• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3.1. Konsentrasi N-NH 4 + dapat dipertukarkan Dalam Tanah

Tanaman Padi

Gambar 11 menunjukkan perubahan konsentrasi N-NH4+ dapat

dipertukarkan dalam tanah pada kondisi tanah tergenang yang ditanami tanaman padi. Sejak tanam (0 HST) sampai stadia pembentukan anakan (26 HST),

Gambar 11. Kosentrasi N-NH4+ Tanah pada Kondisi Tanah Tergenang

pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi

konsentrasi N-NH4+ dalam tanah yang diberi urea cenderung lebih tinggi daripada

perlakuan lainnya. Konsentrasi N-NH4+ yang terendah dijumpai dalam tanah yang

tidak diberi jerami segar, kompos, dan campuran jerami atau kompos dengan urea (Ko). Secara umum, konsentrasi N-NH4+ dalam tanah menurun dengan masa

pertumbuhan tanaman padi. Setelah stadia pembentukan anakan atau 26 hari setelah tanam (HST), konsentrasi N-NH4+ menurun tajam pada semua perlakuan

dan tetap rendah sampai saat panen bahkan setelah pemberian pupuk urea yang

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Konsentrasi N-NH 4 + tanah (mg kg - 1) 0 26 49 75 99

Masa Pertumbuhan Tanaman Padi (HST)

Kontrol (Ko) Jerami (Jo)

Kompos 4 bln (J4) Kompos 8 bln (J8)

Jerami + Urea (JoU) Kompos 4 bln + urea (J4U) Kompos 8 bln + urea (J8U) Urea (U)

kedua, yaitu 49 HST yang diberikan secara sebar pada pot dengan perlakuan urea (JoU, J4U, J8U, dan U). Keadaan ini diduga karena pada masa tersebut

terjadi peningkatan aktivitas metabolik serapan hara N oleh tanaman dan peningkatan volatilisasi NH3 karena urea diberikan secara sebar pada air genangan

(Fillery dan Vlek, 1986). Selama awal tanam sampai 26 HST, konsentrasi N- NH4+ dalam tanah yang diberi urea cenderung lebih tinggi bila dibandingkan

dengan perlakua n lainnya. Hal ini terjadi karena adanya sumbangan N-NH4+ dari

hidrolisis urea dalam tanah, dan pada saat bersamaan tanaman padi belum banyak menyerap N -NH4+ yang ada dalam tanah.

Pemberian bahan organik dan atau urea berpengaruh nyata hanya pada 75 HST (stadia pengisian bulir), tetapi tidak berpengaruh nyata pada stadia pertumbuhan lainnya (Tabel Lampiran 4). Pada saat 75 HST, konsentrasi N-NH4+

dalam tanah yang diberi perlakuan urea nyata lebih tinggi dibandingkan Ko dan

J8 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Konsentrasi N-NH4+

yang tertinggi terjadi pada pot dengan perlakuan urea dan terendah terjadi pada pot dengan perlakuan J8. Rendahnya N -NH4+ pada pot dengan perlakuan J8 selain

karena diambil oleh tanaman juga karena laju pembebasan N dari kompos 8 bulan (J8) sangat lambat. Hal ini bisa dilihat pada data hasil percobaan inkubasi di

laboratorium (Gambar 8 dan 9) yang menunjukkan pembebasan N dari kompos 8 bulan selalu rendah bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Ko). Konsentrasi N-NH4+ dalam tanah meningkat setelah tanaman dipanen, pada

99 HST (Gambar 11), dan peningkatan terbesar terjadi pada perlakuan J8 yaitu

sebesar 3,74%. Hal ini merupakan suatu petunjuk bahwa (i) mineralisasi N- organik tanah terus berlangsung sampai saat panen (99 HST), dan (ii) mineralisasi N merupakan proses biologi yang penting sebagai penyedia kebutuhan N tanaman padi.

Pada Gambar 11 konsentrasi N-NH4+ dalam tanah yang diberi bahan

organik atau urea secara umum mengalami sedikit peningkatan dari saat tanam (0 HST) sampai 26 HST, kemudian menurun secara tajam pada 49 HST atau pada stadia awal pembentukan malai. Penurunan yang tajam ini disebabkan N-NH4+

yang tersedia dalam tanah banyak diserap oleh tanaman padi. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap pertumbuhan tanaman padi antara stadia

pembentukan anakan sampai awal pembentukan malai lebih aktif dibandingkan dengan stadia pertumbuhan lainnya. Kondisi ini juga didukung data efisiensi penggunaan N oleh tanaman padi dari bahan organik dan atau urea pada stadia pertumbuhan ini (Tabel 7) lebih tinggi bila dibandingkan dengan stadia pembentukan anakan dan stadia pengisian bulir padi (Tabel 6 dan 8).

4.3.2. Jumlah Anakan dan Bobot Kering Tanaman Padi

Dalam percobaan ini, beberapa sumber N nyata memengaruhi pembentukan anakan dan bobot kering tanaman padi pada stadia pengisian bulir padi atau 75 HST. Jumlah anakan per pot meningkat sejak 26 HST (stadia pembentukan anakan) dan mencapai maksimum pada 49 HST (stadia awal pembentukan malai). Selanjutnya jumlah anakan menurun pada hampir semua perlakuan pada 75 HST (stadia pengisian bulir), yaitu berkisar dari 5,1% (U) sampai 25,8% (J8), kecuali pada perlakuan JoU dan J8U, jumlah anakan meningkat

(Tabel 5). Penurunan jumlah anakan ini disebabkan oleh matinya beberapa anakan yang tidak produktif.

Tabel 5. Jumlah Anakan Tanaman Padi per Pot pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi

Perlakuan Stadia Pembentukan Anakan (26 HST) Stadia Awal Pembentukan Malai (49 HST) Stadia Pengisian Bulir (75 HST) Ko 7 22,7 20,7 ac Jo 7,3 29 24 abc J4 6,7 23 21,3 ac J8 6 22 16,3 c JoU 6,7 24,3 27,7 ab J4U 6,7 26,7 20,7 ac J8U 8,3 24,7 25 ab U 7,3 33 31,3 b BNJ 5,8 tn 14,6 tn 9,2 sn KK (%) 29,5 19,6 13,9

tn = tidak nyata; sn = sangat nyata (nyata pada taraf 1%)

Untuk kolom tertentu, nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Secara umum, jumlah anakan per pot pada perlakuan pemberian bahan organik baik secara tunggal maupun yang dikombinasikan dengan urea cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Ko), kecuali pada perlakuan J8. Pada

stadia pengisian bulir padi (75 HST) jumlah anakan per pot tertinggi diperoleh pada pot percobaan dengan perlakuan urea (U) yaitu sebesar 31,3 anakan per pot dan jumlah ini berbeda nyata dengan kontrol (20,7 anakan per pot). Jumlah anakan per pot untuk perlakuan kombinasi jerami segar atau kompos 8 bulan dan urea (JoU dan J8U) meningkat masing-masing sebesar 13,7% dan 1,3%. Namun

untuk kombinasi kompos 4 bulan dengan urea (J4U) jumlah anakan per pot

sedikit menurun yaitu sebesar 22%. Jumlah anakan pada J8U meningkat

secara nyata dibandingkan dengan kompos 8 bulan (J8). Hal ini tampaknya

lebih disebabkan oleh pengaruh urea daripada bahan organik. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan serapan N pada J8U yang nyata lebih tinggi daripada

serapan N pada J8 (Tabel 8).

Menurut Forbes dan Watson (1992) bobot kering tanaman adalah bobot dari semua komponen kimia dalam tanaman seperti selulosa, gula, dan protein (semua yang merupakan hasil fotosintesis), serta mineral, tidak termasuk air. Gambar 12 memperlihatkan bobot kering tanaman padi dari 26 HST sampai 75 HST. Pemberian bahan organik dan atau urea hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman pada 75 HST (Tabel Lampiran 6), dimana peningkatan bobot kering tanaman maksimum terjadi pada stadia ini. Pemberian bahan organik dan atau urea nyata meningkatkan bobot kering tanaman padi dibandingkan dengan kontrol (Ko), kecuali pe rlakuan J8 (38,49 g per pot).

Tetapi pemberian kompos 8 bulan dengan urea (J8U) nyata meningkatkan bobot

kering tanaman padi sebesar 57,86 g per pot atau 50,32% lebih tinggi dibandingkan dengan kompos 8 bulan tanpa urea (J8). Demikian juga pada J4U,

dimana pemberian urea cenderung meningkatkan bobot kering tanaman padi sebesar 5,73% dibandingkan dengan J4. Bobot kering tanaman yang tertinggi

(73,53 g per pot) dijumpai pada pot dengan perlakuan urea. Ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, kecuali pada perlakuan pemberian jerami padi (Jo) sebesar 63,78 g per pot tidak berbeda nyata. Dari hasil penelitian ini

tampaknya pemberian jerami padi (Jo) dengan takaran N yang setara dengan

pemberian N dalam bentuk urea dapat memberikan hasil bobot kering tanaman dan jumlah anakan yang sebanding dengan urea. Pemberian jerami segar

Gambar 12. Bobot Kering Tanaman dari Stadia Pembentukan Anakan Sampai Stadia Pengisian Bulir

nyata meningkatkan bobot kering tanaman (63,78 g per pot) dibandingkan dengan pemberian kompos 8 bulan (38,49 g per pot) dan cenderung lebih tinggi daripada kompos 4 bulan (53,01 g per pot). Beberapa peneliti juga melaporkan hasil yang sama dari percobaannya di lapang, yaitu pemberian jerami segar ke dalam tanah sawah meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil padi dibandingkan dengan pemberian kompos jerami (IRRI, 1976; Oh, 1979). Menurut Oh (1979), pengaruh jerami segar yang lebih tinggi daripada pengaruh kompos tersebut berasal dari hubungan antara pertumbuhan tanaman dan dekomposisi jerami segar. Lebih lanjut Oh (1979) mengatakan bahwa jerami padi yang diberikan ke dalam tanah menyediakan substrat yang cukup untuk meningkatkan populasi jasad renik tanah pada stadia awal pertumbuhan dan mengons ervasi hara tanah untuk digunakan oleh tanaman pada stadia pertumbuhan generatif dari tanaman padi.

4.3.3. Pelepasan N ke Dalam Tanah dan Serapan N Tanaman

Pada stadia pembentukan anakan atau 26 HST, perlakuan pemberian bahan organik dan atau urea tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman padi. Secara umum serapan N cenderung meningkat dengan pemberian bahan organik

0 10 20 30 40 50 60 70 80 26 49 75

Hari Setelah Tanam (HST)

Bobot Kering Tanaman (g pot

-1 )

Kontrol (Ko) Jerami (Jo) Kompos 4 bln (J4) Kompos 8 bln (J8)

Jerami + Urea (JoU) Kompos 4 bln + urea (J4U) Kompos 8 bln + urea (J8U) Urea (U)

dan atau urea dibandingkan tanpa bahan organik atau urea (Ko). Persentase N

yang diserap dari bahan organik dan atau urea (efisie nsi N pupuk) yang tertinggi diperoleh pada perlakuan urea (U), diikuti oleh jerami segar (Jo) dan terendah

diperoleh dari kompos 8 bulan (J8). Pada stadia ini tanaman padi cenderung lebih

banyak mengambil N dari tanah daripada N yang diserap dari pupuk, kecuali pada Jo (Tabel 6). Hal ini karena sistem perakaran tanaman belum berkembang

ekspansif dan karena pembebasan N, terutama N-NH4+, dari bahan organik dan

atau urea berlangsung lambat sehingga tanah masih mampu menyediakan N yang dibutuhkan oleh tanama n padi. Keadaan ini menyebabkan efisiensi serapan N pupuk oleh tanaman relatif rendah.

Tabel 6. Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah, dan 15N-ZA pada Stadia Pembentukan Anakan

Serapan Nitrogen (mg N per pot) Perlakuan N-tanah a) 15N b) N-pupuk c) Total Serapan N (mg/pot) Efisiensi N Pupuk (%) Ko 52,75 7,28 60,03 Jo 27,54 3,87 34,45 65,86 9,99 J4 39,85 5,48 20,6 5 65,98 5,99 J8 29,51 4,09 8,11 41,66 2,35 JoU 32,17 4,56 26,94 63,67 7,81 J4U 40,58 5,56 16,85 62,99 4,88 J8U 51 6,99 28,56 86,54 8,28 U 41,31 5,60 28,43 75,35 12,36 BNJ 41,19 tn 5,67 tn 29,90 tn 65,74 tn 6,49 tn KK (%) 37,01 36,88 45,78 35,61 45,71 tn = tidak nyata

a) N dalam tanaman yang berasal dari tanah b) N dalam tanamanyang berasal dari 15N-ZA

c) N dalam tanaman yang berasal dari jerami segar atau kompos atau campuran jerami segar atau kompos

dengan urea

Pada stadia awal pembentukan malai (49 HST), pemberian bahan organik dan atau urea berpengaruh sangat nyata pada serapan N. Total serapan N tertinggi dijumpai pada perlakuan dengan jerami segar (Jo) dan terendah pada perlakuan

kompos 8 bulan (J8). Tetapi persentase N yang diserap tanaman dari N yang

diberikan ke dalam tanah, tertinggi terjadi pada pemberian urea, diikuti oleh pemberian jerami segar (Jo), masing-masing sebesar 71,05% dan 62,85%,

keduanya tidak berbeda nyata (Tabel 7), tetapi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tingginya efisiensi N yang diserap dari urea terjadi karena urea cepat terhidrolisis dalam tanah sehingga lebih mudah tersedia bagi tanaman padi.

Tabel 6 dan 7 memperlihatkan bahwa serapan N yang diperoleh dari bahan organik dan atau urea (N-pupuk) meningkat cukup besar dengan bertambahnya umur tanaman padi. Hal ini berkaitan dengan sistem peraka ran tanaman yang telah berkembang ekspansif dan bertambah lebat. Selain itu juga karena kebutuhan tanaman terhadap N juga semakin meningkat. Pada saat yang sama, ketersediaan N-NH4+ yang dilepaskan dari bahan organik atau urea cukup besar

untuk memenuhi kebutuhan N tanaman (Gambar 8).

Tabel 7. Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos Padi dan Urea), Tanah, dan

15

N-ZA pada Stadia Awal Pembentukan Malai Serapan Nitrogen (mg N per pot)

Perlakuan N-tanah 15N N-pupuk Total Serapan N (mg/pot) Efisiensi N Pupuk (%) Ko 182,32 a 17,78 200,10 a Jo 94,05 bc 9,12 216,83 a 319,55 b 62,85 ae J4 95,76 bc 9,34 128,86 bc 236,69 ab 37,35 bc J8 74,15 b 7,23 115,51 bc 196,87 a 33,48 bc JoU 103,77 bc 10,12 160,69 ac 274,57 ab 46,58 ce J4U 131,98 c 12,86 130,32 bc 275,17 ab 37,78 bc J8U 116,84 bc 11,4 122,02 bc 250,27 ab 35,35 bc U 123,93 cd 12,09 163,42 ac 299,43 ab 71,05 a BNJ 48,09 sn 5,01 tn 71,63 sn 106,57 sn 20,91 sn KK (%) 14,74 15,76 17,08 14,68 16,17

Untuk kolom tertentu, nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (uji Tukey); sn = sangat nyata (nyata pada taraf 1%); tn = tidak nyata

Pada 75 HST atau pada stadia pengisian bulir padi, pemberian bahan organik dan atau urea berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman padi (Tabel Lampiran 7, 8, 9, dan 10). Hal ini konsisten dengan hasil sebelumnya. Pada stadia ini total serapan N tertinggi juga terjadi pada perlakuan pemberian urea (709,91 mg per pot atau 54,75% dari N yang diberikan ke dalam tanah), diikuti oleh jerami segar (Jo) (611,18 mg per pot atau 53,75% dari N yang

(352,17 mg pot -1 atau 20,65% dari N yang diberikan ke dalam tanah) (Tabel 8). Rendahnya serapan N pada perlakuan J8 selama masa pertumbuhan tanaman

padi sejalan dengan rendahnya pelepasan N oleh kompos 8 bulan (J8),

sebagaimana diperlihatkan oleh hasil percobaan inkubasi di laboratorium tanpa ditanami tanaman padi (Gambar 8). Total serapan N tanaman pada perlakuan urea dan Jo tidak berbeda nyata tetapi keduanya nyata lebih tinggi jika

dibandingkan dengan total serapan N pada perlakuan lainnya. Bila dibandingkan dengan stadia sebelumnya, yaitu stadia awal pembentukan malai (49 HST), persentase N yang diserap dari bahan organik dan atau urea pada stadia ini cenderung menurun, kecuali pada perlakuan J4U, dan J8U yang

cenderung meningkat. Peningkatan efisiensi serapan N pada kedua perlakuan tersebut diduga karena pengaruh pemberian urea yang kedua, pada 49 HST. Pada stadia ini ketersediaan N dan suplai N bagi tanaman padi meningkat karena terjadi peningkatan N dalam tanah yang berasal dari urea. Secara umum, kompos 4 dan 8 bulan (J4 dan J8) menunjukkan laju mineralisasi N yang lebih rendah

sehingga secara tidak langsung juga menyebabkan terjadinya serapan N oleh tanaman yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pemberian jerami segar (Jo).

Tabel 6, 7, dan 8 menunjukkan bahwa dengan semakin lama jerami padi dikomposkan (8 bulan), bila diberikan ke dalam tanah sawah akan memberikan efisiensi pemanfaatan N oleh tanaman yang semakin rendah. Tetapi pemberian urea bersama-sama dengan kompos akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan N oleh tanaman padi.

Total serapan N oleh tanaman terus meningkat sejak 26 HST sampai 75 HST, walaupun sejak 49 HST sampai panen konsentrasi N -NH4+ dalam tanah

tetap rendah (Gambar 11). Total nitrogen yang diserap tanaman sebagian besar, kira-kira 56,5% berasal dari tanah (Tabel 8). Watanabe dan Inubushi (1986) serta Witt et a l. (2000) menyatakan bahwa setelah N dalam tanah dalam bentuk N-NH4+ dari hasil mineralisasi N-organik tanah menjadi sangat berkurang

karena diserap oleh tanaman, maka N dari biomassa jasad renik dapat menjadi sumber N yang penting bagi tanaman padi. Selanjutnya menurut Shibara dan Inubushi (1997) dan Shibara et al. (1998) tanaman padi dapat menyerap N yang dilepaskan dari biomassa jasad renik, di mana pemberian jerami padi ke dalam

Tabel 8. Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan Urea), Tanah, dan 15N-ZA pada Stadia Pengisian Bulir Padi

Serapan Nitrogen (mg N per pot)

Jerami Gabah

Perlakuan

15

N N-tanah N-pupuk 15N N-tanah N-pupuk

Total Serapan Nitrogen (mg N / pot) Efisiensi N pupuk (%) Kontrol (K0) 30,97 abd 207,39 af - 21,40 ac 148,80 ab - 408,56 a

Jerami Padi (Jo) 25,45 abd 168,54 adg 150,81 a 21,42 ac 148,68 ab 96,43 a 611,18 bc 53,75 a

Kompos Jerami 4 bulan (J4) 20,12 b 133,99 bg 58,76 b 15,49 ac 109,18 ab 87,37 ab 424,92 ae 31,77 b Kompos Jerami 8 bulan (J8) 22,17 ab 147,90 bcdef 54,51 b 10,86 ab 76,24 b 40,48 bc 352,17 a 20,65 c

Jerami Padi dan Urea (JoU)

30,33 abd 200,68 ae 121,49 a 19,68 abd 139,34 ab 74,75 ac 586,28 c 42,66 bde

Kompos Jerami 4 bulan dan Urea (J4U) 20,47 abd 135,96 bd 96,99 ab 19,01 abc 131,38 ab 120,75 a 524,57 ce 47,34 aef Kompos Jerami 8 bulan dan Urea (J8U) 29,57 abd 196,65 ac 118,76 ab 20,02 abc 139,47 ab 81,34 ac 585,80 c 43,50 de Urea (U) 34,09 cd 227,67 a 143,06 a 24,60 cd 171,27 a 108,88 a 709,91 b 54,77 af BNJ 11,63 sn 60,68 sn 60,20 sn 11,60 n 89,64 n 56,40 sn 103,06 sn 11,05 sn KK (%) 15,43 12,09 20,30 21,51 23,82 23,21 6,93 9,42 ** Untuk kolom tertentu, nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf nyata5% (Uji Tukey)

tanah memberikan sumbangan yang lebih tinggi pada pembentukan C-biomassa dan N-biomassa daripada pemberian Sesbania rostrata, Eichornia crassipes, dan kotoran sapi (Howlader et al., 2002).

Gambar 13 memperlihatkan hubungan yang erat antara N yang dilepaskan dan serapan N tanaman pada 75 HST (R2 = 0,91). Sampai batas tertentu, serapan N tanaman makin meningkat dengan meningkatnya N yang dilepaskan ke dalam tanah. Hal ini secara tidak langsung juga meningkatkan

y = -4.9485x2 + 3.1871x + 0.1312 R2 = 0.91 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

N yang Dilepaskan dalam Tanah (g pot-1)

Serapan N (g pot

-1 )

Gambar 13. Hubungan Antara N yang Dilepaskan Dalam Tanah dan Serapan N Tanaman pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir)

jumlah anakan dan bobot kering tanaman padi (Gambar 14 dan 15). Gambar 14 dan 15 memperlihatkan hubungan yang erat antara serapan N tanaman dengan jumlah anakan per pot (r = 0,913) dan bobot kering tanaman padi (r = 0,966) pada 75 HST (stadia pengisian bulir padi). Gambar 16 juga menunjukkan hubungan yang erat antara N yang diserap dari pupuk dan bobot kering tanaman pada stadia pe ngisian bulir padi (r = 0,924).

Gambar 17 memperlihatkan total akumulasi N dalam jerami segar meningkat cepat setelah stadia pembentukan anakan sampai stadia pengisian bulir dan kemudian menurun sampai saat panen. Menurut Guindo et al. (1994), status total akumulasi N tanaman padi setelah stadia pengisian bulir tergantung pada kemampuan tanaman padi menunda penuaan daun dan memperpanjang

y = 0.0354x + 4.7944 r = 0.913 0 5 10 15 20 25 30 35 0 200 400 600 800

Serapan N Tanaman (mg pot-1)

Jumlah Anakan per pot

Gambar 14. Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Jumlah Anakan pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir)

y = 0.0885x + 9.3939 r = 0.966 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 100 200 300 400 500 600 700 800

Serapan N Tanaman (mg pot-1)

Bobot Kering Tanaman (g pot

-1 )

Gambar 15. Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Bobot Kering Tanaman Padi pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir)

y = 0.1766x + 23.453 r = 0.924 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 50 100 150 200 250 300

Serapan N pupuk (mg N pot-1)

Bobot Kering Tanaman (mg pot

-1)

Gambar 16. Hubungan Antara Serapan N dari Pupuk (Jerami Padi, Kompos dan atau Urea) dan Bobot Kering Tanaman pada 75 HST (Stadia Pengisian Bulir) 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 26 49 75 99

Hari Setelah Tanam

Total Akumulasi N dalam Jerami

Padi (g po

t-1

)

Kontrol (Ko) Jerami (Jo) Kompos 4 bln (J4) Kompos 8 bln (J8) Jerami + Urea (JoU) Kompos 4 bln + urea (J4U) Kompos 8 bln + urea (J8U) Urea (U)

Gambar 17. Akumulasi N yang Diserap Dalam Jerami Padi pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi

fotosintesis. Tanaka (1976) menunjukkan bahwa fotosintesis yang aktif akan memacu serapan dan metabolisme N. Tanaman padi yang terhindar dari

naungan proses penuaan daunnya akan tertunda dan proses fotosintesis dipacu. Selain itu, Bashir et al. (1997) menyatakan bahwa menurunnya akumulasi N pada saat panen (masak) karena hilangnya N dari sistem tanah-tanaman dalam bentuk gas NH3 sebagai akibat penuaan daun secara alami yang terjadi

saat tanaman mendekati panen (masak). Lepasnya ammonia dari tanaman diduga berkaitan dengan tingginya konsentrasi NH4+ dalam jaringan tanaman. Hal ini

terjadi sebagai akibat asimilasi NH4+ yang tidak efisien. Amonium (NH4+)

bersifat racun bagi jaringan tanaman dan tidak disimpan dalam bentuk ion NH4+

oleh tanaman.

Dokumen terkait