PTFE, ditampung dalam botol vial bertutup. Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.

5. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah berikut :

a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak dengan sistem elusi gradien dengan kondisi:

Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4

0 60 40 1 40 60 2 20 80 3 30 70 4 40 60 5 60 40 Kolom : C-18 (12,5 cm) Panjang gelombang : 254 nm

Laju alir : 0,75 mL/menit Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan benar. c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai dan dikosongkan botol penampung. e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk power, detektor, dan pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti langkahnya sesuai instruksi dalam komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter kondisi instrumen

h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang mendatar , maka instrumen siap digunakan

(13)

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai dari konsentrasi terendah), dan terakhir larutan sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi percobaannya.

k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan menyoroti tanda pompa dalam komputer. l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.

m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa, detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan sambungan listrik.

6. Perhitungan hasil analisis

Dari hasil operasi instrumen akan diperoleh kurva kalibrasi. Bila kurva kalibrasi diperoleh dengan koefisien regresi > 0,997 , maka boleh melanjutkan perhitungan kadar zat aditif dalam sampel. Dihitunglah kadarnya dalam satuan % w/w . Bila tidak diperoleh kurva yang linier, maka dilakukan diskusi untuk mencari penyebabnya.

D. HASIL DAN ANALISIS DATA

Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c, kafein, dan natrium benzoat dalam sampel dengan menggunakan metode HPLC, digunakan satu deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.

Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kalium dihidrogen fosfat dan asetonitril dengan perbandingan 60 : 40. Sedangkan fasa diamnya berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.

Struktur Fasa diam

Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium benzoat. Bahwa vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat. Maka waktu retensi vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium benzoat. Sehingga larutan standar yang digunakan mempunyai harga regresi lebih mendekati satu.

Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun sampel yang dipisahkan dari pengotornya.

Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing kromatogramnya.

Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah

(14)

larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram.

Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi untuk vitamin c 1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium benzoat 4.38.

Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen-komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel terdapat empat puncak, yaitu :

 Komponen kesatu dengan waktu retensi sebesar 1.79; dan luas area sebesar 220807  Komponen kedua dengan waktu retensi sebesar 1.99; dan luas area sebesar 1779127  Komponen ketiga dengan waktu retensi sebesar 4.40; dan luas area sebesar 15581524  Komponen keempat dengan waktu retensi sebesar 4.81; dan luas area sebesar 478118

Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu retensi untuk vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram yang tertera. Sedangkan pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai komponen vitamin c, karena waktu retensinya mendekati waktu retensi vitamin c. Dan pada komponen ketiga waktu retensinya mendekati waktu retensi natrium benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan bahwa komponen ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada sampel diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh dengan waktu retensi natrium benzoat.

Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel adalah 115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif dalam sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan yaitu Mizone terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan kadar komponen natrium benzoat.

Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg dan kadar natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.

DAFTAR PUSTAKA Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Lampiran A. Data Pengamatan

(15)

1. Cara pembuatan larutan a)

KH2PO4

Pembuatan fasa gerak (pelarut)

 Dihitung dan ditimbang jumlah yang diperlukan

 Dilarutkan dalam aquades sampai volume 500 mL

 Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat

Larutan KH2PO4 0,01

M

Dilakukan penyaringan menggunakan membrane selulosa nitrat

 Dilakukan penyaringan pula dengan PTFE

Asetonitril

(16)

Fasa gerak (pelarut)

Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40)

b)

Zat standar

Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein

 Ditimbang natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg

 Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu ukur

 Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator

Larutan induk natrium benzoat, vitamin c dan

kafein

(17)

Larutan induk natrium benzoat, vitamin c dan

kafein

Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan kafein

 Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL

 Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL

 Dihomogenkan larutannya

 Disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE

 Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama 5 menit.

d)

Larutan sampel

Pembuatan larutan sampel

(18)

 Dipipet 5 mL

 Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur

 Dilakukan penyaringan dengan PTFE

 Ditampung dalam botol vial bertutup

Larutan sampel

Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.

2. Data pengamatan

Cara Kerja Pengamatan

a. Pembuatan fasa gerak (pelarut)

 Dihitung dan ditimbang jumlah

KH2PO4 yang diperlukan untuk membuat

larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500

mL dalam aquades

 Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan

asam fosfat

 Dilakukan penyaringan untuk larutan

KH2PO4 menggunakan membrane

(19)

 Dilakukan penyaringan pula untuk

asetonitril dengan PTFE

 Dihilangkan gelembung pada larutan

dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit

 Dibuat campuran larutan fasa gerak

KH2PO4 dan asetonitril (60:40)

Larutan asetonitril = larutan tidak berwarna

Larutan KH2PO4 = 120

mL

Asetonitril = 80 mL Fasa gerak = larutan tidak berwarna

b. Pembuatan larutan induk natriun

benzoat, vitamin c, dan kafein

 Ditimbang zat standar natrium benzoat

2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg

 Dicampurkan ketiga zat standar dengan

melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu ukur

 Dihomogenkan selama 5 menit

menggunakan ultrasonic vibrator. Larutan induk natrium

benzoat, vitamin c , dan kafein = larutan tidak berwarna

c. Pembuatan deret larutan standar natrium

benzoat, vitamin c, dan kafein

Larutan sudah ada.

Larutan tidak berwarna

(20)

 Dipipet larutan induk masing-masing 1

mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL

 Diencerkan dengan fasa gerak dalam

labu ukur 10 mL

 Dihomogenkan larutannya

 Disaring semua larutan standar tersebut

dengan menggunakan membrane PTFE

 Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial

bertutup yang telah diberi label

 Dilakukan degassing selama 5 menit

Larutan deret standar = larutan tidak berwarna

d. Pembuatan larutan sampel

 Dipipet 5 mL larutan sampel

 Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10

mL secara kuantitatif pada labu ukur

 Dilakukan penyaringan dengan PTFE

 Ditampung dalam botol vial bertutup

 Dihilangkan gelembung pada larutan

sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.

Sampel berupa

minuman MIZONE Sampel = larutan tidak berwarna

e. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah berikut:

a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan:

fasa gerak dengan sistem elusi gradien dengan kondisi: Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4 0 60 40 1 40 60 2 20 80 3 30 70 4 40 60 5 60 40 Kolom : C-18 (12,5 cm) Panjang gelombang : 254 nm

Laju alir : 0,75 mL/menit Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik

Laju alir diubah menjadi 0,5 mL/menit

(21)

telah tersambung dengan benar.

c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar

listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan volume

yang memadai dan dikosongkan botol penampung.

e) Ditekan tombol “ON” pada alat,

berturut-turut untuk power, detektor, dan pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat dengan

komputer. Diikuti langkahnya sesuai instruksi dalam komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan

sesuai dengan parameter kondisi instrumen

h) Apabila kromatogram telah

menunjukkan base line yang mendatar , maka instrumen siap digunakan

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan

standar (dimulai dari konsentrasi terendah), dan terakhir larutan sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi

percobaannya.

k) Setelah selesai digunakan, dimatikan

pompa dengan menyoroti tanda pompa dalam komputer.

l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu

dimatikan komputer.

m)Untuk mematikan, ditekan tombol

“OFF” pada pompa, detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan sambungan listrik.

1. Hasil Pengukuran  Pengukuran deret standar

(22)

Der et Konsentr asi Area Tr 1 2.2 1846 67 1.98 3 6.6 5363 15 2.08 4 8.8 7429 76 1.99 5 11 9587 51 2.08 Kafei n

Deret Konsentrasi Area Tr

1 10.4 461895 2.54 3 31.2 1391986 2.82 4 41.6 1891 473 2.55 5 52 2398 312 2.84

(23)

Natrium Benzoat Der et Konsentr asi Area Tr 1 5.6 2314 3 4.38 3 16.8 1236 28 4.48 4 22.4 1318 03 4.46 5 28 2323 08 4.53 B. Perhitungan 1. Pembuatan Larutan KH2PO4 Massa KH2PO4 yang diperlukan n = MxV m = n x Mm = M x V x Mm Massa KH2PO4 = 0,01 M x 0,5 L x 136 g/mol = 0,68 gram 2. Pembuatan Larutan

 standar 10 mL dari 1 mL larutan induk V1 M1 = V2 M2 1 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 10 ppm  standar 10 mL dari 2 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2 2 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

(24)

M2 = 20 ppm  standar 10 mL dari 3 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2 3 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 30ppm  standar 10 mL dari 4 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2 4 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 40ppm  standar 10 mL dari 5 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2 5 mL x 100 ppm = 10 mL x M2 M2 = 50 ppm

3. Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm a. vitamin C Konsentrasi (ppm) = 1000 ppm = Massa Vitamin C = 22 mg b. kafein Konsentrasi (ppm)

=

1000 ppm = Massa kafein = 104 mg b. Natrium Benzoat Konsentrasi (ppm)

=

1000 ppm =

Massa Natrium Benzoat = 56 mg 2. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C  Larutan Standar 1 mL V1 M1 = V2 M2 1 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 2,2 ppm  Larutan Standar 2 mL V1 M1 = V2 M2 2 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 4,4 ppm

(25)

Larutan Standar 3 mL V1 M1 = V2 M2 3 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 6,6 ppm  Larutan Standar 4 mL V1 M1 = V2 M2 4 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 8,8 ppm  Larutan Standar 5 mL V1 M1 = V2 M2 5 mL x 22 ppm = 10 mL x M2 M2 = 11 ppm

3. Pembuatan Deret Larutan Standar kafein  Larutan Standar 1 mL V1 M1 = V2 M2 1 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 10,4 ppm  Larutan Standar 2 mL V1 M1 = V2 M2 2 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 20,8 ppm  Larutan Standar 3 mL V1 M1 = V2 M2 3 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 31,2 ppm  Larutan Standar 4 mL V1 M1 = V2 M2 4 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 41,6 ppm  Larutan Standar 5 mL V1 M1 = V2 M2 5 mL x 104 ppm = 10 mL x M2 M2 = 52 ppm

4. Pembuatan Deret Larutan Standar natrium benzoat  Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2 1 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 5,6 ppm

(26)

V1 M1 = V2 M2 2 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 11,2 ppm  Larutan Standar 3 mL V1 M1 = V2 M2 3 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 16,8 ppm  Larutan Standar 4 mL V1 M1 = V2 M2 4 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 22,4 ppm  Larutan Standar 5 mL V1 M1 = V2 M2 5 mL x 56 ppm = 10 mL x M2 M2 = 28 ppm 5. Perhitungan hasil analisis

# Vitamin C

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 252891x – 26551 Luas area vitamin c = 1779127

y = 252891x – 26551

1779127 = 252891x – 26551 x =

x = 7,140 ppm

Konsentrasi vitamin c dalam sampel = 7,140 ppm Massa vitamin c = 7,140 mg/L x 10 mL = x 10 mL

= 0,0714 mg Kadar vitamin c = 0,0714 mg/10 mL

Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar vitamin c = x 0,0714 mg

= 3,57 mg # Natrium Benzoat

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 63567x –31197 Luas area natrium benzoat = 15581524

y = 63567x –31197

(27)

x =

x = 245,610 ppm

Konsentrasi natrium benzoat dalam sampel = 245,610 ppm Massa natrium benzoat = 245,610 mg/L x 10 mL = x 10 mL

= 2,4561 mg Kadar natrium benzoat = 2,4561 mg/10 mL Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar natrium benzoat = x 2,4561 mg

= 122,805 mg

Diposkan 9th January oleh Novie Nurlaeli

LABORATORIUM KROMATOGRAFI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

ABSTRAK

Tiga metode yang handal, cepat dan selektif telah dikembangkan dan divalidasi untuk penentuan lamotrigin di hadapan kenajisannya, 2,3-asamdichlorobenzoic. Metode pertama adalah metode spektrofotometrimenggunakan asam p-chloranilic membentuk produk berwarna dengan λ maks519±2 nm. Semua variabel yang mempengaruhi reaksi memiliki telah diselidiki dan kondisi yang dioptimalkan. Hukum Beer adalah dipatuhi selama rentang konsentrasi 10 - 200µg/ml dengan akurasi rata-rata 100,13±0,44%. Rasio molar dari ion-asosiasi yang dibentuk kompleks ditemukan menjadi 1: 1 seperti yang disimpulkan dengan metode Job. Kondisi stabilitas konstan (Kf), standar energi bebas,

molar absorptivitas (), dan indeks sensitivitas dievaluasi. Metode kedua adalah didasarkan pada pemisahan KLT dikutip dari obat

(Rf = 0,75±0,01) dari kenajisannya (Rf = 0,23±0,01) diikuti dengan pengukuran densitometri dari utuhobat bintik-bintik pada 275 nm. Pemisahan dilakukan pada pelat silika gel menggunakan etil asetat: metanol:amonia 35% (17: 2: 1 v/v/v) sebagai fase gerak. Rentang Linearitas adalah 0,5-10µg / spot dengan akurasi rata-rata 99,99±1,33%. Metode ketiga adalah akurat dan sensitif stabilitas-menunjukkan HPLC metode yang didasarkan pada pemisahan lamotrigin dari pengotor pada kolom fase terbalik C18, menggunakan fase gerak asetonitril : metanol : 0.01Mkalium orthophosphate (pH 6,7±0,1) (30: 20: 50 v / v / v) pada suhu ambien 25±5 ° C dan deteksi UV pada 275nm dalam waktu analisis keseluruhan dari sekitar 6 menit, berdasarkan pada daerah puncak.. Pengulangan injeksi, intraday dan interday pengulangan dihitung. Prosedur ini memberikan respon linier selama rentang konsentrasi 1-12µg/ml dengan akurasi, rata-rata 99,50±1,30%. Metode yang diusulkan telah berhasil diterapkan untuk penentuan dari lamotrigin dalam bubuk massal, dalam bentuk dosis dan di hadapan pengotornya. Hasil yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA untuk menilai bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara masing-masing tiga metode dan melaporkan satu. Validasi dilakukan sesuai dengan pedoman USP.

PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka

Saat ini Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau biasa juga disebut HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu

(28)

sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. KCKT dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Kegunaan umum KCKT adalah untuk : pemisahan sejumlah senyawa organic, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non volatil), penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun switter ion, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama, pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace element) dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri.

KCKT merupakan metode tidak desktruktif dan dapat digunakan baik dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif. Kromatografi merupakan teknik yang mana solute (zat terlarut) terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Interaksi KCKT pada dasarnya terdiri atas 8 komponen pokok, yaitu : wadah fase gerak, system penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detector, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, suatu computer atau integrator atau penekan.

(Rohman & Ganjar, 2009) KCKT sangat cocok untuk memisahkan minyak atsiri dan kadang-kadang menunjukkan keuntungan yang berarti kesetimbangan metode kolom terbuka (kapiler) dan KG yang sekarang dipakai, pendadahan keudara minimum, hasil urai karena suhu tinggi dicegah, senyawa yang tidak atsiri dapat dipisahkan, dan laju perolehan kembali cuplikan tinggi. Akan tetapi, minyak atsiri sering terdiri atas campuran yang sangat rumit menjadi golongan-golongan senyawa atau memisahkan golongan senyawa menjadi komponennya.

(Hostettmann, 1995) Pada kromatografi cair ini digunakan kolom tabung gelas dengan bermacam dimeter. KCKT berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan kolom dengan diameter kecil, 2-8mm dengan ukuran partikel penunjang penunjang 50mm, sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi.

(Khopkar, 1990) Terdapat 2 mode operasional HPLC yaitu mode isokratik dan metode gradient. Mode isokratik serupa dengan instrumental dalam KG, hanya dalam HPLC komposisi fase geraknya yang sama selama pengukuran berlangsung. Sebaliknya, dalam mode gradient komposisi fase gerak divisualisaikan selama pengukuran berlangsung.

(Hendayana, 2006) KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan koefisien kolom dan kecepatan analisis. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan ataupun padat. Kelebihan KCKT antara lain dapat dilaksanakan pada suhu kamar, cepat dan mudah pelaksanaannya, peka dari detector KCKT dapat divariasi dan unik, pelarut pengembang dapat dipakai berulang kali demikian juga dengan kolomnya, ideal untuk molekul besar dan ion, mudah memperoleh cuplikan, daya pisahnya baik, dan dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis.

(Harbone, 1987) Berdasarkan sistem peralatannya maka HPLC termasuk kromatografi kolom karena dipakai pada fase diam yang terpacking dalam kolom sedangkan berdasarkan proses pemisahannya HPLC digolongkan sebagai kromatografi adsorbs dan partisi. Prinsip kromatografi partisi linarut antara 2 pelarut yang tidak bercampur yang ada pada fase diam dan

(29)

fase gerak. Jika linarut ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri dari dua pelarut yang tidak tercampur dan keseluruhan sistem dibiarkan setimbang, linarut akan tersebar antara dua fase.

(Anonim, 1995)

B. Tujuan

Diharapkan mampu memahami :

1. Cara pemisahan dan identifikasi suatu senyawa (analisis kualitatif) dengan menggunakan

KCKT/HPLC

2. Penetapan kadar suatu senyawa (analisis kuantitatif) menggunakan KCKT

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat :  Gelas ukur  Corong  Kertas saring  Pipet ukur  Mikropipet

 Mikrosyringe (syringe Hamilton)

 Shimadzu UV / VIS spektrofotometer 1601

 Labu ukur  Split injector Bahan :  asam 2,3-diklorobenzoic  etil asetat  metanol  amonia  asetonitril  kalium orthophosphate 0,01M  Lamotrigin  Lamictal tablet  Aseton  Silika C-18 B. Preparasi Sampel

10 tablet ditimbang seksama dan digerus halus

Diambil 100mg lamotrigin dimasukkan dalam labu takar 100ml Dilarutkan dalam 50 ml aseton atau methanol

(30)

Disaring dan diukur volumenya Dilakukan replikasi tiga kali

C. Prosedur dan Sistem Kromatografi

Prosedur

Fase diam: silica C18

Fase gerak: campuran asetronitril:methanol:kalium ortophosfat 0,01M (pH 6,7±0,1 ) (30:20:50 v/v/v)

Deteksi: digunakan sebuah model 600LC pompa seri dan 600 kontroler unit,detector absorbansi uv 275 nm,745 modul data.

Flow rate : 1,5ml/min

Pengkondisian kolom 30 menit dilakukan pada suhu kamar 25±5˚C Volume injeksi 20µl

Pembuatan fase gerak

Dilakukan pencampuran asetonitril:Metanol:Kalium ortophosfat 0,01M (30:20:50 v/v/v) dengan pH 6,7±0,1

Disaring menggunakan membrane filter 0,45 µm Degassed dalam ultrasonic sebelum digunakan

Kalibrasi

Larutan baku 0,04mg/ml (setara dengan 0,01-0,12 mg lamotrigin) dipindah ke labu ukur, diadkan 10ml dengan fase gerak

Disuntikkan 20µl dari masing-masing konsentrasi

Dihitung daerah puncak rata-rata dan diplot terhadap konsentrasi Didapatkan persamaan regresi linier

Dilakukan Aplikasi tablet sesuai dengan preparasi sampel

HASIL PERCOBAAN

tabel 2. Hasil kesesuaian sistem HPLC

Tabel 1.Validasi laporan HPLC untuk penentuan lamotrigin Tabel 3. Penentuan kadar lamotrigin dalam campuran sintesis

PEMBAHASAN

Metode HPLC dikembangkan dan diterapkan untuk penentuan lamotrigin dengan campuran asam 2,3-dichlorobenzoic. Untuk mengoptimalkan HPLC dilakukan uji parameter,untuk komposisi fase gerak dan pH. Pemisahan yang memuaskan diperoleh dengan fase gerak asetonitril: metanol: 0,01 M kalium orthophosphate pH 6,7 ±0,1 (30: 20: 50 v / v / v) menggunakan kolom C18 di suhu ruang. Analisis dilakukan oleh elusi isokratik dengan laju aliran 1,5 ml / menit dan dideteksi pada 275 nm (Gambar 6). Jangkauan linier 1-12µg ml-1 Diperoleh dengan akurasi rata-rata 99,50 ±1,30% seperti yg ditunjukkan pada Tabel 1. Tes kesesuaian sistem metode HPLC dievaluasi pada Tabel 2.

Hasil dalam (Tabel 4) menunjukkan tidak ada gangguan dari eksipien tablet seperti kalsium karbonat, hidroksipropil selulosa, aluminium magnesium silikat, povidone, natrium glikolat pati,sakarin natrium dan magnesium stearat. Selain itu, Asam 2,3-dichlorobenoic ditemukan kurang dari batas 0.2%.

(31)

KESIMPULAN

 Metode HPLC dikembangkan dan diterapkan untuk penentuan lamotrigin dengan campuran asam

2,3-dichlorobenzoic.

 Ditemukan asam 2,3-diklorobenzoik kurang dari batas 0,2%

 Diperoleh akurasi rata-rata lamotrigin 99,50 ±1,30%

DAFTAR PUSTAKA

http://bangpae.blogspot.com/2012/09/laporan-kromatografi-cair-kinerja-tinggi.html

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Tujuan Percobaan Praktikum

Pemisahan senyawa dengan metode High Performance Liquid Chromatografr (HPLC). 1.2. Teori

Kromatografi gas adalah salah satu mode pemisahan kromatografi yang digunakan untuk Memisahkan semua zat yang berbentuk uap/gas atau dapat diuapkan ,tanpa mengalami penguraian dan menggunakan gas sebagai fase geraknya.prinsip kerja dari metode kromatografi gas adalah menyuntikkan contoh kedalam ujung kolom kromatografy gas,lalu contoh tersebut diuapkan dan dielusi oleh gas inert yang digunakan sebagai fase geraknya.perbedaan yang cukup mencolok dari sebagian besar metode kromatografi lainnya yaitu terletak pada fase geraknya .fase gerak yang digunakan tidak ikut berinteraksi dengan senyawa atau molekul dari alat tersebut,sehingga fase gerak yang digunakan hanya berfungsi sebagai zat yang membawa alat kedalam kolom. Keuntungan dari analisis menggunakan kromatografi gas adalah kecepatan analis yang relative lebih cepat dalam memisahkan komponen dari suatu senyawa yang tentunya sangat beragam.selain itu kromatografi gas dapat memisahkan senyawa-senyawa yang memiliki perbedaan titik didih yang sangat kecil dan tidak mungkin dipisahkan dengan cara penyulingan atau cara lain.

Analisis dengan menggunakan kromatografi gas merupakan salah stu teknik analisis yang memiliki tingkay kepekaan yang sangat tinggi,sehingga dapat digunakan untuk analisis dengan rentang yang sangat luas kepekaan dari kromatografy gas adalah dapat mendeteksi sampai satuan ppb (part per billion).keuntungan tambahan dari tingkat kepekaan yang tinggi adalah cuplikan yang diperlukan sangat sedikit sekali .dengan beberapa mikroliter saja,sudah mampu untuk menganalisis secara lengkap .komponen-komponen kromatografi gas umumnya terdiri atas tangki gas pembawa ,injector ,kolom berikut oven ,detector dan system pengolah data.

Kromatografi gas-cair (biasa disebut kromatografi gas) merupakan analisis yang sangat bermanfaat

Pelaksanaan kromatografi gas-cair

Pengantar

Seluruh bentuk kromatografi terdiri dari fase diam dan fase gerak. Dalam seluruh bentuk kromatografi yang lain, anda akan menemui fase gerak adalah cairan. Dalam kromatografi gas-cair, fase gerak adalah gas seperti helium dan fase diam adalah cairan yang mempunyai titik didih yang tinggi diserap pada padatan.Bagaimana kecepatan suatu senyawa tertentu

(32)

bergerak melalui mesin, akan tergantung pada seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya melekat pada cairan dengan jalan yang sama. Diagram alir kromatografi gas-cair

Injeksi sampel

Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal (Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet tersebut.Injektor berada dalam oven yang mana temperaturnya dapat dikontrol. Oven tersebut cukup panas sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya.

Bagaimana kerja kolom?  Material padatan

Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya. Untuk menyederhanakan, kita akan melihat pada kolom terpadatkan. Kolom biasanya dibuat dari baja tak berkarat dengan panjang antara 1 sampai 4 meter, dengan diameter internal sampai 4 mm. Kolom digulung sehingga dapat disesuaka dengan oven yang terkontrol secara termostatis. Kolom dipadatkan dengan tanah diatomae, yang merupakan batu yang sangat berpori. Tanah ini dilapisis dengan cairan bertitik didih tinggi, biasanya polimer lilin.

Temperatur kolom

Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai 250 oC. Temperatur kolom lebih rendah

daripada gerbang injeksi pada oven, sehingga beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada aw.al Kolom Dalam beberapa kasus, seperti yang anda akan lihat pada bagian bawah, kolom memulai pada temperatur rendah dan kemudian terus menerus menjadi

lebih panas dibawah pengawasan.

Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:

 Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

 Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam

 Molekul dapat tetap pada fase gas

Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat permanen. Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom. Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan menguap kembali dengan dengan jalan yang sama seperti air yang menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 100 oC. Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada didalam kolom.

Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam cair. Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding yang lainnya. Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan waktunya untuk diserap pada fase diam: sedangkan senyawa yang suka larut akan menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas. Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan

(33)

dalam satu pelarut satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai partisi.Sekarang, anda bisa beralasan untuk memperdebatkan bahwa gas seperti helium tidak dapat dijelaskan sebagai “pelarut”. Tetapi, istilah partisi masih dapat digunakan dalam kromatografi gas-cair. Anda dapat mengatakan bahwa substansi antara fase diam cair dan gas. Beberapa molekul dalam substansi menghabiskan waktu untuk larut dalam cairan dan beberapa lainnya menghabiskan waktu untuk bergerak bersama-sama dengan gas.

Waktu retensi

Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunujukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu. Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada:

 Titik didih senyawa. Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada

temperatur kolom, akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Dengan demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lama.

 Kelarutan dalam fase cair. Senyawa yang lebih mudah larut dalam fase cair, akan

mempunyai waktu lebih singkat untuk dibawa oleh gas pembawa.. Kelarutan yang tinggi dalam fase cair berarti memiiki waktu retensi yang lama.

 Temperatur kolom. Temperatur tinggi menyebakan pergerakan molekul-molekul dalam

fase gas; baik karena molekul-molekul lebih mudah menguap, atau karena energi atraksi yang tinggi cairan dan oleh karena itu tidak lama tertambatkan. Temperatur kolom yang tinggi mempersingkat waktu retensi untuk segala sesuatunya di dalam kolom.

Untuk memberikan sampel dan kolom, tidak ada banyak yang bisa dikerjakan menggunakan titik didih senyawa atau kelarutannya dalam fase cair, tetapi anda dapat mempunyai pengatur temperatur. Semakin rendah temperatur kolom semakin baik pemisahan yang akan anda dapatkan, tetapi akan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan senyawa karena kondensasi yang lama pada bagian awal kolom Dengan kata lain, menggunakan temperatur tinggi, segala sesuatunya akan melalui kolom lebih cepat, tetapi pemisihannya kurang baik. Jika segala sesuatunya melalui kolom dalam waktu yang sangat singkat, tidak akan terdapat jarak antara puncak-puncak dalam kromatogram. Jawabannya dimulai dengan kolom dengan suhu yang rendah kemudian perlahan-lahan secara teratur temperaturnya dinaikkan. Pada awalnya, senyawa yang menghabiskan lebih banyak waktunya dalam fase gas akan melalui kolom secara cepat dan dapat dideteksi. Dengan adanya sedikit pertambahan temperatur akan memperjelas “perlekatan” senyawa. Peningkatan temperatur masih dapat lebih `melekatan` molekul-molekul fase diam melalui kolom.

Detektor

Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi nyala dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor yang umum dan lebih mudah untuk dijelaskan

daripada detektor alternative lainnya.

Detektor ionisasi nyala

Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi. Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas dibanding dengan temperatur kolom. Hal itu menghentikan kondensasi dalam detektor.

(34)

Jika tidak terdapat senyawa organik datang dari kolom, anda hanya memiliki nyala hidrogen yang terbakar dalam air. Sekarang, anggaplah bahwa satu senyawa dalam campuran anda analisa mulai masuk ke dalam detektor. Ketika dibakar, itu akan menghasilkan sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dalam nyala. Ion positif akan beratraksi pada katoda silinder. Ion-ion negatif dan elektron-elektron akan beratraksi pancarannya masing-masing yang mana merupakan anoda. Hal ini serupa dengan apa yang terjadi selama elektrolisis normal. Pada katoda, ion positif akan mendatangi elektron-elektron dari katoda dan menjadi netral. Pada anoda, beberapa elektron dalam nyala akan dipindahkan pada elektroda positif; ion-ion negatif akan memberikan elektronnya pada elektroda dan menjadi netral. Kehilangam elektron dari satu elektroda dan perolehan dari elektroda lain, akan menghasilkan aliran elektron-elektron dalam sirkuit eksternal dari anoda ke katoda. Dengan kata lain, anda akan memperoleh arus listrik. Arus yang diperoleh tidak besar, tetapi dapat diperkuat. Jika senyawa-senyawa organik lebih banyak dalam nyala, maka akan banyak juga dihasilkan ion-ion, dan dengan demikian akan terjadi arus listrik yang lebih kuat. Ini adalah pendekatan yang beralasan, khususnya jka anda berbicara tentang senyawa-senyawa yang serupa, arus yang anda ukur sebanding dengan jumlah senyawa dalam nyala. Kekurangan utama dari detektor ini adalah pengrusakan setiap hasil yang keluar dari kolom sebagaimana yang terdeteksi. Jika anda akan mengrimkan hasil ke spektrometer massa, misalnya untuk analisa lanjut, anda tidak dapat menggunakan detektor tipe ini. Hasil akan direkam sebagai urutan puncak-puncak; setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Sepanjang anda mengontrol secara hati-hati kondisi dalam kolom, anda dapat menggunakan waktu retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang tampak-tentu saja anda atau seseorang lain telah menganalisa senyawa murni dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama.

Area dibawah puncak sebanding dengan jumlah setiap senyawa yang telah melewati detektor, dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui komputer yang dihubungkan dengan monitor. Area yang akan diukur tampak sebagai bagian yang berwarna hijau dalam gambar yang disederhanakan. Perlu dicatat bahwa tinggi puncak tidak merupakan masalah, tetapi total area dibawah puncak. Dalam beberapa contoh tertentu, bagian kiri gambar adalah puncak tertinggi dan memiliki area yang paling luas. Hal ini tidak selalu merupakan hal seharusnya.. Mungkin saja sejumlah besar satu senyawa dapat tampak, tetapi dapat terbukti dari kolom dalam jumlah relatif sedikit melalui jumlah yang lama. Pengukuran area selain tinggi puncak dapat dipergunakan dalam hal ini.

Perangkaian kromatogram gas pada spectrometer massa

Hal ini tidak dapat dillakukan menggunakan detektor ionisasi nyala, karena detektor dapat merusak senyawa yang melaluinya. Anggaplah anda menggunakan detektor yang tidak merusak. Senyawa, Ketika detektor menunjukkan puncak, beberapa diantaranya melalui detektor dan pada waktu itu dapat dibelokkan pada spektrometer massa. Hal ini akan memberikan pola fragmentasi yang dapat dibandingkan dengan data dasar senyawa yang telah diketahui sebelumnya pada komputer. Itu berarti bahwa identitas senyawa-senyawa dalam jumlah besar dapat dihasilkan tanpa harus mengetahui waktu retensinya

OBSERVASI BIOTA PENGHASIL BIOTOKSIN DAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN BANJARMASIN

(35)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian observasi biota penghasil biotoksin dan kualitas perairan di Perairan Sungai Barito Banjarmasin, pada bulan Juni, Agustus dan Oktober 2003. Contoh diambil dari 9 stasiun, 3 stasiun berjarak 1 mil, 3 stasiun berjarak 2 mil dan 3 stasiun yang lainnya berjarak 3 mil dari pantai, sedangkan jarak antar stasiun adalah 1 mil. Parameter yang diamati meliputi unsur hara dan kualitas air laut, jenis dan kelimpahan plankton serta kandungan saxitoksin pada kerang yang ditangkap nelayan di lokasi studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Perairan Banjarmasin unsur haranya masih cukup baik dan jenis planton cukup banyak hanya kelimpahannya masih rendah. Terdapat fitoplankton jenis dinoflagellata yaitu Dinophysis dan Protoperidinium pada Perairan Banjarmasin walaupun tidak di semua stasiun dan dengan kelimpahan yang masih rendah. Adapun kandungan saxitoksin pada kerang yang hidup di perairan tersebut masih sangat rendah sehingga kerang masih aman untuk dikonsumsi.

PENDAHULUAN

Kekerangan merupakan makanan yang disukai oleh konsumen dalam dan luar negeri, serta dipasarkan di warung pinggir jalan sampai restoran kelas internasional. Kerang-kerangan mempunyai harga yang murah sampai yang mahal. Kekerangan juga merupakan produk perikanan yang diekspor terutama ke Eropa yang mensyaratkan harus bebas dari semua jenis marine biotoxin dan kandungan logam berat di bawah ambang batas. Kekerangan hidup melekat benda-benda di dasar laut dan pada umumnya hidupnya tidak bergerak, atau bergerak sedikit sekali dan sangat lambat. Makanan kerang adalah partikel halus baik yang tersuspensi maupun yang mengendap di dasar perairan. Sebagai filter feeder, senyawa biotoksin dan logam berat dapat terakumulasi dalam tubuh kerang tetapi dia sendiri tidak teracuni. Keracunan biotoksin akibat makan ikan belum banyak dilaporkan di Indonesia, tetapi di Amerika Serikat dikatakan bahwa keracunan makan ikan yang disebabkan oleh biotoksin ciguatera adalah sekitar 31% (Bryan, 1987). Di Kalimantan Timur dilaporkan terjadi keracunan setelah makan kerang kepah (Meristrix meristrix) pada bulan Januari 1988 (Setiapermana 1992). Hal ini menunjukkan bahwa persentase keracunan biotoksin setara dengan keracunan akibat skromboid yang mencapai 33%. Bean & Griffin (1990) juga melaporkan bahwa kejadian keracunan biotoksin dari fin fish adalah 80% dibandingkan dengan shellfish sebesar 9,8 %. Resiko terkena racun ciguatera lebih tinggi apabila mengkonsumsi ikan karang herbivora atau carnivora. Peristiwa keracunan ciguatera telah dialami oleh penduduk di kepulauan Mariana karena makan Morea laut (Gymnothoraxm undulatus). Ikan–ikan yang mengandung ciguatera adalah bubara (Caranx sp), kakap merah (Lutjanus sp), kerapu ( Plectropomus sp) (Ruyitno, 1982). Biotoksin yang terdapat pada ikan dan kekerangan disebabkan karena adanya alga yang bersifat toksik. Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) telah meluas ke seluruh dunia dan spesies yang dominan dari dinoflagellata yang menimbulkan PSP di Kanada adalah Alexandrium yang sering disebut Gonyaulax. Sedangkan Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP) disebabkan oleh dinoflagelata Gymnodium, Ciguatera Shellfish Poisoning (CSP) salah satunya disebabkan oleh Gambierdiscus dan Amnesic Shellfish Poisoning (ASP) disebabkan oleh Pseudonitzchia. Peranginangin et al. (2001) melaporkan kandungan okadaic acid (asam okadaat) pada ikan karang yang ditangkap di P. Seribu yang diuji menggunakan alat HPLC. Ikan gigi jarang mengandung asam okadaat tertinggi terdapat dalam isi perut yaitu 34,8 ppb, sedangkan pada daging hanya 16,3 ppb. Kandungan asam okadaat pada kerang hijau dan kerang darah di Teluk Jakarta berturut-turut adalah 10,3 ppb dan 5,4 ppb, kerang darah dari Sidoarjo sebesar 7,1 ppb dan kerang darah dari Lampung tidak terdeteksi. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan perlunya dilakukan monitoring secara terus menerus terhadap perairan Indonesia mengingat jenis fitoplankton penghasil toksin telah ditemukan di

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kolom absorber yang digunakan merupakan kolom isian risching ring dengan tujuan untuk memperluas kontak antara fasa cair dan gas di dalam kolom absorber sehingga proses

Selain itu juga dapat dilakukan dengan penggunaan fungisida, HgCl2 dan klorin karena dengan penggunaan kombinasi bahan sterilan tersebut merupakan upaya sterilisasi

Penggunaan laktosa, manitol, dan kombinasi keduanya sebagai bahan pengisi berpengaruh terhadap porositas, kompresibilitas, kecepatan alir, sudut diam granul,

Persiapan baahn-bahan kimia yang akan digunakan penting untuk dilakukan sebelum mengambil dan menganilisis contoh air. Hal tersebut agar bahan kimia sudah tersedia

Pada bahan minyak kecepatan rotasi digunakan sebesar 50 rpm dikarenakan dengan ukuran tersebut spindlenya bisa berputar di sampel bahan tersebut, setelah

Kokristal merupakan metode yang saat ini banyak dikembangkan untuk memperbaiki kelarutan, kecepatan disolusi, bioavailabilitas dan stabilitas fisik dari bahan obat

untuk membasahi bahan pengisi. Distribusi air yang seragam pada puncak bahan pengisi adalah penting untuk mendapatkan pembasahan yang benar dari seluruh permukaan bahan

Dalam mela+u+an pengolahan data P, penggunaan perang+at Dalam mela+u+an pengolahan data P, penggunaan perang+at luna+ juga sangat penting untu+ diperhati+an,