DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Teks
1 Sifat Kimia Dystrudept Darmaga ………..… 28
2 Perlakuan, Jumlah N dan Takaran Bahan Organik dan Urea yang
Diberikan ke Dalam Tanah pada Kondisi Tergenang ………….... 31
3 Sifat Kimia Jerami Padi dan Kompos ...………..…….. 38 4 Nilai pH Tanah Tergenang yang Diberi Jerami Padi, Kompos dan
atau Urea ……...………. 49
5 Jumlah Anakan Tanaman Padi per Pot pada Setiap Stadia
Pertumbuhan Tanaman Padi ……….………. 52
6 Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah dan
15N-ZA pada Stadia Pembentukan Anakan ……….……... 55
7 Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah dan
15N-ZA pada Stadia Awal P embentukan Malai …….………...….. 56
8 Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah dan
15N-ZA pada Stadia Pengisian Bulir Padi ... 58
9 Konsentrasi N-NH4+ dan N-NO3- (mg kg-1) Dalam Tana h
Tergenang Pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ... 65 10 Nilai Rata-rata Fluks Gas N2O dan Pendugaan Total Nitrogen
yang Hilang Sebagai Gas N2O dari Tanah Tergenang Akibat
Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea ……… 67
11 Nilai Acetylene Reduction Assay (ARA) di Daerah Perakaran Tanaman Padi (nmol C2H4 g-1 BK Akar jam-1) pada Tiga Stadia
Pertumbuhan Tanaman Padi …... 68
DAFTARLAMPIRAN
Lampiran Halaman
Teks
1 Cara Penghitungan Serapan 15N, dan N dari Bahan Organik dan
Urea ... 85
2 Komposisi Kimia dari Sereal dan Jerami Padi
(www.fiberfu tures.org) ... 87 3 Sidik Ragam pH Tanah Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos,
Urea dan Kombinasinya pada Inkubasi Tanah di Laboratorium ... 87 4 Sidik Ragam Konsentrasi N-NH4+ Tanah (mg kg-1) Akibat
Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada
Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ... 89 5 Sidik Ragam Jumlah Anakan per Pot Akibat Pemberian Jerami
Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pa da Setiap Stadia
Pertumbuhan Tanaman Padi ……….………. 90
6 Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Padi (g per pot) Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada
Setiap Stadia Pertumbuha n Tanaman Padi ……….... 91
7 Sidik Ragam Serapan 15N (mg per pot) Tanaman Padi Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada
Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………. 92
8 Sidik Ragam Serapan N yang Berasal dari Tanah (mg per pot) Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada
Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………. 93
9 Sidik Ragam Serapan N yang Berasal dari Pupuk (mg per pot) Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya
pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………... 94
10 Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan N Pupuk (%) oleh Tanaman Padi Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan
Kombinasinya pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ... 95 11 Sidik Ragam Fluks Gas N2O (mg m-2 jam-1) Akibat Pemberian
Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya Saat Inkubasi
Bahan Organik pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi .. 96
12 Sidik Ragam Acetylene Reduction Assay (ARA) di Daerah
Perakaran Tanaman Padi (nmol C2H4 g-1 BK Akar jam-1) Akibat
Pemberian Jerami Padi, Kompos, Urea dan Kombinasinya pada
Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ..…... 97
13 Jumlah Anakan Tanaman Padi per Pot pada Setiap Stadia
Pertumbuhan Tanaman Padi ……….. 98
14 Bobot Kering Tanaman Padi (g per pot) pada Setiap Stadia
15 Nilai pH Tanah Dalam Kondisi Tergenang pada Inkubasi di
Laboratorium ……….……… 100
16 Konsentrasi N-NH4+ Tanah (mg kg-1) Dalam Kondisi Tergenang
pada Inkubasi di Laboratorium ……….…. 101
17 Konsentrasi N-NO3- Tanah (mg kg-1) Dalam Kondisi Tergenang
pada Inkubasi di Laboratorium ………. 102
18 Konsentrasi N-NH4+ (mg kg-1) Dalam Tanah pada Setiap Stadia
Pertumbuhan Tanaman Padi ……….. 103
19 Konsentrasi N-NO3- (mg kg-1) Dalam Tanah pada Setiap Stadia
Pertumbuhan Tanaman Padi ………...… 104
20 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Stadia Pembentukan
Anakan ... 105 21 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Stadia Awal Pembentukan
Mala i ……… ………. 106
22 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Stadia Pengisian Bulir Padi 107 23 Serapan Nitrogen Tanaman Padi pada Saat Panen ...……. 108 24 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Tanaman yang Diperoleh
dari Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari
Tanah pada Stadia Pembentukan Anakan ... 109 25 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Tanaman yang Diperoleh
dari Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari
Tanah pada Stadia Awal Pembentukan Malai ... 110 26 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Jerami yang Diperoleh dari
Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah
pada Stadia Pengisian Bulir Padi ... 111 27 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Gabah yang Diperoleh dari
Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah
pada Stadia Pengisian Bulir Padi ... 112 28 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Jerami yang Diperoleh dari
Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah
pada Saat Panen ... 113 29 Konsentrasi 15N dan Nitrogen Dalam Gabah yang Diperoleh dari
Jerami Padi, Kompos dan Urea serta yang Diperoleh dari Tanah
pada Saat Panen ...……...……… 114
30 Hasil Analisis Gas N2O pada Setiap Stadia Pertumbuhan
Tanaman Padi ……… 115
31 Nilai Acetylene Reduction Assay (ARA) di Daerah Perakaran Tanaman Padi (nmol g-1 BK akar jam-1) pada Setiap Stadia
Pertumbuhan Tanaman Padi ………..………. 121
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Teks
1 Skema dari Lapisan Oksidasi – Reduksi (Sumber: Mikkelsen,
1987) ... 8
2 Skema Transformasi Nitrogen dalam Ekosistem Tanah Sawah
Tergenang (Sumber: Mikkelsen, 1987) ...…………...…. 12
3 Model Pasangan Proses Nitrifikasi – Denitrifikasi yang
Menggambarkan Mekanisme Kedua Proses Tersebut dengan Penekanan Khusus pada Pembentukan N2O dan N2 (Sumber:
Russow et al., 2000) …... 23
4 Siklus Pertumbuhan Varietas Tanaman Padi Berumur 120 Hari
(Sumber: Yoshida, 1981) ... 25 5 Skema Waktu Pembuatan Kompos 4 dan 8 bulan ... 29
6 Skema Percobaan di Rumah Kaca ………. 32
7 Pengukuran Gas N2O dengan Alat Sungkup ..….………... 34
8 Konsentrasi N-NO3- Dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian
(a) Jerami Padi dan Kompos; (b) Jerami Padi + Urea, dan
Kompos + Urea Selama 120 Hari Penggenangan Tana h …... 40 9 Konsentrasi N-NH4+ Dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian
(a) Jerami Padi dan Kompos; (b) Jerami Padi + Urea, dan
Kompos + Urea Selama 120 Hari Penggenangan Tanah …... 43 10 Nilai pH Tanah Tergenang yang Diberi Jerami Padi, Kompos dan
atau Urea ………...…….………...……. 47
11 Konsentrasi N-NH4+ Tanah pada Kondisi Tanah Tergenang pada
Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi ………...….. 50
12 Bobot Kering Tanaman dari Stadia Pembentukan Anakan sampai
Stadia Pengisia n Bulir ………...… 54
13 Hubungan Antara N yang Dilepaskan Dalam Tanah dan Serapan
N Tanaman pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) …...……. 59
14 Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Jumlah Anakan
pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) …...………..….. 60
15 Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Bobot Kering
Tanaman Padi pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) ...…….. 60
16 Hubungan Antara Serapan N dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos
dan atau Urea) dan Bobot Kering Tanaman pada 75 HST (Stadia
Pengisian Bulir) ……...…………..……….…….. 61
17 Akumulasi N yang Diserap Dalam Jerami Padi pada Setiap Stadia
18 Fluks Gas N2O dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami
1.1. Latar Belakang
Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research and Development, 1992). Hal ini terutama disebabkan oleh tersedianya varietas padi unggul yang sangat responsif terhadap N. Nitrogen merupakan input produksi yang sangat penting dan salah satu unsur hara yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi padi. Tetapi menurut Kyuma (1983) konsentrasi N-total dalam sebagian besar tanah sawah di daerah tropika termasuk rendah, yaitu kurang dari 0,15%. Selanjutnya Kyuma menjelaskan bahwa kondisi ini mencerminkan rendahnya kandungan N dalam tanah yang dapat dimineralisasi.
Tanaman padi dapat menggunakan N, baik yang berasal dari pupuk N mineral maupun dari bahan organik. Akan tetapi N dalam bahan organik harus dimineralisasi lebih dulu sebelum dapat dimanfaatkan oleh tanaman padi. Pada umumnya N dari pupuk mineral tidak dapat digunakan oleh tanaman padi secara efisien, karena pupuk N sangat mudah larut dan bersifat sangat mobil. Selain itu dalam kondisi sawah yang tergenang, N pupuk banyak yang hilang dalam bentuk gas (Buresh dan De Datta, 1991). Hal ini menyebabkan petani seringkali memberikan pupuk mineral dengan takaran secara berlebihan, agar bisa memperoleh hasil yang tinggi. Di beberapa lokasi di Indonesia, para petani memberikan pupuk melebihi takaran pupuk yang direkomendasikan. Pemberian pupuk mineral secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan hara dalam tanah, meningkatkan biaya produksi, dan mengakibatkan munculnya dampak negatif pada lingkungan. Kehilangan N dalam bentuk gas tersebut terjadi melalui proses denitrifikasi (gas N2O dan N2) (Kakuda et al., 1999 dan Ostrom et al.,
2000) maupun volatilisasi (gas NH3) (Mikkelsen et al., 1978), dua proses penting
sebagai penyebab hilangnya N dari sistem tanah-tanaman. Tetapi sampai saat ini penyebab utama ketidakefisienan pupuk N dalam budidaya padi sawah diduga karena proses nitrifikasi – denitrifikasi dalam lapisan aerob – anaerob (Nugroho dan Kuwatsuka, 1990; Russow et al., 2000), yaitu hilang dari sistem rhizosfer
tanaman atau dari antar muka (interface) tanah–air atau setelah adanya pengeringan dan pembasahan tanah secara bergantian. Menurut Yoshida dan Padre Jr (1975) dengan penggenangan secara terus-menerus selama masa pertumbuhan padi, N pupuk yang hilang dari sistem tanah-tanaman berkisar antara 28,4% dan 18,4% berturut-turut untuk perlakuan tanpa dan dengan jerami. Kehilangan N tanah karena siklus penggenangan dan pengeringan berkisar 15 – 20%, sementara N pupuk yang hilang dalam kondisi sawah adalah 44,2% dan 18,4% berturut-turut untuk perlakuan tanpa dan dengan jerami padi (Patrick dan Wyatt, 1964). Hilangnya N pupuk karena denitrifikasi selain merugikan petani secara ekonomi, gas N2O yang terbentuk dari proses ini merupakan gas rumah
kaca yang 300 kali lebih radiatif daripada CO2 dan memiliki masa hidup (lifetime)
di atmosfer 150 tahun (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC, 1992). Denitrifikasi merupakan sumber utama dari NOx stratosfer, yang merupakan
katalis alami utama dari proses yang menyebabkan terjadinya penipisan lapisan ozon stratosfer (IPCC, 1994). Dengan demikian usaha meningkatkan serapan N pupuk oleh tanaman dapat mencegah akumulasi N mineral dalam tanah sehingga diharapkan akan meningkatkan efisiensi penggunaan N pupuk. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menyelaraskan pola penyediaan N dalam tanah dengan laju serapan N tanaman padi, sehingga akumulasi N mineral dalam tanah dapat dikurangi, sekaligus memperkecil peluang N hilang dari sistem tanah- tanaman.
Selama beberapa dekade yang lalu, peningkatan ketersediaan serta kemudahan mendapatkan pupuk mineral berakibat pada penurunan penggunaan pupuk organik, misalnya jerami padi. Akan tetapi karena akhir -akhir ini dunia dilanda krisis energi dan harga pupuk terus meningkat, maka pemanfaatan bahan organik atau sisa -sisa tanaman sebagai sumber unsur hara mulai dipertimbangkan kembali. Pengembalian sisa panen (jerami) dan penambahan kompos atau pupuk organik, selain untuk memperbaiki atau meningkatkan kandungan bahan organik tanah, diharapkan juga sebagai sumber hara N bagi tanaman padi. Nitrogen dalam bahan organik akan dilepas ke dalam tanah melalui proses pelapukan biologi yang disebut mineralisasi. Sebagian dari N dalam sisa panen akan dikonversikan menjadi jaringan tubuh dari jasad renik tanah yang dalam jangka panjang bisa
dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Ada hubungan yang erat antara kesuburan tanah dengan kandungan bahan organik tanah, karena bahan organik memengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Selain itu, bahan organik merupakan sumber karbon (C) dan N serta energi yang diperlukan untuk pertumbuhan populasi dan aktivitas jasad renik tanah. Pembebasan N dari bahan organik bersifat lambat tersedia (slow release) sehingga akumulasi N mineral dalam tanah diharapkan akan berkurang dan selanjutnya dapat mengurangi hilangnya N dalam bentuk gas.
Sumber utama bahan organik yang mudah diperoleh di laha n sawah adalah jerami padi. Namun sampai saat ini belum banyak petani yang memanfaatkan bahan tanaman sisa-sisa panen sebagai sumber bahan organik di lahan sawah. Bahan ini banyak dibuang dengan cara membakarnya. Pembakaran bagian tanaman sisa-sisa panen tidak hanya akan berakibat pada menurunnya kandungan bahan organik tanah, tetapi juga lenyapnya beberapa unsur hara seperti N dan S. Pembakaran jerami padi menyebabkan polusi udara dengan adanya emisi gas-gas seperti CO, NOx dan CO2 yang merugikan kesehatan manusia dan ekosistem.
Pemberian bahan organik seperti jerami padi dalam bentuk kompos atau pupuk hijau ke dalam lahan sawah dianggap efektif untuk mempertahankan atau meningkatkan kesuburan tanah. Jerami padi dianggap sebagai sumber bahan organik yang sangat penting dan tepat karena ketersediaannya di lahan sawah dan kandungan haranya yang relatif lengkap untuk pertumbuhan tanaman padi (Ueno dan Yamamuro, 2001). Menurut Ponnamperuma (1984) jerami padi mengandung kira-kira 0,6% N, 0,1% P, 0,1% S, 1,5% K, 5% Si dan 40% C dan ketersediaan jerami padi di lahan sawah bervariasi antara 2-8 ton/ha per musim tergantung pada varietas dan pengelolaan yang dilakukan. Jerami padi juga secara tidak langsung mengandung sumber senyawa N-C yang menyediakan substrat untuk metabolisme jasad renik yaitu gula, pati (starch), selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak (fat), dan protein. Senyawa-senyawa ini terdiri dari 40% C dari bobot kering jerami (Ponnamperuma, 1984). Jerami padi merupakan sumber energi yang baik bagi jasad renik, karena itu pemberian jerami merangsang fiksasi N2 oleh bakteri
heterotrofik dan fototrofik dalam tanah-tanah tergenang (Matsuguchi, 1979; Ventura et al., 1986).
Untuk meningkatkan pemanfaatan N bahan organik oleh tanaman padi, maka perlu diprediksi jumlah N yang bisa disuplai oleh bahan organik dan yang tersedia bagi tanaman. Jumlah N yang tersedia bagi tanaman tergantung pada mineralisasinya menjadi amonium (N-NH4+) dan nitrat (N-NO3-) dalam tanah.
Keberadaan kedua bentuk senyawa N ini di dalam tanah menjadi penentu ketersediaan unsur hara N untuk memenuhi kebutuhan tanaman sepanjang masa pertumbuhannya. Dinamika dekomposisi bahan organik selain dipengaruhi oleh praktek budidaya padi sawah (lama penggenangan, metode pemberian, dan aplikasi N mineral) dan sifat-sifat tanah, juga sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia dari bahan organik (Becker et al., 1994). Komposisi kimia bahan organik sangat beragam tergantung pada jenis atau sumber bahan organik dan tingkat pelapukannya. Komposisi kimia bahan organik sangat memengaruhi transformasi N dalam tanah. Karena unsur hara N adalah penentu produktivitas tanaman, maka proses transformasi N dalam tanah perlu dipelajari antara lain : (1) untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dan keter kaitannya dengan serapan N, pertumbuhan dan hasil tanaman padi; (2) untuk meningkatkan keefisienan penggunaan pupuk N oleh tanaman padi dengan memperbaiki keselarasan antara jumlah N tersedia dan serapan N tanaman padi; dan (3) untuk mengetahui pengaruh de komposisi bahan organik terhadap transformasi N dalam tanah sawah.
1.2. Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Menentukan sumbangan dari bahan organik (dengan tingkat dekomposisi yang berbeda) dan dari kombinasi pupuk urea dengan bahan organik dalam menyediakan kebutuhan N tanaman pada kondisi tanah tergenang
2. Menetapkan jumlah N yang hilang dalam bentuk gas N2O dari proses
dekomposisi bahan organik (jerami padi dan kompos jerami) pada kondisi tanah tergenang.
3. Mempelajari pengaruh pemberian jerami padi, kompos dan campuran jerami dan urea, serta campuran kompos dan urea terhadap aktivitas penambatan N2
oleh bakteri penambat N di daerah perakaran tanaman padi, pertumbuhan dan serapan N tanaman padi serta efisiensi penggunaan N.
1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Sumbangan kompos terhadap konsentrasi N tanah (N -NH4+ dan N-NO3-)
lebih tinggi daripada jerami. Pemberian urea, dan campuran antara urea dengan kompos atau jerami dapat meningkatkan ketersediaan N dalam tanah bagi pertumbuhan padi sawah.
2. Pemberian kompos terhadap pertumbuhan dan serapan N tanaman padi lebih baik dibandingkan dengan pemberian jerami.
3. Pemberian jerami padi ke dalam tanah pada kondisi tergenang mengurangi emisi gas N2O.
4. Pemberian jerami padi ke dalam tanah dalam kondisi tergenang dapat meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase yang berperan dalam penambatan N2 udara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengaruh Penggenangan Tanah terhadap Sifat-sifat TanahSifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah tergenang sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah lahan kering. Dalam tanah sawah, oksigen yang semakin berkurang, pembuatan teras, dan pembentukan gundukan/pematang akan mengubah sifat kimia tanahnya dan adanya genangan air di atas permukaan tanah dapat melindungi tanah dari sebagian kerusakan akibat proses -proses yang memengaruhi produktivitas jangka panjangnya, seperti erosi tanah.
2.1.1. Pengaruh Penggenangan terhadap Sifat Fisikokimia Tanah
Dengan penggenangan, air memenuhi ruang pori tanah, dan udara dalam tanah dikeluarkan. Tiadanya oksigen dalam tanah maka organisme tanah akan menggunakan sumber penerima elektron lain dari komponen tanah lainnya sebagai pengganti oksigen, dan akibatnya tanah menjadi bersifat reduktif. Oksigen terlarut dalam air genangan yang berasal dari atmosfer atau dari aktivitas fotosintetik berbagai hidrofit, akan berdifusi ke lapisan tanah permukaan di bawah air genangan yang bersifat oksidatif. Walaupun lapisan yang lebih dalam dari tanah tergenang tetap tereduksi, lapisan teroksidasi tersebut sering berperan penting dalam transformasi kimia dan siklus hara yang terjadi dalam tanah tergenang. Pada lapisan tanah teroksidasi yang tipis tersebut, jasad renik melakukan proses biologi yang bersifat aerobik dan berbagai senyawa mineral berada dalam bentuk teroksidasi seperti SO42-, NO3-, Fe3+ dan Mn4+, sedangkan
pada zona anaerob yang lebih bawah didominasi oleh bentuk-bentuk tereduksi seperti senyawa fero (Fe2+) dan mangano (Mn2+), ammonia, dan sulfida (S2-) (Mohanty dan Dash, 1982). Karena adanya besi feri (Fe3+) dalam lapisan teroksidasi, tanah sering berwarna coklat atau merah kecoklatan. Sebaliknya warna sedimen tereduksi yang didominasi oleh besi fero (Fe2+) sering memberikan warna abu kebiruan sampai abu kehijauan karena adanya proses gleisasi. Sebelum perubahan ini terjadi, organisme telah mereduksi ion nitrat menjadi gas N2O dan
2.1.2. Pengaruh Penggenangan terhadap Sifat Biokimia Tanah
Konsentrasi O2 di bawah lapisan tanah teroksidasi yang tipis menurun
tajam dan mendekati nol. Laju penipisan O2 ini tergantung pada suhu,
ketersediaan bahan organik untuk respirasi jasad renik, dan kadang-kadang pada kebutuhan O2 dari reduktan seperti besi fero (Gambrell dan Patric k, 1978). Pada
kondisi tanpa O2 jasad renik aerob mati atau menjadi tidak aktif dan jasad renik
anaerob fakultatif atau anaerob obligat menjadi aktif dalam zona anaerob. Organisme-organisme ini menciptakan zona tereduksi dengan sistem potensial redoks campuran yang memengaruhi sifat kimia dan elektrokimia tanah (Mitsch dan Gosselink, 1993). Skema dari profil tanah tergenang ditunjukkan dalam Gambar 1.
Akibat dari penggenangan, potensial redoks dari lapisan tanah yang tereduksi menurun tajam. Potensial redoks (Eh), suatu ukuran tekanan elektron (atau ketersediaan elektron) dalam larutan, sering digunakan untuk mengkuantifikasi derajat reduksi elektrokimia dari tanah-tanah tergenang. Oksidasi terjadi tidak hanya selama pengambilan oksigen tetapi juga bila ion hidrogen dilepaskan (misalnya : H2S S2- + 2H+) atau, yang lebih umum bila
secara kimia memberikan elektron (misal: Fe2+ Fe3+ + e-). Reduksi adalah proses yang berlawanan yaitu memberikan oksigen, menerima hidrogen (hidrogenasi), atau menerima elektron. Potensial redoks dapat diukur dalam tanah tergenang dan merupakan ukuran kuantitatif dari kecenderungan tanah untuk mengoksidasi atau mereduksi bahan atau komponen tanah (Faulkner dan Richardson, 1989). Tanah yang teraerasi dicirikan dengan potensial redoks +400 milivolt (mV) atau lebih besar. Bila proses reduksi cukup intens, tanah dapat mempunyai potensial redoks –300 mV. Tingkat oksidasi dan reduksi dari sistem redoks, seperti oksigen, nitrat, nitrit, mangan, besi, dan sulfur juga berbagai senyawa organik yang mudah terdekomposisi menentukan potensial redoks tanah (Qixiao dan Tianren, 1997).
Dalam lapisan tanah tereduksi, untuk menggantikan oksigen yang diperlukan dalam metabolisme aerob, organisme anaerob menggunakan penerima elektron lain yang lebih lemah. Penerima elektron yang terkuat setelah O2 adalah
Kedalaman Tanah (cm) NH3 Permukaan air 0 1 NH4, NH4OH, NH3 (aq) 2 Permukaan tanah 3 NH4 + HNO2 HNO3 LLaappiissaannTTaannaahhTTeerrookkssiiddaassii 4 Nitrifikasi 5 pencucian 6
7 HNO3 HNO2 HNO N2O dan N2
Denitrifikasi 8 gas volatil 9 LLaappiissaannTTaannaahhTTeerreedduukkssii 10
Gambar 1. Skema dari Lapisan Oksidasi – Reduksi (Sumber: Mikkelsen, 1987)
+220 mV dan proses ini disebut denitrifikasi. Nitrat bersifat stabil hanya pada lapisan tanah bagian atas, yaitu di bawah genangan air dan tapak-tapak mikro yang bersifat aerob dalam lapisan anaerob seperti di sekitar perakaran tanaman padi. Daerah di sekitar perakaran padi, kira-kira tiga milimeter tebalnya, merupakan zona teroksidasi (Zhiyu et al., 1990). Kondisi teroksidasi ini terjadi karena adanya transpor oksigen melalui aerenchyma dari tanaman padi ke daerah dekat permukaan akar. Nitrat tersebut biasanya bergerak ke bawah ke dalam lapisan tereduksi melalui difusi dan aliran massa yang selanjutnya secara biologi didenitrifikasi menjadi N2 dan N2O (Mikkelsen et al., 1995). Apabila O2 dan
NO3- habis terpakai, maka potensial redoks turun dan hidroksida Mn4+ dan Fe3+
akan direduks i masing-masing menjadi Mn2+ pada +200 mVdan Fe2+ pada +120 mV. Bentuk-bentuk tereduksi dari Fe dan Mn ini mempunyai kelarutan yang lebih besar daripada bentuk teroksidasinya. Akibatnya, ketersediaan Fe dan Mn meningkat di bawah kondisi tergenang. Bila suplai penerima elektron lebih kecil daripada laju suplai elektron maka kondisi reduksi yang lebih kuat akan terjadi dan potensial redoks turun menjadi sekitar – 150 mV dan selanjutnya sulfat (SO42-)
direduksi menjadi sulfida (S2-). Bila SO42- habis maka jasad renik akan
menggunakan energi yang tersimpan dalam senyawa organik dengan mereduksi H+ dan H2 dan bahan organik ddekomposisi secara anaerob menjadi CO2, asam-
asam organik dan alkohol. Pada kondisi sangat tereduksi dekomposisi bahan organik menghasilkan CH4, biasanya pada nilai Eh di bawah –250 sampai – 300
mV. Tanah cenderung mempertahankan nilai Eh pada selang tertentu sampai komponen tanah yang teroksidasi habis, misalnya tanah yang direduksi akan cenderung mempertahankan Eh pada sekitar +220 mV selama ada NO3-. Bila
NO3- habis, maka Eh turun dan selanjutnya terjadi reduksi penerima elektron yang
lebih lemah daripada NO3-.
Dengan penggenangan terjadi akumulasi N-NH4+ dan hilangnya N-NO3-
yang sebelumnya sudah ada dalam tanah. Dalam tanah-tanah tergenang, amonia, amin, merkaptan dan sulfida dihasilkan dari dekomposisi protein. Mineralisasi N berkorelasi positif dengan persentase C- dan N-organik dalam tanah tetapi berkorelasi negatif dengan nisbah C/N (Mikkelsen, 1987), nisbah lignin/nitrogen (L/N) (Becker et al., 1994), dan nisbah tannin/nitrogen (T/N) (Clement et al., 1995).
Salah satu akibat penting dari penurunan potensial redoks setelah penggenangan adalah perubahan pH (Qixiao dan Tianren, 1997). Reaksi tanah (pH) dari sebagian besar tanah-tanah setelah penggenangan cenderung mendekati netral. Dalam sebagian besar proses reduksi yang terjadi dalam tanah, seperti reduksi oksida -oksida besi, mangan dan sulfat, terjadi konsumsi proton. Tetapi
asam-asam organik dan karbon dioksida (CO2) ya ng dihasilkan selama
dekomposisi bahan organik dapat memberikan proton ke dalam tanah, yang