• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAJU UAP BERTAHAP

TUTI TUTUARIMA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

vii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prayoga Suryadarma, STP. MT.

viii Bertahap

Nama : Tuti Tutuarima NRP : F351060031

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Erliza Noor Anggota

Ir. Edy Mulyono, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Irawadi Djamaran

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

ix Allah SWT, atas rahmat dan karunia Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam penulis sampaikan kepada qudwah ummah sepanjang masa, Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para shohabat dan orang-orang yang istiqomah menapaki jalan Nya hingga yaumil akhir nanti.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir, Meika Syahbana Rusli, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. Ir. Erliza Noor dan Bapak Ir. Edy Mulyono, MS. selaku anggota komisi pembimbing, serta Bapak Prayoga Suryadarma, STP. MT. selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) dan staf, terutama Pak Dedi, Pak Makmun, Bu Eni serta staf dan teknisi laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu selama penelitian. Terimakasih juga kepada Departemen Pertanian melalui Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) yang telah mendanai penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada Mak dan Bak, kakak-kakak terutama Dodang, keponakan, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Terima kasih pula buat saudaraku Rahmat, Ria, Mba Tini, Bu Ros, Bu Cut; teman-teman di PCH Uni Fit, Ayuk Desi, Kak Sahara, Ayuk Sherly; teman-teman ngaji Teh Erni, Patma, Mba Tiwi, Siti, Mba Rina; serta rekan-rekan TIP angkatan 2006 yang selalu memberikan dukungan. Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan, baik berupa petunjuk-petunjuk, bimbingan, dan lain-lainnya dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penuliskan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan hati yang ikhlas penulis mengharapkan agar kiranya kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini dapat menjadi inspirasi untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai wujud syukur kepada-Nya dan Allah mengampuni semua kesalahan kita. Amin.

Bogor, Agustus 2009

x Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 11 April 1983 dari ayah H.M.Sabri dan ibu Hj. Ruhana. Penulis merupakan putri bungsu dari tujuh bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bengkulu dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu melalui jalur Penelusuran Potensi Akademik (PPA) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, lulus tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Institut Pertanian Bogor pada program studi yang sama atas tawaran Kakak tercinta Mahyudin Shobri. Biaya penelitian penulis peroleh dari Departemen Pertanian melalui Program KKP3T tahun 2007.

xi DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 4 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Akar Wangi... 6 2.2 Standar Mutu Minyak Akar Wangi ... 12 2.3 Penyulingan Minyak Akar Wangi... 13 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Minyak Akar Wangi 17 2.5 Model Kinetika Penyulingan Minyak Atsiri ... 21

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat ... 22 3.2 Bahan dan Alat ... 22 3.3 Tahapan Penelitian ... 24 3.4 Pemodelan Kinetika ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Akar Wangi ... 29 4.2 Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Tekanan Konstan ... 29 4.3 Disain Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi ... 32 4.4 Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan Bertahap Tanpa

Pengaturan Laju Alir Uap ... 34 4.5 Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan Bertahap dan

Laju Alir Uap Konstan ... 36 4.6 Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir

Uap Bertahap... 37 4.7 Mutu Minyak Akar Wangi Hasil Penyulingan Tekanan

Bertahap ... 38 4.8 Distribusi Komponen Minyak Akar Wangi ... 44 4.9 Model Kinetika Penyulingan Minyak Akar Wangi... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 53 5.2 Saran... 53

xii LAMPIRAN... 60

xiii Halaman Tabel 1 Perkembangan ekspor impor akar wangi... 1 Tabel 2 Komposisi kimia minyak akar wangi ... 9 Tabel 3 Analisa GC-MS komponen minyak akar wangi ... 10 Tabel 4 Beberapa penelitian minyak akar wangi ... 11 Tabel 5 Sifat fisik dan kimia minyak akar wangi beberapa negara produsen... 12 Tabel 6 Standar mutu minyak akar wangi menurut SNI 06-2386-2006 ... 13 Tabel 7 Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 7416 : 2002 ... 13 Tabel 8 Hasil karakterisasi akar wangi ... 29 Tabel 9 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan konstan... 33 Tabel 10 Perbandingan mutu minyak hasil penelitian dan penyulingan rakyat ... 44 Tabel 11 Distribusi luas area GC-MS minyak akar wangi ... 45 Tabel 12 Nilai koefisien distilasi ... 49 Tabel 13 Model matematis untuk parameter kinetika penyulingan... 50

xiv Gambar 1 Kantung minyak akar wangi ... 7 Gambar 2 Mekanisme proses penyulingan minyak atsiri dengan air ... 14 Gambar 3 Skema proses difusi ... 15 Gambar 4 Skema proses osmosis... 16 Gambar 5 Mekanisme proses penyulingan minyak atsiri dengan uap... 17 Gambar 6 Skema sistem penyulingan uap langsung... 23 Gambar 7 Diagram alir tahapan penelitian ... 25 Gambar 8 Akumulasi recoveri minyak terhadap waktu penyulingan... 30 Gambar 9 Laju alir uap terhadap waktu pada penyulingan tekanan konstan... 31 Gambar 10 Recoveri minyak terhadap waktu penyulingan ... 33 Gambar 11 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan bertahap tanpa

pengaturan laju alir uap dan tekanan bertahap laju alir uap

konstan ... 34 Gambar 12 Laju alir uap terhadap waktu pada penyulingan tekanan bertahap

tanpa pengaturan laju ... 35 Gambar 13 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan bertahap dengan laju

alir uap konstan selama 9 jam ... 36 Gambar 14 Recoveri minyak pada tekanan dan laju alir uapbertahap... 38 Gambar 15 Tampilan warna minyak akar wangi ... 40 Gambar 16 Mutu minyak akar wangi pada penyulingan tekanan bertahap... 42 Gambar 17 Hasil Gas Chromathography minyak akar wangi perlakuan hasil

penyulingan dengan penyulingan tekanan bertahap dan laju alir uap 2 l/j/kg ... 46 Gambar 18 Hasil Gas Chromathography minyak akar wangi perlakuan hasil

penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap

bertahap ... 47 Gambar 19 Kinetika penyulingan minyak akar wangi ... 49 Gambar 20 Plot nilai koefisien distilasi terhadap laju alir uap ... 50 Gambar 21 Perbandingan konsentrasi minyak hasil percobaan dan hasil

xv Halaman Lampiran 1 Daftar istilah dan simbol ... 61 Lampiran 2 Prosedur analisa kadar air dan kadar minyak ... 62 Lampiran 3 Prosedur analisa sifat fisika kimia minyak akar wangi ... 66 Lampiran 4 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan konstan ... 76 Lampiran 5 Recoveri minyak pada penyulingan tekanan bertahap tanpa

pengaturan laju alir uap ... 76 Lampiran 6 Recoveri minyak pada penyulingan dengan tekanan bertahap

dan laju alir uapkonstan ... 77 Lampiran 7 Recoveri minyak pada penyulingan dengan tekanan dan laju alir

uap bertahap ... 77 Lampiran 8 Laju alir uap pada tekanan konstan ... 78 Lampiran 9 Laju alir uap pada tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir

uap ... 78 Lampiran 10 Laju alir uap pada tekanan bertahap dan laju alir uapkonstan... 79 Lampiran 11 Laju alir uap pada tekanan dan laju alir uap bertahap ... 79 Lampiran 12 Mutu minyak pada penyulingan tekanan bertahap dan laju alir

uapkonstan... 80 Lampiran 13 Mutu minyak pada penyulingan tekanan dan laju alir uap

bertahap ... 80 Lampiran 14 Hasil Kromatografi Gas Spektrometri Massa Minyak Akar

Wangi pada Penyulingan Menggunakan Tekanan Bertahap dan Laju Alir Uap 2 l/j/kg bahan ... 81 Lampiran 15 Hasil Kromatografi Gas Spektrometri Massa Minyak Akar

Wangi pada Penyulingan Menggunakan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap... 85

1.1. Latar Belakang

Minyak akar wangi bagi Indonesia merupakan salah satu komoditas yang memberikan peranan penting untuk pendapatan devisa negara dari hasil ekspor minyak atsiri secara keseluruhan. Pada perdagangan internasional, Indonesia merupakan penghasil utama minyak akar wangi terbesar ketiga setelah Haiti dan Bourbon. Perkembangan ekspor dan impor minyak akar wangi sejak tahun 2001– 2005 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan ekspor impor akar wangi

Ekspor Impor

Tahun

Volume (kg) Nilai (US $) Volume (kg) Nilai (US $) 2001 1.583.798 1.759.241 2.312 43.728 2001 79.714 1.973.451 2.572 46.312 2003 45.821 1.428.682 2.465 18.680 2004 58.444 2.445.744 2.231 51.308 2005 74.210 1.544.618 532 22.890 Sumber : BPS 2001-2005

Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Fluktuasi volume ekspor ini terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar (tidak seragam dan mutu rendah) (Kardinan 2005). Pasar luar negeri yang menyerap produk minyak akar wangi antara lain negara Jepang, China, Singapura, India, Hongkong, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Belgia, Swiss, dan Italia (BPS 2005).

Sentra budidaya tanaman dan produksi minyak akar wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Produksi minyak akar wangi sebagian besar dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan teknologi yang sederhana/konvensional, sehingga seringkali minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan eksportir maupun konsumen. Mutu minyak akar wangi Indonesia merosot tajam sejak akhir tahun 90an sebagai akibat

terjadinya burning pada proses penyulingan yang menyebabkan adanya aroma gosong, sehingga dalam perdagangannya mendapatkan harga yang rendah (Suryatmi et al. 2006).

Produksi minyak atsiri dilakukan melalui beberapa metode diantaranya distilasi (penyulingan), pengepresan, ekstraksi pelarut, dan ekstraksi dengan lemak padat (Ketaren 1985; Heat dan Reineiccus 1987; Wright 1991). Penyulingan merupakan metode yang umum digunakan untuk mendapatkan minyak dari bahan yang berbentuk buah, biji, daun, dan akar. Menurut Guenther (1990) metode penyulingan dapat dilakukan dengan air (water distillation), air dan uap atau kukus (water and steam distillation), dan uap (steam distillation). Metode penyulingan yang digunakan produsen minyak akar wangi Garut adalah penyulingan uap (steam) dengan tekanan tinggi berkisar 4–5 bar (Suryatmi 2006). Penyulingan ini menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang baik, seperti bau gosong dan warna gelap. Pada tekanan uap 4 bar suhu mencapai 150oC, sehingga terbentuk uap kering (superheated steam) yang dapat menghanguskan bahan- bahan organik yang rentan terhadap panas. Metode dan kondisi operasi proses penyulingan merupakan tahapan penting untuk menghasilkan minyak atsiri dengan jumlah dan mutu yang tinggi. Menurut Ketaren (1985) jumlah minyak yang menguap ditentukan oleh tekanan uap, berat molekul komponen-komponen dalam minyak, dan laju penyulingan.

Guenther (1990) berpendapat agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi maka penyulingan hendaknya berlangsung pada tekanan rendah. Penyulingan dengan menggunakan tekanan dan suhu rendah mempunyai keuntungan yaitu minyak yang dihasilkan tidak mengalami kerusakan akibat panas. Hasil kajian Suryatmi (2006) memperlihatkan bahwa penyulingan minyak akar wangi menggunakan variasi tekanan konstan hingga 3 bar menghasilkan minyak akar wangi yang lebih baik dibanding hasil minyak akar wangi pada umumnya karena tidak berbau gosong. Penelitian lain menggunakan tekanan 2,5–3 bar menghasilkan minyak akar wangi yang berbau lebih halus dan berwarna lebih jernih (Feryanto 2007). Penggunaan tekanan yang lebih rendah membutuhkan waktu penyulingan yang lebih lama. Pada tekanan tinggi (4–5 bar) hanya dibutuhkan waktu 12 jam, tetapi pada tekanan lebih rendah diperlukan waktu

selama 16–18 jam. Hal ini berdampak pada besarnya biaya bahan bakar (minyak tanah) yang dikeluarkan (rata-rata 22 liter minyak tanah/jam) (Feryanto 2007).

Kondisi yang dihadapi industri minyak akar wangi di Garut tidak hanya berdampak pada penurunan perolehan devisa negara, tetapi juga berdampak pada pendapatan yang dialami sejumlah besar petani dan penyuling akar wangi. Permasalahan ini perlu diatasi dengan upaya-upaya nyata secara tepat. Penyelesaian permasalahan dalam proses penyulingan (distilasi) minyak akar wangi dapat dilakukan melalui inovasi teknologi dengan menggunakan prinsip- prinsip proses distilasi. Berdasarkan Hukum Hidrodestilasi, percepatan proses penyulingan dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan uap air (steam) secara bertahap (Sakiah 2006). Untuk menguapkan komponen-komponen minyak akar wangi yang bertitik didih lebih tinggi diperlukan kalor yang besar, untuk itu laju uap perlu ditingkatkan secara bertahap agar diperoleh rendemen minyak akar wangi yang lebih tinggi. Sakiah (2006) melakukan penyulingan minyak pala selama 10 jam dengan tekanan awal 0 bar selama 4 jam kemudian ditingkatkan menjadi 0,5 bar selama 4 jam berikutnya dan ditingkatkan lagi menjadi 1,5 bar sampai akhir penyulingan. Hal ini dapat meningkatkan rendemen lebih tinggi (15.30% untuk biji pala dan 16.73% untuk fuli pala) dibandingkan dengan penyulingan pada penggunaan tekanan konstan 0 bar selama 10 jam (14.20% untuk biji pala dan 15.41% untuk fuli pala).

Selain tekanan, laju penyulingan berperan penting dalam menghasilkan minyak yang baik. Laju yang tidak sesuai mengakibatkan proses penyulingan tidak berlangsung sempurna. Milojevic (2008) menyimpulkan bahwa penggunaan laju penyulingan yang besar dapat menghasilkan jumlah minyak yang lebih banyak. Pada penggunaan laju penyulingan 0.13, 3.6, 10, dan 11.7 ml/menit dihasilkan minyak 0.65%, 1.30%, 1.40%, dan 1.42%.

Sebagai upaya untuk menghasilkan minyak akar wangi bermutu dan tingkat rendemen yang tinggi maka pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi proses penyulingan metode uap langsung menggunakan variasi peningkatan tekanan dan laju uap. Sebagai alternatif dari proses penyulingan dengan tekanan yang tinggi secara konstan, pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan perolehan minyak akar wangi.

1.2. Perumusan Masalah

Penyulingan akar wangi menggunakan tekanan tinggi menghasilkan minyak bermutu rendah yang ditandai dengan warna gelap dan bau gosong. Mutu minyak akar wangi yang baik, diharapkan mampu meningkatkan harga jual baik untuk pasar dalam dan luar negeri. Permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini adalah :

a. Bagaimana kondisi operasi proses penyulingan untuk menghasilkan recovery minyak yang tinggi?

b. Bagaimana pengaruh kondisi proses tersebut terhadap mutu minyak akar wangi yang dihasilkan?

c. Bagaimana sebaran komponen senyawa penyusun minyak akar wangi hasil penyulingan tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mendapatkan kondisi operasi proses penyulingan untuk memperoleh recovery yang tinggi dan mutu yang sesuai dengan SNI dan ISO;

b. Mengidentifikasi senyawa penyusun minyak akar wangi dari berbagai tahapan penyulingan;

c. Memperkirakan model dan parameter kinetika pada penyulingan minyak akar wangi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak akar wangi yang memenuhi standar mutu nasional (SNI 06-2386-2006) dan internasional (ISO 4716:2002) sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan penyuling, serta memberikan manfaat terhadap pengembangan teknologi produksi minyak atsiri.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah :

a. Karakterisasi bahan baku akar wangi meliputi kadar air dan kadar minyak. Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi jenis Pulus Wangi

berumur 12 bulan yang berasal dari Kecamatan Sukahardja Kabupaten Garut.

b. Penyulingan minyak akar wangi menggunakan metode uap langsung yang berasal dari boiler berbahan bakar listrik. Alat penyuling terbuat dari bahan stainles steel kapasitas 5 kg akar wangi kering (volume 90 liter); dilengkapi PRV (Pressure Reducing Valve); kondensor tipe spiral. Penyulingan terdiri dari berbagai perlakuan, antara lain penyulingan dengan tekanan konstan 1-3 bar, penyulingan dengan tekanan meningkat bertahap, penyulingan dengan tekanan meningkat bertahap dan laju alir uap konstan 1-2 l/j kg bahan, penyulingan dengan tekanan dan laju alir uap meningkat bertahap

c. Analisa mutu minyak akar wangi menggunakan metode berdasarkan SNI 06-2386-2006. Parameter yang dianalisa adalah bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam etanol 95%, bilangan asam, bilangan ester dan bilangan ester setelah asetilasi.

d. Identifikasi komponen minyak akar wangi hasil menggunakan GC MS (Gas Chromatohrapy Mass Spectrometry) dan database WILEY275 di Labkesda DKI Jakarta. Identifikasi ini hanya dilakukan pada minyak hasil penyulingan dengan tekanan meningkat bertahap dan laju alir uap konstan 2 l/j kg bahan serta minyak hasil penyulingan dengan tekanan dan laju alir uap meningkat bertahap.

Penelitian ini dilaksanakan bersama-sama dengan kandidat Magister Sains Program Mayor Teknologi Pasca Panen (TPP), Ir. Rosniyati Suwarda, dalam kerangka Proyek Penelitian Departemen Pertanian melalui Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) tahun 2007.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Akar Wangi

Akar wangi (Vetiveria zizanoides) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang potensial. Tanaman dari famili Gramineae ini telah lama dikenal di Indonesia dan menjadi salah satu komoditas ekspor nonmigas. Rumpun tanaman akar wangi terdiri dari beberapa anak rumpun yang memiliki sejumlah akar-akar halus, berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai kemerahan (Ketaren 1985 dan Santoso 1993). Tanaman akar wangi dapat menghasilkan minyak yang dikenal dengan minyak akar wangi (vetiver oil) melalui proses penyulingan.

Pada tanaman akar wangi menurut Heyne (1987), hanya bagian akar yang mengandung minyak, sedangkan batang, daun, dan bagian lain tidak mengandung minyak. Akar yang menghasilkan minyak dengan mutu yang baik dipanen pada umur 22 bulan dan rendemen akar yang diperoleh 190 gram per rumpun. Ketaren (1985) menyebutkan bahwa akar yang masih muda bersifat lemah, halus seperti rambut dan jika dicabut dapat putus dan tertinggal dalam tanah. Selain itu akar yang muda menghasilkan minyak dengan berat jenis dan putaran optik yang rendah, berbau seperti daun. Akar yang lebih tua dan cukup baik pertumbuhannya, berupa akar yang lebih tebal dan dapat menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik, serta memiliki jenis dan putaran optik yang lebih tinggi, berbau lebih wangi dan lebih tahan lama.

Minyak akar wangi merupakan cairan kental, berwarna kuning kecoklatan hingga coklat gelap, memiliki aroma sweet, earthy, dan woody (Martinez et al. 2004). Minyak akar wangi secara luas digunakan untuk pembuatan parfum, bahan kosmetika, pewangi sabun dan obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga (Kardinan 2005). Minyak akar wangi dapat juga digunakan sebagai aroma terapi dan pangan, yaitu sebagai penambah aroma dalam pengalengan asparagus dan sebagai flavor agent dalam minuman (Martinez et al. 2004). Minyak ini juga berfungsi sebagai pengikat karena mempunyai daya fiksasi (pengikat) yang kuat, sehingga sering digunakan sebagai campuran parfum untuk mempertahankan aroma.

Minyak akar wangi memiliki aroma yang kuat (Luu 2007), oleh karena itu minyak ini banyak digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk wewangian pada parfum, deodorant, lotions, sabun; sebagai bahan aromaterapi (Guenther 1990; Luthony & Yeyet 1999; Luu 2007); sebagai zat fiksatif dan komponen campuran dalam industri kosmetik (Akhila & Rani 2002; Martinez et al. 2004; Kardinan 2005); sebagai pembasmi dan pencegah serangga (Kardinan 2005); dalam obat herbal sebagai carminative, stimulant, dan diaphoretic (Lavania 1988; Akhila & Rani 2002); dalam industri pangan digunakan sebagai flavor agent pada pengalengan asparagus dan berbagai minuman (Martinez et al. 2004).

Minyak akar wangi tersimpan dalam kantung-kantung minyak yang berada diantara lapisan cortex dan endodermis (Gambar 1). Minyak yang terletak dibawah lapisan permukaan disebut sebagai subcutaneous oils (Denny 2001). Pengeluaran minyak dari dalam bahan dilakukan dengan melewatkan uap panas untuk merusak lapisan luar yang menutupi kantung minyak (epidermis dan cortex). Menurut Guenther (1990), suhu tinggi dan pergerakan uap air yang disebabkan oleh kenaikan suhu dalam ketel mempercepat proses difusi. Istilah difusi dalam konteks ini adalah penetrasi dari berbagai komponen secara timbal balik sehingga tercapai keseimbangan.

Gambar 1. Kantong minyak akar wangi (Lavania et al. 2008)

Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang mengandung campuran seskuiterpen alkohol dan hidrokarbon yang sangat kompleks

(Cazaussus 1988; Akhila & Rani 2002), dan jenis minyak atsiri yang sangat kental dengan laju volatilitas yang rendah (Akhila & Rani 2002). Luu (2007) menyebutkan, komponen utama penyusun minyak akar wangi terdiri dari sesquiterpen hidrokarbon (γ-cadinene, clovene, α-amorphine, aromadendrene, junipene, dan turunan alkoholnya), vetiverol (khusimol, epiglobulol, spathulenol, khusinol, serta turunan karbonilnya), dan vetivone (α-vetivone, β-vetivone, khusimone dan turunan esternya). Diantara komponen-komponen tersebut, α- vetivone, β-vetivone, dan khusimone merupakan komponen utama sebagai penentu aroma minyak akar wangi. Ketiga komponen ini disebut sebagai sidik jari (finger print) minyak akar wangi (Demole et al. 1995).

Shibamoto et al. (1981) mengidentifikasi sebelas komponen yang terkandung dalam fraksi fenolik minyak akar wangi asal India menggunakan metode kromatografi gas–spektrometri massa (KG-SM) dan resonansi magnet inti (RMI). Komponen tersebut antara lain : metoksifenol, o-kresol, p-kresol, m- kresol, eugenol, 4-vinilguaikol, cis-isoeugenol, trans-isoeugenol, 4-vinilfenol, vanilin, dan asam zizanoat. Subhas et al. (1982) mengidentifikasi komponen fraksi karbonil minyak akar wangi ( 13%) antara lain : zizanal, epizizanal, α- vetivone, β-vetivone, khusimone dan (+)-(1S,10R)-1,10-dimetilbisiklo[4.4.0]-dec- 6-en-3-on. Sementara komponen minyak akar wangi asal Burundi terdiri dari α- muurolene, valensene, β-vetivene, α-vetivone, β-vetivone, khusimole, α-cadinol, vetiselinenol, isosedranol, isokhusimol, dan β-bisabolol (Dethier et al. 1997).

Beberapa hasil identifikasi komponen menunjukkan kandungan senyawa lebih dari 100 komponen (Cazaussus 1988), 28 komponen terutama dari golongan sesquiterpen (Martinez et al. 2004). Hasil analisis terhadap minyak akar wangi yang berasal dari Brazil, Haiti, Bourbon dan Indonesia, komposisi minyak berbeda secara kuantitatif tetapi jenis komponen yang dihasilkan hampir sama (Martinez et al. 2004). Komposisi minyak akar wangi dari beberapa daerah produsen disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia minyak akar wangi

Komponen Brazil (%) Haiti (%) Bourbon (%) Indonesia (%)

Pre-zizaene 1.0 0.4 0.4 0.8 Khusimene 1.7 0.9 - 3.0 α-amorphene 1.6 1.8 2.1 4.2 Cis-eudesma—6,11-diene 1.2 1.4 0.8 2.4 α-amorphene 1.4 1.1 1.8 3.5 β-vetispirene 1.0 1.1 1.0 2.7 γ-cadinene 0.6 - 0.3 0.7 γ-vetivenene 1.3 - 0.8 5.1 β-vetivenene 2.0 1.6 1.7 5.2 α-calacorene 0.9 0.8 - 0.7 Cis-eudesm-6-en-11-ol 1.9 2.4 2.1 1.1 Khusimone 3.6 3.5 3.9 2.6 Ziza-6(13)-en-3-one 2.5 1.4 2.8 2.1 Khusinol 3.4 1.9 1.7 2.4 Khusian-2-ol 3.4 3.4 2.8 1.3 Vetiselinenol 1.7 2.3 1.8 1.0 Cyclocopacamphan-12-ol 1.0 1.7 1.3 0.3 2-epi-ziza-6(13)-3 α-ol 1.9 1.6 1.2 1.1 Isovalencenal 1.6 2.5 2.1 1.0 β-vetivone 1.5 5.6 3.9 6.0 Khusimol 7.2 13.3 6.4 9.7 Nootkatone 1.1 0.4 0.4 - α-vetivone 5.4 4.8 3.3 4.0 Isovalencenol 3.0 15.3 8.9 4.4 Bicyclovetivenol 0.5 1.1 0.8 - Zizanoic acid 11.8 0.5 0.9 3.3 Hydrocarbons 12.7 9.1 8.9 28.3 Alcohols 24.0 43.0 27.0 21.3 Carbonyl compounds 15.7 18.2 16.4 17.7 Carboxylic acids 11.8 0.5 0.9 3.3 Total identified 64.2 70.8 53.2 70.6 Sumber : Martinez et al. (2004)

Kandungan minyak akar wangi Bone dan Garut menunjukkan adanya 21 dan 20 komponen senyawa minyak akar wangi untuk masing-masing daerah. Jenis komponen disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisa GC-MS komponen minyak akar wangi

Luas Relatif (%)

No. Komponen Formula

Molekul Bone Garut

Dokumen terkait