• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aidi-Daslin. 2014. Perkembangan penelitian klon karet unggul IRR seri 100 sebagai penghasil lateks dan kayu. Warta perkaretan Vol. 33,Ho.1, Thn 2014.

Aidi, Daslin dan S. A. Pasaribu. 2015. Uji Adaptasi Klon Karet IRR Seri 100 pada Agroklimat Kering di Kebun Baleh Kabupaten Asahan Sumatera Utara. Medan: Pusat Penelitian Karet Balai Penelitian Sungei Putih.

Anwar, C. 2006. Manajemen Dan Teknologi Budidaya Karet. Disampaikan pada Pelatihan “Tekno Ekonomi Agribisnis Karet”. Jakarta.

Ardika, R., A. N. Cahyo dan T. Wijaya. 2011. Dinamika Gugur Daun dan Produksi Berbagai Klon Karet Kaitannya dengan Kandungan Air Tanah. Balai Penelitian Sembawa, Palembang.

Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. 1982. Penyadapan Tanaman Karet (SeriPedoman No. 1). Palembang: Balai Penelitian Perkebunan Sembawa.

Bleecker AB, Kende H. 2000. Ethylene: a gaseous signal molecule in plants [abstrak]. Di dalam: Annual Review Cell DivisionBiology; Wisconsin. hlm 16. abstr no PMID: 11031228.

Charloq, Andan G., Arief M., Tomi G. 2015. Penelitian pendahulaan Analisis Kandungan Etilen Ekstrak Kulit Pisang Kepok (untuk kalangan sendiri). di Laboratorium Fisiologi Pusat Penelitian Karet. Galang Damanik, S., M. Syakir, M. Tasma dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca

Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hadiwijoyo, S. dan Soehardi. 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Departemen

pendidikan dan kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jetro, N. N and G. M. Simon. 2007. Effects of 2-chloroethylphosphonic acid

formulations as yield stimulant on Hevea Brasiliensis. National Rubber Research Programme IRAD Ekona Regional Center, Cameroon.

Junaidi, Atminingsih dan T. HS. Siregar. 2014. Penggunaan Stimulan Gas Etilen Pada Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis). Warta Perkaretan 2014, 33(2): 79-88.

Kurniawan, A., 2008. Penggunaan Silika Gel dan Kalium Permanganat Sebagai Bahan Penyerap Etilen. Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Karyudi., Sumarmadjim, dan Ernita. B. 2006. Penggunaan stimulant gas etilen untuk meningkatkan produktivitas tanaman karet. Pusat Penelitian Karet Sungei putih.

Nurjana. S. 2002. Kajian laju respirasi dan produksi etilen sebagai dasar penentuan waktu simpan sayuran dan buah-buahan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung

PTP Nusantara III. 2005. Instruksi kerja: norma-norma penyadapan tanaman karet.

Purwaningrum, Y., J. A. Napitupulu, C. Hanum dan T. H. S. Siregar. 2016. Pengaruh Sistem Eksploitasi Terhadap Produksi Karet pada Klon PB260. Pusat Penelitian Karet Sungai Putih, Sumatera Utara.

Rouf, A., M. O. Nugrahani, A. S. Pamungkas, Setiono dan H. Hadi. 2015. Strategi Peningkatan Produksi Lateks secara Kontiniu dengan Teknologi Stimulas Gas Etilen RIGG-9. Balai Penelitian Getas, Salatiga.

Sakti. 2008. Buah matang, Buah Masak dan Kualitasnya [5 januari 2009]

Setiawan, D. H. dan A. Andoko., 2008. Petunjuk lengkap budidaya karet. AgroMedia Pustaka, Jakarta

Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengelolaan. Kanisius. Yogyakarta. Sholihati. 2004. Kajian penggunaan bahan penyerap etilen kalium permanganat

untuk mempepanjang umur simpan pisang raja (Musa paradisiaca L.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Siagian, N. 2010. Sifat dan Penanganan Biji Karet. Makalah yang Disampaikan pada Magang Petugas Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan pada Tanggal 30 Nopember – 1 Desember 2010. Pusat Penelitian Karet Sungei Putih.

Sianturi, H.S. 2001. Budidaya Tanaman Karet, Diktat. Fakultas Pertanian,USU, Medan.

Sinamo, H., Charloq., Rosmayati., dan Radite 2015. Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Beberapa Klon Tanaman Karet Terhadap Pemberian Berbagai Sumber Hormon Etilen. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatrea Utara

Siregar. T. H.S., Kuswanhadi., Sumarmadji., dan Karyudi. 2009. Optimasi produksi klon karet melalui system eksploitasi berdasarkan metabolism lateks. Pusat Penelitian Karet.

Siregar R. A. 2012. Marfologi Tanaman karet. http://pphp.deptan.go.id/ disp_informasi/1/5/54/1185/potensi_dan_perkembangan_pasar_ekspor_ karet_indonesia_di_pasar_dunia.html. [ 17 Oktober 2012]

Siswanto. 2004. Kekeringan alur sadap tanaman karet: perubahan karakter fisiologis, identifikasi penanda protein dan cara pengendaliannya.

Makalah Rapat Keja Evaluasi Hasil Penelitan Unggulan Badan Litbang Pertanian, Bogor, 18-20 Maret. 24p

Statistik Perkebunan Indonesia. 2010. Karet 2000-2011. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian : Jakarta.

Steenis, C. G. G. K., G. Hoed/S. Bloembergen dan P.J. Eyma., 2005. Flora. Terjemahan Moeso Surjowinoto, dkk. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Sumarmadji. 2001. Pengelompokan sifat-sifat klon berdasarkan karakter fisiologi

yang mendukung kapasitas produksi lateks. Laporan Hasil Penelitian Puslit Karet, ARMP II. 17p.

Sumarmadji. 2002. Studi karakter fisiologi lateks seebagai dasar penetapan system eksploitasi klon anjuran tanaman karet. Laporan Akhir. Pusat Penelitian Karet- Badan Litbang Pertanian. 25p

Syakir. M., S. Damanik., M. Tasma., dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen karet. Nitro pdf. Bogor.

Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertnian. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Tim Penulis PS. 2009. Panduan Lengkap Karet , cetakan 2. Penebar Swadaya. Jakarta. 235 hlm.

Tistama R, Siregar T.H.S. 2005. Perkembangan penelitian stimulan untuk pengakiran lateks Hevea brasiliensis. Wrt Perkrt 24 (2): 45-57.

Tistama, R., 2013. Peran Seluler Etilen Eksogenus Terhadap Peningkatan Produksi Lateks pada Tanaman Karet ( Hevea Brasiliensis L). Warta Perkaretan 2013, 32(1): 25-37

Webster, C. C. and E. C. Paarkooper. 1990. The Botany Of The Rubber Tree. In Rubber. New York.

William, C.N., W.Y. Chew dan J.A Rajaratnam., 1987. Tree and Field Crop of The Wetter Regions of The Trophics. Longman Scientific & Technical, London.

Wills, R. H, T. H. Lee, D. Graham, W.B. McKasson and E.G. Hall. 1982. Postharvest, An Introduction To The Physiology and Handling of Fruits and Vegetables. New South Wales University Press, Kensington, Australia.

Woelan, S., I. Suhendry, A. Daslin, dan R. Azwar. 1999. Karakteristik klon anjuran rekomendasi 1999-2001, Warta Pusat Penelitian Karet, Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Vol. 18,.hal.37-41.

Woelan, S., I. Suhendry, dan Aidi-Daslin. 2006. Pengenalan klon karet penghasil lateks dan lateks-kayu. Balai Penelitian Sungei Putih.

Woelan, S., Sayurandi dan S. A. Pasaribu. 2013. Karakter Fisiologi, Anatomi, Pertumbuhan dan Hasil Lateks Klon IRR Seri 200. Balai Penelitian Sungei Putih-Pusat Penelitian Karet, Galang Deli Serdang.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Karet Sungei Putih Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Berada pada ketinggian tempat ± 54 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dimulai dari bulan September 2015 sampai dengan Februari 2016.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman karet klon IRR 118 dan klon PB 260 pada ancak B tahun tanam 2008 sebagai objek penelitian klon metabolisme tinggi, kulit pisang kriteria menuju matang berwarna kuning sebagai perlakuan. Hasil penelitian pendahuluan Charloq, et. al (2015) yang telah dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus dengan metode titrasi dengan rumus :

Kadar Etilen = (V1−V2) x N x �0.1486 2 � x 87 gram contoh V1 = ml. Titran contoh V2 = ml. Titran blanko (0.5) N = Normalitas NaOH

Menghasilkan bahwa kulit pisang yang memiliki kandungan etilen tertinggi ialah kriteria kulit pisang berwarna kuning sebesar 0.25%, sedangkan kulit pisang berwarna hijau dan hijau kekuningan masing – masing 0,22% dan 0.20%.

memisahkan ekstrak dan ampas kulit buah, ember sebagai wadah perlakuan, oven untuk mengukur kadar padatan total (TSC), timbangan analitik (Mettler PC 180) untuk menimbang kulit pisang dan berat sampel lateks, kamera untuk mengamati keadaan bagian sadapan, cat sebagai penanda perlakuan yang diberikan, Kuas lukis lembut untuk mengoleskan perlakuan pada bidang sadap, botol kocok sebagai tempat sampel lateks.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Tersarang Tiga Step (Three- Stage Nested Design) dengan tiga ulangan, yaitu:

Step I : Waktu Aplikasi (A)

A1 = Waktu Aplikasi Pertama ( Minggu ke-1 ) A2 = Waktu Aplikasi Kedua ( Minggu ke-3 ) Step II : Klon Tanaman Karet

K1= Klon IRR 118 K2= Klon PB 260

Step III : Stimulan Hormon Etilen S0 = Tanpa Stimulan

S1 = Stimulan etilen ekstrak 50 g kulit pisang S2 = Stimulan etilen ekstrak 100 g kulit pisang S3 = Stimulan etilen ekstrak 150 g kulit pisang S4 = Stimulan etilen ekstrak 200 g kulit pisang

A1 K1 K2 A2 K1 K2 A1K1S0 A1K1S1 A1K1S2 A1K1S3 A1K1S4 A1K2S0 A1K2S1 A1K2S2 A1K2S3 A1K2S4 A2K1S0 A2K1S1 A2K1S2 A2K1S3 A2K1S4 A2K2S0 A2K2S1 A2K2S2 A2K2S3 A2K2S4

Jumlah Ulangan : 3 Ulangan

Jumlah Tanaman/Perlakuan : 4 Tanaman

Jumlah Tanaman/Klon : 60 Tanaman

Jumlah Tanaman Seluruhnya : 120 Tanaman

Gambar 1. Peta penelitianRancangan Tersarang Tiga Langkah (Nested Design Three Steps) yang digunakan sebagaiberikut :

Menggunakan S0 S1 S2 S3 S4 A1 K1 S0 U1 A1 K1 S1 U1 A1 K1 S2 U1 A1 K1 S3 U1 A1 K1 S4 U1 A1 K1 S0 U2 A1 K1 S1 U2 A1 K1 S2 U2 A1 K1 S3 U2 A1 K1 S4 U2 A1 K1 S0 U3 A1 K1 S1 U3 A1 K1 S2 U3 A1 K1 S3 U3 A1 K1 S4 U3 S0 S1 S2 S3 S4 A1 K1 S0 U1 A1 K1 S1 U1 A1 K1 S2 U1 A1 K1 S3 U1 A1 K1 S4 U1 A1 K1 S0 U2 A1 K1 S1 U2 A1 K1 S2 U2 A1 K1 S3 U2 A1 K1 S4 U2 A1 K1 S0 U3 A1 K1 S1 U3 A1 K1 S2 U3 A1 K1 S3 U3 A1 K1 S4 U3 S0 S1 S2 S3 S4 A2 K1 S0 U1 A2 K1 S1 U1 A2 K1 S2 U1 A2 K1 S3 U1 A2 K1 S4 U1 A2 K1 S0 U2 A2 K1 S1 U2 A2 K1 S2 U2 A2 K1 S3 U2 A2 K1 S4 U2 A2 K1 S0 U3 A2 K1 S1 U3 A2 K1 S2 U3 A2 K1 S3 U3 A2 K1 S4 U3 S0 S1 S2 S3 S4 A2 K1 S0 U1 A2 K1 S1 U1 A2 K1 S2 U1 A2 K1 S3 U1 A2 K1 S4 U1 A2 K1 S0 U2 A2 K1 S1 U2 A2 K1 S2 U2 A2 K1 S3 U2 A2 K1 S4 U2 A2 K1 S0 U3 A2 K1 S1 U3 A2 K1 S2 U3 A2 K1 S3 U3 A2 K1 S4 U3

���� =µ+�+�(�)+�(��)+�(���)�kj == 1, 2, 3, 4, 51, 2

l = 1, 2, 3

Dimana:

���� : Hasil pengamatan stimulan ke-k tersarang dalam klon ke-j

dan tersarang waktu aplikasi ke-i pada ulangan ke-l µ : Nilai rataan umum

: Waktu aplikasi ke-i

(�) : Klon ke-j tersarang dalam waktu aplikasi ke-i

�(��) : Stimulan ke-k tersarang dalam klon ke-j dan tersarang waktu aplikasi ke-i

(���)� : Galat percobaan pada stimulan ke-k tersarang dalam klon

ke-j dan tersarang Aaktu aplikasi ke-i pada ulangan ke-l

Pelaksanaan Penelitian Pra Aplikasi

Penentuan Letak Tanaman (Ploting)

Klon tanaman yang digunakan ialah klon IRR 118 dan klon PB 260 pada ancak B tahun tanam 2008. Jumlah tanaman karet pada setiap ancak berjumlah 310 batang dan tanaman sampel yang digunakan sebanyak 60 batang tanaman per masing – masing klon. Tanaman Karet yang digunakan dengan sistem sadap normal ½ spiral, memiliki batang yang lurus, tidak terserang penyakit, bertofografi datar, dan memiliki

pengacakan menggunakan microsoft excel. Penandaan sampel dilakukan dengan penulisan kombinasi perlakuan pada bendera yang ditempelkan di batang tanaman karet.

Pengukuran Panjang Alur Sadap

Tanaman karet yang telah ditentukan sebagai tanaman sampel, diukur panjang alur sadap sebagai data yang akan digunakan untuk menghitung total produksi

Pembuatan Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

Adapun jenis pisang yang digunakan yaitu pisang kepok yang telah mengalami puncak klimaterik dengan kriteria matang dan berwarna kuning atau pisang kepok yang 7 hari setelah dipanen. Pisang kepok yang digunakanberasal dari kebun petani sekitaran kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Dari hasil studi pendahuluan, kulit pisang yang telah mengalami puncak klimaterik berwarna kuning memiliki kandungan etilen sebesar 0,25 % .

Pembuatan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dilakukan sehari sebelum pengaplikasian stimulan ke tanaman karet. Kulit pisang dipisahkan dari buah dan ditimbang masing-masing S0 = 0 g, S1 = 50 g, S2 = 100 g, S3 = 150 g, S4 = 200 g. Kemudian diblender dengan menambahkan 300 ml aquades sebagai pelarut. Larutan kemudian diperam selama satu malam di dalam wadah yang tertutup rapat untuk mengindari oksidasi. Pada pagi hari satu jam sebelum pengaplikasian stimulan, larutan kulit pisang disaring dengan menggunakan kain kasa yang bersih untuk

.Aplikasi Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

Pengaplikasian stimulan dilakukan 2 hari sebelum sadap dengan interval waktu pengaplikasian stimulant etilen ekstrak kulit pisang selama 2 minggu.Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari suhu udara (temperatur) dan penguapan air yang terlalu tinggi dengan menggunakan sistem scrapping application. Sebelum stimulan diaplikasikan, bidang sadap terlebih dahulu dibersihkan dari karet yang mengering (Scrap) kemudian stimulan etilen ekstrak kulit pisang dioleskan searah dari pangkal sampai ke ujung bidang sadap mengggunakan kuas yang lembut dengan dosis 5 gram per pohoh per aplikasi.

Penyadapan

Penyadapa pada pagi hari pukul 06.00 sampai dengan 08.00. Sistem sadap yang digunakan yaitu ½S d/3 yaitu sistem sadap ½ spiral dan intensitas penyadapan 3 hari sekali.

Pengamatan Parameter Berat Lateks (g)

Pengukuran berat lateks (g) pada setiap perlakuan dari penyadapan pertama sampai penyadapan ketiga menggunakan gelas ukur.

Kadar Padatan Total (Total solid Content/TSC) (%)

Setelah dilakukan penimbangan lateks cair kemudian dilakukan pengukuran kadar padatan total atau yang biasa disebut total solid content (TSC). Latek dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 0C selama 12 jam. Kemudian akan

Total Produksi (g/cm/sadap)

Dilakukan penghitungan total produksi untuk mengetahui produksi dari tiap batang tanaman, dengan rumus :

Total Produksi = Berat x TSC

Hasil

Berat Lateks (g) Penyadapan Pertama

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan pertama. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan etilen ekstrakkulit pisang terhadap berat lateks penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 1.

Tabel1.Rataan perlakuan stimulant etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks (g) penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan Pertama (g)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 57.96 63.21 50.83 46.13 56.60 54.95a

PB 260 129.92 172.35 144.50 138.29 132.50 143.51b

Rataan 93.94a 117.78a 97.67a 92.21a 94.55a 99.23

Keterangan:Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan berat lateks penyadapan pertama sebesar 143.51 g lebih tinggi dibandingkan IRR 118 (K1) sebesar 54.95 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan pertama sebesar 117.78 g, diikuti

sebesar 93.94 g, sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 92.21 g menghasilkan berat lateks terendah pada penyadapan pertama.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilenekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan kedua. Rataan perlakuan stimulan etilen kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan perlakuan stimulant etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks (g) penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan I (g)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 109.54 133.82 105.96 102.96 104.31 111.32a

A2 78.33 101.74 89.38 81.46 84.79 87.14b

Rataan 93.94a 117.78a 97.67a 92.21a 94.55a 99.23 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan,

menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan waktu apilikasi 1 (A1) menghasilkan berat lateks penyadapan pertama sebesar 111.32 g, lebih tinggi dibandingkan waktu aplikasi 2 (A2) sebesar 87.14 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan pertama sebesar 117.78 g, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 97.67 g, stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang S4 sebesar 94.55

terendah pada penyadapan pertama. Penyadapan II

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak penyadapan dan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap berat lateks penyadapan kedua. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan ekstrakkulit pisang terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan perlakuan stimulan ekstrak etilen kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks (g) penyadapan kedua dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan II (g)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 55.83 55.76 50.28 51.88 60.00 54.75a

PB 260 101.04 139.17 123.54 114.46 117.58 119.16b

Rataan 78.44a 97.47a 86.91a 83.17a 88.79a 86.95

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan berat lateks penyadapan kedua sebesar 119.16 g, lebih tinggi dibandingkan klon IRR 118 (K1) sebesar 54.75 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan kedua sebesar 97.47 g, diikuti oleh stimulant etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 88.79 g, stimulant etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 86.91 g, dan stimulant etilen

kedua.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan kedua. Rataan perlakuan stimulan etilen kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4.Rataan perlakuan stimulant etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks (g) penyadapan keduadangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan II (g)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 91.04 110.35 98.47 94.88 100.08 98.96a

A2 65.83 84.58 75.35 71.46 77.50 74.94b

Rataan 78.44a 97.47a 86.91a 83.17a 88.79a 86.95

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan waktu apilikasi 1 (A1) menghasilkan berat penyadapan kedua sebesar 98.96 g, lebih tinggi dibandingkan waktu aplikasi 2 (A2) sebesar 74.94 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan pertama sebesar 97.47 g, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 88.79 g, stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 86.91 g, dan stimulan etilenekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 83.17 g, sedangkan

Penyadapan III

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan ketiga. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks (g) penyadapan ketiga dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan III (g)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 46.67 55.28 57.08 55.79 53.33 53.63a

PB 260 103.96 135.63 115.76 106.67 110.00 114.40b

Rataan 75.31a 95.45a 86.42a 81.23a 81.67a 84.02

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 5. menunjukkan bahwa perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan berat lateks penyadapan ketiga sebesar 114.40 g, lebih tinggi dibandingkan klon IRR 118 (K1) sebesar 53.63 g. Perlakuan stimulant etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan ketiga sebesar 95.45 g, diikuti oleh stimulant etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 86.42 g, stimulant etilen ekstrak 2000 g kulit buah pisang (S4) sebesar 81.67 g, dan stimulant etilen

ketiga.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan ketiga. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6.Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks (g) penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan III (g)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 90.21 114.51 106.67 103.29 92.29 101.39a

A2 60.42 76.39 66.18 59.17 71.04 66.64b

Rataan 75.31a 95.45a 86.42a 81.23a 81.67a 84.02

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Kadar Padatan Total (Total Solid Content/TSC) (%) Penyadapan I

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis

pertama. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan etilen ekstrakkulit pisang terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

TSC Penyadapan I (%)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 38.29 37.61 33.56 34.42 38.75 36.53a

PB 260 37.46 30.51 32.05 30.99 32.88 32.78b

Rataan 37.88a 34.06a 32.81a 32.70a 35.81a 34.65a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan kadar padatan total penyadapan pertama sebesar 36.53 %, lebih tinggi dibandingkan klon PB 260 (K2) sebesar 32.78 %. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan pertama sebesar 37.88 %, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 35.81 % , stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang S1 sebesar 34.06 %, dan stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 32.81 % , sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 32.70 % menghasilkan kadar padatan total terendah pada penyadapan pertama.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik

penyadapan pertama. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 8

Tabel 8. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

TSC Penyadapan I (%)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 32.73 31.27 30.73 29.27 31.25 31.05a

A2 43.02 36.85 34.89 36.14 40.38 38.25b

Rataan 37.88a 34.06a 32.81a 32.70a 35.81a 34.65

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan waktu apilikasi 2 (A2) menghasilkan kadar padatan total penyadapan pertama sebesar 38.25 %, lebih tinggi dibandingkan waktu aplikasi 1 (A1) sebesar 31.05 %. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan pertama sebesar 37.88 %, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 35.81 % , stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang S1 sebesar 34.06 %, dan stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 32.81 % , sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 32.70 % menghasilkan kadar padatan total terendah pada penyadapan pertama.

Penyadapan II

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan kedua

tanaman karet berpengaruh tidak nyata terhadap kadar padatan total penyadapan kedua. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan etilen ekstrakkulit pisang terhadap kadar padatan total penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan kedua dangan frekuensi penyadapan d/3

TSC Penyadapan II (%)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 40.42 38.35 35.53 36.78 36.40 37.50a

PB 260 36.05 33.12 39.12 31.70 33.68 34.73a

Rataan 38.24a 35.73a 37.33a 34.24a 35.04a 36.11

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan kadar padatan total penyadapan kedua sebesar 37.50 %, lebih tinggi dibandingkan klon PB 260 (K2) sebesar 34.73 %. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan kedua sebesar 38.24 %, diikuti oleh stimulan

Dokumen terkait