• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni2015 di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah jamur tiram putih segar yang diperoleh dari pembibit jamur di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, labu kuning dengan tingkat kematangan fisiologis, tempe, bit,serta bumbu-bumbu yang diperoleh dari Pasar Tradisional Medan.

Reagensia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah karagenan, larutan H2SO4pekat, heksan, larutan H2SO4 0,02 N, larutan H2SO4 0,255 N, larutan NaOH 0,02 N, larutan NaOH 0,313 N, larutan NaOH teknis 40%, indikator mengsel, heksan, alkohol 95%, K2SO4 12%, dan akuades.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah selongsong dari plastik poliamida, kromameter Minolta, cawan aluminium, oven, desikator, timbangan analitik, cawan poselen, tanur, perangkat destruksi protein, perangkat destilasi protein, buret, erlenmeyer, stirrer, gelas ukur, pipet tetes, soxhlet, hot plate, kertas saring Whatman No. 41, ayakan 80 mesh dan alat kaca lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor, yaitu (Bangun, 1991):

Faktor 1 : Perbandingan jamur tiram : tempe B1 = 0 : 100%

B2 = 25% : 75% B3 = 50% : 50% B4 = 75% : 25% B5 = 100% : 0%

Faktor 2 : Perbandingan tapioka dan tepung labu kuning sebanyak 15% dari total adonan. T1 = 100% : 0% T2 = 75% : 25% T3 = 50% : 50% T4 = 25% : 75% T5 = 0% : 100%

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 5 x 5 = 25, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut.

Tc (n-1) ≥ 15 25 (n-1) ≥ 15 25n ≥ 40

n ≥ 1,6…………..…..dibulatkan menjadi 2

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial dengan model :

Ŷijk= µ + αi + ßj+ (αß)ij + εijk Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor B pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor B pada taraf ke-i εij : Efek faktor T pada taraf ke-j

(αß)ij : Efek interaksi faktor B pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor B pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Pelaksanaan Penelitian

Bit dengan kualitas baik dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran. Diblansing pada suhu 80oC selama 5 menit, dilakukan pengupasan kulit. Kemudian diblender dengan penambahan air 250 ml setiap 100 gram bit atau dengan perbandingan 2,5 : 1. Pembuatan pasta bit dapat dilihat pada Gambar 2.

Jamur tiram yang masih segar disortir, dipotong bagian yang keras, dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotorannya lalu ditiriskan. Jamur diblansing dengan suhu 80oC selama 5 menit kemudian diblender hingga halus tanpa penambahan air. Pembuatan bubur jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 3.

Tempe dipotong berukuran kecil. Tempe diblanshing pada suhu 80oC selama 10 menitkemudian diblender hingga halus tanpa penambahan air. Pembuatan bubur tempe dapat dilihat pada Gambar 4.

Labu kuning yang bermutu baik dikupas kulitnya, dicuci hingga bersih lalu ditiriskan. Dipotong dengan ukuran 2-3 mm. direndam dengan larutan natrium metabisulfit 1000 ppm selama 20 menit kemudian dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan (Moelyono, 2003). Dikeringkan dengan oven menggunakan suhu 60oC selama 24 jam lalu diblender dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Pembuatan tepung labu kuning dapat dilihat pada Gambar 5.

Pembuatan Sosis

Bubur jamur tiram dan bubur tempe sebanyak 58% dari berat total campuran adonan sosis dibagi menjadi lima bagian dengan perbandingan bubur jamur tiram dan bubur tempe masing-masing 0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, dan 100% : 0%. Kemudian dibuat perbandingan bahan pengisi sebanyak 15% dari total campuran adonan sosis yaitu tapioka dan tepung labu kuning masing-masing 100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, dan 0%:100%. Selanjutnya bubur jamur tiram dan bubur tempe, ditambahkan campuran tepung dan diadon hingga rata. Ditambahkan pasta bit 10%, susu skim 6%, minyak nabati 5%, karagenan 1%, gula 0,5%, garam 2%, lada putih 0,5%, bawang

merah 1%, dan bawang putih 1% dari berat total adonan sosis. Dilakukan pengadukan hingga semua bahan tercampur rata.

Adonan kemudian dimasukkan kedalam selongsong/casing sosis sepanjang 10 cm, diikat, dan direbus hingga matang (20 menit). Setelah matang, sosis diangkat lalu didinginkan dan dikemas. Dalam penelitian ini casing yang digunakan adalah casing yang terbuat dari plastik polyamida merk Devro berwarna putih transparan. Sosis yang telah dingin dikemas dan disimpan selama 3 hari dalam lemari pembeku.

Pengujian dilakukan terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat, indeks warna, organoleptik terhadapwarna,aroma, rasa, serta tekstur.

Pengamatan dan Pengukuran Data Kadar air

Kadar air dianalisa dengan metode AOAC (1995) yang dimodifikasi. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram di dalam cawan aluminium kering (dipanaskan di oven selama 24 jam) yang diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven dengan 70 oC selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Perlakuan ini diulangi hingga diperoleh berat konstan.

Berat awal sampel (g) – Berat akhir sampel (g)

Kadar air (%b/b) = x 100%

Kadar abu

Kadar abu ditentukan dengan menggunakan metode Sudarmadji, dkk (1997). Sampel yang telah dikeringkan pada analisa kadar air, ditimbang sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dibakar selama 1 jam pada suhu 1000C dalam muffle furnace/tanur selama 1 jam, dilanjutkan dengan suhu 300 oC selama 2 jam kemudian dengan suhu 500 oC selama 2 jam. Cawan porselen berisi abu didinginkan dan dikeluarkan dari tanur dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus :

Berat akhir abu

Kadar abu bk (%) = x 100%

Berat awal sampel

Kadar Lemak (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama 8 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Selongsong berisi sampel tersebut kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 70oC selama 30 menit lalu ditimbang. Dihitung kadar lemak dengan rumus sebagai berikut :

Berat sampel- (berat akhir-berat selongsong) (g)

Kadar Lemak (%) = x 100% Berat sampel (g)

Kadar Protein (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

Kadar protein ditentukan dengan metode Kjedhal. Sampel sebanyak 0,2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjedahl 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 2 g katalis (CuSO4 : K2SO4 dengan

perbandingan 1:1). Sampel didihkan selama1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu ditambahkan dengan 10 ml akuades dan dipindahkan ke erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH 40%.

Labu erlenmeyer berisi H2SO4 0,02 N yang ditambahkan 3 tetes indikator mengsel diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Labu erlenmeyer berisi destilat tersebut dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau toska. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

(A-B) x N x 0,014 x FK

Kadar Protein (%) = x 100% Berat Sampel (g)

Dimana : A = ml NaOH untuk titrasi blanko (ml) B = ml NaOH untuk titrasi sampel (ml) N = Normalitas NaOH yang digunakan FK = Faktor Konversi

Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,255 N ditutup dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit. Suspensi disaring menggunakan kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih hingga pH netral. Secara kuantitatif residu dipindahkan dari kertas saring ke dalam larutan NaoH 0,313 N sebanyak 200 ml dan dididihkan selama 30 menit.

Residu disaring menggunakan kertas saring kering yang sudah diketahui beratnya lalu dicuci dengan K2SO4 10% sebanyak 10 ml. Lalu dicuci dengan akuades mendidih sebanyak 15 ml dan alkohol 95% 15 ml. Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama satu jam, lalu dimasukkan ke dalam desikator 15 menit lalu ditimbang. Pengeringan dilanjutkan sampai diperoleh berat yang konstan.

berat kertas saring akhir – berat kertas awal

Serat kasar = x 100%

berat sampel Organoleptik warna

Uji organoleptik warna ditentukan dengan metode Soekarto (2008) menggunakanskala hedonik warna. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk nilai hedonik warna seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Skala hedonik warna

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 Organoleptik aroma

Uji organoleptik aroma ditentukan dengan metode Soekarto (2008) menggunakan uji hedonik aroma. Sampel yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala hedonik aroma dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Skala hedonik aroma

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 Organoleptik rasa

Uji organoleptik rasa ditentukan dengan metode Soekarto (2008) menggunakan uji hedonik rasa. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala nilai hedonik warna seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Skala hedonik rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 Organoleptik tekstur

Uji organoleptik tekstur ditentukan dengan metode Soekarto (2008). Penentuan nilai organoleptik terhadap tekstur dilakukan dengan uji skor tekstur dan hedonik tekstur. Sampel yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Skala skor tekstur disajikan pada Tabel 12 dan nilai hedonik tekstur disajikan pada Tabel 13.

Tabel 12. Skala skor tekstur

Skala hedonik Skala numerik

Amat sangat kenyal Sangat kenyal Kenyal Agak kenyal Tidak kenyal 5 4 3 2 1 Tabel 13. Skala hedonik tekstur

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka

Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 Indeks warna

Warna sosis diukur dengan cara mengukur warna permukaan sosis menggunakan kromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang) (Andarwulan, dkk., 2001). Sampel ditempatkan pada wadah yang datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b. L menyatakan parameter kecerahan. Notasi a menunjukkan warna kromatik campuran merah-hijau dan nilai a (+) berkisar antara 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dan nilai b(+) berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70 untuk warna biru. Selanjutnya nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:

o

Hue = tan-1 b a

Jika hasil yang diperoleh:

18o – 54o maka produk berwarna red (R)

54o –90o maka produk berwana yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)

SKEMA PENELITIAN

Gambar 2. Skema pembuatan pasta bit

Gambar 3. Skema pembuatan bubur jamur tiram putih Sortasi dan pencucian

Blansing pada suhu 80 oC selama 5 Pengupasan kulit

Pemblenderan dengan penambahan air 2,5: 1

Pencucian sampai bersih dari kotoran

Pemblenderan sampai halus tanpa penambahan air

Blanshing pada suhu 80 oC selama 5 menit Bit

Pasta bit

Jamur tiram

Gambar 4. Skema pembuatan bubur tempe Dipotong berukuran kecil

Pemblenderan tanpa penambahan air Blansing pada suhu 80oC selama 10 menit menit

Tempe

Gambar 5. Skema pembuatan tepung labu kuning Pengupasan kulit dan perajangan (2-3) mm

Sortasi dan pencucian

Penirisan

Perendaman dalam larutan Na2S2O5 1000 ppm selama 20 menit

Penirisan

Pencucian dengan air mengalir

Pengeringan dengan oven bersuhu 60 oC selama 24 jam

Penepungan dengan cara pemblenderan

Pengayakan dengan ayakan 80 mesh Labu kuning

Gambar 6.Skema pembuatan sosis

Penambahan pasta bit 10%, susu skim 6%, minyak nabati 5%, karagenan 1%, gula 0,5%, garam 2%, lada putih 0,5%, bawang

merah 1%, dan bawang putih 1% dari berat total adonan sosis

Dimasukkan ke dalam selongsong sepanjang 10 cm

Perbandingan jamur tiram dan tempe B1 = 0% :100% B2 = 25% : 75% B3 = 50% : 50% B4 = 75% : 25% B5 = 100% : 0%

Pengadukan hingga merata

Penambahan campuran tapioka dan tepung labu kuning 15% dari berat campuran adonan sosis,

diadon Perbandingan

tapioka dan tepung labu kuning T1 = 100% : 0% T2 = 75% : 25% T3 = 50% :50% T4 = 25% : 75% T5= 0% :100% Analisa dilakukan terhadap: - Kadar air(%) - Kadar abu (%) - Kadar lemak (%) - Kadar protein (%) - Kadar serat (%)

- Index warna (oHue)

- Uji Organoleptik

setelah digoreng terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur

Perebusan selama 20 menit

Sosis jamur tiram dan tempe Pendinginan

Bubur tempe dan jamur tiram ditimbang (58% dari berat campuran adonan sosis)

Pencampuran hingga merata

Pengemasan

Penyimpanan dalam lemari pembeku selama 3

36

Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tempe terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar serat (%), uji skor tekstur, dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap mutu sosis Parameter Perbandingan jamur tiram dan tempe (B)

B1 B2 B3 B4 B5 Kadar air (%) 52,5976 54,3451 57,3394 60,4074 62,3871 Kadar abu (%) 1,0160 1,1080 1,2212 1,3117 1,3835 Kadar lemak (%) 16,7634 15,5877 15,3995 15,2833 14,3712 Kadar protein (%) 8,8916 10,9747 12,2663 12,9958 14,1526 Kadar serat (%)

Indeks warna (oHue)

1,6773 57,5837 1,7822 50,5879 1,9670 47,9685 2,2978 46,3440 2,3970 37,6843 Nilai hedonik warna 2,9133 3,1667 3,2667 3,3467 3,3733 Nilai hedonik aroma 3,2933 3,3133 3,2800 3,5267 3,1933 Nilai hedonik rasa 3,4000 3,4000 3,5067 3,5333 3,3000 Nilai hedonik tekstur 2,9467 3,2333 3,2400 3,3533 3,1000 Nilai skor tekstur 2,6533 2,7667 2,9800 3,2133 3,2067

Tabel 14 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan B5 sebesar 62,3871% dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 52,5976%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan B5 sebesar 1,3835% dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 1,0160%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan B1 sebesar 16,7634% dan terendah pada perlakuan B5 sebesar 14,3712%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan B5 sebesar 14,1526 dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 8,8916%. Kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan B5 sebesar 2,3973% dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 1,6773%.

Indeks warna (oHue) tertinggi diperoleh pada perlakuan B1 sebesar 57,5837 dan terendah pada perlakuan B5sebesar 37,6843. Uji hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,3733 dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 2,9133. Uji hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,5267 dan terendah pada perlakuan B5 sebesar 3,1933. Uji hedonik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,5333 dan terendah pada perlakuan B5 sebesar 3,3000. Uji hedonik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,3533 dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 2,9467. Uji skor tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,2133 dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 2,6533.

Pengaruh Perbandingan Tapioka dan Tepung Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh terhadap kadar protein (%), kadar serat kasar (%),uji skor tekstur, dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap mutu sosis

Parameter Perbandingan tapioka dan tepung labu kuning

T1 T2 T3 T4 T5 Kadar air (%) 56,8853 57,2351 57,4321 57,5921 57,9319 Kadar abu (%) 2,3504 2,3857 2,4151 2,4501 2,4787 Kadar lemak (%) 15,0664 15,2161 15,4649 15,6560 16,0019 Kadar protein (%) 11,5136 11,6658 11,8563 12,0256 12,2198 Kadar serat (%)

Indeks warna (oHue)

1,9092 36,1341 1,9558 38,6414 2,0238 48,2413 2,0852 57,6375 2,1479 59,5141 Nilai hedonik warna 3,3533 3,2800 3,1067 3,2533 3,0733 Nilai hedonik aroma 3,2400 3,2467 3,2333 3,6933 3,1933 Nilai hedonik rasa 3,1533 3,4400 3,4067 3,8600 3,2800 Nilai hedonik tekstur 2,9600 3,1667 3,1800 3,5800 2,9867 Nilai skor tekstur 2,9000 2,9600 2,8667 3,2200 2,8733

Tabel 15 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 57,9319% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 56,8853%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 2,4787% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 2,3504%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 16,0019% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 15,0664%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 12,2198% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 11,5136%. Kadar serat tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 2,1479% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 1,9092%.

Indeks warna (oHue) tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 59,5141 dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 36,1341. Nilai hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 3,3533 dan terendah pada perlakuan T5 sebesar 3,0733. Nilai hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,6933 dan terendah pada perlakuan T5 sebesar 3,1933. Nilai hedonik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,8600 dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 3,1533. Nilai hedonik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,5800 dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 2,9600. Nilai skor tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,2200 dan terendah pada perlakuan T3 sebesar 2,8667.

Kadar air

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar air sosis Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air sosis yang dihasilkan. Hasil uji DMRT pengaruh

perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar air sosis dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar air sosis.

Jarak DMRT Perbandingan jamur

tiram dan tempe Rataan

Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - B1=0%:100% 52,5976 e E 2 1,1748 1,2602 B2 = 25%:75% 54,3451 d D 3 1,2337 1,3146 B3 = 50%:50% 57,3394 c C 4 1,2720 1,3504 B4 = 75%:25% 60,4074 b B 5 1,2991 1,3768 B5 = 100%:0% 62,3871 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata

pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji DMRT.

B1=0%:100%, B2=25%:75%, B3=50%:50%, B4=75%:25%, B5== 100%:0%.

Tabel 16 menunjukkan bahwa kadar air sosis telah memenuhi standar mutu dimana kadar air maksimal sosis menurut SNI 01-3820-1995 adalah 67,7% (%b/b). Kadar air sosis tertinggi diperoleh pada perlakuan B5 sebesar 62,3871% dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 52,5976%. Perbedaan jumlah jamur tiram dan tempe yang ditambahkan memberikan pengaruh terhadap kadar air sosis yang dihasilkan. Jamur tiram memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan kadar air tempe (Lampiran 23), sehingga semakin banyak jumlah jamur tiram yang ditambahkan, maka kadar air sosis akan semakin meningkat.Hal ini sesuai dengan literature Sulistyarini (2003) yang menyatakan bahwa kadar air jamur tiram putih adalah 91%, dan kadar air tempe sebesar 61,2% (Dwinaningsih, 2010). Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar air sosis dapat dilihat pada Gambar 7.

Perbandingan jamur tiram dan tempe

Gambar 7. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar air sosis. Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar air sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air sosis yang dihasilkan, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar air sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air sosis yang dihasilkan, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

52,5976 54,3451 57,3394 60,4074 62,3871 0 10 20 30 40 50 60 K ad ar ai r ( % ) B1 = 0% :100% B2 = 25% :75% B3 = 50% :50% B4 = 75% :25% B5 = 100%:0% B1 B2 B3 B4 B5

Kadar abu (%)

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu sosis Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu sosis yang dihasilkan. Hasil uji DMRT pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu sosis

Jarak DMRT Perbandingan jamur

tiram dan tempe Rataan

Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - B1=0%:100% 2,0320 e D 2 0,1146 0,1551 B2 = 25%:75% 2,2160 d C 3 0,1203 0,1618 B3 = 50%:50% 2,4417 c B 4 0,1241 0,1662 B4 = 75%:25% 2,6234 b A 5 0,1267 0,1694 B5 = 100%:0% 2,7669 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji DMRT.

B1=0%:100%, B2=25%:75%, B3=50%:50%, B4=75%:25%, B5= 100%:0%.

Tabel 17 menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan B5 (100%:0%) sebesar 2,7669% dan terendah pada perlakuan B1 (0%:100%) sebesar 2,0320%. Jamur tiram memiliki kadar abu yang lebih tinggi dari pada tempe.Kadar abu memiliki hubungan erat dengan mineral suatu bahan (Slamet, dkk., 1989). Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat berupa garam fosfat, karbonat, sulfat, dan nitrat. Kadar abu sosis pada penelitian ini telah memenuhi standar mutu sosis (SNI 01-3820-1995) yaitu tidak lebih dari 3%.

Mineral yang terdapat pada jamur tiram adalah kalsium (33 mg/100g), fosfor (1348mg/100g), besi (15,2 mg/100g), natrium (837 mg/100g), dan kalium (3793 mg/100g) (Rahardjo, 2003), sedangkan kandungan mineral yang terdapat pada tempe adalah kalsium (155 mg/100g), besi (4 mg/100g), dan fosfor

326mg/100g) (Badan Standarisasi Nasional, 2012). Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 8.

Perbandingan jamur tiram dan tempe

Gambar 8. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar abu sosis.

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar abu sosis

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat diketahui bahwa perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu sosis, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar abu sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan interaksi perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P<0,05) terhadap kadar abu sosis, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

2,0320 2,2160 2,4417 2,6234 2,7669 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 K ad ar ab u ( % ) B1 = 0% :100% B2 = 25% :75% B3 = 50% :50% B4 = 75% :25% B5 = 100%:0% B1 B2 B3 B4 B5

Kadar lemak (%)

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak sosis Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak sosis yang dihasilkan. Hasil uji DMRT pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak sosis

Jarak DMRT Perbandingan jamur

tiram dan tempe Rataan

Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - B1:0%:100% 16,7634 a A 2 1,1881 1,6078 B2 :25%:75% 15,5877 ab A 3 1,2476 1,6771 B3 :50%:50% 15,3995 ab A 4 1,2864 1,7228 B4 :75%:25% 15,2833 b A 5 1,3137 1,7567 B5 :100%:0% 14,3712 b B Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji DMRT.

B1=0%:100%, B2=25%:75%, B3=50%:50%, B4=75%:25%, B5= 100%:0%.

Berdasarkan Tabel 18dapat diketahui bahwa setiap taraf yang berbeda memberikan pengaruh terhadap kadar lemak sosis. Kadar lemak sosis berkisar antara 14,3712% sampai 16,7634%. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan B1 (100%:0%) yaitu sebesar 16,7634% dan terendah pada perlakuan B5 (100%:0%) sebesar 14,3712%. Semakin banyak tempe yang ditambahkan, maka kadar lemak sosis akan semakin meningkat, hal ini sesuai dengan hasil pengujian bahan baku (Lampiran 23).

Proses fermentasi pada tempe meningkatkan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Akibat proses ini asam lemak tidak jenuh pada tempe meningkat jumlahnya. Asam lemak tidak jenuh ini mempunyai efek penurunan terhadap

kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh (BSN, 2012).

Selama fermentasi, kapang akan menguraikan sebagian besar lemak dalam kedelai. Lemak dalam tempe tidak mengandung kolesterol. Lemak dalam tempe juga tahan terhadap ketengikan karena adanya antioksidan alami yang dihasilkan oleh kapang. Antioksidan tersebut adalah genestein, deidzein, dan 6,7,4 trihidroksi isoflavon. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe mempunyai peranan penting yaitu mencegah timbulnya pengerasan dari pembuluh nadi (Deliani, 2008). Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar lemak sosis dapat dilihat pada Gambar 9.

Perbandingan jamur tiram dan tempe

Gambar 9. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar lemak

Dokumen terkait