• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abraham. 2002. Telaah Komponen Volatil Akar Wangi (Vetiveria zizanoides (L) Nash ex Small) Liar Asal Bone secara Kromatografi Gas–Spektrometri Massa [tesis]. Bandung : Program Pascasarjana, Universitas Padjajaran.

Adams RP., Sanko Nguyen, Dennis A. Johnston, Sunghun Park, Tony L. Provin, Mitiku Habte. 2008. Comparison of vetiver root essential oils from cleansed (bacteria- and fungus-free) vs. non-cleansed (normal) vetiver plants. Biochemical Systematics and Ecology 36:177-182

Aggarwal A, Singh A, Kahol AP, Singh M. 1998. Parameters of Vetiver Oil Distillation. J.Herbs Spices & Med.Plants. 6(2):55-61

Akhila A, Mumkum R. 2002. Chemical Constituents and Essential Oil Biogenesis in Vetiveria Zizaniodes. Didalam Massimo Maffei. Vetiveria : The Genus Vetiveria. New York : Taylor and Francs Ind..

Anonim. 2009. Wikipedia : Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/ [26 Agustus 2009]

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 1 Ed ke-4. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Rohhadyan T & Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.

Azlina N. 2005. Study of Important Parameters Affecting The Hydro-Distillation for Ginger Oil Production [thesis]. Malaysia : Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering, University Teknology Malaysia.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2005. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik.

Brown E, Islip HT. 1953. Stills for Essential Oil: Colonial Plant and Animal Product. 3:287-319; di dalam Monograf Nilam. 1998. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor

Cazaussus A, Pes A, Sellier N, Tabet JC. 1988. GC-MS and GC-MS-MS Analysis of a Complex Essential Oil. Chromatographia 25(10) : 865 - 869.

Chapra SC, Raymond P Canale. 1991. Metode Numerik untuk Teknik. Sardy S, penerjemah. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari : Numerical Methods for Engineers.

Dahlan D. 1989. Model Matematik Pengaruh Tekanan Uap Terhadap Rendemen Penyulingan Minyak Nilam [tesis]. Bogor : Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Denny E F K (Tim). 2001. Field Distillation for Herbaceous Oils Third Edition. Tasmania, Australia : Denny, McKenzie Associates.

Dethier M, Sakubu S, Ciza A, Cordier Y. 1997. Aromatic Plants of Tropical Central Africa. XXVIII. Influence of Cultural Treatment and Harvest Time on Vetiver Oil Quality in Burundi. J. Essent.Oil. (9) : 447-451

Earle RL. 1982. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Nasution Z, penerjemah. Jakarta: Sastra Hudaya. Terjemahan dari: Unit Operation in Food Processing.

Feryanto. 2007. Garut : The Land of Vetiver. http://ferry-atsiri.blogspot.com/2007 /12/garut-land-of-vetiver.html [6 April 2008].

Geankoplis CJ. 1983. Transport Processes and Separation Prosess Principles (Includes Unit Operations) Fourth Edition. New York : Prentice Hall.

Guenther. 1990. Minyak Atsiri Jilid I dan IVA. Semangat Ketaren, penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari : The Essential Oils.

Hardjono, Rusli S, Deswert RJ. 1973. Cara-cara Penyulingan Mempengaruhi Rendemen dan Kwalitas Minyak Akar Wangi. Pemberitaan LPTI 15 – 16 : 39 – 47.

Heldman DR, Singh RP. 1980. Food Process Engineering Second Edition. Westport, Connecticut : AVI Publishing Company, INC.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 1. Jakarta : Balitbang Kehutanan.

Indrawanto. 2006. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Akar Wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Buletin Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol XVIII (2) : 78 - 83

[ISO] International Organization for Standardization 4716 : 2002. Oil of vetiver (Vetiveria zizanioides (Linnaeus) Nash). http://www.iso.org/iso/iso_ catalogue/catalogue_tc/catalogue_detail.htm?csnumber=28587 [15 April 2008].

Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Ketaren S, Djatmiko B. 1978. Minyak Atsiri Bersumber dari Batang dan Akar. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Bogor : FATEMETA, IPB

Lavania UC. 1988. Enhanced Productivity of The Essential Oil in The Artificial Autopolyploid of Vetiver (Vetiveria zizaniodes L. Nash). Euphytica 38: 271 – 276.

Lavania UC, Surochita Basu, Seshu Lavania. 2008. Towards Bio-Efficient And Non-Invasive Vetiver : Lessons From Genomic Manipulation And Chromosomal Characterization. http://www.vetiver.org/ICV4pdfs /EB02.pdf [23 Agustus 2009]

Lestari RSE. 1993. Pengaruh Tekanan Uap dalam Proses Distilasi Terhadap Rendemen Minyak Sereh Wangi (Andropogon nardus) [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lutony TL, Yeyet R. 1999. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta : Penebar Swadaya.

Luu TD. 2007. Development of Process for Purification of α dan β-vetivone from Vetiver Essential Oil & Investigation of Effect of Heavy Metals on Quality and Quantity of Extracted Vetiver Oil. Thesis. University of New South Wales. Sydney. http://www.vetiver.org/AUS_Research%20 Proposal%20vet%20oil.pdf. [15 Juli 2007].

Marshall JA. 1967. The Vetivane Sesquiterpenes. J. Am. Chem. Soc. 89: 2748 – 2750.

Martinez J, Paulo TV, Chantal M, Alain L, Pierre B, Dominique P, Angela AM. 2004. Valorization of Brazilian Vetiver (Vetiveria zizanoides (L) Nash ex Small) Oil. J. Agr and Food Chem. 52 : 6578 – 6584.

Milojevic S, Stojanovic T, Palic R, Lazic M, Veljkovic V. 2008. Kinetics of Distillation of Essential Oil from Comminuted Ripe Juniper (Juniperus communis L) berries. Biochem. Eng. J. 39:547-553.

Moestafa A, Sumarsi, Lestari D. 1998. Pengaruh Ukuran Bahan dan Lama Penyulingan Terhadap Yield dan Karakteristik Minyak Jeruk Purut (Citrus hystrix DC). Warta IHP 13 (1-2) : 25 – 29.

Moestafa A, Waspodo P, Hakim S. 1991. Pengaruh Lama dan Kecepatan Penyulingan Terhadap Kadar Minyak dan Vetiverol Akar Wangi. Warta IHP 8 (2) : 11 – 15.

Moestafa, A. 1991. Pengaruh Lama dan Kecepatan Penyulingan terhadap Kadar Minyak dan Vetiverol Akar Wangi. Warta IHP Vol. 8 (2) : 11 – 15

Mulyono E, Risfaheri, Hernani, Tatang H, Sari IK, Wisnu B, Meika SR, Ketaren, Hari S. 2007. Laporan Akhir Penelitian Perbaikan Mutu dan Efisiensi Penyulingan Minyak Akar Wangi. Bali Besar Penelitian dan Pascapanen Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. [Tidak dipublikasi].

Oyen, Dung NX. 1999. Plant Resources of Shouth East Asia (PROSEA) 19 Essential Oil Plant. Bogor: Backhoys Publisher, Leider the Netherland.

PT Djasula Wangi. 2006. Akar Wangi (Vetiver). Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 2; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm 44 – 46.

Risfaheri dan Edi, M. 2006. Standar Proses Produksi Minyak Atsiri. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 1; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm 68 – 80.

Rusli S, Anggraeni. 1999. Pengaruh Tekanan Uap dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Akar Wangi. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol. X (1) : 25 – 32

Rusli S. 1985. Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Edisi Khusus 2. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor

Sakiah S. 2006. Modifikasi Proses Penyulingan dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Santoso HB. 1993. Akar Wangi Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta : Kanisius.

Sastrohamidjojo H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Setiadji, Tamtarini. 2006. Mempelajari Pengaruh Metode dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Nilam. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 2; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm 128 – 134.

Shibamoto T, Nishimura O. 1982. Isolation and Identidication of Phenols in Oil of Vetiver. Phytochemistry. 21(3):793

[SNI] Standar Nasional Indonesia 06- 2386-2006. Minyak Akar Wangi.

http://www.bsn.or.id/files/sni/SNI%2001-2386-2006%20_akar%20 wangi_.pdf [10 Februari 2008].

Sudibyo A. 1989. Pengaruh Lama Penyulingan dan Penghancuran Biji Jintan (Cuminum Cyminum L.) Terhadap Rendemen dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Atsiri yang Dihasilkan. Warta IHP Vol. 6 (1) : 1 – 4.

Suryatmi RD, Henanto H, Purwanto W, Wibowo T. 2006. Teknologi Proses Produksi Minyak Atsiri Mutu Tinggi. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 1; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm : 150 – 158.

Suryatmi RD. 2006. Kajian Variasi Tekanan pada Penyulingan Minyak Akar Wangi Skala Laboratorium. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 1; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm : 173 – 177.

Triharyo. 2007. Solusi Untuk Industri Penyulingan Akar Wangi dengan Menggunakan Energi Panas Bumi. http://www.triharyo.com/dl_jump. php?id=11 [6 April 2008].

Weyerstahl P, Helga M, Ute S, Dietmar W, Horst S. 2000. Constituent of Haitian Vetiver Oil. Flavour Fragr. J. 15 : 395-412

Wibowo TY, Suryatmi RD, Meika SR, Imelda HS. 2008. Kajian Proses Penyulingan Uap Minyak Jintan Putih. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol 17 (3) : 89-96

Lampiran 1. Daftar Istilah dan Simbol

A. Istilah

Boiler : alat untuk menghasilkan uap air, yang akan digunakan untuk pemanasan.

Ketel suling : alat yang berfungsi sebagai wadah tempat air dan atau uap untuk mengadakan kontak dengan bahan serta menguapkan minyak atsiri

Kondensor : alat pendingin yang berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan uap minyak menjadi fase cair

Separator : alat yang berfungsi untuk menampung distilat dan memisahkan minyak dari air suling

Laju distilasi : nilai perbandingan antara jumlah air suling dengan waktu (jumlah air yang disuling tiap jam)

Laju alir uap` : nilai perbandingan antara jumlah uap air dari boiler yang masuk ke ketel suling terhadap waktu (jumlah uap yang masuk tiap jam)

Recovery : jumlah minyak yang dapat dikeluarkan dari keseluruhan minyak yang terkandung dalam bahan tanaman

Rendemen : jumlah minyak yang dihasilkan pada proses penyulingan persatuan bahan

Tekanan : satuan fisika untuk menyatakan gaya (F) per satuan luas (A).

Tekanan uap : tekanan suatu uap pada kesetimbangan dengan fase bukan uapnya

B. Simbol P = tekanan

Konversi satuan : 1 bar = 0.9869 atm = 1.0197 kg/cm2 1 bar = 100 kPa = 750.0617 mmHg V = laju alir uap; ml/menit, l/jam

t = waktu penyulingan; menit, jam T = suhu penyulingan; oC

Lampiran 2. Prosedur Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak

a. Penentuan Kadar Air (SNI 01-3181-1992) Ruang lingkup

Metoda ini digunakan untuk penentuan kadar air dari bumbu dan rempah- rempah.

Definisi

Yang dimaksud dengan kadar air adalah banyaknya air, dinyatakan dalam presentasi massa yang disuling dan dikumpulkan sesuai dengan metoda yang diuraikan.

Prinsip

Penentuan banyaknya air yang dipisahkan dengan cara destilasi dengan bantuan suatu cairan organik yang tidak bercampur dengan air, dan yang dikumpulkan dalam sebuah tabung ukuran.

Bahan-Bahan Kimia

Toluena. Jenuhkan toluena dengan mengocoknya dengan sejumlah kecil air dan sulinglah. Gunakan destilat ini untuk penentuan kadar air.

Peralatan

1. Alat penyulingan terdiri atas bagian-bagian di bawah ini dipasang bersama-sama dengan menggunakan sambungan-sambungan kaca asah :

a. Labu leher pendek, paling sedikit berkapasitas 500 ml. b. Pendingin refluks.

c. Penampung dengan tabung berukuran, ditempatkan diantara labu dan pendingin,

2. Neraca Analitik Pengambilan Cuplikan

Lakukanlah pengambilan cuplikan bahan dengan menggunakan metoda seperti diuraikan dalam Rekomendasi ISO R 984 Spices and Condiments sampling.

Cara Kerja 1. Persiapan alat.

Seluruh alat dibersihkan dengan larutan pencuci kalium dikhromat-asam sulfat untuk memperkecil kemungkinan melekatnya tetes-tetes kecil air pada sisi-sisi pendingin dan penampung. Bilaslah dengan air secara baik dan keringkan dengan sempurna sebelum alat tersebut digunakan.

2. Penbuatan cuplikan untuk pengujian.

Buatlah cuplikan seperti diuraikan dalam Rekomendasi ISO R 984 Spices and Condiments - Preparation of Sample for Test.

3. Cuplikan yang diperiksa.

Timbanglah mendekati 0.01 kira-kira cuplikan yang telah dibuat untuk pengujian, sedemikian rupa sehingga banyaknva air yang diukur tidak akan rnelebihi 4,5 ml.

4. Penentuan.

Pindahkan secara kuantitatip cuplikan yang diperiksa ke dalam labu destilasi dengan toluene, tambahkan toluena secukupnya (kira-kita 75 ml) untuk menutupi cuplikan itu seluruhnya, dan kocoklah perlahan-lahan untuk mencampurnya. Pasanglah alat dan isilah penampung dengan pelarut dengan cara menuangkannya melalui pendingin sampai mulai meluap ke dalam labu destiIasi. Bila perlu sisipkanlah sumbat kapas yang longgar dibagian atas pendingin atau pasanglah sebuah tabung pengering kecil berisi kalsium klorida untuk mencegah pengembunan uap air dari udara di dalam tabung pendingin.

Agar refluks dapat diatur, selubungilah labu dan tabung yang menuju ke penampung dengan kain asbes. Panaskanlah labu sedemikian rupa sehingga kecepatan destilasi adalah kira-kira 100 tetes per menit. Bila sebagian besar air telah tersuling, naikkanlah kecepatan destilasi sampai kira-kira 200 tetes per menit dan teruskanlah hingga tidak ada lagi air yang tertampung. Sekali-sekali bersihkan dinding sebelah dalam dari pendingin refluks dengan 5 ml toluena selama destilasi berlangsung untuk membilas air yang mungkin melekat pada dinding pendingin. Air dalam penampung dapat dipaksa untuk memisah dari toluene dengan sekali-

sekali menggunakan sebuah spiral kawat tembaga turun naik dalam pendingin dan penampung, sehingga air mengendap pada dasar penampung. Reflukslah hingga tinggi air dalam penampung tetap tidak berubah selama 30 menit dan hentukanlah sumber panas.

Bilaslah pendingin dengan toluena bila diperlukan, dan gunakanlah spiral kawat tembaga untuk melepaskan tetes-tetes air yang ada. Celupkanlah penampung ke dalam air pada suhu kamar paling sedikit selama 15 menit atau sampai lapisan toluena menjadi jernih, dan kemudian bacalah volume air.

Cara Menyatakan Hasil

Kadar air dalam persentase massa sama dengan :

M V air

Kadar =100

dimana :

V : adalah volume, dalam milliliter air yang ditampung. M : adalah massa, dalam gram. cuplikan yang diperiksa. Dianggap bahwa rapat massa air tepat 1 g/ml.

b. Penentuan Kadar Minyak (SNI 01-0025-1987) Ruang lingkup

Metoda ini digunakan untuk menentukan kadar minyak atsiri pada bumbu dan rempah-rempah.

Definisi

Kadar minyak atsiri adalah kandungan minyak yang dihasilkan dari bagian tanaman, bersifat mudah menguap pada suhu kamar, berbau wangi khas tidak larut dalam air tetapi larut dalam bahan organik.

Prinsip metode

Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih. Tambahkan air dan didihkan. Selanjutnya labu didih disambung dengan alat destilasi “Dean – Stark”.

Bahan kimia 1. Aquadest

2. Bumbu dan rempah-rempah Peralatan

1. Timbangan analitik

2. Labu didih berkapasitas 1 liter 3. Alat destilasi “Dean – Stark” Cara kerja

1. Timbanglah dengan teliti mendekati 1 gram, kira-kira 35 – 40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelumnya dan masukkan ke dalam labu didih.

2. Tambahkan air sampai seluruh cuplikan terendam dan tambahkan kedalamnya sejumlah batu didih. Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan kedalam batu didih. Tambahkan air dan didihkan. Selanjutnya labu didih disambung dengan alat destilasi “Dean – Stark”. 3. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean – Stark” sehingga dapat

digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya. Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah selama beberapa waktu.

Cara Menyatakan Hasil

Kadar minyak atsiri dapat ditentukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut : 100 ) 1 ( min (%) min × − = air kadar cuplikan berat dibaca yang yak ml atsiri yak Kadar

Lampiran 3. Prosedur Analisa Sifat Fisika Kimia Minyak Akar Wangi (SNI 06-2386-2006)

a. Penentuan warna Prinsip

Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penglihatan langsung, terhadap contoh minyak akar wangi.

Peralatan

1. Tabung reaksi kapasitas 15 ml atau 20 ml; 2. Pipet gondok atau pipet berskala kapasitas 10 ml;

3. Kertas atau karton berwarna putih ukuran 20 cm x 30 cm. Prosedur

1. Pipet 10 ml contoh minyak akar wangi

2. Masukkan kedalam tabung reaksi, hindari adanya gelembung udara

3. Sandarkan tabung reaksi berisi contoh minyak akar wangi pada kertas atau karton berwarna putih.

4. Amati warnanya dengan mata langsung, jarak pengamatan antara mata dan contoh 30 cm

b. Penentuan Bau Prinsip

Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penciuman langsung, terhadap contoh minyak akar wangi.

Penyajian hasil uji

Hasil uji yang disajikan harus sesuai dengan warna contoh minyak akar wangi yang diamati. Apabila contoh minyak akar wangi yang diamati berwarna kuning muda, maka warna contoh minyak akar wangi dinyatakan kuning muda.

c. Penentuan Bobot Jenis Prinsip

Perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama.

Peralatan

1. Neraca analitik dengen ketelitian 0,001 g;

2. Penangas air yang diperlengkapi dengan thermostat; 3. Piknometer berkapasitas 5 ml.

Cara kerja

1. Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.

2. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya

3. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m)

4. Isi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya gelembung- gelembung udara.

5. Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2 oC selama 30 menit

6. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya

7. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1)

8. Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan arus udara kering.

9. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung- gelembung udara

10.Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20 oC ± 0,2 oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut.

11.Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2).

Penyajian hasil uji

m

m

m

m

d

jenis

Bobot

=

=

1 2 20 20 dengan keterangan:

m, adalah massa piknometer kosong (g);

m1, adalah massa, piknometer berisi air pada 20oC (g); m2, adalah massa, pikonometer berisi contoh pada 20oC (g).

d. Penentuan indeks bias Prinsip

Metode ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap.

Bahan kimia • Air suling Peralatan 1. Refraktometer; 2. Penangas air; 3. Lampu natrium. Cara kerja

1. Alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu saat pembacaan akan dilakukan

2. Suhu harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2 oC

3. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan

4. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil Penyajian hasil uji

(

t

t

)

n

bias

Indeks

=

tD

+

0,0004

1

1 Dengan: 1 t D

n

adalah pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan ; t

D

t1 adalah suhu yang dilakukan pada suhu pengerjaan; t adalah suhu referensi (20oC);

0.0004 adalah faktor koreksi untuk indeks bias.

e. Penentuan kelarutan dalam etanol Prinsip

Kelarutan minyak akar wangi dalam etanol absolut atau etanol 95 % membentuk larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan.

Bahan kimia 1. Etanol 95 %

2. Larutan pembanding (dibuat baru)

Dengan menambahkan 0,5 ml larutan perak nitrat (AgNO3) 0,1 N ke dalam 50 ml larutan natrium khlorida (NaCl) 0,0002 N dan dikocok. Tambahkan satu tetes asam nitrat (HNO3) encer (25 %) dan amati setelah 5 menit. Lindungi terhadap sinar matahari langsung.

Peralatan

1. Gelas ukur 50 ml;

2. Gelas ukur tertutup 10 ml atau 25 ml. Cara kerja

1. Tempatkan 1 ml contoh minyak dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml atau 25 ml

2. Tambahkan etanol 95 %, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada suhu 20 oC

3. Bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding, melalui cairan yang sama tebalnya, bila larutan tersebut tidak bening.

Penyajian hasil uji

Hasil uji dinyatakan sebagai berikut:

Akan membentuk larutan jernih atau opalesensi ringan, apabila ditambahkan etanol sebanyak maksimum sepuluh kali volume contoh.

f. Penentuan bilangan asam Prinsip

Asam-asam bebas dinetralkan dengan larutan terstandar kalium hidroksida etanol.

Bahan kimia

1. Etanol 95 % (v/v) pada 20oc, yang dinetralkan dengan larutan kalium hidroksida (KOH) dengan menggunakan indikator fenolftalein (pp); 2. Fenolftalein (pp), larutan 0,4 g/l dalam etanol 20 % (v/v) yang telah

dinetralkan;

3. Larutan kalium hidroksida (KOH) 0,1 N dalam etanol yang telah distandardisasi.

Peralatan

1. Neraca analitik dengan ketelitian 0,001 g;

2. Labu penyabunan kapasitas 250 ml, yang dilengkapi dengan pendingin refluks;

3. Buret dengan skala terbagi dalam seper sepuluh milimeter. Cara kerja

1. Timbang 4g ± 0,05 g contoh minyak, larutkan dalam 5 ml etanol netral pada labu saponifikasi penyabunan

2. Tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai indikator

3. Titrasi larutan tersebut dengan kalium hidroksida 0,1 N sampai warna merah muda

Penyajian hasil uji m N V asam Bilangan =56,1× × dengan keterangan:

56,1 adalah bobot setara KOH;

V adalah volume larutan KOH yang diperlukan (ml); N adalah normalitet larutan KOH (N);

g. Penentuan bilangan ester Prinsip

Penyabunan ester-ester dengan larutan KOH alkohol berlebihan. KOH dititrasi kembali dengan asam klorida (HCl). Ester-ester dihidrolisis dengan larutan standar kalium hidroksida berlebih pada kondisi panas. Kelebihan alkali ditetapkan dengan titrasi kembali dengan asam klorida.

Bahan kimia

1. Etanol 95 % (v/v) yang baru dinetralkan dengan larutan alkali, dengan menggunakan larutan indikator fenolftalein (pp);

2. Larutan kalium hidroksida (KOH) 0,5 N dalam etanol; 3. Larutan standar volumetri asam klorida (HCL) 0,5 N; 4. Larutan fenolftalein (pp) 1% dalam etanol.

Peralatan

1. Labu penyabunan, terbuat dari gelas dengan leher kaca asah yang tahan terhadap alkali, berkapasitas 250 ml, dapat dilengkapi dengan sebuah pipa kaca, panjangnya paling sedikit 1 m, dan diameter sebelah dalam 1 cm, yang digunakan sebagai kondensor refluks atau bila perlu sebagai pendingin refluks. Pasanglah tabung berisi penyerap karbon dioksida pada pendingin selama pendinginan;

2. Gelas ukur 5 ml; 3. Buret standar 50 ml; 4. Pipet standar 25 ml; 5. Penangas air. Cara kerja a) Pengujian blanko

1. Isi labu penyabunan dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu tambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida 0,5 N dalam alkohol 2. Refluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama 1 (satu)

jam setelah larutan mendidih. Diamkan larutan hingga menjadi dingin. 3. Lepaskan kondensor refluks dan tambah 5 tetes larutan fenolftalein dan kemudian titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna.

b) Pengujian contoh

1. Timbang contoh 4 g ± 0,05 g dan masukkan ke dalam labu, tambahkan 25 ml kalium hidroksida 0,5 N dan batu didih.

2. Refluks diatas penangas air selama 1 jam

3. Lepaskan kondensor refluks, tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein, dan titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna Penyajian hasil uji

Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus:

(

)

m

N

V

V

E

=

56,1

1

0 dengan keterangan:

56,1 adalah bobot setara KOH;

V1 adalah volum HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (ml); Vo adalah volume HCl yang digunakan untuk contoh (ml);

m adalah massa dari contoh yang diuji (g); N adalah normalitet HCl (N).

h. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi Prinsip

Asetilasi minyak atsiri oleh anhidrida asetat dengan adanya natrium asetat. Isolasi dan pengeringan minyak atsiri yang terasetilasi tersebut. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi. Perhitungan kadar alkohol bebas, dengan memperhatikan bilangan ester minyak sebelum asetilasi

Peralatan

1. Alat destilasi, termasuk sebuah labu asetilasi berdasar bundar dengan leher kaca asah berkapasitas 100 cm³, dilengkapi dengan sebuah pipa kaca

Dokumen terkait