• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman

1 Kandungan gizi buah manggis setiap 100 g bahan segar ... 5 2 Permeabilitas beberapa jenis kemasan untuk pengemasan produk segar ... 10 3 Perubahan variabel L a b warna kulit buah manggis ... 29 4 Perubahan variabel L a b warna kelopak buah manggis ... 32

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis Sidik Ragam Laju Respirasi ... 58 2 Uji Lanjut Laju Respirasi ...……….. 62 3 Analisis Sidik Ragam Susut Bobot ……… 63 4 Uji Lanjut Susut Bobot ……….. 65 5 Analisis Sidik Ragam Susut Bobot ……… 66 6 Uji Lanjut Susut Bobot ……….. 67 7 Analisis Sidik Ragam Warna Kulit (a) Buah Manggis ... 68 8 Analisis Sidik Ragam Warna Kulit (b) Buah Manggis ... 70 9 Analisis Sidik Ragam Warna Kelopak (a) Buah Manggis ………... 72 10 Analisis Sidik Ragam Warna Kelopak (b) Buah Manggis ………... 75 11 Analisis Sidik Ragam Kekerasan Kulit Buah Manggis ... 77 12 Uji Lanjut Kekerasan Kulit Buah Manggis ... 78 13 Analisis Sidik Ragam Kekerasan Daging Buah Manggis ... 79 14 Uji Lanjut Kekerasan Daging Buah Manggis ... 80 15 Analisis Sidik Ragam Total Padatan Terlarut Daging Buah Manggis ... 81 16 Uji Lanjut Total Padatan Terlarut Daging Buah Manggis ... 82 17 Analisis Sidik Ragam Kadar Air Daging Buah Manggis ... 83 18 Uji Lanjut Kadar Air Daging Buah Manggis ... 85 19 Analisis Sidik Ragam Total Asam Daging Buah Manggis ………... 87 20 Uji Lanjut Total Asam Daging Buah Manggis ... 88 21 Sidik Ragam Warna dan Kesegaran Kulit Buah Manggis ... 90 22 Uji Organoleptik Warna dan Kesegaran Kulit Buah Manggis ... 90 23 Sidik Ragam Warna dan Kesegaran Kelopak Buah Manggis ... 91 24 Uji Organoleptik Warna dan Kesegaran Kelopak Buah Manggis ... 91 25 Sidik Ragam Kekerasan Kulit Buah Manggis ... 92 26 Uji Organoleptik Kekerasan Kulit Buah Manggis ... 92 27 Sidik Ragam Warna Daging Buah Manggis ... 93 28 Uji Organoleptik Warna Daging Buah Manggis ... 93 29 Sidik Ragam Rasa Manis Daging Buah Manggis ... 94 30 Uji Organoleptik Rasa Manis Daging Buah Manggis ... 94

31 Sidik Ragam Rasa Asam Daging Buah Manggis ... 95 32 Uji Organoleptik Rasa Asam Daging Buah Manggis ... 95 33 Perubahan warna kulit buah manggis secara visual selama penyimpanan .. 96 34 Prosedur pembuatan lilin lebah dan kitosan ... 97

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan produk hortikultura yang mempunyai potensi pengembangan yang besar di pasar lokal maupun ekspor. Volume ekspor terbaik yang dihasilkan oleh buah manggis terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 9.3 ribu ton, untuk kemudian turun di kisaran 3 ribu ton di tahun 2004 (BPS, 2005).

Penanganan pasca panen yang belum tepat merupakan salah satu penyebab sebagian manggis Indonesia mempunyai mutu rendah dan tidak diterima konsumen khususnya luar negeri. Menurut Poerwanto (2002), dari keseluruhan produksi manggis di Indonesia, diperkirakan hanya 20-30% yang dapat di ekspor.

Faktor penyebab rendahnya mutu manggis Indonesia antara lain pemanenan saat buah masih muda, pemanenan lewat matang, adanya getah kuning yang mengotori kulit terutama bila dipanen terlalu muda, lecet pada kulit dan tangkai buah, pengerasan kulit buah serta adanya getah kuning pada daging buah (Satuhu,1999). Masalah utama yang terjadi pada manggis adalah produk yang mudah menga lami kerusakan akibat masih berlangsungnya proses fisiologis seperti respirasi, transpirasi dan produksi etilen.

Untuk mencegah terjadinya kerusakan pasca panen buah manggis diperlukan cara penanganan pasca panen yang tepat, sehingga kehilangan dapat ditekan serendah mungkin. Penanganan pasca panen yang baik dapat memperpanjang ketahanan simpan dan mutu buah segar dalam waktu yang cuk up lama. Untuk memperoleh ketahanan simpan yang lebih panjang dan mengurangi susut bobot selama penyimpanan dan transportasi dilakukan beberapa teknik penyimpanan dengan suhu rendah yang dikombinasikan dengan teknik penanganan pasca panen lain.

Beberapa cara penanganan pascapanen manggis segar yang dapat memperpanjang ketahanan simpan dan mutunya adalah teknik pengemasan, penggunaan anti mikroba, pengaturan suhu penyimpanan, penyimpanan dengan

atmosfer termodifikasi, pelapisan lilin, penggunaan zat antitranspiran, perlakuan

precooling dan kombinasi berbagai cara tersebut.

Menurut Budiastra (2000), penanganan pascapanen manggis dimulai dari panen di kebun petani sampai siap dikirim ke luar negeri yang meliputi kegiatan panen, precooling, pengangkutan, perlakuan, sortasi, pemutuan, penggolongan berdasarkan ukuran, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan ke tujuan ekspor.

Pemberian lapisan lilin penting, khususnya bila terdapat luka-luka dan goresan-goresan kecil pada pemukaan buah dan sayuran. Kerusakan-kerusakan itu dapat ditutup oleh lapisan lilin. Pelilinan juga akan memberikan penampakan buah yang lebih menarik. Di tempat-tempat yang tidak terdapat fasilitas pendingin, pemberian lapisan lilin merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk memperpanjang ketahanan simpan buah-buahan dan sayuran segar (Dalal et al. 1971).

Secara alami buah-buahan dan sayuran telah memiliki selaput lilin di permukaan luar, dimana pada sel-sel kulit luar buah terjadi pengendapan kutikula dan lilin secara terus- menerus (Pantastico, 1986). Namun sebagian besar hilang karena pencucian atau penanganan. Dengan demikian diperlukan suatu lapisan lilin yang diharapkan dapat menggantikan selaput lilin alamiah tersebut.

Rosmani (1975) mengemukakan bahwa pelapisan dengan lilin mempunyai fungsi utama sebagai pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditi sebagai akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi seoptimal mungkin, karena lapisan yang terlalu tebal dapat mengakibatkan terjadinya reaksi anaerob sehingga buah menjadi asam dan busuk.

Penggunaan lilin sebagai bahan pelapis menpunyai syarat-syarat sebagai berikut : tidak mempengaruhi bau dan flavor bahan, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak bersifat racun, mudah diperoleh dan murah harganya (Anonim, 1977).

Bahan pelapis lain yang mempunyai prospek yang baik adalah kitosan yang diperoleh dari khitin setelah mengalami deasetilasi (menghilangkan gugus asetil) dengan menggunakan suhu tinggi dan alkali berkonsentrasi tinggi. Kitosan

bersifat mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai berat molekul tinggi dan tidak larut pada pH 6.5 (Anonymous, 1987)

Pada penelitian ini akan digunakan tiga jenis bahan pelapis yaitu kitosan, lilin lebah dan lilin komersil yang di kombinasikan penggunaan kemasan plastik PE dan penggunaan suhu rendah.

Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari pengaruh bahan pelapis, kemasan dan suhu penyimpanan untuk memperpanjang masa simpan buah manggis.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mempelajari perubahan mutu buah manggis yang telah diberikan perlakuan selama penyimpanan.

2. Mengetahui masa simpan buah manggis yang telah diberikan perlakuan selama penyimpanan.

Manfaat

Menghasikan teknologi yang dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan buah manggis dengan perlakuan pelapisan, pengemasan dan pengaturan suhu.

Hipotesis

1. Perlakuan bahan pelapis kitosan, lilin lebah dan britex wax dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan dari buah manggis selama penyimpanan.

2. Perlakuan kemasan plastik PE dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan dari buah manggis selama penyimpanan. 3. Perlakuan suhu rendah dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang

Manggis

Manggis termasuk tanaman tahunan (prennial) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun. Manggis tidak membutuhkan iklim dan lahan spesifik. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah tropika pada dataran rendah (< 800 m dpl) basah. Suhu udara yang ideal antara 25-35 0C dengan kelembaban udara lebih dari 80%. Curah hujan minimum adalah 1250 mm/tahun. Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berliat sampai lempung berpasir dengan pH 5-7, mengandung bahan organik tinggi, solum dalam dan drainase baik (Poerwanto, 2002). Manggis mempunyai kulit buah yang tebal, mudah dipecah, buahnya berdaging dan mempunyai rasa manis mengandung keasaman (Pantastico et al. 1986).

Buah manggis berbentuk bulat dengan diameter sekitar 6 cm dan berat per buah sekitar 125 gram, kulit buahnya tebal berwarna ungu muda sampai ungu kemerahan bila sudah matang (Saptarini et al. 1990). Buah yang masih muda banyak mengandung getah yang berwarna kuning, semakin tua umur buah semakin berkurang getahnya, dan akan sama sekali tidak bergetah selama matang penuh (Satuhu et al. 1993). Di bagian dalam terdapat daging buah manggis sebanyak 4 hingga 7 buah dengan ukuran yang berbeda (Martin, 1980). Dari taksonominya manggis diklasifikasikan pada divisi Spermatophyta, klas

Angiospermae, subklas Dicotyledonae, ordo Thalamiflora, dan famili Guttiferae

(Rukmana, 1993). Buah yang dipanen terlalu muda mengandung banyak getah berwarna kunig yang menempel pada permukaan kulit sehingga penampakan buah menjadi kurang menarik. Luka pada kulit dan tangkai buah akibat pemanenan akan mengakibatkan turunya mutu buah.

Komponen kimia buah manggis yang menonjol adalah air ya itu 83.0% dan karbohidrat 15%. Kalori yang dihasilkan oleh 100 gram daging buah manggis yang dapat dimakan adalah 63 kilo kalori. Kandungan protein dan lemaknya sangat rendah, demikian pula kandungan vitamin- vitaminnya. Karena komposisi buah manggis yang miskin akan vitamin, maka buah ini dapat dijadikan sumber

vitamin yang potensial. Komposisi kimia dan nilai gizi buah manggis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi buah manggis setiap 100 g bahan segar

Kandungan gizi Komposisi

Kalori (kkal) 63.00 Protein (g) 0.60 Lemak (g) 0.60 Karbohidrat (g) 15.60 Kalsium (mg) 8.00 Fosfor (mg) 12.00 Zat besi (mg) 0.80 Vitamin B1 (mg) 0.03 Vitamin C (mg) 2.00 Air (g) 83.00

Bagian yang dapat dimakan (%) 29.00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1990).

Panen Buah Manggis

Dalam proses kematangan, buah manggis memerlukan waktu lebih kurang 13-14 minggu, yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit buah. Menurut Pantastico (1989) tanda kematangan yaitu apabila ada perubahan pada warna kulit buah. Untuk menentukan waktu panen dapat dilakukan dengan beberapa cara :

a. Secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkai putik, mengeringnya tepi daun tua dan mengeringnya tubuh tanaman.

b. Secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat jenisnya.

c. Secara analisis kimia, kandungan zat padat, zat asam, perbandingan zat padat dengan asam dan kandungan zat pati.

d. Secara perhitungan, jumlah hari setelah bunga mekar dalam hubungannya dengan tanggal berbunga dan unit panas.

Panen buah manggis dapat dilakukan pada beberapa tingkat ketuaan sesuai dengan kebutuhan. Tingkat ketuaan panen pada buah manggis sangat berpengaruh terhadap mutu dan umur simpan. Direktorat Tanaman Buah (2002), menyebutkan bahwa standar warna dari berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks kematangan, dengan warna kulit buah pada indeks 0 kuning, kehijauan, indeks 1 hijau kekuningan, indeks 2 kuning kemerahan dengan bercak merah, indeks 3 merah kecoklatan, indeks 4 merah keunguan, indeks 5 ungu kemerahan dan indeks 6 ungu kehitaman. Buah manggis yang telah dipanen perlu penanganan lebih lanjut agar dapat bertahan lebih lama. Penanganan umum yang dilakukan untuk manggis adalah sortasi, grading, perlakuan kimia, pengemasan,

precooling, pengangkutan dan panyimpanan. Satuhu (1999), buah manggis yang

dipanen pada tingkat ketuaan 106 -110 HSBM (50%-100% warna kulitnya ungu merah kehitaman) produksinya getahnya berkurang, tekstur buahnya lunak dan daya simpannya singkat. Buah dengan tingkat ketuaan demikian tidak dapat diterima untuk ekspor.

Fisiologi Pasca Panen Buah Manggis

Buah dan sayuran setelah dipanen akan tetap melakukan proses metabolisme yang menyababkan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur, bau, tekanan turgor sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik.

Menurut Pantastico (1989), Perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah-buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus- menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan meningkatnya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang.

Pengerasan kulit buah manggis sehingga sulit dibuka kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit atau terjadi kerusakan jaringan kulit buah, sehingga terjadi desikasi. Kader (2003), Setelah panen dan

selama penyimpanan, buah manggis akan mengalami perubahan warna kulit buah. Perubahan warna kulit buah manggis merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Hasil penelitian Suyanti et al. 1999 menunjukkan buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik noda ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah dengan cepat menjadi 10 - 25% ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan suhu 25 0 C, RH 60 - 70% dan menjadi 100% ungu kemerahan setelah 6 hari penyimpanan.

Kesegaran sepal buah sangat berpengaruh terhadap penilaian mutu manggis selama penyimpanan. Buah manggis segar warna sepalnya hijau segar kemudian berubah menjadi coklat setelah tidak segar. Suyanti et al. 1999 mengemukakan bahwa buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu (104 HSBM) kesegaran sepal dapat bertahan sampai 6 hari penyimpanan.

Perubahan keasaman buah selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat kematangan buah dan tingginya suhu penyimpanan. Suyanti et a.

1999, pola perubahan kandungan asam pada manggis sama dengan pola perubahan kandungan asam pada pisang tanduk, Raja sere, Barangan, Mangga gedong, nenas Subang.

Padatan terlarut total menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada suatu produk (Winarno dan Aman, 1981). Peningkatan kandungan TPT hanya terjadi pada buah manggis yang dipanen pada tingkat ketuaan berwarna hijau dengan bercak ungu. Buah manggis yang dipanen pada tingkat ketuaan lainnya, kandungan TPT cenderung menurun. Meningkatnya kandungan TPT pada manggis dengan tingkat ketuaan buah dengan kulit hijau dan bercak ungu disebabkan terjadinya degradasi pati menjadi glukosa.

Air merupakan bagian terbesar dari daging buah manggis. Semakin tua buah manggis, semakin tinggi kandungan airnya. Kandungan air pada buah juga meningkat selama penyimpanan (Suyanti et al. 1999). Selama penyimpanan terjadi pula perubahan kadar air pada kulit buah manggis. Kadar air kulit buah manggis secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur penyimpanan ( Sjaifullah et al. 1998).

Bahan Pelapis, Penyimpanan Dingin dan Film Kemasan

Bahan pelapis atau pelapis edible adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang bisa dimakan, digunakan di atas atau di antara produk pangan, dan berfungsi sebagai barrier dalam perpindahan panas, uap air, O2 dan CO2 atau

sebagai pembawa bahan tambahan makanan seperti zat antimikrobial dan antioksidan (Mc Hugh dan Krocha, 1994).

Pelapis edible juga merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan yang digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyemprotan untuk memberikan penahanan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap kerusakan mekanis. Pelapis edibel ini biasanya langsung digunakan dan dibentuk di atas permukaan produk seperti buah dan sayur untuk meningkatkan produk (Gennadios dan Weller, 1990).

Metode penggunaan bahan pelapis pada buah dan sayuran menurut Grant dan Burns (1994), dapat berupa pencelupan (dip aplication), pembuihan (foam

aplication), penyemprotan (spray aplication), penetesan (drip aplication) dan

penetesan terkendali (controlled drip aplication). Cara aplikasi tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk dan hasil yang diinginkan.

Mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi pori-pori buah-buahan dan sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, pori-pori dapat ditutup sebanyak lebih kurang 50%, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernapasan (Setiasih, 1999).

Menurut Winarno (1981), lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apismellifica). Madu dapat diekstrak dengan menggunakan dua cara, yaitu sistem sentrifugal dan pengepresan. Madu yang diekstrak dengan sentrifugal sisir madu akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi, sedangkan ekstrasi madu menggunakan sisir madu yang ditekan atau dipres, sisir akan hancur. Sisir yang hancur dapat dibuat lilin atau bibit bahan sarang baru. Hasil sisa pengepresan ini, kemudian dicuci dan dikeringkan, lalu dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam.

Lilin ini berwarna putih, kuning, sampai coklat, dengan titik cair 62.8-70

0

pelilinan produk hortikultura karena mudah didapat dan harganya murah (Bennet, 1964). Lapisan lilin untuk produk hortikultura biasanya digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4 sampai 12 persen (Setyowati dan Budiarti, 1992). Hasil penelitian Riza (2004), laju konsumsi O2

dan laju produksi CO2 didapatkan bahwa kadar pelilinan 6 persen merupakan

kadar pelilinan optimum untuk buah manggis.

Bahan pelapis lain yang dapat digunakan sebagai lilin adalah kitosan. Kitosan diperoleh dari khitin setelah mengalami proses deasetilasi dengan menggunakan suhu tinggi dan alkali berkonsentrasi tinggi. Kitosan telah dimanfaatkan secara luas dalam industri, pertanian, peternakan maupun kesehatan. Dalam bidang pertanian dilaporkan digunakan sebagai pelapis pada benih sehingga dapat tahan terhadap jamur tanah, serta meningkatkan viabilitas benih. Penggunaan khitosan sebagai pelapis pada buah-buahan dapat menghambat difusi oksigen ke dalam buah, sehingga proses respirasi dapat dihambat (Hirano 1989 ; El-Ghouth et al. 1992). Hasil penelitian Mussadad (2002), Pada suhu dingin umur simpan terbaik untuk tomat diperoleh dari konsentrasi 1.5% penggunaan bahan pelapis kitosan yaitu mencapai 30 hari.

Penyimpanan dingin merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu pembekuannya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2 – 13 0C, tergantung pada masing- masing produk yang disimpan. Pendinginan menuntut adanya pengendalian terhadap kondisi lingkungan. Pengendalian dilakukan dengan suhu yang rendah, komposisi udara, kelembaban dan sirkulasi udara (Kader et al. 1985).

Budiastra dan Purwadaria (1993) mengemukakan tujuan penyimpanan suhu rendah adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan buah- buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga dan mempertahankan mutu. Hasil penelitian Anjarsari (1995), suhu optimum untuk penyimpanan buah manggis adalah 100C dan suhu 150C.

Pengemasan merupakan salam satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi bahan pangan, untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al. 1987). Film kemasan sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak ragam kegunaan yang dapat melindungi dan

mengawetkan buah-buahan yang mudah rusak, disamping produk yang dikemas menjadi lebih menarik (Hall et al. 1973). Zagory dan Kader (1988), Film kemasan yang utama dipakai untuk pengemasan produk segar adalah jenis LDPE (Low Density Polyetilen), PVC (Polyvinil Chloride) dan PP (Polypropilen).

Sifat film kemasan yang cocok untuk penyimpanan buah-buahan adalah yang lebih permeabel terhadap CO2, sehingga laju akumulasi CO2 dari respirasi

lebih sedkit daripada laju penyusutan O2 (Peleg, 1985). Apabila buah-buahan

dikemas dengan bahan yang impermeabel maka proses respirasi yang terjadi akan mengakibatkan berkurangnya O2 dan terjadi akumulasi CO2 yang kemudian

menghasilkan respirasi anaerob disertai terbentuknya etanol, asetaldehid dan komponen-komponen yang tidak diinginkan. Sebaliknya jika menggunakan bahan kemasan yang mempunyai bahan permeabilitas yang sangat tinggi, efek modifikasi udara dalam kemasan hampir tidak terjadi sehingga tujuan memperpanjang umur simpan bahan tidak tercapai.

Menurut Wills et al. 1981, film kemasan polietilen (PE) baik digunakan untuk sistem penyimpanan dengan udara terkendali karena permeabilitas film PE terhadap gas CO2 lebih besar dari O2 sehingga laju akumulasi gas CO2 disekitar

bahan lebih kecil daripada penyerapan O2. Selain itu PE mempunyai sifat yang

kuat, kedap air, tahan terhadap bahan kimia dan harganya murah (Pantastico et al. 1986).

Tabel 2. Permeabilitas beberapa jenis kemasan untuk pengemasan produk segar Jenis Film Pemeabilitas (cc/m2/mil/hari/1 atm)

CO2 O2

CO2 : O2

Polietilen kerapatan rendah Polyvinil Chlorida Polypropilen Polyestiren Saran Polyester 7.700 -77.000 3.900-13.000 4.263 -8.318 620 -2.248 7.700 -21.000 1.300-6.400 10.000-260.000 2.600-7.700 52 -152 2.600-7.700 180-390 52-130 0.42 0.53 0.56 0.89 1.35 0.86 Keterangan : 1 mil = 25.4 µm

Sumber : Zagory dan Kader (1988)

Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 1100C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen

mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970) .

Kemasan polietilen dengan kondisi awal 6% O2 – 16% CO2 merupakan

kondisi terbaik untuk penyimpanan salak bali (Purnomo et al. 1992) dan dengan kondisi awal 15% O2 – 1.5% CO2 dapat memperpanjang umur simpan salak

pondok (Sassya et al. 1993). Rosmani dan Syaifullah (1991) menyimpulkan bahwa salak pondok utuh dapat bertahan hingga 30 hari pada suhu penyimpanan 150C dalam kantong LDPE (Low Density Poly Ethylene) ukuran 30 µm dengan komposisi udara awal 1.5% O2 – 15% CO2.

Tempat dan Waktu

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Fateta IPB - Bogor pada bulan Februari - Mei 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah manggis yang diperoleh dari petani manggis di daerah Bojong Sukabumi. Buah manggis dipanen pada umur 105 hari setelah bunga mekar dengan visualisasi kuning kemerahan. Bahan lain ya ng digunakan adalah kitosan, lilin lebah, britex wax, dan kemasan plastik PE. Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, lemari pendingin untuk penyimpanan, gas analyzer Shimadzu untuk pengukuran laju respirasi,

Rheometer model CR-300 untuk mengukur kekerasan, Chromameter Minolta type

CR-310 untuk pengukuran warna, Refraktometer Atago PR-210 untuk mengukur total padatan terlarut daging buah manggis.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu penelitian tahap pertama dan tahap kedua.

Penelitian Tahap pertama

Penelitian tahap pertama ini bertujuan untuk mempelajari laju respirasi dan susut bobot dari buah manggis yang telah diberi perlakuan, sehingga nantinya dapat diketahui apakah perlakuan tersebut memberikan pengaruh terhadap penyimpanan buah manggis segar.

Perlakuan yang diberikan pada buah ma nggis adalah a) bahan pelapis yang terdiri dari kitosan 1.5%, lilin lebah 6%, britex wax dengan pengenceran 1:4 dan tanpa bahan pelapis, b) Kemasan plastik yang terdiri dari tanpa dikemas plastik dan dikemas plastik PE, c) suhu penyimpanan yang terdiri dari suhu 100C dan suhu 150C. Alur penelitian tahap pertama terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir penelitian tahap pertama

Manggis dipanen pada umur 105 hari setelah bunga mekar dengan visualisasi kuning kemerahan. Setelah itu dilakukan sortasi dan pembersihan serta penimbangan untuk mengetahui bobot awal. Buah manggis kemudian dicelupkan

Dokumen terkait