• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram Dan Tempe Dengan Penambahan Tapioka Dan Tepung Labu Kuning Terhadap Mutu Sosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram Dan Tempe Dengan Penambahan Tapioka Dan Tepung Labu Kuning Terhadap Mutu Sosis"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERBANDINGAN JAMUR TIRAM DAN TEMPE DENGAN PENAMBAHAN TAPIOKA DAN TEPUNG LABU KUNING

TERHADAP MUTU SOSIS

SKRIPSI

Oleh :

ELFINA SIMANJUNTAK

110305023/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PERBANDINGAN JAMUR TIRAM DAN TEMPE DENGAN PENAMBAHAN TAPIOKA DAN TEPUNG LABU KUNING

TERHADAP MUTU SOSIS

SKRIPSI

Oleh :

ELFINA SIMANJUNTAK

110305023/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Herla Rusmarilin, MP

Ketua Anggota

Mimi Nurminah, S.TP., M.Si

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

i

Penambahan Tapioka dan Tepung Labu Kuning Terhadap Mutu Sosis, dibimbing oleh HERLA RUSMARILIN dan MIMI NURMINAH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap mutu sosis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu perbandingan jamur tiram dan tempe (B): (0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, 100%:0%) dan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning (T): (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, 0%:100%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), kadar protein (%), kadar serat kasar (%),uji organoleptik

warna, aroma, rasa, tekstur, dan indeks warna (oHue).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur. Perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, nilai hedonik aroma, nilai hedonik rasa, nilai hedonik tekstur, dan nilai skor tekstur. Berbeda nyata terhadap nilai hedonik warna. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik warna, nilai hedonik rasa, dan nilai hedonik tekstur. Perbandingan jamur tiram dan

tempe75%:25% (B4) dengan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning 25%:75%(T4)

menghasilkan sosis dengan mutu terbaik.

Kata kunci: Jamur tiram, sosis, tapioka, tempe, tepung labu kuning.

ABSTRACT

ELFINA SIMANJUNTAK: The Effect of Ratio Oyster Mushroom and Tempeh with Addition of Tapioca and Pumpkin Flour on the Quality of Sausage, supervised by HERLA RUSMARILIN and MIMI NURMINAH.

The aim of this research was to find the effect of Oyster Mushroom and tempeh with addition of tapioca and pumpkin flour on the quality of sausage. The research was using completely randomized design with two factors, i.e ratio of oyster mushroom and tempeh (B): (0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, and 100%:0%) and ratio of tapioca and pumpkin flour (T): (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, and 0%:100%). Parameters analyzed were moisture content, ash content, fat content, protein content, crude fiber content, organoleptic value of colour, flavor, taste, texture, and color rendering index (oHue)

The results showed that the ratio of oyster mushroom and tempeh had highly significant effect on moisture content, ash content, fat content, protein content, crude fiber content, organoleptic value of colour, flavor, taste, and texture. The ratio of tapioca and pumpkin flour had highly significant effect on protein content, organoleptic value of flavor, and texture, and had significant effect on organoleptic value of colour. Interaction of the two factors had highly significant effect on organoleptic value of colour, taste, and texture. The ratio of oyster mushroom and tempeh of 75%:25% (B4) with addition of tapioca and pumpkin flour of 25%:75% (T4) produced the best sausage.

(4)

ii

Elfina Simanjuntak dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 6 Juli 1993, dari Bapak Marumbol Simanjuntak, dan Ibu Sartika Sitorus. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 033912 Hutagambir, SMP Negeri 1 Sidikalang, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Matauli Pandan Sibolga pada tahun 2011, dan pada tahun yang sama berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Negeri Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan, Sumatera Utara dari tanggal 7 Juli sampai 15 Agustus 2014.

(5)

iii

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tempe dengan Penambahan Tapioka dan Tepung Labu Kuning terhadap Mutu Sosis”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua (ayahanda Marumbol Simanjuntak dan ibunda Sartika Sitorus) yang telah membesarkan dan mendidik penulis, serta untuk doa yang tiada hentinya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP., selaku ketua komisi pembimbing dan Mimi Nurminah, STP, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan nasihat dan bimbingan yang berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul, melakukan penelitian, dan penyusunan skripsi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh Staff Pengajar dan Pegawai ITP, teman-teman ITP 2011, Evan Satria, adik-adik ITP 2012-2014, asisten Laboratorium Teknologi Pangan USU, dan semua pihak yang membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juni 2015

(6)

iv

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN . ...xiii

PENDAHULUAN. ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA . ... 5

Sosis ... 5

Tempe ... 7

Jamur Tiram ... 11

Bit ... 12

Tapioka . ... 13

Tepung Labu Kuning ... 15

Bahan Tambahan Makanan Sosis ... 17

Proses Pengolahan Sosis ... 20

Selongsong sosis ... 21

BAHAN DAN METODA . ... 22

Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

Bahan Penelitian ... 22

Reagensia ... 22

Alat Penelitian ... 22

Metoda Penelitian ... 23

Model Rancangan ... 24

Pelaksanaan Penelitian... 24

PembuatanSosis ... 25

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 26

(7)

v

Kadar serat ... 28

Organoleptik warna ... 29

Organoleptik aroma ... 29

Organoleptik rasa ... 30

Organoleptik tekstur ... 30

Indeks Warna . ... 31

SKEMA PENELITIAN . ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap parameter yang diamati ... 36

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap parameter yang diamati... 37

Kadar Air ... 38

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar air sosis ... 38

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar air sosis ... 40

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar air sosis ... 40

Kadar Abu ... 41

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu sosis ... 41

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar abu sosis ... 42

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar abu sosis ... 42

Kadar Lemak ... 43

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak sosis ... 43

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar lemak sosis ... 44

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar lemak sosis ... 45

Kadar Protein ... 45

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar protein sosis ... 45

(8)

vi

Kadar Serat ... 48 Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar serat sosis ... 48 Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar serat sosis ... 50 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe

dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap

kadar serat sosis ... 50 Nilai Hedonik Warna (numerik) ... 51

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap nilai

hedonik warna sosis ... 51 Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik warna sosis ... 53 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiramm dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik warna sosis ... 54 Nilai Hedonik Aroma (numerik) ... 56

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap nilai

hedonik aroma sosis ... 56 Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik aroma sosis ... 58 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe

dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik aroma sosis ... 59 Nilai Hedonik Rasa (numerik) ... 60

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap nilai

hedonik rasa sosis ... 60 Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik rasa sosis ... 61 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe

dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik rasa sosis ... 63 Nilai Hedonik Tekstur (numerik) ... 65

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap nilai

hedonik tekstur sosis ... 65 Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik tekstur sosis ... 66 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe

dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik tekstur sosis ... 67 Nilai Skor Tekstur (numerik)... 69

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap nilai

(9)

vii

Indeks warna . ... 73

KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

Kesimpulan ... 75

Saran ... 76

(10)

viii

No. Hal

1. Struktur kimia karagenan ... 18

2. Skema pembuatan pasta bit ... 32

3. Skema pembuatan bubur jamur tiram ... 32

4. Skema pembuatan bubur tempe ... 33

5. Skema pembuatan tepung labu kuning ... 34

6. Skema pembuatan sosis . ... 35

7. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar air sosis .... 40

8. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar abu sosis ... 42

9. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar lemak sosis ... 44

10. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar protein sosis ... 46

11. Hubungan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning dengan kadar protein sosis ... 48

12. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar serat sosis ... 50

13. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan nilai hedonik warna sosis ... 52

14. Hubungan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai hedonik warna sosis. ... 54

15. Hubungan interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai hedonik warna sosis. ... 56

16. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan nilai hedonik aroma sosis ... 58

(11)

ix

19. Hubungan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai hedonik rasa sosis ... 62 20. Hubungan interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan

penambahan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai hedonik rasa sosis. ... 63 21. Hubungan jamur tiram dan tempe dengan nilai hedonik tekstur sosis ... 66 22. Hubungan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai

hedonik tekstur sosis. ... 67 23. Hubungan interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan

penambahan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai hedonik tekstur sosis... 69 24. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan nilai skor

tekstur ... 71 25. Hubungan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai

skor tekstur sosis ... 73 26. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan nilai indeks

warna. ... 75 27. Hubungan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning dengan nilai

(12)

x

No Hal

1. Syarat mutu sosis ... 6

2. Komposisi kimia tempe... 8

3. Kandungan asam amino per 100 gram tempe . ... 10

4. Kandungan asam amino per 100 gram daging . ... 10

5. Komposisi dan kandungan nutrisi jamur tiram per 100 g bahan ... 12

6. Kandungan nutrisi pada tepung tapioka ... 14

7. Komposisi zat gizi labu kuning per 100 g bahan ... 15

8. Komposisi zat gizi tepung labu kuning per 100 gram Bahan ... 16

9. Skala hedonik warna ... 29

10. Skala hedonik aroma ... 30

11. Skala hedonik rasa... 30

12. Skala skor tekstur ... 31

13. Skala hedonik tekstur ... 31

14. Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap mutu sosis ... 36

15. Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung talas terhadap mutu sosis ... 37

16. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar air sosis ... 39

17. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu sosis ... 41

18. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak sosis ... 43

19. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar protein sosis ... 45

(13)

xi

22. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe

terhadap nilai hedonik warna sosis ... 51 23. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan tapioka dan tepung

labu kuning terhadap nilai hedonik warna sosis ... 53 24. Uji DMRT efek utama pengaruh interaksi antara jamur tiram dan

tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik warna . ... 55 25. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe

terhadap nilai hedonik aroma sosis ... 57 26. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu

kuning terhadap nilai hedonik aroma sosis ... 58 27. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe

terhadap nilai hedonik rasa sosis ... 60 28. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu

kuning terhadap nilai hedonik rasa sosis ... 62 29. Uji DMRT efek utama pengaruh interaksi antara jamur tiram dan

tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap nilai hedonik rasa sosis ... 64 30. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe

terhadap nilai hedonik tekstur ... 65 31. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu

kuning terhadap nilai hedonik tekstur sosis ... 66 32. Uji DMRT efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan jamur

tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning

terhadap nilai hedonik tekstur sosis ... 68 33. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe

terhadap nilai skor tekstur sosis ... 70 34. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu

kuning terhadap nilai skor tekstur sosis ... 72 35. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe

(14)
(15)

xiii

No Hal

1. Data analisis kadar air ... 85

2. Daftar sidik ragam kadar air. ... 86

3. Data analisis kadar abu... 87

4. Daftar sidik ragam kadar abu ... 88

5. Data analisis kadar lemak... 89

6. Daftar sidik ragam kadar lemak ... 90

7. Data analisis kadar protein ... 91

8. Daftar sidik ragam kadar protein ... 92

9. Data analisis kadar serat ... 93

10. Daftar sidik ragam kadar serat ... 94

11. Data analisis uji organoleptik hedonik warna ... 95

12. Daftar sidik ragam nilai hedonik warna . ... 96

13. Data analisis nilai hedonik aroma . ... 97

14. Daftar sidik ragam nilai hedonik aroma. ... 98

15. Data analisis nilai hedonik rasa . ... 99

16. Daftar sidik ragam nilai hedonik rasa. ... 100

17. Data analisis nilai hedonik tekstur. ... 101

18. Daftar sidik ragam nilai hedonik tekstur. ... 102

19. Data analisis nilai skor tekstur. ... 103

20. Daftar sidik ragam nilai skor tekstur. ... 104

21. Daftar analisis nilai indeks warna. ... 105

(16)
(17)

i

Penambahan Tapioka dan Tepung Labu Kuning Terhadap Mutu Sosis, dibimbing oleh HERLA RUSMARILIN dan MIMI NURMINAH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap mutu sosis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu perbandingan jamur tiram dan tempe (B): (0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, 100%:0%) dan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning (T): (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, 0%:100%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), kadar protein (%), kadar serat kasar (%),uji organoleptik

warna, aroma, rasa, tekstur, dan indeks warna (oHue).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur. Perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, nilai hedonik aroma, nilai hedonik rasa, nilai hedonik tekstur, dan nilai skor tekstur. Berbeda nyata terhadap nilai hedonik warna. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik warna, nilai hedonik rasa, dan nilai hedonik tekstur. Perbandingan jamur tiram dan

tempe75%:25% (B4) dengan perbandingan tapioka dan tepung labu kuning 25%:75%(T4)

menghasilkan sosis dengan mutu terbaik.

Kata kunci: Jamur tiram, sosis, tapioka, tempe, tepung labu kuning.

ABSTRACT

ELFINA SIMANJUNTAK: The Effect of Ratio Oyster Mushroom and Tempeh with Addition of Tapioca and Pumpkin Flour on the Quality of Sausage, supervised by HERLA RUSMARILIN and MIMI NURMINAH.

The aim of this research was to find the effect of Oyster Mushroom and tempeh with addition of tapioca and pumpkin flour on the quality of sausage. The research was using completely randomized design with two factors, i.e ratio of oyster mushroom and tempeh (B): (0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, and 100%:0%) and ratio of tapioca and pumpkin flour (T): (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, and 0%:100%). Parameters analyzed were moisture content, ash content, fat content, protein content, crude fiber content, organoleptic value of colour, flavor, taste, texture, and color rendering index (oHue)

The results showed that the ratio of oyster mushroom and tempeh had highly significant effect on moisture content, ash content, fat content, protein content, crude fiber content, organoleptic value of colour, flavor, taste, and texture. The ratio of tapioca and pumpkin flour had highly significant effect on protein content, organoleptic value of flavor, and texture, and had significant effect on organoleptic value of colour. Interaction of the two factors had highly significant effect on organoleptic value of colour, taste, and texture. The ratio of oyster mushroom and tempeh of 75%:25% (B4) with addition of tapioca and pumpkin flour of 25%:75% (T4) produced the best sausage.

(18)

1 Latar Belakang

Berbagai produk olahan pangan baik pangan nabati maupun hewani beredar luas di pasaran. Berdasarkan evaluasi Susenas (2003) melaporkan bahwa tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia sekitar 58% dari kebutuhan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih bahan pangan hewani untuk pemenuhan gizinya.

Sosis yang banyak beredar di pasaran adalah sosis sapi, ayam, maupun ikan. Pada umumnya, sosis dibuat dari daging, sehingga perlu dicermati adanya kandungan kolesterol tinggi. Produk sosis termasuk salah satu makanan dengan kandungan lemak dan kolesterol tinggi yang bisamembahayakan penderita stroke, jantung lemah, dan tekanan darah tinggi. Selain itu harga daging relatif mahal. Adanya alternatif lain sebagai pengganti daging yang berasal dari nabati namun berprotein tinggi, akan memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan bahan olahan sosis di masyarakat seperti dari tempe dan jamur tiram.

Tempe merupakan makanan olahan fermentasi kedelai yang kaya akan kalsium, vitamin B, dan zat besi. Secara umum, tempe dikonsumsi setelah digoreng, atau dicampurkan pada masakan seperti kari, opor, atau osengan sayuran. Pembuatan sosis dengan bahan tempe sebagai sumber protein dapat meningkatkan nilai jualnya.

(19)

(tempe); 19,4 dan 12,7 (daging sapi); 17,4 dan 8,1 (daging ayam). Oleh karena itu, tempe dapat digunakan sebagai bahan pengganti daging dalam pembuatan sosis.

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan makanan bernutrisi dengan kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral serta kandungan karbohidrat, lemak yang rendah. Kandungan proteinnya yaitu sekitar 10,5–30,4%. Lemak yang terdapat pada jamur tiram adalah lemak tidak jenuh sehingga aman dikonsumsi baik penderita kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan metabolisme lipid lainnya.

Berbagai manfaat jamur tiram yaitu menurunkan kolesterol, sebagai antibakterial, antitumor, serta dapat menghasilkan enzim hidrolisis dan enzim oksidasi. Jamur tiram dipercaya mampu membantu penurunan berat badan serta berserat tinggi dan membantu pencernaan. Berdasarkan kandungan gizinya, bahan ini aman untuk dikonsumsi. Adanya serat yaitu lignoselulosa baik untuk pencernaan.

Penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam pembuatan sosis bertujuan untuk memperkokoh tekstur sosis. Bahan pengikat yang digunakan adalah senyawa hidrokoloid, seperti gum arab, gelatin, lesitin, pektin, CMC, dan karagenan. Bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian adalah karagenan.

Bahan pengisi merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam produk yang berfungsi untuk meningkatkan volume. Bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah sejenis tepung, seperti tepung terigu, tepung tapioka, maupun tepung labu kuning.

(20)

besarnya produksi labu kuning tidak diimbangi dengan penanganan pasca panen yang memadai. Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan kaya vitamin A, B, dan C, mineral, serta karbohidrat. Jumlah produksi yang melimpah tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang optimal.

Perlu adanya pengolahan labu kuning yang lebih luas dan memiliki nilai yang lebih. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari labu kuning, perlu dilakukan pengolahan labu kuning dalam produk setengah jadi seperti tepung. Pengolahan labu kuning menjadi tepung diharapkan dapat memiliki daya simpan yang lebih lama.

Dalam pengolahan sosis biasanya ditambahkan nitrit dan nitrat sebagai garam natrium atau kalium yang berfungsi untuk mengembangkan warna menjadi merah muda terang. Penggunaan zat tambahan ini dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan amino dan amida yang menghasilkan turunan nitrosamine yang bersifat karsinogenik, sehingga diperlukan zat pewarna alami yang dapat memperbaiki warna sosis seperti umbi bit.

(21)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning yang menghasilkan sosis bermutu baik dengan sifat fisik, kimia, dan organoleptik terbaik yang disukai oleh konsumen.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pangan di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai sumber informasi dalam pembuatan sosis yang bergizi tinggi, serta bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Hipotesis Penelitian

(22)

5 Sosis

Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging maupun ikan yang telah dicincang, dihaluskan, diberi bumbu-bumbu, lalu dimasukkan ke dalam pembungkus berbentuk bulat panjang (casing) berupa usus hewan atau pembungkus buatan. Sosis dapat dikonsumsi dengan memasak, tanpa dimasak, dengan atau tanpa diasap. Daging segar dapat diolah oleh konsumen menjadi produk olahan daging yang siap saji, seperti sosis (Prayitno, dkk., 2009).

Sosis tergolong produk sistem emulsi. Stabilitas emulsi dapat dicapai bila globula lemak yang terdispersi dalam emulsi diselubungi oleh emulsifier (protein daging) yang dimantapkan oleh binder dan filler. Permasalahan yang sering kali timbul dalam pembuatan sosis ialah pecahnya emulsi, tekstur yang meremah (tidak kompak), terlalu keras maupun terlalu lembek, dan daya ikat air yang rendah (Wulandari, dkk., 2013).

Binder merupakan bahan non daging yang ditambahkan ke dalam emulsi

sosis dengan tujuan untuk menaikkan daya ikat protein terhadap air dan lemak sehingga emulsi sosis menjadi stabil. Binder diambil dari bahan yang mengandung protein tinggi, seperti sodium kaseinat, gluten, putih telur, susu skim, tepung kedelai, konsentrat protein kedelai (Widjanarko, dkk., 2012).

(23)

pengaruh terhadap rasa produk daging dan juga menambah atau meningkatkan flavor (Soeparno, 1994).

Sosis yang bermutu baik adalah produk sosis yang telah memenuhi standar mutu secara kimia, secara organoleptik sosis harus kompak, kenyal atau bertekstur empuk, serta rasa dan aroma yang baik sesuai dengan bahan baku yang digunakan. Kualitas sosis sebagai produk daging ditentukan oleh kemampuan saling mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan yang ditambahkan (Koapaha, dkk., 2011). Syarat mutu sosis daging dalam SNI 01-3820-1995 yaitu: Tabel 1. Syarat mutu sosis

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

1.1.Bau - Normal

1.2.Rasa - Normal

1.3.Warna - Normal

1.4.Tekstur - Bulat panjang

2 Air %b/b Maks 67,7

3 Abu %b/b Maks. 3,0

4 Protein %b/b Min. 13,0

5 Lemak %b/b Maks. 25,0

6 Karbohidrat Maks. 8

7 Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 7.1 7.1 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 9 10 10.1 10.2 10.3 10.4 10.5 10.6 Pengawet Pewarna Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg)

Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba Angka total lempeng Bakteri bentuk koloni Eschericia coli Enterococci

Clostridium perfingens Salmonella

Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g - - Maks 2,0 Maks 2,0 Maks 4,0

Maks 40,0 (250*) Maks 0,03

Maks 0,1 Maks 105 Maks 102 3

102 Negatif Negatif * Kemasan kaleng

(24)

Bahan pengikat (binder) dalam pembuatan sosis sangat mempengaruhi kualitas sosis. Bahan pengikat mempunyai kandungan protein tinggi seperti kasein (protein susu) dan susu skim. Tujuan penambahan bahan pengikat diantaranya adalah membentuk dan menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air dan menurunkan susut masak. Tepung kedelai mengandung protein 56% dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan susu skim, kasein, dan isolat protein yang kandungan proteinnya 90-95%. Substitusi susu skim dengan tepung kedelai diharapkan dapat memberikan karakteristik sosis yang baik (Mega, 2010).

Selongsong (casing)diperlukansebagai pembungkus sosis. Selongsong tersebut ada yang alami misalnya saluran pencernaan hewan dan yang buatan, seperti kolagen (ada yang dimakan dan ada yang tidak dimakan), selulosa (biasanya dikupas), plastik (PV, PVC, PE) dan metal (Sutaryo dan Mulyani, 2004).

Tempe

Tempe adalah produk fermentasi yang terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi oleh jamur Rhizopus. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna putih. Dengan degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Dwinaningsih, 2010).

(25)

dijadikan sebagai produk bergengsi. Pembuatan sosis menggunakan tempe diharapkan menjadi alternatif pangan tersier yang bergizi (Wulandari, dkk., 2013).

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lainnya (seperti tauco, kecap, dan lain-lain) (Mayasari, 2010).

Menurut Dwinaningsih (2010), selain tempe kedelai juga terdapat jenis tempe lainnya, yaitu tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Contoh tempe leguminosa non kedelai adalah tempe kecipir, tempe lamtoro, tempe kacang hijau, tempe kacang merah. Sedangkan jenis tempe non leguminosa adalah tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, dan tempe tela.

Dalam tempe terdapat peningkatan kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, serta nilai efisiensi protein. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai (Mayasari, 2010). Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Komposisi kimia tempe

No Komposisi Jumlah (%)

(26)

Kandungan tempe kedelai yang dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah protein, isoflavon, serat, serta indeks glikemik rendah. Protein tempe yang tinggi adalah kandungan arginin dan glisin. Serat dapat mempengaruhi kadar glukosa darah karena memperlambat absorbsi glukosa. Indeks glikemik tempe yang rendah menjadikan respon glukosa darah tubuh rendah sehingga peningkatan kadar glukosa darah relatif kecil (Rahadiyanti, 2011).

Terdapat berbagai efek pemberian kedelai terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penyakit diabetes mellitus. Arginin merupakan salah satu bahan pembentuk nitrat oksida (NO) akan mengatur metabolisme glukosa, asam lemak, dan asam amino. Nitrat oksida meningkatkan transport glukosa, menurunkan sintesa glukosa dan glikogen, serta menstimulasi pelepasan insulin. Pemberian ekstrak metanol-tempe pada tikus diabetes dapat menurunkan kadar glukosa darah dan menghambat laju kerusakan sel pankreas. Daya hipoglikemik disebabkan terhambatnya enzim glukosidase dalam usus sehingga akan memperlambat penguraian karbohidrat menjadi bentuk sederhana dan akibatnya glukosa

diperlambat pelepasan dan absorbsinya dalam brush border usus (Utari, dkk., 2011).

(27)

Tabel 3. Kandungan asam amino per 100 gram tempe

No Jenis asam amino Tempe (%w/w)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Arginin Asam glutamat Asam aspartat Serin Histidin Glisin Threonin Alanin Tirosin Methionin Valine Phenilalanin Isoleusin Leusin Triptofan 6,58 1,74 1,13 0,50 0,31 0,42 0,44 0,47 0,40 0,15 0,58 0,51 0,76 0,95 0,13 Utari, dkk (2011).

Tabel 4. Kandungan asam amino per 100 gram daging

No Jenis asam amino Kadar(%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Phenilalanin Threonin Triptopan Valin Alanin Asam aspartat Sistin Asam glutamat Glisin Prolin Serin Tirosin 6,9 2,9 5,1 8,4 8,4 2,3 4,0 4,0 1,1 5,7 6,4 8,8 1,4 14,4 7,1 5,4 3,8 3,2 Lingga (2011).

(28)

Tempe mengandung senyawa antibakteri yang diproduksi kapang selama fermentasi berlangsung (Dwinaningsih, 2010).

Jamur Tiram

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur yang hidup pada media kayu yang sudah lapuk. Budidaya ini banyak dilakukan di Indonesia baik secara tradisional maupun modern. Media tumbuhnya adalah serbuk kayu gergaji, bekatul, jerami, sekam, dan tepung beras (Aini dan Kuswytasari, 2013).

Jamur tiram memiliki rasa yang lezat, bernilai gizi yang cukup baik. Penambahan jamur tiram ke dalam produk olahan tempe dapat meningkatkan kandungan protein dan serat sosis. Produk sosis analog memiliki keunggulan dibandingkan dengan sosis pada umumnya. Salah satunya adalah kandungan serat yang bermanfaat bagi kesehatan (Ambari, dkk., 2014).

Jamur tiram banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, yaitu 72% dari total asam lemak yang ada. Selain itu, jamur tiram juga mengandung sejumlah vitamin penting terutama kelompok vitamin B, vitamin C, dan provitamin D yang akan diubah menjadi vitamin D dengan bantuan sinar matahari (Pratama, 2013).

Jamur tiram terdiri dari beberapa jenis yaitu jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), jamur tiram abu-abu (Pleurotus cyctidius), jamur tiram raja (Pleurotus

umbellatus). Jamur tiram mengandung sembilan asam-asam amino esensial yang

(29)

Tabel 5. Komposisi dan kandungan nutrisi jamur tiram putih per 100 g bahan

Komposisi Jumlah (%)

Kadar air (%) Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar serat Kadar karbohidrat

91,0 9,3 18,9 1,7 11,1 58,0 Sulistyarini, 2003.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) memiliki aroma yang khas karena mengandung muskorin. Jamur tiram memproduksi enzim ekstraseluluer yang berfungsi menghidrolisa senyawa yang berbobot molekul tinggi seperti lignoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan lignin menjadi senyawa sederhana sehingga dapat dimanfaatkan oleh jamur untuk tumbuh dan berkembang biak (Shifriyah, dkk., 2012).

Manfaat dari jamur tiram adalah sebagai bahan pangan, antibakterial, antitumor, dapat menghasilkan enzim hidrolisis dan enzim oksidasi, membunuh nematoda, serta menurunkan kolesterol. Selain itu jamur tiram juga dapat menurunkan berat badan karena seratnya yang tinggi, adanya serat lignoselulosa baik untuk pencernaan. Berdasarkan penelitian USDA (United States Drugs and Administration), pemberian menu jamur tiram selama 3 minggu akan menurunkan

kadar kolesterol dalam serum hingga 40% dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi pakan yang mengandung jamur tiram (Wikipedia, 2015)

Bit

(30)

menimbulkan bahaya bagi kesehatan karena mengandung senyawa karsinogen yang dapat memacu timbulnya penyakit (Hartono, 2013).

Sumber pewarna alami untuk mewarnai makanan dan minuman adalah betalain yang dapat diperoleh dari bit merah (Beta vulgaris L. var. rubra L). Betalain merupakan turunan immonium dari betalamic acid dan terbagi dalam merah-ungu (betasianin) dan kuning-orange (betaxanthin). Betalain bit merah terdiri dari betanin, isobetanin, prebetanin, dan dalam jumlah sedikit vulgaxanthin (Petriana, 2012).

Kelarutan betalain dalam pelarut air menyebabkan pigmen ini dapat digunakan sebagai sumber pewarna pada makanan. Oleh karena itu, betalain ini dapat diaplikasikan pada minuman seperti sirup. Sirup merupakan larutan kental dengan variasi rasa yang bervariasi (Petriana, 2012).

Stabilitas pigmen betasianin dapat mengalami perubahan karena beberapa faktor, yaitu pH, paparan cahaya matahari, oksigen, dan suhu. Faktor pelarut dan waktu juga mempengaruhi proses ekstraksi bit merah. Warna betasianin paling stabil pada suhu di bawah 40oC, betalain stabil pada pH 4-6 (Wilianto, 2012).

Tapioka

(31)

Tabel 6. Kandungan nutrisi pada tepung tapioka

Komposisi Jumlah

Kalori (per 100 g) Karbohidrat (%) Kadar air (%) Kadar Abu (%) Lemak (%) Protein (%) Serat (%) Ca (mg/100 g) P (mg/100 g) Fe (mg/100 g)

Vitamin B1 (mg/100 g) Vitamin C (mg/100 g)

363 88,2 9,0 0,12 0,5 1,1 0,5 84 125 1,0 0,4 0 Agustina, 2011.

Tepung tapioka dapat digunakan untuk bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk seperti kerupuk dan kue kering lainnya. Tapioka juga dapat digunakan sebagai bahan pengental (thickner), bahan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan. Jika dilihat dibawah mikroskop, tapioka terlihat atas butir-butir granula yang mempunyai bentuk berbeda (Astawan, 2003). Komponen pati dari tapioka secara umum terdiri dari 17% amilosa dan 83% amilopektin. Bentuk dari granula tapioka adalah semi bulat dengan salah satu bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 μm. Suhu gelatinisasi tapioka adalah sebesar 52-64 oC, kristalinisasi 38%, kekuatan pembengkakan 42 μm dan kelarutan 31%. Kekuatan pembengkakan dan kelarutan tapioka lebih kecil dari pati kentang tetapi lebih besar dari pati jagung (Amin, 2013).

(32)

akan lebih mudah dan lebih banyak menyerap air. Semakin kental larutan, maka suhu semakin lambat tercapai (Purnamasari, dkk., 2010).

Tepung Labu Kuning

Tanaman labu kuning merupakan jenis sayuran menjalar dari familyCucurbitaceae, tergolong dalam tanaman semusim yang setelah berbuah

akan langsung mati. Labu kuning adalah salah satu sayuran yang mempunyai bentuk bulat sampai lonjong dan berwarna kuning kemerahan dan mempunyai kandungan gizi cukup tinggi dan lengkap (Hendrasty, 2003).

Pemanfaatan labu kuning masih terbatas dan bersifat mudah rusak, sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang tahan lama disimpan seperti tepung. Pembuatan tepung labu kuning akan menguntungkan karena pemanfaatannya yang luas sebagai campuran makanan dan daya simpan yang lama (Nurhidayati, 2011). Kandungan gizi labu kuning menurut Departemen Kesehatan RI (1996) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 7. Komposisi zat gizi labu kuning per 100 g bahan No Kandungan Gizi Kadar/Satuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Hidrat arang (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A(SI) Vitamin C (g) Air (g) BOD (%) 29,00 1,10 0,30 6,60 45,00 64,00 1,40 180,00 52,00 91,20 77,00 Sinaga, 2010.

(33)

oleh kondisi bahan dan suhu pengeringan. Semakin tua labu kuning, maka semakin tinggi kandungan gulanya. Jika suhu pengeringan terlalu tinggi, maka tepung menggumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003). Enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amilase, protease, lipase, dan oksidase. Enzim amilase akan menghidrolisis pati menjadimaltose dan dekstrin, sedangkan enzim protease berperan dalam pemecahan protein sehingga akan mempengaruhi elastistisitas gluten.

Tabel 8. Komposisi zat gizi tepung labu kuning per 100 g bahan

No Kandungan Gizi Kadar/Satuan (%)

1 2 3 4 5 6 7

Air Lemak Protein Karbohidrat Abu

Serat

ß-karoten (µg)

10,96 0,80 9,65 72,41 5,37 0,81 4857,6 Moelyono, 2003.

(34)

Bahan Tambahan Makanan Sosis

Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sosis yaitu susu skim, karagenan, gula, garam, air, minyak nabati, lada putih (merica), bawang merah dan bawang putih.

1. Susu skim

Bahan pengikat yang tepat digunakan adalah susu skim. Susu skim merupakan susu yang telah diambil lemak susunya, baik sebagian maupun seluruhnya. Zat gizi dalam susu skim masih lengkap kecuali lemak. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah. Susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu. Jumlah susu skim yang ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 6% (Mega, 2010).

2. Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida linear berupa galaktan tersulfutasi yang diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae). Tiga jenis karagenan komersial adalah karagenan iota, kappa, dan lambda (Gambar 1). Klasifikasi ini ditentukan oleh posisi gugus sulfat pada unit (1,3)-D-Galaktosa. Karagenan sebagai hidrokoloid secara umum tidak dimanfaatkan dari segi nutrisinya, tetapi lebih sering karena sifat fungsionalnya. Sifat fungsional yang berhubungan dengan pembentukan gel banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, perbaikan tekstur, pengental, dan pengikat air (hidrogel) (Distantina, dkk., 2012).

(35)

dimodifikasi secara radiasi membentuk hidrogel dengan cara reaksi (Erizal, dkk., 2004).

Gambar 1. Struktur kimia karagenan (Wikipedia, 2015). 3. Minyak nabati

Untuk membentuk adonan yang stabil ditambahkan lemak, baik lemak nabati maupun hewani. Selain itu penambahan minyak nabati bertujuan untuk memperoleh produk sosis yang kompak, tekstur empuk, rasa serta aroma sosis yang lebih baik. Jumlah lemak yang ditambahkan berkisar 5-25%. penambahan lemak yang terlalu sedikit menghasilkan sosis yang keras dan kering, dan jika terlalu banyak menghasilkan sosis yang lunak dan keriput (Mayasari, 2010). 4. Garam

(36)

Penambahan garam ke dalam adonan berfungsi untuk melarutkan protein, memberikan cita rasa, dan mengawetkan. Kandungan garam pada sosis terfermentasi adalah 3-5%, sosis segar 1,5-2%, produk sosis masak 2-3% (Koapaha, 2011).

5. Gula

Bahan pemanis yang biasa ditambahkan ke dalam sosis adalah sukrosa, dekstrosa, laktosa, dan sirup jagung. Namun yang biasa digunakan adalah sukrosa dan dekstrosa. Gula tidak mempunyai pengaruh terhadap peningkatan daya ikat air, tetapi menahan aroma garam (Koapaha, 2011).

6. Air

Fungsi penambahan air dalam proses pengolahan sosis adalah untuk meningkatkan keempukan, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut air, menjaga suhu produk, serta penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno, 1994).

7. Lada putih (merica)

Lada (Piper nigrum. L.,) merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak. Lada memberikan rasa pedas dan menambah aroma suatu masakan (Sitanggang, 2008).

8. Bawang merah

(37)

9. Bawang putih

Bawang putih (Allium sativum) mempunyai fungsi untuk menambah aroma serta meningkatkan cita rasa, dan mnegawetkan. Kandungan bawang putih antara lain 60,9-67,8% air, 3,5-7% protein, 0,3% lemak, 24-27,4% karbohidrat, 0,7% serat, dan mineral serta vitamin. Senyawa Allicin merupakan penyebab timbulnya bau tajam dan sulfur penimbul aroma pada bawang putih (Wirakusumah, 2000).

Proses Pengolahan Sosis

Emulsi merupakan campuran dua atau lebih cairan yang saling melarutkan. Salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula atau butiran kecil dalam cairan lainnya (Lawrie, 2003).

Penggilingan bahan bertujuan untuk membentuk emulsi protein tempe dan lemak, sehingga butiran lemaknya merata. Pada tahap ini ditambahkan air, garam, susu skim, minyak nabati, gula, lada putih, bawang merah, bawang putih, bit, dan karagenan (Lawrie, 2003).

(38)

Selongsong Sosis

Selongsong atau casing sosis ada dua tipe, yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak. Selongsong sapi berasal dari oesophagus, usus kecil, usus besar, bagian tengah, caecum, dan kandung kencing. Sedangkan selongsong domba dan kambing

berasal dari usus kecil. Keuntungan selongsong alami adalah dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugiannya adalah produk tidak awet.

(39)

22 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni2015 di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah jamur tiram putih segar yang diperoleh dari pembibit jamur di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, labu kuning dengan tingkat kematangan fisiologis, tempe, bit,serta bumbu-bumbu yang diperoleh dari Pasar Tradisional Medan.

Reagensia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah karagenan, larutan H2SO4pekat, heksan, larutan H2SO4 0,02 N, larutan H2SO4 0,255 N, larutan NaOH 0,02 N, larutan NaOH 0,313 N, larutan NaOH teknis 40%, indikator mengsel, heksan, alkohol 95%, K2SO4 12%, dan akuades.

Alat Penelitian

(40)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor, yaitu (Bangun, 1991):

Faktor 1 : Perbandingan jamur tiram : tempe B1 = 0 : 100%

B2 = 25% : 75% B3 = 50% : 50% B4 = 75% : 25% B5 = 100% : 0%

Faktor 2 : Perbandingan tapioka dan tepung labu kuning sebanyak 15% dari total adonan.

T1 = 100% : 0% T2 = 75% : 25% T3 = 50% : 50% T4 = 25% : 75% T5 = 0% : 100%

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 5 x 5 = 25, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut.

Tc (n-1) ≥ 15 25 (n-1) ≥ 15 25n ≥ 40

n ≥ 1,6…………..…..dibulatkan menjadi 2

(41)

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial dengan model :

Ŷijk= µ + αi + ßj+ (αß)ij + εijk Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor B pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor B pada taraf ke-i εij : Efek faktor T pada taraf ke-j

(αß)ij : Efek interaksi faktor B pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor B pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Pelaksanaan Penelitian

(42)

Jamur tiram yang masih segar disortir, dipotong bagian yang keras, dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotorannya lalu ditiriskan. Jamur diblansing dengan suhu 80oC selama 5 menit kemudian diblender hingga halus tanpa penambahan air. Pembuatan bubur jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 3.

Tempe dipotong berukuran kecil. Tempe diblanshing pada suhu 80oC selama 10 menitkemudian diblender hingga halus tanpa penambahan air. Pembuatan bubur tempe dapat dilihat pada Gambar 4.

Labu kuning yang bermutu baik dikupas kulitnya, dicuci hingga bersih lalu ditiriskan. Dipotong dengan ukuran 2-3 mm. direndam dengan larutan natrium metabisulfit 1000 ppm selama 20 menit kemudian dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan (Moelyono, 2003). Dikeringkan dengan oven menggunakan suhu 60oC selama 24 jam lalu diblender dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Pembuatan tepung labu kuning dapat dilihat pada Gambar 5.

Pembuatan Sosis

(43)

merah 1%, dan bawang putih 1% dari berat total adonan sosis. Dilakukan pengadukan hingga semua bahan tercampur rata.

Adonan kemudian dimasukkan kedalam selongsong/casing sosis sepanjang 10 cm, diikat, dan direbus hingga matang (20 menit). Setelah matang, sosis diangkat lalu didinginkan dan dikemas. Dalam penelitian ini casing yang digunakan adalah casing yang terbuat dari plastik polyamida merk Devro berwarna putih transparan. Sosis yang telah dingin dikemas dan disimpan selama 3 hari dalam lemari pembeku.

Pengujian dilakukan terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat, indeks warna, organoleptik terhadapwarna,aroma, rasa, serta tekstur.

Pengamatan dan Pengukuran Data Kadar air

Kadar air dianalisa dengan metode AOAC (1995) yang dimodifikasi. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram di dalam cawan aluminium kering (dipanaskan di oven selama 24 jam) yang diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven dengan 70 oC selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Perlakuan ini diulangi hingga diperoleh berat konstan.

Berat awal sampel (g) – Berat akhir sampel (g)

Kadar air (%b/b) = x 100%

(44)

Kadar abu

Kadar abu ditentukan dengan menggunakan metode Sudarmadji, dkk (1997). Sampel yang telah dikeringkan pada analisa kadar air, ditimbang sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dibakar selama 1 jam pada suhu 1000C dalam muffle furnace/tanur selama 1 jam, dilanjutkan dengan suhu 300 oC selama 2 jam kemudian dengan suhu 500 oC selama 2 jam. Cawan porselen berisi abu didinginkan dan dikeluarkan dari tanur dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus :

Berat akhir abu

Kadar abu bk (%) = x 100%

Berat awal sampel

Kadar Lemak (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama 8 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Selongsong berisi sampel tersebut kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 70oC selama 30 menit lalu ditimbang. Dihitung kadar lemak dengan rumus sebagai berikut :

Berat sampel- (berat akhir-berat selongsong) (g)

Kadar Lemak (%) = x 100% Berat sampel (g)

Kadar Protein (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

(45)

perbandingan 1:1). Sampel didihkan selama1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu ditambahkan dengan 10 ml akuades dan dipindahkan ke erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH 40%.

Labu erlenmeyer berisi H2SO4 0,02 N yang ditambahkan 3 tetes indikator mengsel diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Labu erlenmeyer berisi destilat tersebut dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau toska. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

(A-B) x N x 0,014 x FK

Kadar Protein (%) = x 100% Berat Sampel (g)

Dimana : A = ml NaOH untuk titrasi blanko (ml) B = ml NaOH untuk titrasi sampel (ml) N = Normalitas NaOH yang digunakan FK = Faktor Konversi

Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

(46)

Residu disaring menggunakan kertas saring kering yang sudah diketahui beratnya lalu dicuci dengan K2SO4 10% sebanyak 10 ml. Lalu dicuci dengan akuades mendidih sebanyak 15 ml dan alkohol 95% 15 ml. Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama satu jam, lalu dimasukkan ke dalam desikator 15 menit lalu ditimbang. Pengeringan dilanjutkan sampai diperoleh berat yang konstan.

berat kertas saring akhir – berat kertas awal

Serat kasar = x 100%

berat sampel Organoleptik warna

Uji organoleptik warna ditentukan dengan metode Soekarto (2008) menggunakanskala hedonik warna. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk nilai hedonik warna seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Skala hedonik warna

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 Organoleptik aroma

(47)

Tabel 10. Skala hedonik aroma

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1

Organoleptik rasa

Uji organoleptik rasa ditentukan dengan metode Soekarto (2008) menggunakan uji hedonik rasa. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala nilai hedonik warna seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Skala hedonik rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 Organoleptik tekstur

(48)

Tabel 12. Skala skor tekstur

Skala hedonik Skala numerik

Amat sangat kenyal Sangat kenyal Kenyal Agak kenyal Tidak kenyal

5 4 3 2 1 Tabel 13. Skala hedonik tekstur

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka

Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1

Indeks warna

Warna sosis diukur dengan cara mengukur warna permukaan sosis menggunakan kromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang) (Andarwulan, dkk., 2001). Sampel ditempatkan pada wadah yang datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b. L menyatakan parameter kecerahan. Notasi a menunjukkan warna kromatik campuran merah-hijau dan nilai a (+) berkisar antara 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dan nilai b(+) berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70 untuk warna biru. Selanjutnya nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:

o

Hue = tan-1 b

a

Jika hasil yang diperoleh:

18o – 54o maka produk berwarna red (R)

(49)

SKEMA PENELITIAN

Gambar 2. Skema pembuatan pasta bit

Gambar 3. Skema pembuatan bubur jamur tiram putih Sortasi dan pencucian

Blansing pada suhu 80 oC selama 5 Pengupasan kulit

Pemblenderan dengan penambahan air 2,5: 1

Pencucian sampai bersih dari kotoran

Pemblenderan sampai halus tanpa penambahan air

Blanshing pada suhu 80 oC selama 5 menit Bit

Pasta bit

Jamur tiram

(50)
[image:50.595.190.442.104.314.2]

Gambar 4. Skema pembuatan bubur tempe Dipotong berukuran kecil

Pemblenderan tanpa penambahan air Blansing pada suhu 80oC selama 10 menit menit

Tempe

(51)
[image:51.595.204.442.80.612.2]

Gambar 5. Skema pembuatan tepung labu kuning Pengupasan kulit dan perajangan (2-3) mm

Sortasi dan pencucian

Penirisan

Perendaman dalam larutan Na2S2O5 1000 ppm selama 20 menit

Penirisan

Pencucian dengan air mengalir

Pengeringan dengan oven bersuhu 60 oC selama 24 jam

Penepungan dengan cara pemblenderan

Pengayakan dengan ayakan 80 mesh Labu kuning

(52)
[image:52.595.120.553.79.720.2]

Gambar 6.Skema pembuatan sosis

Penambahan pasta bit 10%, susu skim 6%, minyak nabati 5%, karagenan 1%, gula 0,5%, garam 2%, lada putih 0,5%, bawang

merah 1%, dan bawang putih 1% dari berat total adonan sosis

Dimasukkan ke dalam selongsong sepanjang 10 cm

Perbandingan jamur tiram dan tempe

B1 = 0% :100%

B2 = 25% : 75%

B3 = 50% : 50%

B4 = 75% : 25%

B5 = 100% : 0%

Pengadukan hingga merata

Penambahan campuran tapioka dan tepung labu kuning 15% dari berat campuran adonan sosis,

diadon Perbandingan

tapioka dan tepung labu kuning

T1 = 100% : 0%

T2 = 75% : 25%

T3 = 50% :50%

T4 = 25% : 75%

T5= 0% :100%

Analisa dilakukan terhadap:

- Kadar air(%)

- Kadar abu (%)

- Kadar lemak (%)

- Kadar protein (%)

- Kadar serat (%)

- Index warna (oHue)

- Uji Organoleptik

setelah digoreng terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur

Perebusan selama 20 menit

Sosis jamur tiram dan tempe Pendinginan

Bubur tempe dan jamur tiram ditimbang (58% dari berat campuran adonan sosis)

Pencampuran hingga merata

Pengemasan

Penyimpanan dalam lemari pembeku selama 3

(53)

36

Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tempe terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar serat (%), uji skor tekstur, dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap mutu sosis Parameter Perbandingan jamur tiram dan tempe (B)

B1 B2 B3 B4 B5

Kadar air (%) 52,5976 54,3451 57,3394 60,4074 62,3871 Kadar abu (%) 1,0160 1,1080 1,2212 1,3117 1,3835 Kadar lemak (%) 16,7634 15,5877 15,3995 15,2833 14,3712 Kadar protein (%) 8,8916 10,9747 12,2663 12,9958 14,1526 Kadar serat (%)

Indeks warna (oHue)

1,6773 57,5837

1,7822 50,5879

1,9670 47,9685

2,2978 46,3440

2,3970 37,6843 Nilai hedonik warna 2,9133 3,1667 3,2667 3,3467 3,3733 Nilai hedonik aroma 3,2933 3,3133 3,2800 3,5267 3,1933 Nilai hedonik rasa 3,4000 3,4000 3,5067 3,5333 3,3000 Nilai hedonik tekstur 2,9467 3,2333 3,2400 3,3533 3,1000 Nilai skor tekstur 2,6533 2,7667 2,9800 3,2133 3,2067

(54)

Indeks warna (oHue) tertinggi diperoleh pada perlakuan B1 sebesar 57,5837 dan terendah pada perlakuan B5sebesar 37,6843. Uji hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,3733 dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 2,9133. Uji hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,5267 dan terendah pada perlakuan B5 sebesar 3,1933. Uji hedonik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,5333 dan terendah pada perlakuan B5 sebesar 3,3000. Uji hedonik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,3533 dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 2,9467. Uji skor tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan B4 sebesar 3,2133 dan terendah pada perlakuan B1 sebesar 2,6533.

Pengaruh Perbandingan Tapioka dan Tepung Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh terhadap kadar protein (%), kadar serat kasar (%),uji skor tekstur, dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap mutu sosis

Parameter Perbandingan tapioka dan tepung labu kuning

T1 T2 T3 T4 T5

Kadar air (%) 56,8853 57,2351 57,4321 57,5921 57,9319 Kadar abu (%) 2,3504 2,3857 2,4151 2,4501 2,4787 Kadar lemak (%) 15,0664 15,2161 15,4649 15,6560 16,0019 Kadar protein (%) 11,5136 11,6658 11,8563 12,0256 12,2198 Kadar serat (%)

Indeks warna (oHue)

1,9092 36,1341

1,9558 38,6414

2,0238 48,2413

2,0852 57,6375

(55)

Tabel 15 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 57,9319% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 56,8853%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 2,4787% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 2,3504%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 16,0019% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 15,0664%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 12,2198% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 11,5136%. Kadar serat tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 2,1479% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 1,9092%.

Indeks warna (oHue) tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 sebesar 59,5141 dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 36,1341. Nilai hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 3,3533 dan terendah pada perlakuan T5 sebesar 3,0733. Nilai hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,6933 dan terendah pada perlakuan T5 sebesar 3,1933. Nilai hedonik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,8600 dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 3,1533. Nilai hedonik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,5800 dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 2,9600. Nilai skor tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,2200 dan terendah pada perlakuan T3 sebesar 2,8667.

Kadar air

(56)

perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar air sosis dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar air sosis.

Jarak DMRT Perbandingan jamur

tiram dan tempe Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1=0%:100% 52,5976 e E

2 1,1748 1,2602 B2 = 25%:75% 54,3451 d D 3 1,2337 1,3146 B3 = 50%:50% 57,3394 c C 4 1,2720 1,3504 B4 = 75%:25% 60,4074 b B 5 1,2991 1,3768 B5 = 100%:0% 62,3871 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata

pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji DMRT.

B1=0%:100%, B2=25%:75%, B3=50%:50%, B4=75%:25%, B5== 100%:0%.

(57)
[image:57.595.122.509.87.302.2]

Perbandingan jamur tiram dan tempe

Gambar 7. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar air sosis.

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar air sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air sosis yang dihasilkan, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar air sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air sosis yang dihasilkan, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

52,5976 54,3451

57,3394 60,4074

62,3871

0 10 20 30 40 50 60

K

ad

ar

ai

r (

%

)

B1 = 0% :100% B2 = 25% :75% B3 = 50% :50% B4 = 75% :25% B5 = 100%:0%

(58)

Kadar abu (%)

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu sosis Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu sosis yang dihasilkan. Hasil uji DMRT pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar abu sosis

Jarak DMRT Perbandingan jamur

tiram dan tempe Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1=0%:100% 2,0320 e D

2 0,1146 0,1551 B2 = 25%:75% 2,2160 d C 3 0,1203 0,1618 B3 = 50%:50% 2,4417 c B 4 0,1241 0,1662 B4 = 75%:25% 2,6234 b A 5 0,1267 0,1694 B5 = 100%:0% 2,7669 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji DMRT.

B1=0%:100%, B2=25%:75%, B3=50%:50%, B4=75%:25%, B5= 100%:0%.

Tabel 17 menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan B5 (100%:0%) sebesar 2,7669% dan terendah pada perlakuan B1 (0%:100%) sebesar 2,0320%. Jamur tiram memiliki kadar abu yang lebih tinggi dari pada tempe.Kadar abu memiliki hubungan erat dengan mineral suatu bahan (Slamet, dkk., 1989). Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat berupa garam fosfat, karbonat, sulfat, dan nitrat. Kadar abu sosis pada penelitian ini telah memenuhi standar mutu sosis (SNI 01-3820-1995) yaitu tidak lebih dari 3%.

(59)

326mg/100g) (Badan Standarisasi Nasional, 2012). Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 8.

[image:59.595.123.491.142.351.2]

Perbandingan jamur tiram dan tempe

Gambar 8. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar abu sosis.

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar abu sosis

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat diketahui bahwa perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu sosis, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar abu sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan interaksi perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P<0,05) terhadap kadar abu sosis, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

2,0320 2,2160

2,4417 2,6234

2,7669

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

K

ad

ar

ab

u

(

%

)

B1 = 0% :100% B2 = 25% :75% B3 = 50% :50% B4 = 75% :25% B5 = 100%:0%

(60)

Kadar lemak (%)

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak sosis Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak sosis yang dihasilkan. Hasil uji DMRT pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar lemak sosis

Jarak DMRT Perbandingan jamur

tiram dan tempe Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1:0%:100% 16,7634 a A

2 1,1881 1,6078 B2 :25%:75% 15,5877 ab A 3 1,2476 1,6771 B3 :50%:50% 15,3995 ab A 4 1,2864 1,7228 B4 :75%:25% 15,2833 b A 5 1,3137 1,7567 B5 :100%:0% 14,3712 b B Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji DMRT.

B1=0%:100%, B2=25%:75%, B3=50%:50%, B4=75%:25%, B5= 100%:0%.

Berdasarkan Tabel 18dapat diketahui bahwa setiap taraf yang berbeda memberikan pengaruh terhadap kadar lemak sosis. Kadar lemak sosis berkisar antara 14,3712% sampai 16,7634%. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan B1 (100%:0%) yaitu sebesar 16,7634% dan terendah pada perlakuan B5 (100%:0%) sebesar 14,3712%. Semakin banyak tempe yang ditambahkan, maka kadar lemak sosis akan semakin meningkat, hal ini sesuai dengan hasil pengujian bahan baku (Lampiran 23).

(61)

kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh (BSN, 2012).

Selama fermentasi, kapang akan menguraikan sebagian besar lemak dalam kedelai. Lemak dalam tempe tidak mengandung kolesterol. Lemak dalam tempe juga tahan terhadap ketengikan karena adanya antioksidan alami yang dihasilkan oleh kapang. Antioksidan tersebut adalah genestein, deidzein, dan 6,7,4 trihidroksi isoflavon. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe mempunyai peranan penting yaitu mencegah timbulnya pengerasan dari pembuluh nadi (Deliani, 2008). Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar lemak sosis dapat dilihat pada Gambar 9.

[image:61.595.132.498.370.585.2]

Perbandingan jamur tiram dan tempe

Gambar 9. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar lemak sosis

Pengaruh perbandingan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar lemak sosis

Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbandingan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda

16,7634

15,5877 15,3995 15,2833

14,3712

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0

K

ad

ar

l

em

ak

(

%

)

B1 = 0% :100% B2 = 25% :75% B3 = 50% :50% B4 = 75% :25% B5 = 100%:0%

(62)

tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak sosis yang dihasilkan, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar lemak sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tempe dengan penambahan tapioka dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak sosis, sehingga uji DMRT tidak dilanjutkan.

Kadar protein (%)

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar protein sosis

Daftar sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tempe memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein sosis. Hasil uji DMRT pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar protein dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tempe terhadap kadar protein sosis

Jarak DMRT Perbandingan jamur

tiram dan tempe Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1= 0%:100% 8,8916 e E

2 0,3583 0,4849 B2 = 25%:75% 10,9747 d D 3 0,3763 0,5058 B3 = 50%:50% 12,2663 c C 4 0,3880 0,5196 B4 = 75%:25% 12,9958 b B 5 0,3962 0,5298 B5 = 100%:0% 14,1526 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji DMRT.

B1=0%:100%, B2=25%:75%, B3=50%:50%, B4=75%:25%, B5= 100%:0%.

(63)

sebesar 8,8916%. Semakin banyak jumlah jamur tiram, maka kadar protein akan meningkat. Hal ini disebabkan jamur tiram memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan tempe. Hal ini sesuai dengan literatur Parjimo dan Andoko (2013) yang menyatakan bahwa kandungan protein jamur tiram putih lebih tinggi dari pada tempe yaitu 27% dan 18,3%. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar protein sosis dapat dilihat pada Gambar 10.

[image:63.595.126.491.257.460.2]

Perbandingan jamur tiram dan tempe

Gambar 10. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar protein sosis.

Pengaruh penambahan tapioka dan tepung labu kuning terhadap kadar protein sos

Gambar

Gambar 4. Skema pembuatan bubur tempe
Gambar 5. Skema pembuatan tepung labu kuning
Gambar 6.Skema pembuatan sosis
Gambar 7. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tempe dengan kadar air sosis.
+7

Referensi

Dokumen terkait

ISPRS Annals of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume II-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva del

PERANAN KONSELOR DALAM PELAYANAN PENDEKATAN KHUSUS BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP PEMBINAAN TINGKAH LAKU.. SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH MUALLIMAT YAPEWI

Sebuah penelitian tentang khalayak talkback radio di Australia yang didanai Reporting Diversity Project menurut Jacqui Ewart (tanpa tahun: 90) telah menemukan beberapa hal

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu yang bekerja mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik daripada ibu yang tidak bekerja karena pada ibu yang bekerja akan

(2007: 3) substansi mata kuliah bahasa Indonesia mencakup: 1) mata kuliah pengem- bangan kepribadian menekankan menekankan pada keterampilan berbahasa Indonesia

Pada menu ini pengguna yang login (Dinas Pendidikan dan LPMP) dapat menampilkan dan mengorganisir data pengguna operator sekolah yang terdaftar di database

JUDUL : KUSTA BUKAN PENYAKIT MENGERIKAN MEDIA : MINGGU PAGI. TANGGAL : 27

Setelah mendapat penjelasan dari penelii tentang Penelitian “ Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kebutuhan Konsumsi Sediaan Suplemen mengandung Zat Besi