• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arneti. 2012. Bioaktivitas ekstrak buah Piper aduncum L. (Piperaceae) terhadap Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera : Crambidae) dan formulasinya sebagai insektisida botani [disertasi]. Padang: Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Atjung. 1990. Tanaman Obat dan Minuman Segar. Jakarta: Yasaguna.

Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji Tephrosia vogelii J.D. Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). JHPT Trop 10:1-12.

Blackman RI, Eastop VF.2000. Aphids on the World’s Crops: an Identification Guide. 2nd eds. Chichester: Wiley.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Luas panen, produksi dan produktivitas cabai, 2009-2010 [internet]. [diunduh pada 5 Mei 2011]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55& notab.

Budiarti R. 2007. Pemanfaatan lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) sebagai bahan antijamur dalam sampo [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dadang, Prijono D. 2008. Pestisida Nabati. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dadang, Nugroho BW. 1999. Ekstraksi, isolasi, dan identifikasi. Di dalam: Bahan

Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami Bogor, 9-13 Agustus 1999. Bogor: Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Institut Pertanian Bogor.

Darwis SN, Indo M, Hasiyah S. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 2. Badan Litbang Kehutanan, penerjemah. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Terjemahan dari: De Nuttige Planten van Indonesie.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen Van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kaufman PB, Kirakosyan A, McKenzie M, Dayanandan P, Hoyt JE, Li C. 2006. The uses of plant natural products by humans and risks associated with their use. Di dalam: Cseke LJ, Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke JA, Brielmann HL, editor. Natural Products from Plants. Boca Raton: CRC Press. hlm 441-473.

Lambert N, Trouslot MF, Campa CN, Chrestin H. 1993. Production of rotenoids by heterotrophic and photomixotrophic cell cultures of Tephrosia vogelii. Phytochemistry 34:1515−1520.

Nailufar N. 2008. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nugroho DA. 2008. Aktivitas residu ekstrak buah Piper cubeba L. (Piperaceae) dan daun Tephrosia vogelii Hook. f. (Leguminosae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Piay SS, Tyasdjaja A, Ermawati Y, Hantoro FRP. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annum L.). Ungaran: BPTP Jawa Tengah.

Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Ed ke-11. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prajnanta F. 2003. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rusmarilin H. 2003. Aktivitas anti-kanker ekstrak rimpang lengkuas lokal (Alpinia galanga (L). Sw) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditransplantasi dengan sel tumor primer [disertasi]. Program Pasca Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suryaningsih E. 2007. Efikasi pestisida biorasional untuk mengendalikan Thrips palmi Karny pada tanaman kentang. Journal Hortikultura 18:319−325. Schumetterer H. 1997. Side-effect of neem (Azadirachta indica) products on

insect pathogens and natural enemies of spider mites and insects. J Appl Entomol 121: 121-128.

Thamrin A, Asikin S, Mukhlis, Budiman A. 2005. Potensi ekstrak flora lahan rawa sebagai pestisida nabati [internet]. [diunduh 25 April 2011]. Tersedia pada:http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/images/jarakpagar/pengendalian. pdf

Venita Y, Fauzana H, Mukti. 2009. Pemberian beberapa konsentrasi dan interval penyemprotan ekstrak daun sirsak terhadap hama Myzus persicae Sulzer pada tanaman cabai. J SAGU 8:23-26.

Wiryanta BTW. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Zakarni A. 2008. Aktivitas insektisda ekstrak Piper retrofractum Vahl. dan Tephrosia vogelii Hook. F. terhadap Crocidolomia pavonana (F.) dan Plutella xylostella (L.) serta keamanan ekstrak tersebut terhadap Diadegma semiclausum (Hellen) [tesis]. Bogor: Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

DIAN FITRIA. Toxicity of Tephrosia vogelii and Alpinia galanga Extract againts Myzus persicae on Red Pepper Plant. Under the direction of DADANG and DEWI SARTIAMI.

Red pepper (Capsicum annum) is one of the important agricultural commodities in Indonesia, but the production is still fluctuated. One of factor that cause the decline in productivity of red pepper is a disturbance of pests and diseases. Aphids Myzus persicae

is one of the important pests on red pepper cultivation because it can cause loss of up to 80%. Botanical insecticide is one of alternative pest control agents which is biodegradable, safer than synthetic pesticides, and environmentally friendly. The objective of this study was to determine the effectiveness of two types of plant extracts as insecticides against M. persicae on red pepper (Capsicum annum) using the residual in plants methods and of systemic effects methods. Extracts used were Tephrosia vogelii

and Alpinia galanga, each extract was tested using the residual and systemic methods. Extracts of T. vogelii showed a higher toxicity using both the residual and systemic methods with each LC95 values at 72 hours after treatment were 16 and 12 times more

toxic than extracts of A. galanga. Systemic method was more efficient than the residual method. Testing of T. vogelii extract using systemic effect method LC95 8.5 times lower

than using residual method on plant, as well as the test of A. galanga extract that the systemic method show more toxic than residual method.

DIAN FITRIA. Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii dan Alpinia galanga terhadap Myzus persicae pada Tanaman Cabai. Dibimbing oleh DADANG dan DEWI SARTIAMI.

Cabai merah (Capsicum annum) merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting di Indonesia, namun tingkat produksi cabai masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas cabai adalah adanya gangguan hama dan penyakit tanaman. Kutudaun Myzus persicae (Hemiptera: Aphididae) merupakan salah satu hama penting pada budidaya cabai karena dapat menyebabkan kerusakan hingga 80%. Insektisida nabati adalah salah satu alternatif pengendalian yang lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan insektisida sintetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari toksisitas ekstrak Tephrosia vogelii dan Alpinia galanga terhadap M. persicae pada tanaman cabai yang diuji menggunakan metode residu dan sistemik. Tingkat toksisitas ekstrak T. vogelii pada metode residu menunjukkan nilai LC95 sebesar 5.375% yang berarti 16 kali lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak A. galanga yang memiliki nilai LC95 sebesar 88.328%. Pada metode sistemik ekstrak T. vogelii memiliki nilai LC95 sebesar 0.638% yang berarti 12 kali lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak A. galanga yang memiliki nilai LC95 sebesar 7.896%. Pengujian metode sistemik lebih efektif dibandingkan dengan metode residu. Pengujian ekstrak T. vogelii menggunakan metode sistemik memiliki nilai LC95 sebesar 0.638% yang berarti 8.5 kali lebih toksik dibandingkan menggunakan metode

residu yang memiliki nilai LC95 sebesar 5.375%, serta pengujian ekstrak

A. galanga dengan metode sistemik memiliki nilai LC95 sebesar 7.896% yang berarti 11 kali lebih toksik dibandingkan dengan metode residu yang memiliki nilai LC95 sebesar 88.328%.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman cabai (Capsicum annum L) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Dengan rasa yang pedas dan aroma yang khas, cabai sering digunakan sebagai penyedap makanan dan penambah selera makan. Selain itu, cabai juga mengandung capsaicin dan zat mukokinentik yang dapat digunakan untuk terapi kesehatan. Dari berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa buah cabai dapat membantu dalam penyembuhan penyakit rematik, kejang otot, dan asma (Wiryanta 2002).

Permintaan komoditas cabai semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sehingga perlu diikuti oleh peningkatan produksi untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Rata-rata produktivitas cabai tahun 2009 sebesar 5.89 ton/ha dan menurun pada tahun 2010 menjadi 5.61 ton/ha sehingga mempengaruhi harga di pasar yang menyebabkan melonjaknya harga cabai (BPS 2010). Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi cabai adalah adanya serangan hama dan penyakit.

Kutudaun Myzus persicae (Hemiptera: Aphididae) merupakan salah satu hama penting pada tanaman cabai yang bersifat kosmopolitan dan polifagus (Kalshoven 1981). Kutudaun ini dapat merusak tanaman cabai baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kerusakan tanaman dapat semakin parah. Kutudaun menghasilkan ekskresi embun madu yang dapat dimanfaatkan oleh cendawan jelaga yang menyebabkan daun menjadi hitam dan mengganggu proses fotosintesis pada daun (Prajnanta 2003). Kutudaun M. persicae juga berperan sebagai vektor virus, lebih dari 150 strain virus dapat ditularkan oleh M. persicae. Virus tersebut menyebabkan daun menjadi mosaik, klorosis, menggulung, menyempit sampai mengecilkan ukuran daun (Pracaya 2008). Kerugian akibat M. persicae sebagai vektor virus saja dapat mencapai 80% (Venita et al. 2009).

Umumnya petani cabai melakukan pengendalian serangga hama menggunakan insektisida sintetik karena mudah dalam aplikasiannya dan dapat

mengendalikan hama dalam waktu yang singkat. Insektisida sintetik merupakan salah satu komponen yang penting dalam pengendalian, namun insektisida sintetik juga dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya pengendalian yang lebih ramah lingkungan dan aman terhadap kesehatan manusia maupun organisme non sasaran lainnya. Salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetik adalah dengan menggunakan insektisida nabati.

Berbagai jenis tumbuhan telah diketahui berpotensi sebagai insektisida nabati karena mengandung senyawa bioaktif antara lain steroid, asetogenin, terpenoid, flavonoid, limonoid, alkaloid dan tannin. Insektisida nabati adalah insektisida yang berbahan metabolit aktif senyawa tumbuhan. Bahan-bahan ini diolah dalam berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan ekstrak metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar dan diambil abunya yang digunakan sebagai insektisida. Pada tahun 1960-an telah ditemukan beberapa insektisida dari bahan tumbuhan yang memiliki cara kerja spesifik, seperti azadiraktin dan senyawa lain dari famili Meliaceae yang dapat menghambat aktivitas makan dan perkembangan serangga. Pada umumnya insektisida nabati bersifat sebagai racun perut yang tidak membahayakan musuh alami atau serangga bukan sasaran, sehingga penggunaan insektisida nabati dapat dikombinasikan dengan penggunaan musuh alami sebagai agens pengendalian (Thamrin et al. 2005).

Insektisida nabati yang berpotensi besar dalam pengendalian hama adalah beberapa spesies dari anggota famili Meliaceae, Rutaceae, Annonaceae, Labiatae, Malvaceae, Zingiberaceae dan Solanaceae (Schmutterer 1997).

Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui toksisitas dua jenis ekstrak tanaman sebagai insektisida nabati terhadap Myzus persicae pada tanaman cabai (Capsicum annum) dengan menggunakan metode residu pada tanaman dan metode sistemik.

Manfaat

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang pertanian, khususnya bidang perlindungan tanaman sesuai dengan Tridarma Perguruan Tinggi serta memberikan gambaran alternatif pengendalian yang ramah lingkungan menggunakan insektisida nabati.

Dokumen terkait