• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anonim. 1995. The Art of MBoC3. New York: Garland Publishing Inc.

Alfindo T. 2009. Penyamakan Kulit Tuna (Thunnus sp.) Menggunakan Kulit Kayu Akasia (Acacia mangium Willd) Terhadap Mutu Fisik Kulit. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Amwaliya S. 2011. Pengaruh Waktu Oksidasi Terhadap Mutu Kulit Samoa pada Proses Penyamakan Minyak yang Dipercepat dengan Hidrogen Peroksida. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Basaran B. and Isik NO. 2006. Cr (VII) Formation in Double-Face Sheepskins: Effect of Chromium Level and Ironing Temperature. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists 91 (1) : 4 – 10.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1989. Standar Nasional Indonesia. Kulit Lapis Domba/Kambing Samak Kombinasi (Krom-Nabati). SNI

06-0463-28

1989. Jakarta: BSN.

Covington AD. 1997. Modern Tanning Chemistry. Chem. Soc. Rev. 26, 111. Covington AD. 2009. Tanning Chemistry The Science of Leather. Cambridge:

RSC Publishing.

Escuer JCC. 2012. Tara (Caesalpinia spinosa): The Sustainable Source of Tanin for Innovative Tanning Processes. Thesis. Barcelona: University Politecnica de Catalunya (UPC).

Fahroji Z. 2010. Pengaruh Jumlah Bahan Pretanning dan Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) terhadap Mutu Kulit Samoa. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fathima NN, Madhan B, Rao JR. and Nair BU. 2003. Mixed Metal Tanning Using Chrome-Zinc-Silica: A New Chrome-Saver Approach. JALCA 98 : 139 – 143.

Febianti I. 2011. Penentuan Waktu Oksidasi Terbaik untuk Proses Penyamakan Kulit Samoa Menggunakan Minyak Biji Karet dengan Oksidator Natrium Hipoklorit. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Gumilar J, Wendri SP, Eka W. 2010. Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H2SO4) dan Asam Formiat (HCOOH) Pada Proses Pikel Terhadap Kualitas Kulit Jadi (Leather) Domba Garut. Jurnal Ilmu Ternak 10 (1),1-6. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Gutterres M. 2007. Analysis of Vegetable Tanin Absorption During The Tannage of Hide/Hide Powder. JALCA 102 : 216 – 221.

Hapsari H, Endah D, dan Tuti K. 2008. Peningkatan Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya. Jurnal Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran 19 (3) : 208 – 215. Hastuti TU. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Tuna sebagai Bahan Baku Gelatin

dan Kerupuk Kulit guna Meningkatkan Nilai Tambah Di PT Kelola Mina Laut [laporan praktik lapang]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hayami Y. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java, a Perspective From Sunda Village. Bogor: CGPRT Center.

Haines BM, Barlow JR. 1975. The Anatomy of Leather. British Leather

Manufacturer’s Research Association, Militon Park, Egham, Surrey, UK. Journal of Material Science 10 (1975) 525-538.

Joenoes ZN. 2002. Ars Prescribendi Jilid III. Surabaya : Airlangg University Press.

Karthikeyan R, Ramesh R, Usha RB, Ramanaiah, and Chandra Babu NK. 2007. Fe (III)-Cr(III) Combination Tannage For The Production of Soft Leather. JALCA 102 : 383 – 392.

Krishnaraj K, Thanikaivelan, and Chandrasekaran B. 2010. Effect of Chromium and Tanning Method on The Drape of Goat Suede Apparel Leathers. JALCA 105 : 71 – 77.

Madhan B. 2006. Interaction of Alumunium and Hydrolysable Tannin Polyphenols: An Approach to Understanging the Mechanism of Alumunium Vegetable Combination Tannage. JALCA 101 : 317 – 323.

Manich L, Bosch M, Long W, and Stoich B. 1999. The Strain Energy Release Rat A new Parameter to be Concidered in The Tearing Strenght Test. Proceding of XXVI ULTCS Congress Tata McGraw. Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.

29

Mustakim AS. 2006. Pengaruh Persentase Penggunaan Kuning Telur Ayam Ras Terhadap Proses Peminyakan Terhadap Kekuatan Sobek Lidah, Keretakan Rajah dan Kadar Lemak Cakar Ayam Pedaging Samak Kombinasi (Krom-Nabati). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 1 (1): 5-11.

Nagai et al. 2004. Four Species of Giant Crustaceans From the Indonesian Depths, with Description of a New Species of the Family Lithodidae. Bulletin of the National Science Museum Series A (Zoology) 30(1) : 9-21 Nugraha G. 1999. Pemanfaatan Tanin Dari Kulit Kayu Akasia (Acacia mangium

Willd) Sebagai Bahan Penyamak Nabati. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prihandoko A. 2009. Sifat Fisik Kulit Samak Krom Domba Ekor Gemuk dan

Domba Ekor Tipis Awet Garam. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Purnomo E. 2002. Penyamakan Kulit Ikan Pari. Yogyakarta : Kanisius.

Radiman. 1990. General Theory of Tanning Process. Yogyakarta: Leather Reaserch Institut.

Said MI. 2000. Isolasi dan Indentifikasi Kapang Serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik dan Struktur Jalinan Kulit Kambing Pickling serta Wet Blue dengan Perlakuan Fungisida Selama Penyimpanan. Tesis. Program Studi Ilmu Peternakan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Said MI. 2012. Hibah Penulisan Buku Ajar Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit. Makasar: Universitas Hasanudin.

[SLTC] Society of Leather Technologists and Chemists. 1996. Official methods of Analysis. Northampton (UK): SLTC.

Suardana IW, Sudiadnyana P, dan Rubiyanto. 2008. Kriya Kulit Jilid 1 untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Suparno O. 2005. Phenolic Reactions for Leather Tanning and Dyeing. PhDThesis. Leicester: University of Leicester.

Suparno O, Covington AD, Evans CS. 2008. Teknologi Penyamakan Kulit Ramah Lingkungan: Penyamakan Kombinasi Menggunakan Penyamak Nabati, Naftol, dan Oksazolidin. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 18 (2) : 79 –

84.

Syafii W. 2000. Pemanfaatan Tanin Kulit Kayu Acacia decurrens Willd. Sebagai Bahan Baku Perekat Untuk Pembuatan Papan Serat. Pertanian Indonesia 9(1): 12-18.

Thorstensen TC. 1993. Practical Leather Technology. Florida: Kreiger Publishing Company.

Trijati L. 2008. Mekanisme Fading Pada Paduan AC4B Dengan Penambahan 0.0072 wt.% Titanium Hasil Low Pressure Die Casting. Depok: Universitas Indonesia.

Yuliasih I, Sugiarto. 2013. Penuntun Praktikum Teknologi Bahan Penyegar, Departemen Teknologi Industri Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Yuwono B. 2002. Kualitas Fisik dan Kimia Kulit Domba Awet Kering dan Samak

Dengan Metode Peracunan dan Pengeringan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

30

Lampiran 1. Foto Bahan Penelitian yang Digunakan

Kulit tuna segar

Bahan penyamak Krom

31

Lampiran 2. Foto Peralatan Penelitian yang Digunakan

Drum putar (molen) Thickness gauge

Toggle dryer Shaker

32

Tensile strength tester UTM Instron

Lampiran 3. Prosedur Analisa Kadar Tanin (Yuliasih 2013)

Sebanyak 1 gram contoh direbus di dalam gelas piala selama 30 menit dengan menambahkan 80 ml air destilata. Setelah disaring lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan dipenuhkan hingga tanda tera (filtrat I).

a. 2 ml filtrat I ditambahkan dengan 150 ml air destilasi dan 5 ml larutan indigokarmin, kemudian dititrasi dengan KMnO4 0.1 N, sambil diaduk hingga warna berubah menjadi kuning emas pada permukaan cairan tersebut, misalnya diperlukan (a) ml.

b. 20 ml filtrat I ditambahkan 10 ml larutan gelatin, 20 ml larutan garam asam dan 2 gram kaolin powder. Selanjutnya dikocok dengan kuat beberapa menit dan disaring (filtrat II), 5 ml cairan dipipet ditambah 5 ml larutan indigokarmin dan 150 ml air destilasi, kemudian dititrasi denan menggunakan KMnO4 0.1 N, Misalnya dalam titrasi diperlukan (b) ml

Perhitungan:

Keterangan :

a = ml KMnO4 penetrasi cairan a b = ml KMnO4 penetrasi cairan b P1 = pengenceran pada cairan a P2 = pengenceran pada cairan b N = normalitas KMnO4

33

Lampiran 4. Prosedur Uji Sifat Fisik Kulit 1. Ketebalan (SLTC 1996)

Ketebalan kulit diukur dengan cara mengukur ketebalan pada tiga titik permukaan kulit dan dihitung rata-rata dari hasil pengukuran. Pengukuran ketebalan menggunakan alat thickness gauge. Alat diletakkan di atas bidang horizontal dengan permukaan yang rata kemudian sampel diletakkan di antara tatakan dan penekan dengan sisi grain berada di atas (jika dapat diidentifikasi). Jika sisis grain-nya tidak dapat diidentifikasi, maka sampel diletakkan dengan salah satu sisi ke atas. Penekan dilepas, ditunggu sekitar 5 detik ±1 detik, kemudian angka yang terbaca pada meteran dicatat.sebagai ketebalan. Hasil ketebalan yang terbaca kemudian dirata-ratakan.

2. Kuat tarik (SLTC 1996)

Pengujian kekutan tarik dilakukan dengan menggunakan alat tensile strength tester. Sampel dipasang pada alat penguji dengan cara menjepitkan kedua ujung sampel pada alat penjepit. Jarak antar jepitan adalah 5 cm. Setelah sampel terpasang, mesin dinyalakan dan dimatikan ketika sampel terputus. Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

F = nilai yang terbaca pada alat (kgf) l = lebar kulit yang diuji (mm) t = ketebalan kulit (mm)

Berikut ini adalah bentuk sampel untuk uji kekuatan tarik

Dimensi (mm):

L l1 l2 b b1 A

55 25 15 5 12.5 5

3. Perpanjangan putus (SLTC 1996)

Pengujian perpanjangan (elongasi) adalah pengukuran perpanjangan kulit yang ditarik mulai dari kondisi awal sampai dengan akhir yaitu terputusnya kulit pada saat pengujian kekuatan tarik. Perpanjangan dihitung dengan membandingkan perpanjangan kulit ketika terputus pada saat pengujian kekuatan tarik dengan panjang kulit diawal pengukuran.

34

Penghitungan perpanjangan putus dilakukan dengan menggunakan rumus sebagi berikut:

L1 = Panjang pada waktu putus (mm) L0 = Panjang mula – mula (mm)

4. Kuat sobek (SLTC 1996)

Pengujian kekuatan sobek menggunakan alat yang sama dengan uji kekuatan tarik, yang berbeda hanya pada bentuk sampel dan penggunaan alat tambahan pada alat tensile strength tester. Alat tambahan yang digunakan yaitu pengait yang berfungsi untuk menarik sampel uji kekuatan sobek. Sampel dipasang dengan cara mengaitkan bagian tengah sampel pada alat pengait. Alat pengait akan menarik sampel dengan arah yang berlawanan sehingga sampel akan tersobek. Nilai kekuatan sobek yang terbaca pada alat dilihat ketika sampel mulai tersobek dan jarum penunjuk nilai kekuatan sobek pada alat pengujian berhenti. Nilai kekuatan sobek dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

F = Nilai yang terbaca pada alat ( kgf) t = Ketebalan kulit (mm)

Keterangan :

A. Penampang alat uji kekeuatan sobek. B. Bentuk dan ukuran sampel

35

5. Suhu kerut (SLTC 1996) Prosedur pengujian :

1. Sampel dikaitkan pada pengait D dan J

2. Sampel dimasukkan ke dalam gelas A yang telah berisi 350±50 ml air destilasi. Kecuali sampel diduga mempunyai suhu pengerutan di bawah 60oC , sampel dimasukkan ke dalam air dengan suhu 50±5oC. Air dipanaskan dengan menjaga kenaikan suhu sebisa mungkin sebesar 2oC per menit.

3. Setiap interval setengah menit, suhu yang terbaca pada termometer M dan derajat yang terbaca pada pointer G dicatat. Kegiatan ini diteruskan sampai sampel mengalami pegerutan. Kegiatan ini dapat diakhiri setelah sampel tidak lagi mengalami pengerutan seiring dengan kenaikan suhunya. Dengan membaca hubungan antara suhu dan besarnya derajat pergerakan pointer atau dengan menggunakan grafik hubungan antara pembacaan pointer dengan suhu maka dapat ditentukan derajat pengerutan dari sampel tersebut. Suhu pengerutan adalah suhu dimana terjadi pengerutan sampel dengan derajat paling besar.

Keterangan :

A. Penampang alat uji suhu pengerutan.

36

Lampiran 5. Analisis uji T kadar tanin bahan penyamak nabati Data hasil pengujian kadar tanin (%)

Gambir Quebracho Mimosa

16.84 23.83 25.12

17.64 23.37 25.41

17.24 21.73 25.26

Uji Hipotesis :

H0 : µa = µb (nilai mean kedua variabel tidak berbeda secara signifikan) H1 : µa≠ µb (nilai mean kedua variabel berbeda secara signifikan)

H0 ditolak apabila nilai signifikansi pada output kurang dari alfa (sig. < α) atau

nilai t pada output berada pada rentang t < -t(α/2;df) dan t > t(α/2;df). Dengan nilai α = 0,05 dan df = n-1 = 3-1 = 2

Dari tabel uji-t didapat nilai t tabel untuk t(α/2;df) = t(0,025;2) = 4,302653

Hasil Output Uji-t Berpasangan.

Paired differences

t df Sig.

Mean Stdev Std Error

Gambir-Quebracho -5.74 1.25 0.72 -7.95 2 0.015 Gambir-Mimosa -8.02 0.25 0.15 -54.93 2 0.000

37

Lampiran 6. Tabel anova respon variabel ketebalan (α = 0.05) dan tabel uji lanjut Duncan

Sumber Keragaman df SS MS F Value Sig.

Corrected Model 8 1.32 1.65 2.91 0.066 Intercept 1 1.38 1.38 2432.80 0.000 Bahan 2 6.57 3.29 5.78 0.024* Konsentrasi 2 3.67 1.83 3.22 0.088 Bahan*Konsentrasi 4 2.99 7479472.39 1.31 0.335 Error 9 5.12 5687032.28 Total 18 1.40 Corrected Total 17 1.83 * Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Uji Lanjut Duncan

Bahan N Subset 1 2 Mimosa 6 25246.67 Quebracho 6 28028.50 28028.50 Gambir 6 29897.67 Sig. 0.74 0.208 Keterangan :

 Faktor yang masuk ke dalam subset yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata

 Faktor yang masuk ke dalam dua subset yang berbeda dengan nilai yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

38

Lampiran 7. Tabel anova respon variabel suhu kerut (α = 0.05) dan tabel uji lanjut Duncan

Sumber Keragaman df SS MS F Value Sig.

Corrected Model 8 25.87 3.23 5.17 0.012 Intercept 1 145044.98 145044.98 231865.86 0.000 Bahan 2 13.71 6.85 10.96 0.004* Konsentrasi 2 8.84 4.42 7.07 0.014* Bahan*Konsentrasi 4 3.32 0.829 1.32 0.332 Error 9 5.63 0.626 Total 18 145076.48 Corrected Total 17 31.50 * Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Uji Lanjut Duncan

Bahan N Subset 1 2 Gambir 6 88.917 Mimosa 6 89.417 Quebracho 6 90.967 Sig. 0.302 1.000 Konsentrasi N Subset 1 2 10 6 88.900 15 6 89.783 89.783 20 6 90.617 Sig. 0.085 0.101

39

Lampiran 8. Tabel anova respon variabel kuat sobek (α = 0.05) dan tabel uji lanjut Duncan

Sumber Keragaman df SS MS F Value Sig. Corrected Model 8 351.361 43.92 52.83 0.000 Intercept 1 114800.35 114800.35 138078.92 0.000 Bahan 2 306.89 153.45 184.56 0.000* Konsentrasi 2 30.026 15.01 18.06 0.001* Bahan*Konsentrasi 4 14.44 3.61 4.34 0.031* Error 9 7.48 0.83 Total 18 115159.19 Corrected Total 17 358.84 * Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Uji Lanjut Duncan

Bahan N Subset 1 2 Mimosa 6 74.0583 Quebracho 6 82.1967 Gambir 6 83.3283 Sig. 1.000 0.060 Konsentrasi N Subset 1 2 3 10 6 78.3433 15 6 79.7400 20 6 81.5000 Sig. 1.000 1.000 1.000

40

Lampiran 9. Tabel anova respon variabel kuat tarik (α = 0.05) dan tabel uji lanjut Duncan

Sumber Keragaman df SS MS F Value Sig.

Corrected Model 8 1.08 1.35 4.76 0.016 Intercept 1 8.32 8.32 2944.00 0.000 Bahan 2 7.76 3.88 13.732 0.002* Konsentrasi 2 1.99 9976873.72 3.53 0.074 Bahan*Konsentrasi 4 1.01 2518684.81 0.89 0.507 Error 9 2.54 2826502.50 Total 18 8.45 Corrected Total 17 1.33 * Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Uji Lanjut Duncan

Bahan N Subset 1 2 Quebracho 6 19995.17 Gambir 6 20070.17 Mimosa 6 24437.50 Sig. 0.940 1.000

41

Lampiran 10. Tabel anova respon variabel perpanjangan putus (α = 0.05) dan tabel uji lanjut Duncan

Sumber Keragaman df SS MS F Value Sig. Corrected Model 8 1011.02 126.38 1.356 0.328 Intercept 1 44695.42 44695.42 479.45 0.000 Bahan 2 936.89 468.45 5.02 0.034* Konsentrasi 2 65.54 32.77 0.35 0.713 Bahan*Konsentrasi 4 8.59 2.15 0.02 0.999 Error 9 838.99 93.22 Total 18 46545.43 Corrected Total 17 1850.01 * Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Uji Lanjut Duncan

Bahan N Subset 1 2 Mimosa 6 41.26583 Quebracho 6 49.31083 49.31083 Gambir 6 58.91483 Sig. 0.183 0.119

42

Lampiran 11. Foto kulit hasil penyamakan kombinasi

Mimosa konsentrasi 10% Mimosa konsentrasi 15 Mimosa konsentrasi 20% Gambir Konsentrasi 10% Gambir Konsentrasi 15% Gambir Konsentrasi 20% Quebracho konsentrasi 10% Quebracho konsentrasi 15% Quebracho konsentrasi 20%

43

Lampiran 12. Syarat mutu kulit lapis domba/kambing samak kombinasi (krom-nabati) (SNI 1989)

Jenis Uji Persyaratan Keterangan Kimiawi

Kadar air maksimum 18%

Kadar minyak/lemak (3 - 8) % Kadar zat larut dalam

air maksimum 6%

Kadar abu jumlah maksimum 2% di atas kadar Cr2O3 Kadar krom oksida minimum 1.5 % Derajat penyamakan minimum 25

pH 3.5 - 7.0 dengan catatan untuk

pH 3.5 - 4.5 apabila cairan diencerkan 10x selisih pH sebelum dan sesudah diencerkan harus

lebih kecil dari 0.7 Fisis

Tebal (0.7 - 1.2) mm dengan

toleransi 5% Kekuatan zwik nerf tidak pecah (lastibility)

Kekuatan tarik minimum 75 kgf/cm2 = 7.5 N/mm2 Mulur pada waktu

putus maksimum 25%

Penyerapan air : 2 jam minimum 60%

24 jam minimum 80%

Organoleptis

Nerf Licin, warna muda rata

Bagian daging Bersih dari sisa daging

44

Dokumen terkait