• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4 Metodologi penelitian

7. Uji validitas dan reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi (Arikunto, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat mengukur yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu (Nursalam, 2008). Kuesioner ini adalah kuesioner baru yang disusun oleh peneliti. Uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas internal yang mengacu pada isi instrumen (content validity),

Rahmitha Sari ahli keperawatan anak di rumah sakit Universitas Sumatera Utara.

Rumus Validitas isi Aiken’s:

V = ∑S

⌊n(c−1)⌋

Keterangan: S = R - Lo

R = Angka yang diberikan oleh penilai Lo = Angka penilaian validitas yang terendah C = Angka penilaian validitas yang tertinggi n = jumlah penilai/ validity expert

Nilai validitas instrumen dihitung menggunakan koefisien validitas isi Aiken’s dan didapatkan nilai validitas instrumen 1 untuk setiap item instrumen yang artinya instrumen tersebut valid dengan kriteria validitas sangat tinggi. 7.2 Reliabilitas

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil relatif sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2007). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan internal consistency, yaitu dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian

hasilnya dianalisa. Uji reliabilitas ini dilakukan kepada 10 orang perawat yang bertugas diruang rawat inap anak RSU Dr Fauziah Bireuen.

Pada penelitian ini pengujian reliabilitas dibedakan untuk masing-masing instrumen. Instrumen pengetahuan dan fasilitas menggunakan analisis Kuder Richarson-21 (KR-21), dengan rumus sebagai berikut:

r11 = �kk 1� �1−x (kk. Vx)

t

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

k = jumlah butir pertanyaan/pernyataan x� = skor rata-rata

Vt = varians total xi = total skor

n = jumlah responden

Analisis Kuder Richarson-21 (KR-21) dikatakan reliabel jika nilai koefisien reliabilitasnya >0,7 (Siregar, 2013). Hasil pengujian reliabilitas instrumen pengetahuan didapatkan hasil 0,84 dan instrumen fasilitas didapatkan hasil 0,82 lebih besar dari 0,7 artinya instrumen tersebut reliabel. Sedangkan instrumen sikap menggunakan analisis Chronbach’s Alpha, dikatakan reliabel jika nilai koefisien reliabilitasnya lebih besar dari 0,6 (Siregar, 2013). Hasil pengujian reliabilitas instrumen sikap didapatkan hasil 0,802 lebih besar dari 0,6 artinya instrumen tersebut reliabel.

8. Pengumpulan data

Proses pengumpulan data dilakukan setelah uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan, dimulai dengan peneliti mengajukan surat izin ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk pengambilan data penelitian ke rumah sakit yang dituju dan peneliti mengurus surat keterangan kelayakan etik dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara berupa ethical clearance. Lalu, setelah mendapatkan izin dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mendapat ethical clearance, peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada pimpinan rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara. Setelah mendapatkan izin dari pimpinan rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara peneliti menuju keruangan rawat inap anak untuk meminta daftar shift perawat diruangan tersebut. Pengumpulan data dilakukan pada shift pagi, siang, atau malam yang disesuaikan dengan jadwal shift kerja perawat yang menjadi responden penelitian.

Peneliti melakukan pendekatan dengan calon responden yang bekerja pada shift tersebut dan menjelaskan tujuan, manfaat dan peran serta calon responden selama penelitian. Peneliti menjamin kerahasian calon responden dan hak calon responden untuk menolak menjadi responden. Bila calon responden menyetujui maka penelitian meminta calon responden untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden (informed consent).

Responden diberi kuesioner untuk diisi sendiri, dan ditunggu oleh peneliti sampai selesai pengisian selama 40-60 menit. Sebelum responden mengisi kuesioner, peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan menginformasikan agar kuesioner diisi dengan lengkap. Lalu, kuesioner yang telah diisi dikumpulkan oleh peneliti.

9. Analisa data

Analisa data adalah proses mengolah data dan menginterpretasikan hasil pengolahan data (Priyatno, 2008). Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama, peneliti memeriksa identitas responden dan memastikan semua data telah terisi (editing). Setelah itu,

data diberi nomor responden dan dilakukan pemberian kode tertentu pada tiap data yang memiliki kode yang sama (coding). Lalu peneliti memasukkan data (data entry) yang dalam bentuk kode kedalam program komputer. Setelah selesai memasukkan semua data peneliti melakukan pembersihan data (cleaning) untuk melihat kemungkinan-kemungkinan kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya. Kemudian, dilakukan pembetulan atau koreksi. Lalu peneliti melakukan analisa data.

Analisa data dilakukan dengan komputerisasi menggunakan program statistik. Jenis analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariate (analisis deskriptif) yang akan menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010), kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara yang diperoleh melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada tanggal 11 Februari 2016 sampai 03 Maret 2016 di ruang rawat inap anak rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara. Jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 28 orang perawat yang bekerja di ruang rawat inap anak. Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini meliputi data demografi, faktor internal yaitu pengetahuan dan sikap perawat tentang atraumatic care, serta faktor eksternal yaitu fasilitas yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care.

1.1 Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, lama kerja di rumah sakit, dan lama kerja di ruang anak. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh sebanyak 21 responden (75,0%) berada pada rentang usia 31-40 tahun, seluruh responden berjenis kelamin perempuan (100%), mayoritas pendidikan DIII keperawatan sebanyak 25 responden (89,3%), penghasilan perawat mayoritas berada pada rentang >Rp2.500.000-Rp5.000.000 sebanyak 19 responden (67,9%), rata-rata telah bekerja di rumah sakit selama 5-10 tahun sebanyak 14 responden (50,0%), dan rata-rata telah bekerja di ruang anak selama <5 tahun sebanyak 16 responden

(57,1%). Sebaran karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi perawat (n=28) Data Demografi Frekuensi (f) Persentase (%) Usia 21-30 tahun 2 7,1 31-40 tahun 21 75,0 41-50 tahun 5 17,9 Jenis Kelamin Perempuan 28 100 Tingkat Pendidikan D-III 25 89,3 S-1 3 10,7 Penghasilan Rp 1.000.000-2.500.000 7 25,0 > Rp 2.500.000-5.000.000 19 67,9 > Rp 5.000.000-7.500.000 1 3,6 > Rp 7.500.000 1 3,6

Lama Kerja di Rumah Sakit

< 5 tahun 8 28,6

5-10 tahun 14 50,0

> 10 tahun 6 21,4

Lama Bekerja di Ruang Anak

< 5 tahun 16 57,1

5-10 tahun 10 35,7

> 10 tahun 2 7,1

1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Atraumatic Care a. Faktor Internal

1) Pengetahuan Perawat tentang Pelaksanaan Atraumatic Care

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pengetahuan perawat tentang atraumatic care dalam kategori cukup sebanyak 17 responden (60,7%), baik 8 responden (28,6%), dan dalam kategori kurang sebanyak 3 responden (10,7%). Hasil penelitian faktor internal, yaitu pengetahuan perawat tentang atraumatic care dapat dilihat

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan faktor internal: pengetahuan perawat tentang atraumatic care (n=28)

Pengetahuan Perawat Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik (skor 13-20) 8 28,6

Cukup (skor 7-12) 17 60,7

Kurang (skor 0-6) 3 10,7

Distribusi tingkat pengetahuan perawat tentang atraumatic care berdasarkan hasil penelitian diperoleh jawaban dari responden sebanyak 22 responden (78,3%) mengetahui tentang definisi atraumatic care, sebanyak 20 responden (71,4%) mengetahui tentang tujuan atraumatic care, dan sebanyak 20 responden (71,4%) juga mengetahui tentang prinsip

yang sesuai dengan tindakan penggunaan cat berwarna yang cerah untuk dinding ruangan.

Sebanyak 18 responden (64,3%) tidak mengetahui tentang prinsip atraumatic care yang sesuai dengan tindakan dekorasi ruangan

menggunakan tirai dan hiasan dinding bergambar bunga atau binatang lucu, sebanyak 17 responden (60,7%) tidak mengetahui tentang prinsip atraumatic care yang sesuai dengan tindakan melakukan persiapan khusus

jauh hari sebelumnya pada tindakan pembedahan elektif dan sebanyak 16 responden (57,1%) menjawab salah tentang pinsip-prinsip dalam pelaksanaan atraumatic care. Distribusi responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan perawat tentang atraumatic care (n=28)

No Pernyataan Benar Salah

f % f %

1 Atraumatic care adalah 22 78,6 6 21,4 2 Atraumatic care bertujuan untuk 20 71,4 8 28,6

3 Manfaat atraumatic care adalah 16 57,1 12 42,9 4 Berikut ini yang bukan prinsip

atraumatic care adalah

12 42,9 16 57,1 5 Rooming in merupakan tindakan

atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

17 60,7 11 39,3

6 Perawat memberikan informasi terkait keadaan anak dan hal apa saja yang dapat dilakukan orang tua merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

17 60,7 11 39,3

7 Pemberian obat anastesi lokal seperti lidokain dan EMLA (Extectic Mixture of Local Anesthetics) sebelum injeksi parenteral merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

17 60,7 11 39,3

8 Dekorasi ruangan menggunakan tirai dan hiasan dinding bergambar bunga atau binatang lucu merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

10 35,7 18 64,3

9 Modifikasi ruang perawatan anak dengan cara membuat ruang rawat seperti di rumah merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

15 53,6 13 46,4

10 Menginformasikan kepada orang tua jenis mainan yang boleh dibawa ke rumah sakit merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

19 67,9 9 32,1

11 Mempersiapkan psikologis anak sebelum prosedur dan menunjukkan sikap empati merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

14 50,0 14 50,0

12 Penggunaan cat berwarna yang cerah untuk dinding ruangan merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

20 71,4 8 28,6

13 Mempertahankan kontak dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan berhubungan dengan siapa saja yang anak inginkan

yang sesuai dengan prinsip

14 Mempersiapkan anak dan orang tuanya sebelum di rawat dirumah sakit melalui kegiatan pendidikan kesehatan (Penkes) pada orang tua merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

15 53,6 13 46,4

15 Melakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

19 67,9 9 32,1

16 Prinsip permainan pada anak di rumah sakit adalah

18 64,3 10 35,7 17 Menggunaan pakaiaan perawat yang

multi warna nonkonvensional merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

15 53,6 13 46,4

18 Melibatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat anak merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

16 57,1 12 42,9

19 Lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya pada tindakan pembedahan elektif merupakan tindakan atraumatic care yang sesuai dengan prinsip

11 39,3 17 60,7

20 Prinsip pengkajian nyeri pada anak adalah

19 67,9 9 32,1

2) Sikap Perawat tentang Pelaksanaan Atraumatic Care

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa sikap perawat tentang atraumatic care dalam kategori positif sebanyak 21 responden (75,0%) dan negatif sebanyak 7 responden (25%). Hasil penelitian faktor internal, yaitu sikap perawat tentang atraumatic care dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan faktor internal: sikap perawat tentang atraumatic care (n=28)

Sikap Perawat Frekuensi (f) Persentase (%)

Positif (skor 36-56) 21 75,0

Distribusi sikap perawat tentang pelaksanaan atraumatic care berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebanyak 16 responden (57,1%) sangat setuju untuk mempersiapkan anak dan orang tuanya sebelum di rawat dirumah sakit melalui kegiatan pendidikan kesehatan (Penkes) pada orang tua. Sebanyak 15 responden (53,6%) setuju untuk mengizinkan anak bermain sesuai kondisi anak. Sebanyak 11 responden (39,3%) tidak setuju dan 2 responden (7,1%) sangat tidak setuju untuk memberikan obat anastesi lokal sebelum injeksi parenteral.

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan sikap perawat tentang atraumatic care (n=28)

No Pernyataan SS S TS STS

f % f % f % f %

1 Saya memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama anak atau rooming in.

14 50,0 12 42,9 2 7,1 0 0

2 Saya memberikan informasi kepada orang tua terkait kondisi kesehatan anak.

9 32,1 14 50,0 5 17,9 0 0

3 Saya memberikan informasi kepada orang tua tentang hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengontrol perawatan anak.

8 28,6 13 46,4 7 25,0 0 0

4 Saya memberikan obat anastesi lokal sebelum injeksi parenteral.

4 14,3 11 39,3 11 39,3 2 7,1 5 Saya mengizinkan anak bermain

sesuai kondisi anak.

7 25,0 15 53,6 6 21,4 0 0 6 Saya menggunakan ruang khusus

tindakan untuk melakukan intervensi pada anak.

11 39,3 12 42,9 4 14,3 1 3,6

7 Saya menginformasikan kepada orang tua jenis mainan yang boleh dibawa ke rumah sakit.

10 35,7 13 46,4 5 17,9 0 0

8 Saya mempersiapkan psikologis anak sebelum prosedur yang menimbulkan rasa nyeri.

saat anak dilakukan prosedur yang menyakitkan.

10 Saya memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan berhubungan dengan siapa saja yang anak inginkan.

10 35,7 14 50,0 4 14,3 0 0

11 Saya mempersiapkan anak dan orang tuanya sebelum di rawat dirumah sakit melalui kegiatan pendidikan kesehatan (Penkes).

16 57,1 5 17,9 7 25,0 0 0

12 Saya melakukan aktivitas bermain terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan pada anak, misalnya bercerita, menggambar,

mendengarkan musik atau menonton video.

7 25,0 14 50,0 6 21,4 1 3,6

13 Saya melibatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat anak.

8 28,6 13 46,4 7 25,0 0 0

14 Saya melakukan persiapan khusus pada anak sebelum tindakan pembedahan elektif.

10 35,7 12 42,9 5 17,9 1 3,6

b. Faktor Eksternal

1) Fasilitas yang Mendukung Pelaksanaan Atraumatic Care

Faktor eksternal dalam pelaksanaan atraumatic care adalah fasilitas yang mendukung pelaksanaan atraumatic care. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebanyak 26 responden (92,9%) menyatakan bahwa fasilitas yang mendukung pelaksanaan atraumatic care dalam kategori tidak lengkap dan sebanyak 2 responden (7,1%) menyatakan lengkap . Hasil penelitian berdasarkan faktor eksternal yaitu fasilitas yang mendukung pelaksanaan atraumatic care dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan faktor eksternal: fasilitas yang mendukung pelaksanaan atraumatic care (n=28)

Fasilitas Frekuensi (f) Persentase (%)

Lengkap (skor 8-14) 2 7,1

Tidak Lengkap (skor 0-7) 26 92,9

Distribusi fasilitas untuk pelaksanaan atraumatic care berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, seluruh responden (100%) menjawab ada ruangan khusus tindakan dan seluruh responden (100%) juga menjawab ada pewangi ruangan untuk menghilangkan bau dan meningkatkan kenyamanan. Sebanyak 26 responden (92,9%) menjawab tidak ada alat-alat mainan yang sesuai dengan usia anak, kondisi anak, dan prosedur pengobatan, serta sebanyak 26 responden (92,9%) juga menjawab tidak ada video tentang prosedur yang akan dilakukan. Distribusi responden berdasarkan fasilitas yang mendukung pelaksanaan atraumatic care dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan fasilitas yang mendukung pelaksanaan atraumatic care (n=28)

No Pernyataan Ada Tidak

f % f %

1 Obat anastesi lokal untuk diberikan sebelum injeksi parenteral pada anak.

5 17,9 23 82,1 2 Ruangan khusus tempat bermain anak. 4 14,3 24 85,7 3 Alat-alat mainan yang sesuai dengan usia anak,

kondisi anak, dan prosedur pengobatan.

2 7,1 26 92,9 4 Tempat tidur khusus bagi anak agar tidak

terjatuh.

19 67,9 9 32,1 5 Video tentang prosedur yang akan dilakukan. 2 7,1 26 92,9 6 Gambar tentang prosedur yang akan dilakukan. 5 17,9 23 82,1 7 Dinding ruangan berwarna cerah atau warna

warni.

23 82,1 5 17,9 8 Tirai bergambar bunga atau binatang lucu. 5 17,9 23 82,1 9 Hiasan dinding bergambar dunia binatang atau

fauna.

11 Spalk bermotif bunga, kartun, atau binatang lucu.

4 14,3 24 85,7

12 Ruangan khusus tindakan. 28 100 0 0

13 Papan nama pasien bergambar lucu. 4 14,3 24 85,7 14 Pewangi ruangan untuk menghilangkan bau

dan meningkatkan kenyamanan.

28 100 0 0

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh melalui penelitian, peneliti mencoba menguraikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara.

2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Atraumatic Care di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh utara

a. Faktor Internal

Pengetahuan yang dimiliki manusia bertujuan untuk menjawab masalah-masalah kehidupan yang dialaminya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan pada manusia. Pengetahuan dalam hal ini diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapainya (Notoadmodjo, 2007). Pengetahuan tentang atraumatic care sangat penting dimiliki oleh perawat, karena penerapan

atraumatic care dalam perawatan anak sangat membantu meningkatkan

derajat kesehatan dan kesejahteraan anak pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Serta dengan dimilikinya pengetahuan yang baik tentang atraumatic care akan memudahkan jalannya proses keperawatan sesuai yang diharapkan (Yulianto, 2014).

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 8 responden (28,6%) memiliki pengetahuan baik, setengah dari total responden yaitu 17 responden (60,7%)

memiliki pengetahuan cukup, dan 3 responden (10,7%) memiliki pengetahuan kurang tentang pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara. Hal ini diasumsikan bahwa pengetahuan responden tentang atraumatic care tergolong tinggi, karena data menunjukkan mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup dan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Santoso (2014) bahwa lebih dari setengah total perawat (67,7%) yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Bantul dan Yogyakarta memiliki pengetahuan yang cukup tentang atraumatic care dan sisanya (32,3%) berpengetahuan baik.

Pengetahuan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya pendidikan, pengalaman dan sumber informasi (Notoadmodjo, 2010). Lebih dari setengah total perawat berpendidikan D III Keperawatan yaitu sebanyak 25 responden (89,3%) dan Sarjana Keperawatan sebanyak 3 responden (10,7%). Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang dapat menambah pengetahuan seseorang, sehingga tingkat pendidikan mendukung pengetahuan yang baik, serta tingkat pendidikan seorang perawat mempengaruhi persepsinya dalam melakukan tindakan keperawatan (Kurniawati, 2009). Hal ini sesuai dengan pendapat Budiman (2013) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pengetahuannya. Namun, bukan berarti seseorang dengan pendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh pada pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan nonformal.

Pada penelitian ini setengah dari total responden memiliki pengalaman bekerja di rumah sakit selama 5-10 tahun yaitu 14 responden (50,0%). Peneliti berasumsi bahwa responden tersebut sudah memiliki cukup pengalaman dan keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan. Shermer Horn (1986 dalam Nurimi, 2010), menyatakan bahwa terdapat perbedaan dalam menghasilkan produk antara tenaga kerja yang masih baru atau yang belum berpengalaman dengan yang sudah berpengalaman.

Berdasarkan hasil penelitian pengalaman perawat bekerja diruang rawat inap anak mayoritas responden bekerja selama <5 tahun sebanyak 16 responden (57,1%). Pengalaman merupakan aspek terpenting dalam proses pembelajaran yang dapat berimplikasi positif menambah pengetahuan seseorang terhadap suatu hal (Potter & Perry, 2009). Sesuai penelitian yang dilakukan Islam (2010) pengalaman kerja 1-10 tahun dalam keperawatan memiliki tingkat pengetahuan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan pengalaman kerja 21-30 tahun. Islam (2010) mengatakan perawat dengan tahun kerja lebih lama memiliki kesempatan lebih rendah meng-update ilmunya. Namun, hal berbeda diungkapkan oleh Yunie, et al (2007 dalam Utami, 2012) bahwa pengalaman kerja <5 tahun memungkinkan keterampilan dalam memberikan pelayanan keperawatan belum cukup terlatih, namun diharapkan meski dengan pengalaman <5 tahun perawat dapat menampilkan hasil kerja yang optimal sebagai aktualisasi diri dalam bekerja.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmodjo, 2012). Sikap juga

merupakan suatu pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi, dan kognitif yang relatif menetap dalam diri individu dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya (Dianto, 2014).

Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada manusia sebagai makhluk sosial, pembentukan sikap tidak terlepas dari pengaruh interaksi manusia dengan yang lain (eksternal). Disamping itu manusia juga makhluk individual, sehingga apa yang datang dari dalam dirinya (internal) juga mempengaruhi pembentukan sikapnya (Sunaryo, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perawat terhadap atraumatic care dalam kategori positif sebanyak 21 responden (75,0%). Maka dapat

disimpulkan bahwa sikap perawat tentang intervensi atraumatic care dari prinsip menurunkan dan mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri), dan memodifikasi lingkungan fisik adalah positif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dianto (2014) bahwa sebanyak 87,1% perawat mendukung pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul dan Yogyakarta.

Allport (1954 dalam Notoadmodjo 2010) menyatakan bahwa dalam pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa komponen penting seperti pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi. Faktor pengetahuan perawat

yang mayoritas baik dan cukup menyebabkan positifnya sikap perawat terhadap pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara. Selain itu positifnya sikap perawat juga disebabkan karena mayoritas perawat berusia 31-40 tahun sebanyak 21 responden (75,0%) yang digolongkan dalam usia dewasa menengah (Potter & Perry, 2009). Masa ini dikenal dengan masa yang kreatif dimana individu memiliki kemampuan mental untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir kreatif dan belum terjadi penurunan daya ingat (Hurlock, 1999). Bertambahnya umur seseorang juga dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperoleh serta kemampuan menyikapi suatu hal, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Notoadmodjo, 2003).

Penelitian Setiawan dan Budiastuti (2012 dalam Dianto, 2014) menjelaskan bahwa usia sebagai salah satu karakteristik pada individu memiliki hubungan yang stimultan dalam melakukan pekerjaannya. Seiring bertambahnya usia maka kedewasaan seseorang semakin meningkat, kematangan psikologisnya, dan kedewasaaan menyelesaikan pekerjaannya. Hasil penelitian mayoritas responden berpenghasilan >Rp2.500.000-Rp5.000.000 sebanyak 19 responden (67,9%). Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa usia dewasa menengah biasanya seseorang telah mencapai stabilitas ekonomi. Pada usia dewasa menengah ini mereka juga telah menyelesaikan tugas perkembangan mereka diusia dewasa awal yaitu

memiliki keluarga, terutama anak (Potter & Perry, 2009), serta responden pada penelitian ini juga seluruhnya berjenis kelamin wanita (100%). Sehingga mereka akan lebih mudah melakukan adaptasi dan memahami kondisi anak, serta membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dan pengobatan dengan sikap keibuan mereka.

Seluruh responden berjenis kelamin wanita, berdasarkan asumsi peneliti disebabkan karena dunia keperawatan identik dengan wanita yang lebih dikenal dengan mother instinc. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fahriadi (2008) yang menyatakan bahwa sejarah awal dari profesi keperawatan (Florence Nightingale) identik dengan pekerjaan yang didasari oleh kasih sayang dan kelembutan seorang ibu atau wanita. Lingkungan yang penuh kasih sayang dapat membentuk rangsangan dan memberikan dampak besar untuk penyembuhan anak (Hardjadinata, 2009).

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang yang mendukung seseorang untuk bertindak (berperilaku) atau mencapai tujuan yang diinginkan, seperti pengalaman, fasilitas, dan sosiobudaya. Fasilitas pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan untuk terbentuknya perilaku atau tindakan (Notoadmodjo, 2010). Hasil penelitian sebagian besar perawat menyatakan bahwa fasilitas yang mendukung pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit umum Cut Meutia Aceh Utara dalam kategori

tidak lengkap yaitu sebanyak 26 responden (92,9%), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Apriani (2014) bahwa keterbatasan fasilitas

yang mendukung pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi bahkan menghambat perawat dalam melaksanakan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di ruang anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.

Fasilitas atau sarana di rumah sakit sangat diperlukan untuk mewujudkan sikap positif perawat agar menjadi tindakan. Peneliti berasumsi fasilitas juga memiliki hubungan timbal balik dengan sikap, yaitu sikap dipengaruhi fasilitas dan fasilitas akan mempengaruhi seseorang untuk bersikap, karena sikap adalah faktor predisposisi seseorang untuk bertindak (Azwar, 2007).

Dokumen terkait