• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil Uji Fitokimia Umum dan Golongan Flavonoid Sampel ... 24 2. Hasil Uji Fitokimia Flavonoid Ekstrak Hasil Isolasi Antosianin ... 26 3. Hasil KLT Analitik Ekstrak EAD dengan Eluen BAA … ... 28 4. Data Uji Toksisitas Ekstrak EAD dengan Larva A. salina Leach ... 28 5. Keberadaan Golongan Flavonoid dalam Fraksi Hasil Partisi Ekstrak

Sampel, Jumlah Rendemen, Nilai Total Fenol dan Nilai LC50 ... 30

6. Hasil KLT Analitik Ekstrak D-FB dan U-FE dengan Eluen BAA ... 31 7. Pergeseran Spektrum UV dan Tampak pada F4-DB ... 36 8. Pergeseran Spektrum UV dan Tampak pada F7-DB ... 37 9. Pergeseran Spektrum UV dan Tampak pada Kuersetin ... 37 10. Absorbsi Infra Merah Gugus Fungsi F4-DB dan F7-DB ... 39 11. Konsentrasi Kuersetin dan Luas Puncak Kromatogram Hasil Analisa

KCKT ... 41 12. Waktu Retensi Puncak Hasil GC dari F4-DB dan F7-DB ... 44 13. Pola Fragmentasi Spektrum Massa Hasil GC-MS ... 45 14. Data Uji Toksisitas Kuersetin, Ekstrak F4-DB dan F7-DB dengan

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Konfigurasi C6-C3-C6 Kerangka Dasar Flavonoid ... 5

2. Resonansi pada Molekul Flavonoid ... 8 3. Tanaman Daun Dewa ... 9 4. Spektrum Ekstrak EAD, Konsentrasi Ekstrak 8000 ppm ... 27 5. Hasil Uji Antikhamir Ekstrak EAD terhadap Khamir S. cerevisiae ... 28 6. Spektrum Ekstrak D-FB, U-FE dan Kuersetin dalam Etanol ... 31 7. Spektrum Ekstrak D-FB, U-FE dan Kuersetin dalam Metanol ... 32 8. Hasil Uji Antikhamir Fraksi D-FB dan U-FE terhadap Khamir

S. cerevisiae ... 32 9. Kromatogram KCKT Standar Kuersetin, Fraksi D-FB dan U-FE ... 33 10. Spektrum UV F4-DB, F7-DB dan Kuersetin dalam MeOH ... 35 11. Spektrum UV F4-DB dalam pereaksi geser ... 35 12. Spektrum UV F7-DB dalam pereaksi geser ... 36 13. Spektrum UV Kuersetin dalam pereaksi geser ... 37 14. Spektrum FTIR Standar Kuersetin, F4-DB dan F7-D... 39 15. Kromatogram KLT 2 Arah F4-DB dan F7-DB ... 40 16. Kromatogram KCKT F4-DB dan F7-DB ... 41 17. Kromatogram KCKT F4-DB ... 42 18. Kromatogram KCKT F4-DB + Standar Kuersetin ... 42 19. Kromatogram KCKT Standar Kuersetin [10 ppm] ... 43 20. Kromatogram GC F4-DB ... 44 21. Kromatogram GC F7-DB ... 44 22. Rumus Struktur (E)-4-(3`,4`dimetoksifenil)But-3-en-1-ol ... 46 23. Pola Fragmentasi F (E)-4-(3`,4`dimetoksifenil)But-3-en-1-ol 47

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil determinasi tanaman daun dewa Gynura pseudochina (L.) DC. 55 2. Bagan Penapisan Sampel ……… 56 3. Bagan Ekstraksi Antosianin .……..……….……… 57 4. Bagan Ekstraksi Serbuk Daun dan Umbi Tanaman Daun Dewa ... 58 5. Contoh Hasil Penentuan Kadar Air ... 59 6. Contoh Pengukuran Total Fenol ... 60 7. Data Uji Toksisitas Ekstrak dengan Larva A. salina setelah 24 jam ... 61 8. Contoh Perhitungan nilai LC50Ekstrak F4-DB dan F7-DB (hasil uji

toksisitas larva A. salina) menggunakan Analisis Probit ... 62 9. Hasil Uji Antikhamir ………... 64 10. Jalur Biosintesa Flavonoid ... 65 11. Kromatogram KCKT Larutan Standar Kuersetin dan Perhitungan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berkembangnya prinsip back to nature dewasa ini, meningkatkan

kecenderungan manusia untuk memanfaatkan bahan alam terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat bagi kesehatannya. Kecenderungan ini meningkat karena beberapa alasan, antara lain kearifan tradisional yaitu pengetahuan turun temurun tentang pemanfaatan tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit, lebih aman untuk dikonsumsi dengan efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obatan modern yang diproduksi secara kimia sintetik, juga seiring dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa tahun belakangan ini, menyebabkan harga obat-obatan modern tidak terjangkau oleh masyarakat umum, karena bahan baku obat-obatan, bahan pembantu dan teknologi hampir semuanya berasal dari luar negeri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa-senyawa fitokimia yang terdapat di dalam tanaman sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kadar fitokimia di dalam tanaman umumnya sangat rendah, tetapi senyawa ini tetap saja dibutuhkan, misalnya sebagai pemberi warna daun, buah dan bunga, pemberi aroma serta pencegah kerusakan akibat bakteri atau virus.

Fitokimia amat beragam jenisnya, beberapa diantaranya sudah mulai dikenal oleh masyarakat. Misalnya β-karoten, kurkumin, gingerol, asam elegat, isoflavon, antosianin, kuersetin dan flavonoid. Jenis sayuran maupun buah- buahan yang berwarna biasanya memiliki kandungan fitokimia yang tinggi.

Kanker atau tumor ganas merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih belum dapat secara tuntas ditanggulangi oleh ilmu kedokteran dan masih merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat. Dewasa ini telah banyak berkembang penelitian-penelitian untuk mencari obat yang dapat mencegah dan mengobati kanker. Pengobatan secara modern baik berupa kemoterapi, radioterapi dan operasi memerlukan biaya pengobatan yang tidak sedikit, sehingga banyak yang mencoba mencari pengobatan alternatif lain dengan memanfaatkan tumbuhan obat.

Berbagai macam tumbuhan telah digunakan oleh masyarakat sebagai ramuan penyembuh kanker, diantaranya tumbuhan tapak dara, tabat barito, teh hijau, temu putih, keladi tikus, sambiloto, sambung nyawa dan daun dewa serta banyak lagi tumbuhan lainnya. Melalui berbagai penelitian yang disarikan oleh Zee-Cheng dari Pusat Medik Universitas Kansas diketahui senyawa bioaktif yang berperan sebagai antikanker adalah peptida, oligosakarida, alkaloid, dan polifenol (Winarno 2003). Polifenol meliputi beberapa golongan senyawa, salah satu diantaranya adalah golongan flavonoid.

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan mempunyai kandungan bioaktivitas yang berpotensi sebagai obat, diantaranya dapat membantu mencegah kanker dengan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker pada jaringan tubuh yang dikenainya, seperti mirisetin, kuersetin, luteolin, apigenin, rutin, kaemferol, dan antosianin (Miller 1996; Madhavi et al. 1998; Katsube et al. 2003; Knekt et al. 2002; Yoshie 2002; Abdel-Aal ESM dan P Hucl. 2003; Zhang

et al. 2005; dan Liu et al. 2005).

Diantara tumbuhan obat yang digunakan masyarakat sebagai bahan ramuan obat alternatif untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kanker adalah tanaman daun dewa. Beberapa senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman ini antara lain flavonoid, saponin, terpenoid, tanin, alkaloid, dan minyak atsiri (Ratnaningsih et al. 1985; Depkes RI 1989; Wijayakusuma et al. 1992; Siregar dan Utami 2000; Winarto 2003). Penelitian Soetarno et al. (2000) menunjukkan bahwa, senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun dewa termasuk golongan glikosida kuersetin. Permukaan bagian belakang daun yang berwarna ungu memungkinkan adanya senyawa antosianin yang tergolong senyawa flavonoid.

Kuersetin merupakan senyawa flavonoid golongan flavonol, yang berpotensi sebagai antikanker. Lamson et al. (2000) melaporkan pemberian kuersetin dengan dosis 60-1700 mg/m2 pada pasien penderita kanker dapat menghambat kerja tirosin kinase, juga menghambat produksi heat shock proteins

dalam beberapa sel line kanker meliputi kanker payudara, leukemia dan kanker usus. Zang et al. (2005) melaporkan beberapa aglikon antosianin bertpotensi menghambat pertumbuhan kanker. Sianidin berpotensi menghambat 35 dan 47%,

delfinidin 27 dan 64% pertumbuhan kanker payudara pada pemberian 100 dan 200 μg/mL. Malvidin menghambat proliferasi sel kanker usus dan payudara 75,7

dan 74,7% pada pemberian 100 μg/mL. Pada pemberian 200 μg/mL

pelargonidin berpotensi menghambat 62 dan 63% kanker usus dan payudara. Hasil penelitian antikanker menggunakan parameter volume kanker dan pengamatan histopatologi jaringan kanker menunjukkan pada dosis 11,6 dan 23,2 mg/mL dari ekstrak daun dewa dapat menghambat pertumbuhan kanker. Kemampuan tersebut didukung oleh data histopatologi adanya nekrosis (matinya sel-sel akibat adanya serangan penyakit) sel-sel kanker. Hasil penelitian Winarto (2003) menunjukkan fraksi dari ekstrak etanol dan n-heksan tanaman daun dewa memiliki toksisitas yang tinggi terhadap larva udang.

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan suatu metode uji pendahuluan dengan mengamati tingkat kematian larva Artemia salina Leach yang disebabkan oleh ekstrak tumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan tanaman yang mempunyai toksisitas tinggi terhadap larva A. salina Leach adalah tanaman yang mengandung komponen antineoplastik (Leswara et al. 1986). Tirosin kinase memiliki peranan vital dalam pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasi. Aktivitas tirosin kinase sebagai reseftor faktor pertumbuhan dan produk protein onkogen sangat penting bagi perbanyakan sel. Kanker atau tumor ganas merupakan penyakit genetik. Kerusakan dasar yang menyebabkan timbulnya sel kanker adalah perbanyakan sel yang tidak teratur akibat akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang berlangsung sedikit demi sedikit (Wang 2000). Saccharomyces cerevisiae

merupakan salah satu mikroorganisme penghasil enzim tirosin kinase (Adamikova et al. 1996). Dengan mengetahui pengaruh ekstrak tanaman terhadap pertumbuhan S. cerevisiae akan memberikan informasi mengenai kecenderungan penghambatan enzim tirosin kinase oleh ekstrak tanaman tersebut.

Dalam pengembangan obat tradisional menjadi sediaan fitofarmaka, kepastian akan kandungan zat aktif yang berkhasiat merupakan tuntutan kriteria yang harus dipenuhi. Meskipun telah banyak telaahan mengenai khasiat daun

dewa, namun belum banyak diketahui tentang khasiat senyawa flavonoid yang terkandung di dalamnya. Untuk itu diperlukan penelitian lebih mendalam tentang senyawa aktif flavonoid tersebut, agar pemanfaatannya terutama di bidang obat- obatan lebih sesuai dengan peruntukkannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan isolasi terhadap senyawa golongan flavonoid dari tanaman daun dewa, dan ditelusuri potensi bioaktivitas senyawa tersebut sebagai bahan antitumor melalui uji toksisitasnya terhadap larva A. salina Leach, dan uji antikhamir terhadap khamir S. cerevisiae. Standar kuersetin digunakan sebagai senyawa pembanding pada karakterisasi komponen yang didapat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengisolasi senyawa bioaktif golongan flavonoid dari daun dan umbi tanaman daun dewa (Gynura pseudochina (Lour) DC) dengan uji kematian larva A. salina Leach atau Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) dan uji antikhamir terhadap khamir S. cerevisiae.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang golongan senyawa flavonoid dari daun dan umbi tanaman daun dewa, yang diharapkan dapat memberikan alternatif yang baik dalam pencegahan atau pengobatan penyakit kanker.

Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ialah senyawa flavonoid dari tanaman daun dewa mempunyai kemampuan membunuh larva A. salina Leach dan menghambat pertumbuhan khamir S. cerevisiae.

TINJAUAN PUSTAKA

Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan hijau. Diperkirakan 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan dengannya (Markham 1988). Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Flavonoid terdiri atas beberapa kelas antara lain; antosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, flavanon, kalkon dan auron, serta isoflavon (Harborne 1988), yang masing- masing kelas terdiri atas beberapa senyawa.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon di mana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3), membentuk konfigurasi C6-C3-C6, yang dapat menghasilkan 3 jenis struktur, yakni 1,2-diaril propan atau flavonoid, 1,2-diaril propan atau isoflavonoid dan 1,1 diaril propan atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid dapat mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diaril propan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C) seperti pada gambar 1..

C1 C2 C3 A B C1C2 C3 A B C1 C2 C3 A B C C C O A B C 1 2 3 4

Flavonoid Isoflavonoid Neoflavonoid 2-fenilkroman Gambar 1 Konfigurasi C6-C3-C6 Kerangka Dasar Flavonoid.

Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesisnya sama. Kerangka dasar karbon dari flavonoid dihasilkan dari kombinasi antara dua jalur biosintesa yang utama untuk cincin aromatik, yakni jalur shikimat dan jalur asetat malonat (Gambar Lampiran 10). Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, yakni kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat,

sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat).

Telah banyak penelitian yang dilaksanakan tentang penggunaan senyawa flavonoid. Diantara senyawa-senyawa antioksidan alami, yang terpenting adalah senyawa golongan flavonoid. Menurut Bartolone et al. (2005) antigenotoksisitas sampel tanaman adalah bagian yang mendukung adanya senyawa polifenol dalam tanaman dan kapasitas antioksidan mereka. Beberapa studi in vitro

menunjukkan aktivitas antioksidan flavonoid, yaitu mencegah bergabungnya oksigen dengan zat lain sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh (Polagruto et al. 2003; Liu dan Guo 2006). Senyawa flavonoid bersifat antibakteri, antiinflamasi, antialergi, antimutagen, antineoplastik dan antitrombosit (Miller 1996; Nakamura et al. 2000; Trouilas et al. 2006; Lin et al. 2006). Senyawa flavonoid juga dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase (Darusman et al. 2001)

Antosianin termasuk golongan flavonoid dan merupakan pigmen warna pada tumbuhan. Warnanya sangat dipengaruhi oleh perubahan pH. Ciri umum antosianin, yaitu berwarna merah dalam larutan asam, violet dalam larutan netral dan biru dalam larutan basa. Choung et al. (2001) melaporkan bahwa antosianin memiliki efek farmakologi dan telah digunakan di dalam perawatan berbagai penyakit inflamasi serta dapat mengurangi resiko serangan jantung karena sifat antioksidannya. Suprapta (2004) juga melaporkan bahwa antosianin dapat berfungsi sebagai pencegah tumbuhnya bibit penyakit kanker.

Nikolova et al. (2004) melaporkan bahwa senyawa aglikon flavonoid, apigenin dan kuersetin dapat berfungsi sebagai senyawa antioksidan dan antifungi. Kuersetin memiliki aktivitas biologi pelindung kardiovaskular, anti- kanker, antiinflamasi dan memiliki kapasitas sebagai pengkelat ion logam (Nakamura et al. 2000; Liu et al. 2006). Kuersetin merupakan salah satu zat aktif yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi. Jika vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7.

Kuersetin dan rutin memiliki aktivitas menangkap radikal bebas, anti- bakteri, melindungi kerusakan DNA, antitumor, antiinflamasi dan antiagregasi platelet (Lin et al. 2006). Dosis 1,0 g/kg kuersetin dan rutin yang diberikan

kepada tikus secara oral yang diamati selama 22 hari memperlihatkan sifat antioksidan, tetapi tidak menunjukkan gejala toksikologi (Nakamura et al. 2000). Ekstrak etanolik daun jambu biji (yang telah dikeringkan) menunjukkan sifat seperti morfina dalam menghambat pelepasan asetilkolina karena adanya kandungan kuersetin dan kuersetin 3-arabinosida dimulai dari kadar 1,6 μg/mL. Selain itu ekstrak metanolik atau fraksi ekstrak metanolik daun jambu biji yang mengandung glikosida kuersetin memiliki efek spamolitik terhadap ileum tikus atau marmut terisolasi (Hargono 2003).

Di lingkungan farmasi senyawa-senyawa isoflavon mempunyai kegunaan cukup banyak, antara lain sebagai bahan obat yang berfungsi menghambat pertumbuhan sel kanker, karena sifat antioksidan yang dimilikinya (Swanson et al. 2004). Data studi epidemiologi dan in vitro menunjukkan isoflavonoid genistein dan daidzein juga flavonol kuersetin dan kaemferol dapat bersifat melindungi tulang punggung setelah menopause, meskipun efek mekanisme secara fisiologi tidak dipahami dengan baik (Pang et al. 2006).

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Data spektrum UV-tampak dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi, yang berarti secara tidak langsung berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metil yang terikat pada salah satu gugus hidroksil fenol (Markham, 1988).

Senyawa flavonoid biasanya mempunyai spektrum yang khas, yang terdiri atas dua serapan maksimum pada dua panjang gelombang, yakni pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedua pita serapan ini, masing- masing berhubungan dengan resonansi gugus sinamoil yang melibatkan cincin B dan gugus benzoil yang melibatkan cincin A dari molekul flavonoid (Gambar 2).

O R O A B O R O A B O R O A B + - + _

Gambar 2 Resonansi pada Molekul Flavonoid.

Penambahan gugus fungsi yang dapat menyumbangkan elektron seperti gugus hidroksil atau gugus metoksil pada cincin B akan meningkatkan peranan sinamoil terhadap resonansi molekul sehingga mengakibatkan perpindahan batokromik atas pita I. Penambahan gugus hidroksil atau gugus metoksil pada cincin A akan menaikkan panjang gelombang dari serapan maksimum serta intensitas dari serapan pita II (Achmad 1986).

Tanaman Daun Dewa

Tanaman daun dewa mempunyai nama latin Gynura pseudochina (Lour) DC. Tanaman ini mempunyai beberapa sinonim, yaitu Gynura segetum (Lour) Merr, dan Gynura sarmentosa BI. Menurut Heyne (1987), tanaman ini berasal dari Birma dan Cina. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama daerah beluntas cina (Sumatera), daun dewa (Melayu), tigel kio (Jawa).

Daun dewa banyak digunakan untuk pengobatan, seperti luka, kejang pada anak, digigit ular atau binatang lain, membuang kutil, mencegah stroke, antikanker, mencairkan darah membeku pada luka sekaligus menghentikan pendarahan, membersihkan racun, dan mengatasi peradangan pada jaringan tubuh, seperti radang pankreas pada penderita diabetes militus, dan infeksi herves (Soedibyo 1998; Lemmens 2003; Kardinan dan Taryono 2003). Hasil beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa spesies gynura menunjukkan aktivitas antiagregasi-platelet (Jong dan Hwang 1997, Lin et al. 2000). Pada konsentrasi 3% b/v ekstrak etil asetat dan ekstrak n-Butanol daun dewa menunjukkan daya antioksidan (Alisyahbana et al. 2003). Ekstrak etanol tanaman daun dewa mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel lestari HeLa dengan menghambat pertumbuhan sel sebesar 56% dibanding kontrol pada konsentrasi 1000 ppm (Sajuthi et al. 1999).

Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Winarto (2003), tanaman daun dewa diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyita Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae (Compositae) Marga : Gynura

Jenis : Gynura pseudochina (Lour) DC

Berdasarkan penggolongan secara taksonomi, tanaman daun dewa termasuk famili Asteraceae (Compositae), marga Gynura yang merupakan tanaman terna, tinggi mencapai 40-75 cm dan tumbuh tegak. Batang pendek dan lunak, berbentuk segi lima, penampang lonjong, berambut halus dan berwarna ungu kehijauan. Daunnya termasuk tunggal, tersebar mengelilingi batang, bertangkai pendek, berbentuk bulat lonjong, berbulu halus, ujung lancip, tepi bertoreh, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, berwarna hijau, panjang daun sekitar 20 cm dan lebar 10 cm. Bunganya termasuk bunga majemuk yang tumbuh di ujung batang, bentuk bongkol, berbulu, kelopak hijau berbentuk cawan, benang sari kuning dan berbentuk jarum. Akarnya merupakan akar serabut, berwarna kuning muda, membentuk umbi sebagai tempat cadangan makanan (Winarto 2003; Heyne 1987).

Tanaman daun dewa dapat dikembangbiakkan melalui umbi atau setek batang. Bagian tanaman ini yang paling banyak dimanfaatkan untuk bahan baku obat-obatan adalah daun dan umbi.

Kandungan Kimia Daun Dewa

Daun dan umbi tanaman daun dewa mengandung bahan aktif seperti flavonoid, saponin, terpenoid, tanin, alkaloid, dan minyak atsiri (Ratnaningsih et al. 1985; Depkes RI 1989; Wijayakusuma 1992; Siregar dan Utami 2000; Winarto 2003). Hasil penelitian Agusta et al. (1998) menunjukkan daun dewa mengandung 0,05% minyak atsiri dari bagian daunnya yang terdiri atas 22 komponen dan didominasi oleh senyawa seskuiterpena. Di samping itu, penelitian Soetarno et al. (2000) menunjukkan senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun dewa termasuk golongan glikosida kuersetin. Selain itu, juga ditemukan ada delapan asam fenolat, diantaranya asam klorogenat, asam kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoat dan asam vanilat, sedangkan tiga asam fenolat lainnya belum teridentifikasi.

Winarto (2003) menyatakan kandungan kimia yang terdapat pada tanaman daun dewa diantaranya berupa senyawa flavonoid, asam fenolat, asam kafeat, asam klorogenat, asam p-kumarat, asam p-hidroksibenzoat dan asam vanilat. Kandungan dan manfaat senyawa flavonoid, saponin dan minyak atsiri diindikasikan dapat menurunkan kolesterol darah. Minyak atsiri pada daun dewa diduga dapat merangsang sirkulasi darah, juga bersifat analgetik dan antiinflamasi. Di samping itu, minyak atsiri dan flavonoid juga dapat bersifat sebagai antiseptik. Selain senyawa di atas, pada daun dewa juga ditemukan senyawa alkaloid, tanin, dan polifenol.

Pewnim dan Thadaniti (1987) melaporkan bahwa dalam tanaman daun dewa terkandung enzim dengan kadar yang tinggi. Beberapa hasil penelitian lain menunjukkan bahwa spesies gynura mengandung beberapa komponen senyawa seperti iridoit, kumarin terfenil, steroid spirostanol, pirolizidin alkaloid, purin, pirimidin dan kromanon (Jong dan Hwang 1997; Lin et al. 2000).

Ekstraksi flavonoid dari Tanaman Daun Dewa

Flavonoid merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam tanaman daun dewa. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran yang sering terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Flavonoid termasuk antosianin, merupakan senyawa polar, sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, air dan pelarut polar lainnya. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid menjadi mudah larut dalam air, sehingga campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida (Markham 1988).

Menurut Markham (1988), ekstraksi paling baik untuk flavonoid dari bahan tumbuhan yang telah digiling dilakukan dua tahap. Pertama kali dengan pelarut MeOH:H2O (9:1) dan kedua kali dengan MeOH:H2O (1:1), ekstrak yang didapat disatukan dan diuapkan sampai hampir semua MeOH menguap. Cara ekstraksi ini cocok untuk kebanyakan senyawa flavonoid, tetapi tidak untuk antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah.

Ekstraksi antosianin biasanya dilakukan dengan air, air yang mengandung SO2 dan alkohol yang diasamkan, tetapi pelarut metanol yang diasamkan dengan HCl lebih efektif (Markakis 1982). Ekstraksi antosianin dari bahan nabati umumnya dilakukan dengan menggunakan larutan pengekstrak asam klorida dalam metanol (Francis 1982; Markham 1988; Jackman dan Smith 1996). Asam klorida dalam pelarut metanol akan mendenaturasi membran sel, kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Francis (1982) mengemukakan untuk kepentingan penelitian dan pangan, konsentrasi HCl 1% dalam larutan pengekstrak sudah mencukupi jika proses ekstraksi dilakukan selama 24 jam pada suhu 4 oC.

Uji Bioaktivitas

Hasil penelusuran komponen kimia tertentu dari tumbuhan, hewan atau mikroba, perlu dilanjutkan dengan uji bioaktivitas untuk mengetahui potensi bioaktivitas dari suatu senyawa hasil isolasi sehingga dapat bermanfaat bagi

kehidupan manusia. Beberapa bioindikator yang lazim digunakan yaitu A. salina

Leach, Calandra oryzae Linn, Epilachna sparsa dan Sitophyllus oryzae Linn (McLaughin et al. 1991)

Uji BSLT

Metode Brine Shrimp merupakan metode uji hayati yang banyak digunakan untuk mengetahui potensi bioaktivitas suatu sampel. Sebagai hewan uji digunakan larva udang A. salina Leach. Keuntungan metode ini adalah cepat, tidak mahal, tidak membutuhkan peralatan yang rumit, mudah dilakukan, hasilnya dapat dipercaya, dan memiliki spektrum aktivitas farmakologi yang luas (Meyer et al. 1982). Uji ini merupakan uji pendahuluan dengan mengamati tingkat kematian larva udang yang disebabkan oleh ekstrak sampel. Data yang diperoleh diolah untuk mendapatkan nilai LC50 pada selang kepercayaan 95%. Menurut Meyer et al. (1982), senyawa yang mempunyai nilai LC50 lebih kecil dari 1000 ppm dikatakan memiliki potensi sebagai senyawa bioaktif.

Hasil uji assay untuk mendeteksi sitotoksisitas secara in vitro terhadap 20 spesies organisme laut (marine natural products), menunjukkan hasil yang konsisten, antara uji toksisitas (penghambatan pertumbuhan) terhadap sel lung karsinoma A-549 dan kolon karsinoma HT-29 dengan uji terhadap kematian

Dokumen terkait