[Anonim].
2005.
Kondisi Umum Propinsi Jawa Barat. http://www. Jabar. go.id. 25 Nopember 2005.Adiningrat ED. 2003. Upaya Pengada Bibit dalam Memproduksi Bibit Berkualitas. Temu Usaha Dalam Rangka Mendukung GN-RHL. Surabaya, 14-21 Nopember 2003. Surabaya : Dephut. Hlm 1-8.
Aronoff S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. Ottawa, Kanada : WDL Publications.
[Baplan]. Badan Planologi Kehutanan. 2002. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Jakarta : Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Baplan Dephut.
[BPTH] Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa-Madura. 2005. Daftar Lokasi Sumber Benih Yang Telah Disertifikasi di Wilayah Jawa dan Madura. Sumedang : BPTH Jawa-Madura.
[BTP] Balai Teknologi Perbenihan. 1998. Program Nasional Sistem Perbenihan Kehutanan. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor : Dephutbun.
Barus B dan US Wiradisastra, 2000. Sistem Informasi Geografi : Sistem Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Bogor : Jurusan Tanah. IPB.
Barner H, Olesen K & Wellendorf H. 1988. Cassification and Selection of Seed Sources, Lecture Note No. B. I., Humlebaek : Danida Forest Seed center. Barner H, H Ditlevsen. 1988. Strategies and Procedures For An Integrated
National Tree Seed Programme. Lecture Note No. A204. Humlebaek : Danida Forest Seed Center.
Barnet & Haugen. 1995. Storing Southern Fine Seeds. Journal of Forestry, 17 ; 4, 174-179.
Bonner FT, Vozzo JA, Elam WW, SB Land Jr. 1994. Tree Seed Technology Trainning Course. New Orleans:USDA Forest Service.
Danu, Nurhasybi, Yulianti. 2004. Potensi Produksi Benih di Jawa. Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian. Departemen Kehutanan, Yogyakarta, 11-12 Oktober 2004. Yogyakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Hlm 1-12.
Departemen Kehutanan. 2002. Statistik Strategis Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan dan Danagro. 1995. Program Perbenihan Pohon Terpadu untuk Indonesia. Jakarta : Departemen Kehutanan.
[
Dephut]
. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2001 tentang Perbenihan Tanaman Hutan. Jakarta : Dephut.[
Dephut]
. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta : Dephut.Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2002. Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik-Fisiologis Benih. Jakarta : Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2004. Petunjuk Teknis Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta : Departemen Kehutanan.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan dan Indonesia Forest Seed Project. 2001.
Zona Benih Tanaman Hutan Jawa dan Madura. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta : Departemen Kehutanan. FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation., Wageningen : FAO Soils Bull.
No. 32. Rome, 72pp. and ILRI Publication No. 22.
Gintings ANg. 1990. Kesesuaian Tempat Tumbuh untuk Berbagai Jenis Pohon Hutan Tanaman Industri. Prosiding Diskusi Hutan Tanaman Industri. Jakarta : Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan.
Gintings ANg, Chairil Anwar S, Pratiwi. 1998. Pedoman Pengelolaan Tanah Podsolik Merah Kuning untuk Hutan Tanaman. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Kehutanan. Hamid H. 2004. Hutan Jabar Emang Rusak. Bandung : Majalah SURILI (Majalah
Dinas Kehutanan Jawa Barat). Hlm 38.
Hardjowigeno S. Ilmu Tanah. 2003. Bogor : Akademika Pressindo.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor : Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kartiko HP. 2000. Prinsip-Prinsip Umum Penanganan Benih Tanaman Hutan untuk Reboisasi, Penghijauan dan Hutan Rakyat. Ekpose dan Temu Lapang Hasil-Hasil Penelitian Perbenihan Tanaman Hutan. Denpasar 17-18 Oktober. Bogor : Balai Teknologi Perbenihan.
Karyaatmadja B. 2005. Strategi Perbenihan Tanaman Hutan untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Rakyat. Makalah Pertemuan Forum Komunikasi Jati 14 Oktober 2005;3:1-7.
Mahfudz dan Budi Leksono. 2002. Penyediaan Bibit Unggul dan Uji Klonal Jati Dalam Mendukung Pengembangan Jati sebagai Jenis Unggulan. Yogyakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan tanaman Hutan.
Martodiwirjo S. 1998. Sumbangan Pemikiran Pengaturan Sertifikasi Material Reproduktif/Benih di Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Introductory Workshop of Indonesia forest Seed Project (IFSP). Bogor : IFSP.
Maryani R, Irawati S. Yuniarti, N. dan Sudrajat. 1996. Sistem Peredaran Benih Tanaman Hutan di Jawa. Prosiding Ekspose Program dan Hasil-Hasil
Penelitian Perbenihan Kehutanan. Cipayung, 4-5 Januari 1996. Bogor : Balai Teknologi Perbenihan 5:1-6.
Moestrup, Soren. 1988. Planning National Seed Procurement Programmes. Humlebaek : Danida Forest Seed Centre.
Nugroho K, K Gandasasmita. 1997. Penggunaan Basis Data Tanah Sumatera Bagian Selatan Untuk Pengelolaan Lahan Pertanian. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bidang Pedologi. 4-6 Maret 1997. Bogor : Puslitanak.
Nurhasybi et al. 2000. Peta Perwilayahan 9 (sembilan) Jenis Tanaman Hutan di Jawa. : Bogor : Balai Teknologi Perbenihan. Hlm. 2-13.
Nurhasybi. 1998. Potensi Produksi Benih Pohon Hutan. Tekno Benih 3:5-9.
Nurprabowo A. 2003. Pemuliaan Pohon Sebagai Dasar Utama Pengadaan Benih/Bibit Unggul untuk Meningkatkan Produktifitas Hutan dan Lahan.
Temu Usaha Dalam Rangka Mendukung GN-RHL. Surabaya, 14-21 Nopember 2003. Surabaya : Dephut. Hlm 1-8.
[PERHIMPI] Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia dan Badan Litbang Kehutanan. 1990. Peta Kesesuaian Agroklimat Pengembangan Hutan Tanaman Industri Sengon (Albizia falcataria) di Pulau Jawa. Jakarta : Departemen Kehutanan.
Perum Perhutani. 1994. Pedoman Pembangunan Sumber Benih/Kebun Benih dan Pengelolaan Benih Perhutani. Jakarta : Perum Perhutani.
Perum Perhutani. 2005. Daftar Lokasi APB/SSO/Tegakan Benih Yang Sudah Bersertifikat Tahun 2003/2004. Bandung : Perum Perhutani Unit III Jabar & Banten.
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. 1991. Keadaan Hutan di Jawa Barat. Bandung : Perum Perhutani Unit III Jawa Barat.
Priasukmana S, Dharmomo. 1979. Management of Pine Seed Production in Indonesia. Proceeding Symposium of Management of Forest Production in South-East Asia 432 hlm.
Priyono CNS et al. 1999. Pedoman Teknis Kesesuaian Lahan dan Jenis-Jenis HTI.
Info DAS 6:2-8.
Roshetko MJ, Mulawarman, Djoko Iriantono. 2004. Kebun Benih untuk Petani dan LSM. Mengapa dan Bagaimana?. Sisipan GEDEHA 15: 4-12.
Schmidt. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub-Tropis. Jakarta : Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Sitorus SRP. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung : Tarsito.
Soeseno, OH, Sastrosoemarto S. 1979. Establishment of Progeny Test Seed Orchard of Pinus Merkusii Jungh et de Vriese in Indonesia. Management of Pine Seed Production in Indonesia. Proceeding Symposium of Management of Forest Production in South-East Asia. 432 hlm.
Suhardjo. 2005. Peranan Perum Perhutani dalam Penyediaan Benih/Bibit Berkualitas untuk Mendukung Rehabilitasi Lahan dan Hutan. Temu Usaha Dalam Rangka Mendukung GN-RHL. Surabaya, 13 Desember 2003. Hlm 1-7.
Suhardjo, K. Nugroho dan A. Priyono. 1997. Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Menetapkan Arahan Kawasan Potensi Budidaya Pertanian di Propinsi Riau.
Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat Bidang Pedologi Cisarua, 4-6 Maret 1997. Bogor : Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan.
Suriarahardja S. dan Wasono. 1994. Informasi Jenis Kayu Andalan Setempat (JAS) di Seluruh Indonesia. Tekno Benih 1:2-3.
SURILI. 2001. Kajian Penanggulangan kayu ilegal (Illegal Loging) Asal Luar Jawa yang Masuk Ke Jawa Barat. Bandung : Majalah Dinas Kehutanan Jawa Barat Edisi ke 20 tahun 2001.
SURILI. 2003. Reboisasi dan Rehabilitasi Hutan Perhutani Unit III Jabar dan Banten Selama 3 Tahun Terakhir. Bandung : Majalah Dinas Kehutanan Jawa Barat Edisi ke 29 tahun 2003.
Turnbull JW. 1995. Influence of Collection Activities on Forest Seed Quality in Yapa, A.C. (ed) 1996. Symp. Recent Advances in Tropical Tree Seed Technology and planting Stock Production.. Muaklek, Saraburi, Thailand : ASEAN Forest Tree seed Centre Project.
Wiradisastra US. 1996. Delineasi Agro-ecological Zone. Bahan Kuliah Pelatihan Apresiasi Metodologi Delineasi Agroekologi. Bogor, 8-17 Januari 1996. Bogor : Kerjasama Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian/AMRP dengan Fakultas Pertanian-IPB.
Yudho SP. 1996. Pengelolaan Tegakan Benih Hutan Alam dalam Rangka Mendukung Pembangunan Hutan di Masa Datang. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Perbenihan Kehutanan Cipayung, 4-5 Januari 1996. Bogor : Dephut. Hlm 21-24.
Lampiran 1 Matriks Identifikasi/Penunjukan Sumber Benih Tanaman Hutan.
Hutan alam Hutan Tanaman
Kriteria Penunjukan
Sumber Benih Tegakan
Benih Teridentifikasi
Tegakan Benih Terseleksi
Tegakan Benih Teridentifikasi Tegakan Benih
Terseleksi
Areal Produksi Benih
Aksesibilitas Semakin mudah dikunjungi semakin baik
Jumlah pohon Minimal 25 pohon induk dengan jarak antar pohon
50-100 meter
Minimal 25 pohon induk, jarak antar pohon tidak perlu
Kualitas Tegakan
Rata-rata Di atas rata-rata
Rata-rata Di atas rata-rata Di atas kualitas tegakan benih terseleksi, atau peningkatan dari tegakan benih teridentifikasi/terseleksi melalui penjarangan. Pembungaan dan Pembuahan Diketahui Keamanan Terjamin
Kesehatan Tidak terserang hama dan penyakit
Asal-usul Benih Jelas, karena hutan alam Sebaiknya asal usul (provenan, sumber benih) diketahui, tapi hal ini biasanya jarang dijumpai
Jalur Isolasi Tidak diperlukan Disarankan membuat jalur isolasi, tetapi
Lampiran 2 Matrik Pembangunan Sumber Benih Tanaman Hutan Kegiatan
Pembangunan
Kelas Sumber Benih
Areal Produksi
Benih
Tegakan Benih Provenan Kebun Benih Semai seleksi Massa Kebun Benih Semai Hasl Uji Keturunan Kebun Benih Semai
Kebun Benih Klon Kebun Pangkas
1 2 3 4 5 6 7 8
Pemilihan Tapak Aksesibilitas tapak mudah, keamanan baik, jenis yang dimaksud menghasilkan benih, termasuk sifat kesuburan rata-rata, topografi relatif datar, status pemilikan jelas.
Eksplorasi Benih - Benih berasal dari tegakan berkualitas - Benih dikumpulkan minimum dari 25 pohon - Benihnya dicampur menjadi satu lot
- Benih berasal dari provenan/sumberbenih ynag telah teruji dan diketahui keunggulannya. - Benih dikumpulkan minimum dari 25 pohon benihnya dicampur (menjadi satu lot)
- Benih berasal dari pohon plus di hutan alam/hutan tanaman - Benih dipisahkan per pohon plus
- Benih dikumpulkanminimumdari 100 pohon plus.
- Materi vegetatif (kuncup, tunas, dsb.) dari pohon plus. Materi ini dipisahkan per pohon plus. - Materi tersebut dikumpulkan minimum dari 10 pohon plus.
Benih atau materi vegetatif dari pohon plus. Materi dipisahkan per pohon plus dan dikumpulkan minimum dari 25 pohon plus.
Pembangunan Persemaian - Bibit harus diletakan di bedeng terpisahdan bibit untuk peruntukan lain
- Bibit harus diletakan di bedeng terpisah menurut provenan - Label dipasang pada
bedeng
- Bibit dipisahkan per pohon plus - Setiap satu bedeng
hanya untuk satu pohon plus - Setiap bedeng diberi
label
- Kelompok bibit dari setiap pohon plus dalam jumlah yang sama diacak.
- Bibit dipisahkan per pohon plus - Setiap satu bedeng hanya untuk
satu pohon plus - Setiap bedeng diberi label - Setiap bibit harus diberi label
berisi nama pohon plus, blok dan nomor plot sebelum diangkut ke lapangan.
- Materi tersebut dipishkan menurut pohon plus - Setiap bibit/stek hrs diberi label berisi nomor
Lanjutan.
1 2 3 4 5 6 7 8
Pembuatan desain - Tidak memerlukan desain khusus - Penanaman disesuaikan bentuk lapangan
- Umumnya rancangan acak berblok, tetapi desai lain juga dapat digunakan, minimum terdiri dari 4 blok
- Sering digunakan lebih dari satu pohon per plot, misal 4 pohon per plot
Materi dari setiap pohon plus diletakan dalam satu bedeng
Penanaman - Seperti penanaman biasa
- Penanaman disesuaikan bentuk lapangan
- Diperluka persiapan lahan yang sempurna - Penanaman sesuai desain
- Label pada bibit harus sesuai dengan label pada bibit
Penanaman di bedeng
Penentuan jarak tanam
Dapat menggunakan jarak tanam seperti penanaman pada umumnya - Tergantung pada desain - Jika pohon per plot lebih
dari satu, sering
menggunakan jarak tanam seperti penanaman biasa seperti jenis dimaksud
- Tergantung pada desain - Jarak tanam biasanya lebih lebar dibandingkan penanaman penanaman biasa dan lebih lebar dibanding kebun benih semai
Jarak tanam lebih rapat dibanding sumber benih lainnya
Penentuan Luas Tergantung pada permintaan benih - - tergantung pada permintaan materi vegetatif, jauh lebih kecil dibanding sumber benih lainnya
Penyulaman - Jika diperlukan dan tersedia bibit sulaman dari asal yang sama, khususnya pemeliharaan tahun pertama. Untuk kebun benih hasil uji keturunan, penyulaman dilakukan sedini mungkin (2-3 bulan).
Pembuatan Isolasi Diperlukan, jenis yang perantara penyerbukannya dengan angin minimum 300 meter dan serangga minimum 100 meter Tidak diperlukan Pembangunan
Infrastruktur
Lampiran 3 Matriks Kegiatan Pengelolaan Sumber Benih Tanaman Hutan.
Penunjukan Pembangunan
Hutan Alam Hutan Tanaman
Kegiatan Pengelolaan Tegakan Benih Teridentifikasi Tegakan Benih Terseleksi Tegakan Benih Teridentifikasi Tegakan Benih Terseleksi Areal Produksi Benih Areal Produksi Benih Tegakan Benih Provenan Kebun Benih Semai Kebun Benih Klon Kebun Pangkas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pembuatan demarkasi Biasanya perlu cat Diperlukan cat atau pal batas
Pagar merupakan pilihan, tetapi pada umumnya hanya realistis untuk areal yang kecil
Tidak perlu karena akan terlihat jelas di bedeng Perlindungan dan Pengamanan
Inspeksi teratur (khususnya musim kemarau), informasi kepada pengguna lain untuk areal ini
Informasi teratur. Penempatan staf padaareal ini untuk pengamanan sumber benih. Informasi teratur/rapat dengan pengguna lain/penduduk local untuk menjelaskan sumber benih. Pada situasi rawan kebakaran perlu dibangun sekat bakar mengelilingi sumber benih.
Terlindung karena dekat persemaian. Penyiangan,Pembersihan Belukar, Pemberian herbisida
Pembersihan jalan pemeriksaan.
Pembersihan sekitar pohon benih atau berupa jalur untukmemudahkan pengumpulan benih. Perlu dilakukan secara periodic untuk memudahkan pengumpulan benih.
Diperlukan dalam tahap awal pertumbuhan bibit dan mencegah kebakaran.
Pada tahap selanjutnya pembersihan periodic diperlukan untuyk memudahkan pengumpulan benih.
Perlu dilakukan secara periodic
Pendangiran dan Pemulsaan Tidak perlu Diperlukan pada awal
pertumbuhan
Perlu dilakukan lebih intensif
Penyiraman Tidak perlu Jika dipandang perlu Diperlukan
Pemupukan Tidak perlu Kadang-kadang
diperlukan untuk meningkatkan produksi benih
Ketika tanaman muda jika dianggap perlu
Kadang-kadang dilakukan untuk meningkatkan produksi benih. Perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi bahan stek
Lanjutan.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pengendalian Hama Penyakit
Tidak perlu Perlu (pengelolaan terbatas) Monitoring hama penyakit. Jika serangannya tinggi, maka berikan pestisida atau perlakuan lain.
Monitoring hama penyakit. Jika serangannya tinggi, maka berikan pestisida atau perlakuan lain. Intensitas yang tinggi dalam monitoring dan perlakuan disbanding areal produksi benih dan tegakan benih provenan.
Pengelolaan Polinator Tidak perlu Tidak perlu Jika dianggap perlu Tidak perlu
Penjarangan Tidak perlu, hanya terbatas pada spesies lain untuk memelihara spesies target
Penjarangan dikerjakan seperti penjarangan silvikultur umumnya.
Intensitas penjarangan umumnya lebih rendah disbanding pada sumber benih yang kelasnya lebih tinggi.
Diperlukan. Penjarangan berupa seleksi masa untuk meningkatkan mutu genetic tegakan dan untuk
meningkatkan produksi benih. Intensitas penjarangan lebih tinggi disbanding penanaman biasa dari suatu spesies (jarak tanam lebih lebar)
Diperlukan penjarangan berupa seleksi massa dan/rouging untuk meningkatkan mutu genetic dan produksi benih.
Diperlukan roguing klon-klon jelek
Tidak perlu
Pemangkasan cabang Tidak perlu Perlu untuk membentuk
arsitektur tajuk. Pada kebun benih klon untuk
menghindarkan cabang tumbuh dan batang bawah.
Tidak perlu
Perlakuan Akar dan Batang
Tidak perlu Tidak umum, tetapi kasus
khusus perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan produksi benih. Perlakuan berulang mungkin berbahaya untuk pohon.
Tidak perlu
Perlakuan Hormon Tidak perlu Tidak umum, tetapi kasus
khusus perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan produksi benih.
Lampiran 4 Daftar Lokasi Sumber Benih Bersertifikat di Wilayah Jawa Barat
No No. SB No. dan Tgl. Sertifikat Lokasi Kelas SB Pengelola/ Pemilik Jenis Luas
(Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8
1. 32.13.002 KT.24/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2003 30 Desember 2003
KPH Sumedang, BKPH Tomo Utara, RPH Nyalindung/ 63a,63 l,63n, 64c,64e & 64g
Teg. Benih Terseleksi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Mahoni 68.8
2. 32.09.004 KT.25/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2003 30 Desember 2003
KPH Ciamis, BKPH Banjar Selatan, RPH Banjar/ 60a
Teg. Benih Terseleksi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Jati 25
3. 32.03.005 KT.27/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2003 30 Desember 2003
KPH Bogor, BKPH Parung Panjang, RPH Tenjo, Blok Panunggulan/8b & 9b,
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Mahoni 25,68
4. 32.03.006 KT.26/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2003 30 Desember 2003
KPH Bogor, BKPH Parung Panjang, RPH Tenjo, Blok Panunggulan Petak 9a,
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Mangium 4,75
5. 32.08.007 KT.28/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2003 30 Desember 2003
KPH Tasikmalaya, BKPH
Karangnunggal, RPH Simpang, Blok Singkup Petak 31d & 32c,
Teg. Benih Terseleksi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Mahoni 31,1 6. 32.08.008 KT.29/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2003 30 Desember 2003 KPH Tasikmalaya, BKPH Singaparna, RPH Urug, Petak 6 a Tegakan Benih Terseleksi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Mahoni 21,86 7. 32.14.009 KT.30/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2003 30 Desember 2003 KPH Indramayu, BKPH Sanca, RPH Cikandung/ 34a Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Mahoni 10,7
8. 32.12.010 KT.31a/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004 20 April 2004
KPH Majalengka, BKPH Maja-lengka, RPH Pancu Rendang, Hutan Diklat Kadipaten
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Jati 3,0 9. 32.01.020 KT.078/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004. 15 Juli 2004 KPH Banten, BKPH Pandeglang, RPH Carita, Petak 71 Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Lanjutan.
No No. SB No. dan Tgl. Sertifikat Lokasi Kelas SB Pengelola/ Pemilik Jenis Luas (Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8
10. 32.04.011 KT.074/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Sukabumi, BKPH Gede Barat, RPH Pasir Hantap, Petak 11.c.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Damar 15,00 11. 32.04.012 KT.075/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Sukabumi, BKPH Cikawung, RPH Takokak, Petak 36.a.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Rasamala 15,00 12. 32.05.021 KT.079/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Cianjur, BKPH Tanggeung, RPH Ciogong, Petak 71.c. Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Jati 15,00 13. 32.05.022 KT.080/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Cianjur, BKPH Tanggeung, RPH Ciogong, Petak 37.a.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Jati 35,00 14. 32.05.023 KT.081/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Cianjur, BKPH Tanggeung, RPH Kadupandak, Petak 10.b. Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Mahoni 66,00 15. 32.05.024 KT.082/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Cianjur, BKPH Cibarengkok, RPH Bengbreng, Petak 17.d. Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Rasamala 15,00
16. 32.05.025 KT.083/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Cianjur, BKPH Sindang Barang, RPH Sindang Barang, Cikaroya Petak 56.a.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Jati 55,30
17. 32.09.013 KT.069/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Ciamis, BKPH Banjar Utara, RPH Gadung, Petak 36.a.
Teg. Benih Terseleksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Jati 14,90
18. 32.09.014 KT.070/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Ciamis, BKPH Banjar Utara, RPH Gadung, Petak 42.c.
Teg. Benih Terseleksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Jati 24,20
19. 32.09.015 KT.071/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004
KPH Ciamis, BKPH Banjar Utara, RPH Gadung, Petak 33.d.
Teg. Benih Terseleksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Lanjutan.
No No. SB No. dan Tgl. Sertifikat Lokasi Kelas SB Pengelola/ Pemilik Jenis Luas
(Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 20. 32.04.010 KT.068/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Sukabumi, BKPH Cicurug, RPH Cibuntu, Petak 34.e. (91)
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Damar 6,98
21. 32.09.016 KT.072/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Ciamis, BKPH Banjar Utara, RPH Gadung, Petak 47.a.
Teg. Benih Terseleksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Jati 20,00
22. 32.09.017 KT.073/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Ciamis, BKPH Banjar Utara, RPH Bunter, Petak 10.h.
Teg. Benih Terseleksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Jati 12,50
23. 32.09.018 KT.076/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Ciamis, BKPH Banjar Selatan, RPH Cicapar, Petak 92.b
Teg. Benih Terseleksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Jati 20,50 24. 32.09.019 KT.077/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Ciamis, BKPH Cijulang, RPH Cigugur, Petak 80.b.
Teg. Benih Terseleksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Jati 45,00 25. 32.16.026 KT.084/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Purwakarta, BKPH Sadang, RPH Cibungur, Petak 4.a.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten Jati 8,50 26. 32.16.027 KT.085/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004 15 Juli 2004 KPH Purwakarta, BKPH Cipeundeuy, RPH Cijangkar, Petak 56.a.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Jati 10,00
27. 32.06.028 KT.086/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Bandung Selatan, BKPH Banjaran, RPH Banjaran, Petak 1.a.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Pinus 16,50
28. 32.06.029 KT.087/V/BPTH.JM-2 /Sert.SB/2004
15 Juli 2004
KPH Bandung Selatan, BKPH Banjaran, RPH Banjaran, Petak 1.c.
Teg. Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Lanjutan.
No No. SB No. dan Tgl. Sertifikat Lokasi Kelas SB Pengelola/ Pemilik Jenis Luas (Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8
29. 32.13.030 KT.105/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004
Desa Sukaraja, Kec. Cibugel, Kab. Sumedang. Prop.Jabar.
Teg. Benih Teridentifikasi Kel. Tani Makmur, Desa Cibugel Kec. Cibugel Sumedang
Suren 0,30
30. 32.13.031 KT.112/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004
Desa Cikeruh, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang Jawa Barat
Areal Produksi Benih Fakultas Kehutanan UNWIM Kaliandra 0,28 31. 32.13.032
KT.113/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004
Desa Cikeruh, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang Jawa Barat
Tegakan Benih Teridentifikasi
Fakultas Kehutanan UNWIM Gmelina 0,38 32. 32.13.033
KT.114/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004
Desa Cikeruh, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang Jawa Barat
Tegakan Benih Terseleksi Fakultas Kehutanan UNWIM Suren 0,60
33. 32.03.034 KT.115/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004 Tgl. 1 Des.2004
KPH Bogor, BKPH Parung Panjang, RPH Jagabaya, Kebun Benih Parung Panjang
Kebun Benih Semai BP2TP Bogor Mangium 5,00 34. 32.05.035
KT.116/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004 Tgl.13 Des.2004
KPH Cianjur, BKPH Sukanagara Selatan, RPH Takokak, Pasir Kuda petak 19.F.
Tegakan Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten
Rasamala 10,91
35. 32.05.036 KT.117/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2004 Tgl. 13 Des.2004
KPH Cianjur, BKPH Sukanagara Selatan, RPH Takokak, Ciputri petak 14.B.
Tegakan Benih Teridentifikasi
Perum Perhutani Unit III Jawa