• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

1. Waktu aplikasi yang berbeda menggunakan stimulan etilen ekstrak kulit pisang pada tanaman karet klon Quick Starter, berbeda nyata dalam menghasilkan produksi lateks.

2. Tanaman karet klon Quick Starter klon PB 260 yang diaplikasikan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berbeda nyata dengan klon IRR 118 dalam menghasilkan produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda. 3. Pemberian stimulan etilen ekstrak kulit pisang pada tanaman karet klon

Quick Starter dalam waktu aplikasi yang berbeda berpengaruh tidak nyata dalam meningkatkan produksi lateks.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan waktu aplikasi pada awal atau menjelang musim penghujan untuk mengetahui kekonsistenan produksi lateks.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan berbagai klon Quick Starter lainnya atau klon Slow Starter pada tanaman karet.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan aplikasi stimulan etilen ekstrak kulit buah pisang dengan menggunakan jarak konsentrasi perlakuan yang lebih berbeda.

Botani Tanaman

Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensisMuell.Arg.

(Steenis et al ., 2005).

Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai 40 meter dan mencapai umur 100 tahun. Warna permukaan batangnya abu-abu dan halus (Webster and Paardekooper, 1990 dalam Lizawati, 2002).

Syarat Tumbuh Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah antara 150 LS dan 150 LU. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai 150 Hari hujan/tahun. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet antara 250 sampai 300C. Tanamam karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 sampai 600 meter diatas permukaan laut (Siregar, 2012).

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Sedangkan tanah

Klon tanaman Karet

Klon adalah tanaman yang didapat dari hasil perbanyakan vegetatif atau aseksual. Kelebihan klon antara lain tumbuhnya tanaman lebih seragam, umur produksinya lebih cepat, dan jumlah lateks yang dihasilkan lebih banyak. Akan tetapi, klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan terhadap hama penyakit tidak sama, serta lingkungan mempengaruhi pertumbuhan klon (Setiawan, 2013).

Dengan menggunakan prinsip diagnosis lateks (LD), maka pengelompokan klon di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 2001. Hasil pengelompokan tersebut diperoleh 27 klon metabolisme tinggi, 11 klon metabolisme sedang, dan 10 klon metabolisme rendah (Sumarmadji, 2002).

Klon metabolisme tinggi yang telah diuji ada 27 klon yaitu PB 235, PB 260, PB 280, PB 340, RRIM 712, IRR 1, IRR 2, IRR 3, IRR 4, IRR 5, IRR 6, IRR 7, IRR 8, IRR 10, IRR 103, IRR 104, IRR 105, IRR106, IRR 107, IRR 109, IRR 110, IRR 111, IRR 112, IRR 117, IRR 118, IRR 119, DAN IRR 120. Klon metabolisme sedang yang telah diuji ada 11 klon yaitu GT 1, BPM 1, BPM 24, PR 255, PR 261, PR 300, PB 330, RRIC 100, RRIC 110, RRIM 717, dan IRR 9. Adapun klon metabolism rendah yang telah diuji ada 10 klon yaitu AVROS 2037, BPM 107, BPM 109, PB 217, RRIC 102, PR 303, TM 2, TM 6, TM 8, TM 9. Klon lain yang perlu segera diuji adalah IRR 5, IRR 21, IRR 32, IRR 39, dan IRR 42 (Sumarmadji, 2001).

Klon metabolisme tinggi tidak memerlukan intensitas eksploitasi yang tinggi, dan sebaliknya klon metabolisme rendah justru memerlukan intensitas eksploitasi

(PTP Nusantara III, 2005).

Klon PB 260 merupakan klon anjuran komersial penghasil lateks. Klon PB 260 tergolong tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora, Colletotrichum, dan Oidium), tetapi kurang tahan terhadap angin. Karakteristik klon PB 260 adalah pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum menghasilkan sedang. Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata produksi aktual 2107 kg/ha/tahun selama 9 tahun penyadapan dan tidak respon terhadap stimulan. Lateks berwarna putih kekuningan. Pengembangan tanaman dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah (Woelan, et al,2000).

Klon tanaman karet IRR 118 merupakan klon metabolisme tinggi yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Karet Sungai Putih. Klon tersebut merupakan klon yang memiliki respon sedang terhadap stimulan, ketahanan terhadap angin sangat baik, dan ketahanan terhadap penyakit kering alur sadap baik. Klon IRR 118 memiliki pertumbuhan cepat dan produksi karet kering rata- rata 2057 kg/ha/th (Woelan et al, 2006).

Penyadapan Karet

Terdapat beberapa kriteria dalam pemanenan karet, hal tersebut berhubungan dengan umur tanaman dan pengukuran lilit batang, yaitu tanaman karet siap disadap pada umur sekitar 5-6 tahun. Pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit batang sudah mencapai 45 cm atau lebih. Lilit batang diukur pada ketinggian

Faktor manajemen yang paling berpengaruh terhadap produktivitas klon adalah sistem sadap. Untuk menggali potensi produksi secara optimal, diperlukan dukungan teknologi eksploitasi yang tepat, sesuai dengan karakter fisiologi klon (Kuswanhadi et al., 2009). Penyadapan yang tidak berdasarkan kepada kemampuan fisiologi klon menyebabkan terjadinya penyadapan berlebihan (over exploitation) ataupun kekurangan (under exploitation) karena belum tergalinya potensi produksi (Siregar et al., 2008)

Sistem sadap yang sering diterapkan terdiri atas dua yakni perlakuan pertama yang menggunakan sistem sadap setengah lingkaran tanpa stimulan dengan interval penyadapan dua hari sekali (S/2 d2) dan sistem sadap dengan aplikasi stimulan 2,5% setengah lingkaran dengan interval penyadapan tiga hari sekali (S/2 d3.ET2.5% 18/y(2w)) ( Junaidi, 2012)

Stimulan Etilen

Etilen adalah salah satu hormon yang mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman dan pematangan buah terutama buah yang tergolong klimaterik, respon terhadap cekaman biotik dan abiotik, mempengaruhi proses perkecambahan biji, serta pemanjangan akar tanaman dan mempengaruhi lama aliran lateks pada tanaman karet (Bleecker et al., 2000).

Tanaman karet umumnya memiliki respon terhadap pemberian stimulan etefon (CEPA). Ditandai dengan bertambahnya waktu lateks mengalir yang dapat

Bahan aktif etephon yang biasa dipakai untuk stimulan mengeluarkan gas etilen (C2H4) yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya dalam pembuluh lateks. Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks (Setiawan dan Andoko, 2008).

Keluarnya lateks adalah dengan adanya tekanan pada pembuluh lateks sebagai akibat adanya tekanan turgor, yaitu tekanan pada dinding sel oleh isi sel.Semakin banyak isi sel semakin besar tekanan pada dinding sel atau turgor. Dengan semakin besarnya turgor ini semakin besar tekanan pada pembuluh lateks dan semakin banyak lateks yang keluar melalui pembuluh lateks. (Balai Penelitian Sembawa, 2010).

Peningkatan frekuensi stimulan atau konsentrasi stimulan dapat dilakukan dalam upaya merealisasikan produksi optimal, bukan produksi maksimal yang sering kali identik dengan over-tapping. Karena setiap satuan stimulan hanya akan efektif pada klon-klon yang responnya tinggi terhadap stimulan. Pemberian stimulan yang berlebihan tidak akan meningkatkan produksi, bahkan sebaliknya akan merugikan kesehatan tanaman yang ditandai dengan Kering Alur Sadap (KAS) ( Siregar et al.l 2009).

Stimulasi lateks umumnya diapliksikan pada tanaman karet yang telah dewasa dengan tujuan untuk mendapatkan kenaikan hasil lateks sehingga diperoleh tambahan keuntungan bagi pengusaha perkebunan karet. Pemberian stimulan tanpa menurunkan intensitas sadapan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama

intensitas rendah (S/2 d3.ET2.5% 18/y(2w)) (Sainoi, 2012)

Umur Tanaman menentukan efektivitas penggunaan stimulan gas etilen. Tanaman yang masih muda umumnya kurang efektif apabila digunakan stimulan gas etilen. Pengaruh penggunaan stimulan terhadap peningkatan tanaman muda hanya sekitar 10%. Disamping itu, tanaman yang masih muda relative kurang tahan terhadap stimulant gas etilen, sehingga setelah 3 – 5 tahun penggunaan stimulant gas etilen kekeringan alur sadap (KAS) dapat mencapai 5 kali lipat. Dengan demikian aplikasi stimulant sebaiknya diberikan pada tanaman berumur sekitar 15 tahun (Karyudi, 2006).

Aplikasi stimulant gas etilen tidak memberi dampak negatif berupa penurunan produksi apabila prosedur aplikasinya benar dan kesehatan tanaman dijaga. Selain diterapkan secara selektif pada tanaman yang potensial dan sehat, juga diperlukan strategi berupa penerapan sistem sadap yang tepat, prosedur pemasangan aplikator stimulant gas yang benar, dan pemenuhan pupuk sesuai kebutuhan tanaman (Rouf, et.al. 2015)

Kenaikan produksi lateks yang tinggi ketika menggunakan stimulan gas etilen tidak selamanya dipandang positif. Hingga saat ini, ada kekhawatiran bahwa peningkatan produksi lateks hanya terjadi sesaat saja, dan pada tahap lanjut dikhawatirkan tanaman mengalami kering alur sadap. Penggunaan stimulan yang tidak sesuai dengan karakter fisiologis tanaman memang dapat menurunkan kesehatan tanaman dan menurunkan produksi lateks tetapi apabila penggunaan

2009)

Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

Pisang tergolong buah klimaterik, ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Syarief,1988).

Etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap yang dihasilkan selama proses masaknya hasil pertanian terutama pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Pada hasil-hasil pertanian klimaterik, produksi etilen sangat efektif selama fase permulaan klimaterik (Hadiwiyo dan soehardi, 1981).

Buah klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang. Etilen pada buah klimaterik dapat mempercepat proses pematangan serta tingkat kematangan yang seragam. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk naik secara bertahap sesudah panen (Sakti, 2008).

Produksi etilen selama proses pemasakan pada buah klimaterik naik perlahan-lahan sampai mencapai puncak tingkat kematangan. Contohnya pada buah pisang, produksi etilen naik pada enam hari pertama kemudian sedikit menurun sampai tingkat kematang yang optimal ( Wills, 1982 ).

Pada buah pisang yang masih hijau, selama pengamatan produksi etilen naik sedikit dan sesudah hari ke tujuh cenderung turun, tetapi sesudah hari ke- 12 naik

dan adanya mikroorganisme yang terdapat pada buah. Kedua faktor ini dapat meningkatkan produksi etilen dan akhirnya akan mempercepat proses pemasakan karena hormon tersebut (Nurjanah, 2002).

Macam-macam hasil tanaman dengan konsentrasi etilen pada stadiumpertumbuhan /perkembangan yang berbeda

Macam Hasil Tanaman Kandungan Etilen (ppm)

Buah apel 0,2 – 1000

Buah alpukat 0,5 – 500

Buah pisang 0,2 – 50

Buah lemon (jeruk lemon) 0,11 – 0,17

Buah mangga 0,04 – 3,0 Buah jeruk 0,13 – 0,32 Buah persik 0,9 – 21 Buah per 0,1 – 300 Buah nenas 0,16 – 0,40 Buah prem 0,14 – 0,23 Buah labu 0,04 – 2,1 Sumber: Sholihati (2004)

Latar Belakang

Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memegang peranan penting di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor karet yang mendorong devisa negara pada sektor non migas.

Indonesia merupakan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3,445 juta hektar (Statistik Perkebunan 2010). Dari total luas lahan tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat,memiliki produksi karet 600-700 kg kk/ha/thn, jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi perkebunan negara dan swasta asing berkisar 1,3 ton kk/ha/thn (Dirjenbun,2014)umber…..; ….).

Hasil produksi tanaman karet yang diambil berupa lateks,disadap dari batang tanaman karet pada usia produktif. Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, juga dipengaruhi oleh metode dan manajemen penyadapan. Selama ini usaha peningkatan produksi lateks dilaksanakan melalui berbagai usaha seperti teknis budidaya yang baik dengan menanam klon-klon unggul yang dirilis oleh BalaiPenelitian Karet dan ada sistem eksploitasi tanaman karet yang tidak mengalami over atau under eksploitasi (Herlinawati, 2013)

Penerapan sistem eksploitasi yang benar harus berdasarkan aktivitasmetabolik dari masing-masing klon tanaman karet.Berdasarkan aktivitas metabolisme,klon karet dikelompokkan ke dalam klondengan metabolisme tinggi atau quickstarter (QS) dan klon dengan metabolisme rendah atau slow starter (SS) (Sumarmadji, 2005).

Aplikasi stimulan pada tanaman karet tidak semua memberikan respon yang diharapkan, hal ini tergantung pada masing-masing klon karet(Setiawan dan Andoko, 2008)

Permasalahan karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet yang dihasilkan, khususnya oleh petani karet rakyat.MenurutSyakir et.al, 2010, hal ini disebabkan olehteknik budidaya dan sistem eksploitasi yang masih kurang baik. Sistem ekploitasi tanaman karet adalah sistem pengambilan lateks yang mengikuti aturan-aturan tertentu dengan tujuan memperoleh produksi tinggi.Bahan perangsang yang biasa dipakai untuk perangsangan dengan cara oles adalah stimulan. Penggunaan stimulan bertujuan untuk meningkatkan produksi lateks dan untuk menekan biaya eksploitasi.

Stimulan berbahan aktif etilen dengan berbagai merek dagang seperti Ethrel, ELS dan Cepha (Damanik et al, 2010). Bahan aktif ini mengeluarkan gas etilen yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya. Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks(Setiawan dan Andoko, 2008).

Stimulan etephon adalah 2-Chloroethyl phosphonic acid (CEPA), merupakan senyawa yang bersifat asam yang berfungsi untuk meningkatkan produksi hormon etilen endogen pada tanaman karet (Sumarmadji, 2002).Namun berdasarkan penelitian telah diketahui bahwa penggunaan stimulan harus dikombinasikan dengan

Penggunaan stimulan yang berlebihan dapat mengakibatkan kering alur sadap (KAS) yaitu tidak mengalirnya lateks ketika dilakukan penyadapan (Tistama dan Siregar, 2005), serta mahalnya harga etephon seperti Ethrel di pasaran yaitu Rp. 355.000/gallon ( 3,785 liter) menyebabkan petani karet rakyat tidak mampu menggunakan stimulan. Menurut Sinamo et al., (2015) ekstrak kulit pisang adalah stimulan yang dapat meningkatkan produksi lateks lebih tinggi daripada perlakuan ektrak nenas dan tanpa stimulant pada penyadapan pertama, dengan volume lateks yang diperoleh stimulan ekstrak kulit pisang adalah sebesar 63.93 ml, dan kulit nenas sebesar 52.24 ml, sedangkan tanpa stimulan hanya sebesar 50.82 ml.Pemberian stimulan ekstrak kulit buah pisang nyata dalam meningkatkan produksi lateks dari pada tanpa stimulan. Stimulan alternatif dari kulit buah pisang dapat mensubstitusi etilen sintetis (kimia) dan diharapkan dapat berdampak menghindari penyakit kering alur sadap.

Limbah kulit pisang masih belum banyak difungsikan atau digunakan, terutama pada bagian kulit yang selalu terbuang. Sehingga sebagian besar kulit pisang menjadi limbah utama tanaman pisang yang belum mampu dimanfaatkan secara maksimal. Hasil analisis pendahuluan terhadap kandungan etilen pada kulit pisang adalah 0,25% etilen (Charloq et.al, 2015), dapat dimanfaatkan dalam pendalaman dosis yang tepat untuk diaplikasikan pada bidang sadap klon tanaman karet metabolisme tinggi (QS).

pemberian stimulan etilen ekstrak kulit pisang. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respon produksi lateks dalam berbagai waktu aplikasi pada beberapa klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberian stimulan etilenekstrak kulit pisang.

Hipotesis Penelitian

AdaPerbedaan produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada beberapa klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberianstimulan etilen ekstrak kulit pisang.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan berguna bagi pihak yang berkepentingan dalam perkebunan tanaman karet.

Berbagai Waktu Aplikasi Pada Klon Karet Metabolisme Tinggi Terhadap Pemberian Stimulan EtilenKulit Pisang dibimbing oleh CHARLOQ dan FERRY EZRA T. SITEPU.

Peningkatan produksi lateks pada tanaman karet umumnya menggunakan stimulan ethrel yang memiliki kandungan hormon etilen kimiawi, sementara ethrel sulit didapat oleh petani karena harganya yang mahal, oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan stimulan alternatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respon produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberian hormon etilen organik kulit pisang dalam berbagai konsentrasi. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan September 2015 hingga Februari 2016 di Balai Penelitian Karet Sungei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Tersarang Tiga Step dengan tiga ulangan. Step pertama yaitu waktu aplikasi terdiri dari waktu aplikasi pertama dan waktu aplikasi kedua, step kedua yaitu perlakuan klon terdiri dari klon IRR 118 dan klon PB 260dan step ketiga yaitu stimulan terdiri dari tanpa stimulan, 50, 100, 150, dan 200 g stimulan etilen ekstrak kulit pisang. Pengamatan parameter adalah berat lateks, kadar padatan total dan total produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu aplikasi pertama lebih tinggi dalam menghasilkan lateks dibandingkan waktu aplikasi kedua. KlonPB 260 adalah klon yang mengalami peningkatan produksi tertinggi akibat pemberian stimulan. Stimulan ekstrak 50 g kulit buah pisang adalah stimulan yang cenderung meningkatkan produksi lateks lebih tinggi dibandingkan perlakuan stimulan lainnya

.

Kata kunci : .Produksi Lateks, Waktu Aplikasi,klon, stimulan etilen ekstrak kulit pisang

Various Times Applications on Rubber Clone Quick Starter Treated by Stimulant Ethylene Banana Peel guidedbyCHARLOQandFERRY EZRA T. SITEPU.

.

Increasing latex production in rubber plants generally used ethrel stimulant that contains the chemical hormone ethyleneand the ethrel may be difficult toconsumedby thepeople'splantation (estates) because the price is expensive, and therefore it needed an alternative stimulant treatment.. The purpose ofthis study was toevaluate the response response latex production at various times applications on rubber clone quick starter treated by stimulant ethylene banana peel. The experiment was conducted for six months, began in September 2015 to Februari 2016 in Sungei Putih Rubber Research Institute, Galang Subdistrict, Deli Serdang regency.Three-Stage Nested Design was applied with three replications. The first step was time application, i.e., a first application, a second application, the second step ofclone treatment, i.e., IRR118 clone, PB 260 cloneand the third step was stimulants, i.e., without stimulants, 50, 100, 150, and 200 g ethylene stimulant organic banana peel. Observed parameters was the latex weight, total solids content and total production

Theresultsshowedthatfirst application was more bigger than the second application to produced the latex. PB 260cloneswereclonesthat experiencedthe highestincrease inproducingdue to theprovision treatmentof stimulants. Stimulant extract 50 gram the peel of banana is stimulant that tends to increase production latex higher than others.

ETILEN EKSTRAK KULIT PISANG

SKRIPSI

OLEH :

ANDAN R P GALINGGING/110301163

AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ETILEN EKSTRAK KULIT PISANG

SKRIPSI

OLEH :

ANDAN R P GALINGG/110301163 AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memproleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ekstrak Kulit Pisang Nama : Andan R P GAlingging NIM : 110301163 Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Charloq, MP. Ferry Ezra T. SitepuSP.,M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Berbagai Waktu Aplikasi Pada Klon Karet Metabolisme Tinggi Terhadap Pemberian Stimulan EtilenKulit Pisang dibimbing oleh CHARLOQ dan FERRY EZRA T. SITEPU.

Peningkatan produksi lateks pada tanaman karet umumnya menggunakan stimulan ethrel yang memiliki kandungan hormon etilen kimiawi, sementara ethrel sulit didapat oleh petani karena harganya yang mahal, oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan stimulan alternatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respon produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberian hormon etilen organik kulit pisang dalam berbagai konsentrasi. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan September 2015 hingga Februari 2016 di Balai Penelitian Karet Sungei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Tersarang Tiga Step dengan tiga ulangan. Step pertama yaitu waktu aplikasi terdiri dari waktu aplikasi pertama dan waktu aplikasi kedua, step kedua yaitu perlakuan klon terdiri dari klon IRR 118 dan klon PB 260dan step ketiga yaitu stimulan terdiri dari tanpa stimulan, 50, 100, 150, dan 200 g stimulan etilen ekstrak kulit pisang. Pengamatan parameter adalah berat lateks, kadar padatan total dan total produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu aplikasi pertama lebih tinggi dalam menghasilkan lateks dibandingkan waktu aplikasi kedua. KlonPB 260 adalah klon yang mengalami peningkatan produksi tertinggi akibat pemberian stimulan. Stimulan ekstrak 50 g kulit buah pisang adalah stimulan yang cenderung meningkatkan produksi lateks lebih tinggi dibandingkan perlakuan stimulan lainnya

.

Kata kunci : .Produksi Lateks, Waktu Aplikasi,klon, stimulan etilen ekstrak kulit pisang

Various Times Applications on Rubber Clone Quick Starter Treated by Stimulant Ethylene Banana Peel guidedbyCHARLOQandFERRY EZRA T. SITEPU.

.

Increasing latex production in rubber plants generally used ethrel stimulant that contains the chemical hormone ethyleneand the ethrel may be difficult toconsumedby thepeople'splantation (estates) because the price is expensive, and therefore it needed an alternative stimulant treatment.. The purpose ofthis study was toevaluate the response response latex production at various times applications on rubber clone quick starter treated by stimulant ethylene banana peel. The experiment was conducted for six months, began in September 2015 to Februari 2016 in Sungei Putih Rubber Research Institute, Galang Subdistrict, Deli Serdang regency.Three-Stage Nested Design was applied with three replications. The first step was time application, i.e., a first application, a second application, the second step ofclone treatment, i.e., IRR118 clone, PB 260 cloneand the third step was stimulants, i.e., without stimulants, 50, 100, 150, and 200 g ethylene stimulant organic banana peel. Observed parameters was the latex weight, total solids content and total production

Theresultsshowedthatfirst application was more bigger than the second application to produced the latex. PB 260cloneswereclonesthat experiencedthe highestincrease inproducingdue to theprovision treatmentof stimulants. Stimulant extract 50 gram the peel of banana is stimulant that tends to increase production latex higher than others.

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, pada tanggal 12 April 1993 dari ayah Herlin Fidelis Sigalingging dan ibunda Rumli Damanik. Penulis merupakan anak pertama

Dokumen terkait