• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Bahan Baku

Karakterisasi bahan baku penyamak nabati dilakukan untuk mengetahui kandungan kadar tanin yang terdapat dalam bahan penyamak tesebut. Kadar tanin merupakan parameter yang penting. Nilai kadar tanin yang dihasilkan dari pengukuran yang telah dilakukan adalah mimosa memiliki kadar tanin sebesar 25.26%, quebracho 22.98%, dan gambir 17.24%. Kadar-kadar tersebut lebih rendah dibandingkan dengan literatur yaitu mimosa memiliki kadar tanin sebesar 57%, quebracho 55% dan yang terendah gambir sebesar 54% (Suparno 2005). Kadar tanin yang rendah dapat disebabkan bahan penyamak nabati yang digunakan bukanlah bahan penyamak murni hasil ekstrasi langsung dari tanaman asalnya. Kadar dan sifat tanin berbeda-beda pada setiap jenis tanaman bergantung pada jenis dan umur tanaman, serta tempat tumbuhnya (Syafii 2000).

Nilai kadar tanin yang telah diperoleh untuk melihat pengaruh beda nyatanya dilakukan analisis uji T. Dari hasil analisis yang dilakukan dapat

15

diketahui bahwa untuk pasangan variabel bahan penyamak gambir dan quebracho tidak berbeda nyata, begitu pula dengan pasangan variabel gambir dan mimosa. Tetapi untuk pasangan variabel quebracho dan mimosa nilai T yang diperoleh berada dalam rentang T tabel sehingga dapat dikatakan berbeda nyata. Nilai kadar tanin dan analisis uji T dapat dilihat pada Lampiran 5.

Persiapan bahan baku juga dilakukan pada kulit tuna pikel yang akan dilakukan penyamakan. Sebelum masuk penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan tahap prapenyamakan yang di dalamnya meliputi liming, deliming, bating, dan pickling. Setelah proses pemikelan dihitung ketebalan dan suhu kerut untuk melihat peningkatannya setelah dilakukan proses penyamakan. Hasil yang diperoleh adalah ketebalan kulit pikel sebesar 0.88 mm dengan suhu kerut 53oC. Kulit yang telah dipikel kemudian dilakukan penyamakan menggunakan bahan penyamak krom dan dihitung kembali peningkatan ketebalan dan suhu kerutnya. Ketebalan kulit yang telah disamak krom meningkat menjadi 0.92 mm, dan suhu kerutnya menjadi 95oC. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap tahapan proses yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap pengaruh fisik kulit yang dihasilkan, yaitu peningkatan ketebalan dan suhu kerut.

Ketebalan Kulit

Proses penyamakan akan memengaruhi karakteristik kulit. Kulit yang setelah dilakukan proses penyamakan akan sangat berbeda dengan kulit mentah dari segi organoleptik, fisik, dan kimia. Perbedaan yang sangat terlihat adalah ketebalannya. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya ikatan kimia antara bahan penyamak dengan kulit pada proses penyamakan.

Berdasarkan analisis ragam (anova), nilai signifikansi untuk faktor bahan sebesar 0.024 (< 0.05), sehingga efek faktor bahan berpengaruh secara signifikan terhadap ketebalan. Data ini digunakan sebagai acuan dalam melakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui interaksi terbaik dari faktor bahan penyamak yang digunakan. Nilai signifikansi untuk faktor konsentrasi sebesar 0.088 (> 0.05), sehingga efek faktor konsentrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketebalan. Selain itu interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi juga memberikan signifikansi sebesar 0.335 (> 0.05), sehingga interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketebalan. Faktor konsentrasi dan interaksi antara bahan dan konsentrasi yang digunakan yang dihasilkan pada kesimpulan anova tidak ada pengaruh yang nyata, maka uji lanjut duncan tidak berlaku.

Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat perbedaan dari faktor yang berpengaruh nyata pada uji sebelumnya. Uji tersebut menunjukkan bahwa jenis bahan mimosa dan gambir secara signifikan masuk ke dalam subset yang berbeda (mimosa masuk ke dalam subset 1 dan gambir ke dalam subset 2). Hal tersebut berarti kedua bahan tersebut memberi efek yang berbeda nyata terhadap ketebalan. Tabel anova dan uji lanjut Duncan dari respon ketebalan kulit dapat dilihat pada Lampiran 6.

Jenis bahan penyamak mimosa dan gambir memberikan efek yang berbeda nyata, peningkatan ketebalan pada kulit yang telah disamak dengan kulit pikel perbedaan yang terlihat cukup besar. Berdasarkan penelitian ini, jenis bahan penyamak nabati gambir memiliki pengaruh yang paling baik diantara yang

16

lainnya. Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dengan konsentrasi yang digunakan terhadap peningkatan ketebalan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dengan konsentrasi terhadap peningkatan ketebalan kulit samak ikan tuna

Jenis bahan penyamak gambir mengalami peningkatan yang berbeda nyata dari konsentrasi 10 – 20%, dan pada konsentrasi tertinggi persentase pertambahan ketebalan mencapai 30.55% dari kulit pikel 0.9 mm meningkat menjadi 1.2 mm setelah dilakukan penyamakan. Apabila dibandingkan dengan kulit kambing yang disamak menggunakan penyamak kombinasi krom dan nabati, kulit samak tersebut sudah sesuai karena persyaratan rata rata ketebalan kulit adalah 0.7 – 1.2 mm dengan toleransi 5% (BSN 1989).

Gambir memiliki bobot molekul yang paling rendah di antara bahan penyamak lain yang digunakan yaitu 520, sedangkan bobot molekul mimosa adalah 1600-1700 dan quebracho 2400. Pada suasana basa, bahan penyamak nabati yang tergolong ke dalam tanin terkondensasi, akan terdispersi, menjadi mudah teroksidasi, dan membentuk warna merah (Thorstensen 1993). Tanin tersebut akan terpenetrasi ke dalam kolagen kulit. Kecepatan absorbsi partikel berbanding lurus dengan cairan atau pelarutnya dengan besar kecilnya partikel, semakin kecil partikel akan semakin mudah larut (Joenoes 2002). Gambir bereaksi sangat cepat dalam menyamak kulit mentah dengan mengisi gugus protein yang bebas sehinga peningkatan ketebalannya lebih tinggi dibandingkan dengan penyamak nabati lainnya. Bahan penyamak gambir menghasilkan hasil kulit samak yang lebih lembut dan feel/handle yang lebih tipis. Berbeda dengan kulit yang disamak menggunakan gambir, kulit yang dihasilkan dari penyamakan yang menggunakan jenis bahan penyamak mimosa dan quebracho memiliki karakterstik kulit yang lebih kaku.

Suhu Kerut

Kulit ketika dipanaskan akan mengalami pengerutan seiring dengan berjalannya waktu. Suhu kerut (Ts) merupakan suhu pada saat kulit mengalami

17

pengerutan paling besar akibat pengaruh panas atau pada saat kulit mengerut 0,3% dari panjang awalnya (SLTC 1996).

Berdasarkan analisis ragam (anova), nilai signifikansi untuk faktor bahan penyamak nabati sebesar 0.004 (< 0.05), sehingga faktor bahan berpengaruh secara signifikan terhadap suhu kerut. Nilai signifikansi untuk faktor konsentrasi sebesar 0.014 (< 0.05), sehingga faktor konsentrasi berpengaruh secara signifikan terhadap suhu kerut. Interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi memberikan signifikansi sebesar 0.332 (> 0.05), sehingga interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suhu kerut. Tabel anova dan uji lanjut Duncan dari respon suhu kerut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bahan penyamak quebracho memberi efek yang paling berbeda nyata terhadap suhu kerut. Dilihat dari konsentrasinya, berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai konsentrasi 10% dan 20% pada jenis bahan penyamak nabati quebracho tersebut memberikan efek yang berbeda nyata terhadap suhu kerut.

Hasil pengujian suhu kerut menunjukkan nilai suhu kerut untuk kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak quebracho pada konsentrasi 20% memiliki nilai tertinggi yaitu 92oC terlihat sekali peningkatannya seiring penambahan konsentrasi, yaitu pada konsentrasi 10% yang hanya 90.30oC. Hal tersebut menunjukkan suhu kerut akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya konsentrasi bahan penyamak yang ditambahkan.

Kulit yang disamak dengan menggunakan penyamak krom akan menghasilkan kulit dengan suhu kerut tinggi. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa nilai suhu kerut penyamakan krom adalah 95oC. Nilai suhu kerut yang dimiliki oleh kulit yang disamak krom lebih besar dibandingkan dengan bahan penyamak lainnya, karena penyamak krom memiliki elektron valensi sebanyak 3+ yang dapat berikatan dengan COO- pada kolagen kulit. Menurut Thorstensen (1993) reaksi antara penyamak krom dan kolagen kulit akan meningkatkan stabilitas kulit dengan adanya ikatan silang yang terjadi, sehingga struktur kulit yang awalnya terpisah menjadi bergabung bersama menjadi struktur yang lebih kuat.

Setelah disamak kembali dengan menggunakan bahan penyamak nabati, nilainya justru menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya efek penyamakan akibat dari proses pencucian menggunakan soaking agent. Selain itu, pada proses akhir tahapan fatliquoring minyak yang terdifusi dan mengisi rongga di dalam jaringan serat kulit yang menyebabkan struktur serat kulit saling berjauhan juga dapat menyebabkan nilai suhu kerut berkurang (Covington 2009). Hubungan antara nilai suhu kerut dengan konsentrasi dari beberapa bahan penyamak nabati ditunjukkan pada Gambar 6.

18

Gambar 6. Hubungan jenis bahan penyamak nabati dengan konsentrasi terhadap nilai suhu kerut kulit samak ikan tuna

Kuat Sobek

Kuat sobek adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk menyobek kulit hingga sobek yang dinyatakan dalam N/mm. Nilai kuat sobek kulit akan berbeda apabila tebal kulitnya berbeda; semakin tebal kulit samak yang dihasilkan, maka nilai kekuatan sobek yang dihasilkan akan semakin kecil dan sebaliknya semakin tipis kulit samak maka nilai kekuatan sobeknya akan semakin besar. Kulit yang tipis mempunyai serat kolagen yang longgar sehingga mempunyai daya sobek yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tebal. Perbedaan ketebalan kulit yang diukur setelah kulit dikondisikan mempunyai korelasi yang positif dengan kekuatan sobek kulit (Manich et al. 1999).

Berdasarkan analisis ragam (anova), nilai signifikansi untuk faktor bahan sebesar 0.000 (< 0.05), sehingga efek faktor bahan penyamak yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap kuat sobek. Nilai signifikansi untuk faktor konsentrasi sebesar 0.001 (< 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa efek faktor konsentrasi berpengaruh secara signifikan terhadap kuat sobek. Selain itu, interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi juga memberikan signifikansi sebesar 0.031 (< 0.05), sehingga interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi berpengaruh secara signifikan terhadap kuat sobek. Tabel anova dan uji lanjut Duncan dari respon kuat sobek dapat dilihat pada Lampiran 8.

Dari hasil analisis uji lanjut Duncan dapat terlihat bahwa dari bahan penyamak dilihat bahwa jenis bahan mimosa secara signifikan masuk ke dalam subset yang berbeda (mimosa masuk ke dalam subset 1, sedangkan quebracho dan gambir ke dalam subset 2). Hal tersebut berarti bahan mimosa tersebut memberi efek yang signifikan terhadap kuat sobek.

19

Nilai kadar tanin pada mimosa yang lebih rendah dibandingkan jenis penyamak lainnya memberikan pengaruh nyata yang negatif terhadap kuat sobek pada kulit samak. Hal tersebut disebabkan ketebalan kulit samak yang menggunakan bahan penyamak mimosa memiliki persentase peningkatan ketebalan yang paling rendah dibandingkan dengan bahan penyamak gambir dan quebracho. Febianti (2011) menyebutkan bahwa nilai kuat sobek yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketebalan kulit, arah serat kolagen, sudut antar serat dengan lapisan grain dan lokasi sampel pada kulit. Ketebalan kulit memengaruhi nilai kuat sobek karena kulit yang tebal memiliki tenunan serat-serat kolagen yang berikatan lebih banyak. Haines dan Barlow (1975) di dalam Fahroji (2010) menambahkan bahwa sudut yang kecil antara jalinan serat-serat kolagen terhadap permukaan grain kulit memungkinkan gaya tarik dapat didistribusikan lebih menyebar ke seluruh sumbu jalinan serat, sehingga kuat sobek menjadi semakin besar.

Dari variabel konsentrasi dapat dilihat bahwa ketiga nilai konsentrasi secara signifikan masuk ke dalam subset yang berbeda, yang berarti ketiga nilai konsentrasi tersebut memberikan efek yang signifikan terhadap kuat sobek. semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan pada bahan penyamak maka semakin tinggi pula nilai kekuatan sobek yang dihasilkan. Hubungan antara nilai kuat sobek dengan konsentrasi dari beberapa jenis bahan penyamak yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan jenis bahan penyamak nabati dengan konsentrasi terhadap nilai kuat sobek kulit samak ikan tuna

Peningkatan nilai kuat sobek juga dipengaruhi oleh jenis bahan penyamak yang digunakan, kulit yang disamak nabati lebih padat dan berisi dibandingkan dengan kulit yang disamak menggunakan krom. Pada tahap penyamakan ulang, molekul zat penyamak akan mengisi sebagian besar ruang kosong yang terdapat di antara berkas serat kolagen, sehingga kulit lebih padat dan berisi. Indikasi kesempurnaan proses peminyakan dalam penelitian ini dapat diketahui dari tingginya nilai kekuatan sobek yang dihasilkan. Nilai kuat sobek yang rendah menunjukkan bahwa kulit tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku barang

20

kulit seperti dompet, tas, kulit sepatu wanita bagian atas yang tidak membutuhkan nilai kuat sobek yang terlalu tinggi.

Kuat Tarik

Kuat tarik sangat penting pada proses penyamakan kulit, kekuatan kulit yang tidak memenuhi standar menyebabkan kulit mudah pecah atau retak. Kuat tarik menunjukkan besar gaya yang dibutuhkan untuk menarik kulit hingga kulit tersebut putus. Berdasarkan analisis ragam (anova), nilai signifikansi untuk faktor bahan sebesar 0.002 (< 0.05), sehingga efek faktor bahan berpengaruh secara signifikan terhadap kuat tarik. Nilai signifikansi untuk faktor konsentrasi sebesar 0.074 (> 0.05), sehingga efek faktor konsentrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kuat tarik. Selain itu, interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi juga memberikan signifikansi sebesar 0.507 (> 0.05), sehingga interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kuat tarik. Tabel anova dan uji lanjut Duncan dari respon kuat tarik dapat dilihat pada Lampiran 9.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis bahan mimosa secara signifikan masuk ke dalam subset yang berbeda (mimosa masuk ke dalam subset 2, sedangkan quebracho dan gambir ke dalam subset 1), sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan mimosa tersebut memberi efek yang berbeda nyata terhadap kuat tarik. Mimosa dengan konsentrasi 20% memiliki nilai kuat tarik yang tertinggi dibandingkan dengan penyamak lainnya yaitu sebesar 25.31 N/mm². Jika dibandingkan dengan standar minimum SNI yaitu 75 kgf/cm2 atau setara dengan 7.5 N/mm2 (BSN 1989), nilai kuat tarik yang dihasilkan sudah memenuhi standar dan dapat dikatakan memiliki mutu kuat tarik yang baik. Hubungan antara nilai kuat tarik dengan konsentrasi dari beberapa jenis bahan penyamak yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan jenis bahan penyamak nabati dengan konsentrasi terhadap nilai kuat tarik kulit samak ikan tuna

Nilai kuat tarik dipengaruhi oleh ketebalan dan memiliki korelasi yang positif dengan nilai kuat sobek. Ketebalan akan memengaruhi kestabilan kulit, dimana kestabilan kulit ini dipengaruhi oleh ikatan silang yang terbentuk antara

21

bahan penyamak dengan protein kulit (Amwaliya 2011). Berdasarkan hasil penelitian nilai kuat tarik terbesar adalah pada bahan penyamak nabati mimosa dengan konsentrasi 20%, sedangkan pada parameter uji sebelumnya yaitu ketebalan dan kuat sobek mimosa memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dengan bahan penyamak nabati gambir dan quebracho. Pada kulit yang disamak dengan menggunakan mimosa, kulit yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih kaku dan keras, sehingga nilai kuat tarik yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.

Kuat tarik juga dipengaruhi oleh komposisi serat di dalam kulit. Kulit yang diambil pada bagian krupon akan memiliki kuat tarik yang lebih baik bila dibandingkan dengan kulit yang diambil pada bagian bahu dan perut karena kulit pada bagian krupon memiliki jaringan kolagen yang lebih kuat, rapat, dan kompak. Yuwono (2002) menyebutkan bahwa kekuatan tarik kulit samak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan struktur serabut kulit, termasuk disebabkan oleh perubahan luar pada saat penyimpanan dan pengeringan kulit sehingga kekuatan tarik menunjukkan mutu kulit.

Perpanjangan Putus

Perpanjangan putus menunjukkan nilai keelastisan kulit suatu sampel uji pada saat ditarik hingga putus dibagi dengan panjang semula dan dinyatakan dalam persen. Perpanjangan putus sangat penting pada hasil penyamakan, perpanjangan putus menunjukkan kemampuan kulit untuk mulur. Semakin tinggi nilai perpanjangan putus maka kulit tersebut semakin mudah longgar dan tidak mudah sobek. Hal tersebut menunjukkan mutu kulit yang dihasilkan baik, karena tidak kaku saat digunakan.

Berdasarkan analisis ragam (anova), nilai signifikansi untuk faktor bahan sebesar 0.034 (< 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa efek faktor bahan berpengaruh secara signifikan terhadap perpanjangan putus. Nilai signifikansi untuk faktor konsentrasi sebesar 0.713 (> 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa efek faktor konsentrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perpanjangan putus. Selain itu interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi memiliki nilai signifikansi sebesar 0.999 (> 0.05), yang menunjukkan bahwa interaksi antara faktor bahan dan konsentrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perpanjangan putus. Tabel anova dan uji lanjut Duncan dari respon perpanjangan putus dapat dilihat pada Lampiran 10.

Uji Duncan menunjukkan bahwa jenis bahan mimosa dan gambir secara signifikan masuk ke dalam subset yang berbeda (mimosa masuk ke dalam subset 1, sedangkan gambir subset 3), hal tersebut menunjukkan bahwa bahan mimosa dan gambir tersebut memberi efek yang berbeda nyata terhadap perpanjangan putus. Hubungan antara nilai kuat tarik dengan konsentrasi dari beberapa jenis bahan penyamak yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 9.

22

Gambar 9. Hubungan jenis bahan penyamak nabati dengan konsentrasi terhadap nilai perpanjangan putus kulit samak ikan tuna

Hasil menunjukkan bahwa bahan penyamak gambir memiliki tingkat kemuluran tertinggi yaitu sebesar 60.49 % pada konsentrasi 10%. Nilai tersebut tidak memenuhi standar minimum syarat mutu kulit kambing samak kombinasi yang memiliki persyaratan maksimum 25% (BSN 1989). Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan kulit yang digunakan, kulit ikan memiliki serat yang lebih renggang dan arah serat yang tidak teratur dibandingkan dengan serat pada kulit kambing.

Nilai perpanjangan putus yang dihasilkan berbanding terbalik dengan persentase peningkatan ketebalan kulit, sehingga dengan faktor sebelumnya yaitu kuat tarik memiliki korelasi yang negatif. Peningkatan ketebalan pada kulit samak seiring dengan bertambahnya konsentrasi bahan penyamak menjadikan kulit samak lebih kaku akibat dari banyaknya ikatan yang terjadi antara kolagen kulit dengan tanin pada bahan penyamak nabati yang menyebabkan nilai kemuluran putus akan semakin berkurang. Pada hasil pengujian ketebalan kulit samak tuna menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi dapat meningkatkan ketebalan kulit samak. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh, pada peningkatan ketebalan gambir memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan mimosa dan quebracho, begitu pula pada nilai perpanjangan putus.

Grafik menunjukkan terjadi penurunan persentase nilai perpanjangan putus seiring meningkatnya konsentrasi, hal tersebut dapat terjadi karena kadar tanin yang terikat lebih banyak akan menghasilkan struktur kulit yang lebih kuat. Rendahnya kemuluran yang diperoleh pada kulit hasil samak adalah akibat dari meningkatnya ikatan serat-serat kulit oleh bahan penyamak dan berubahnya serta menjadi struktur kulit yang kompak. Kompaknya struktur kulit mengindikasikan banyaknya ikatan yang terjadi dalam kulit. Nilai perpanjangan putus berbanding terbalik dengan nilai kuat tarik. Apabila pembebanan sudah mencapai titik ultimate stress (batas maksimum) maka titik tersebut merupakan kuat tarik maksimum yang mampu ditahan oleh kulit. Pada titik tersebut, kulit sudah

23

menunjukkan gejala-gejala patah berupa retakan-retakan. Retakan-retakan yang sudah mulai timbul pada titik ultimate stress akan semakin bertambah besar dan akhirnya kulit akan putus (Trijati 2008).

Kulit samak akan menjadi lemas dapat disebabkan karena tercerainya serat-serat kolagen penyusun tenunan kulit pada proses pengapuran (Nugraha 1999). Thorstensen (1993) dalam Nugraha (1999) menambahkan bahwa pada proses pengapuran akan terjadi reaksi reduksi elastin pada protein kulit. Elastin merupakan protein fibrous yang membentuk serat-serat yang sangat elastis, karena mempunyai rantai asam amino yang membentuk sudut sehingga pada saat mendapat tegangan maka sudut-sudut tersebut akan menjadi lebih lurus dan akan kembali seperti semula apabila tegangan tersebut dilepaskan.

Uji Organoleptik

Aplikasi penggunaan kulit hasil penyamakan disesuaikan dengan mutu hasil kulit yang diperoleh dari setiap jenis penyamakan. Dari yang sudah disebutkan, penyamakan menggunakan krom menghasilkan mutu kulit yang berbeda dengan penyamakan nabati, sehingga untuk menyempurnakan mutu hasil kulit yang dihasilkan dilakukan penyamakan kombinasi krom dan bahan penyamak nabati. Selain itu, akibat adanya penambahan bahan penyamak tersebut juga menyebabkan warna kulit hasil penyamakan memiliki warna dan feel/handle yang berbeda.

Pada penelitian ini, uji organoleptik mutu kulit hasil penyamakan dinilai berdasarkan dua faktor, yakni warna dan feel/handle yang dilakukan secara organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akibat adanya penambahan bahan mimosa dalam proses penyamakan menyebabkan warna kulit samak yang terbentuk memiliki warna coklat muda, sedangkan feel/handle yang dapat dirasakan setiap peningkatan konsentrasi yang ditambahkan menyebakan mutu kulit memiliki mutu yang halus pada konsentrasi 10%, dan semakin agak kasar dan bertekstur sisik pada konsentrasi 20%. Dibandingkan dengan mutu kulit yang disamak menggunakan mimosa, warna kulit yang dihasilkan oleh bahan penyamak gambir terlihat lebih tua, semakin tinggi konsentrasinya semakin gelap warna kulit yang dihasilkan, sedangkan feel/handle yang dihasilkan lebih halus. Warna yang dihasilkan quebracho adalah coklat muda terang, dan feel/handle yang dihasilkan lebih kasar dan kaku dibandingkan dengan dua penyamak yang lainnya. Hubungan antara mutu kulit hasil penyamakan terhadap jenis bahan penyamak dan konsentrasi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kulit ikan yang disamak menggunakan samak kombinasi krom dan gambir pada umumnya menghasilkan keadaan kulit yang lebih lemas hal ini sesuai dengan SNI kulit samak kambing kombinasi (BSN 1989). Dilihat dari segi warna, kulit yang disamak dengan gambir menghasilkan warna lebih menarik dan rata, sehingga kulit jenis ini pada pengaplikasiannya cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan alas sofa dan jaket kulit. Foto penampakan warna dari tiap-tiap kulit hasil samak dapat dilihat pada Lampiran 11.

24

Tabel 4. Hubungan mutu kulit hasil penyamakan terhadap jenis bahan penyamak dan konsentrasi yang digunakan

Jenis bahan penyamak nabati

Konsentrasi (%)

Mutu Kulit

Warna Feel Handle

Mimosa 10 15 20 coklat muda coklat muda

Dokumen terkait