• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. MENGENAI PERMOHONAN PENUNDAAN

I. DALAM EKSEPSI

A. Penggugat Tidak Mempunyai Kedudukan Hukum

1. Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa:

“Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang

disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.”

Dari ketentuan tersebut di atas, yang memiliki legal standing dalam mengajukan gugatan PTUN adalah orang atau badan hukum perdata.

2. Bahwa dalam gugatannya (vide halaman 1) Penggugat mengatasnamakan sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat.

Dalam hal ini dapat Tergugat sampaikan bahwa Penggugat drh. Jhoni Allen Marbun, M.M. telah diberhentikan secara tetap sebagai anggota Partai Demokrat berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Nomor: 09/SK/DPP.PD/II/2021 tanggal 26 Februari 2021.

Jika mendasarkan pada ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang pada pokoknya mengatur bahwa “anggota partai politik yang berhenti atau diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan partai politiknya tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau partai politik yang sama dan apabila dibentuk kepengurusan dan/atau partai politik yang sama maka keberadaannya tidak diakui oleh Undang-Undang”.

3. Bahwa Tergugat berpendapat bahwa Penggugat tidak mempunyai kedudukan hukum atau kualitas untuk menjadi pihak Penggugat.

Dalam bahasa lain, penggugat tidak memiliki legal standing (keadaan di mana seseorang atau suatu pihak memenuhi syarat dan karenanya mempunyai hak untuk mengajukan gugatan di depan hakim); persona standi in judicio (hak seseorang secara umum untuk melakukan tindakan untuk menuntut atau menggugat sesuatu); dan juga tidak memenuhi asas point d'intérêt point d’action (siapa yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan tuntutan atau gugatan), sehingga sudah sepatutnya apabila Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijke verklaard.

A. Eksepsi Kompetensi Absolut

1. Bahwa Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (selanjutnya disebut UU Parpol) menyatakan:

(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART;

(2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai politik;

(3) Susunan mahkamah partai politik atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pimpinan Partai Politik kepada Kementerian;

(4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari;

(5) Putusan mahkamah partai politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

2. Selanjutnya penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Parpol yang dimaksud

“Perselisihan Partai Politik” meliputi:

(1) Perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan;

(2) Pelanggaran terhadap hak anggota partai politik;

(3) Pemecatan tanpa alasan yang jelas;

(4) Penyalahgunaan kewenangan;

(5) Pertanggungjawaban keuangan; dan atau (6) Keberatan terhadap keputusan partai politik.

3. Bahwa uraian Penggugat dalam positanya halaman 18-21 justru menunjukkan bahwa inti gugatan yang diajukan yaitu mengenai perselisihan internal Partai Demokrat yaitu adanya ketidakpuasan Penggugat terhadap AD ART Partai Demokrat hasil Kongres V yang diadakan pada tanggal 15 Maret 2020.

Sehingga dari uraian-uraian tersebut di atas telah nyata dan terang telah terjadi adanya suatu perselisihan internal di dalam partai, sehingga sebagaimana ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sudah seharusnya hal tersebut diselesaikan di Mahkamah Partai terlebih dahulu.

4. Selain itu, merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, tanggal 9 Desember 2016, tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan, pada halaman 8, menyatakan:

“Perselisihan partai politik akibat ketentuan Pasal 32 ayat (5) dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, sepenuhnya merupakan kewenangan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain. Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir”

Dengan demikian penyelesaian perselisihan kepengurusan Partai Demokrat tersebut seharusnya cukup disampaikan terlebih dahulu kepada Mahkamah Partai Politik Partai Demokrat bukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sehingga sudah sepatutnya apabila Majelis Hakim yang memeriksa, menyatakan tidak berwenang yang memeriksa perkara a quo.

B. Eksepsi Gugatan Salah Pihak (error in persona) dan Gugatan salah objek (error in objecto)

1. Bahwa sebagaimana telah dijelaskan karena inti permasalahan dari gugatan a quo adalah perselisihan kepengurusan yang bukan didasarkan pada Pasal 25 UU Parpol, maka gugatan Penggugat telah salah dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, karena Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara ini.

Sekali lagi, sekiranya Penggugat beranggapan telah terjadi konflik internal atau perselisihan Partai Demokrat, maka yang harus dilakukan adalah menyelesaikannya di Mahkamah Partai Politik Demokrat atau sebutan lain atau pengadilan negeri jika Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain tidak dapat menyelesaikannya.

2. Dengan demikian sangat jelas bahwa gugatan Penggugat salah pihak (error in persona) dan salah objek (error in objecto), sehingga gugatan sudah sepantasnya dinyatakan tidak dapat diterima menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijke verklaard;

DALAM POKOK PERKARA:

1. Bahwa Tergugat secara tegas menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam gugatannya tertanggal 24 Juni 2021 kecuali yang secara tegas telah diakui kebenarannya oleh Tergugat;

2. Bahwa TERGUGAT dengan ini memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat, agar apa yang telah TERGUGAT kemukakan dalam EKSEPSI agar dianggap merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan JAWABAN TERGUGAT dalam Pokok Perkara ini;

3. Bahwa dalam gugatannya halaman 11-13 angka 3-9 menyebutkan bahwa Tergugat tidak menanggapi upaya administrative yang dilakukan oleh Penggugat adalah suatu hal yang mengada-ada. Tergugat telah membalas keberatan Penggugat berdasarkan Surat Jawaban nomor: AHU.UM.01.01-183 tanggal 4 Mei 2021 serta Surat Jawaban Nomor: AHU.UM.01.01-203 tanggal 19 Mei 2021 yang secara fisik dikirimkan melalui ekspedisi Pos dan TIKI ke alamat Kuasa Hukum Penggugat yang bernama Dewi Yustian, S.H., M.H. selaku Tim Pembela Demokrat yang beralamat di Jalan Pacuan Kuda Raya Nomor 6 Kayu Putih, Pulogadung Jakarta Timur 13210 serta soft file surat jawaban tersebut telah dikirimkan pula melalui whatsapp ke nomor handphone staf Saudari Dewi Yustian, S.H., M.H.

TERGUGAT DALAM MENERBITKAN OBYEK SENGKETA TIDAK MELANGGAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

1. Bahwa Tergugat keberatan dengan dalil gugatan Penggugat halaman 17-21 yang menyatakan Tergugat tidak mendasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Di dalam objek litis yang diterbitkan oleh Tergugat telah memenuhi syarat-syarat pembuatan keputusan, baik syarat formil maupun materiil. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ridwan HR. dalam bukunya berjudul Hukum Administrasi Negara, Cetakan ke-11, kami kutip:

“syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan keputusan ini mencakup syarat materiil dan formil.

a. Syarat materiil terdiri atas:

1. Organ pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang;

2. Karena keputusan suatu pernyataan kehendak (wilsverklaring) maka keputusan tidak boleh mengandung kekurangan yuridis, seperti penipuan (bedrog), paksaan (dwang) atau suap (onkoping) dan kesesatan (dwaling);

3. Keputusan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu;

4. Keputusan harus dapat dilaksanakan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi dan tujuan keputusan ittu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya;

b. Syarat formil terdiri atas:

1. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;

2. Keputusan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan tersebut;

3. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan keputusan itu harus dipenuhi;

4. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu harus diperhatikan.

5. Apabila syarat materiil dan formil telah terpenuhi maka keputusan itu sah menurut hukum (rechtsgeldig).”

2. Bahwa objek litis yang diterbitkan oleh Tergugat telah memenuhi syarat materiil dan formil sebagaimana yang dikemukakan poin 2 di atas.

 Syarat Materiil :

 Organ pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang

Tergugat dalam menerbitkan objek litis telah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Indroharto dalam bukunya berjudul Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa:

“wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru”.

Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain”

Berdasarkan hal tersebut di atas, Tergugat dalam mengeluarkan objek litis telah didasarkan pada kewenangan atribusi yaitu sebagaimana

kewenangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD/ART dan Perubahan Kepengurusan Partai Politik.

 Kemudian keputusan yang dikeluarkan oleh Tergugat tidak mengandung kekurangan yuridis karena dalam konsideran objek sengketa telah diuraikan aturan-aturan yuridis yang menjadi landasan diterbitkannya objek sengketa.

 Bahwa kemudian objek sengketa juga telah memenuhi unsur keputusan harus didasarkan pada situasi tertentu dalam hal ini objek sengketa didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Pemohon.

 Bahwa kemudian syarat “keputusan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar aturan-aturan lain serta isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya” telah terpenuhi. Hal tersebut tampak bahwa objek litis yang dikeluarkan Tergugat telah sejalan dengan aturan-aturan di bidang partai politik serta isi dari keputusan tersebut telah sejalan dengan peraturan dasarnya yaitu undang-undang partai politik.

 Syarat formil

 Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi.

Bahwa objek sengketa dikeluarkan oleh Tergugat setelah dilakukannya verifikasi administrative terhadap dokumen-dokumen persyaratan yang diserahkan oleh Tergugat Intervensi.

 Keputusan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan tersebut.

Bahwa kemudian objek sengketa dikeluarkan berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

 syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan keputusan tersebut telah dipenuhi.

Bahwa kemudian keputusan a quo telah diterbitkan berdasarkan adanya surat permohonan dari Tergugat Intervensi;

 Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu harus diperhatikan.

Bahwa kemudian objek gugatan diterbitkan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD/ART dan Perubahan Kepengurusan Partai Politik.

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, syarat-syarat materil dan formil pembuatan objek sengketa telah TERPENUHI.

3. Bahwa kemudian objek gugatan yang dikeluarkan oleh Tergugat telah memenuhi Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu kami kutip:

“(1) setiap keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.

(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan; dan b. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan”

Bahwa dikeluarkannya objek gugatan secara formal administratif telah sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD/ART dan Perubahan Kepengurusan Partai Politik serta telah melalui proses verifikasi secara komprehensif terhadap dokumen persyaratan yang diajukan oleh Penggugat.

4. Bahwa Tergugat dalam menerbitkan objek sengketa juga mengacu pada ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang pada pokoknya mengatur bahwa “anggota partai politik yang berhenti atau diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan partai politiknya tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau partai politik yang sama dan apabila dibentuk kepengurusan dan/atau partai politik yang sama maka keberadaannya tidak diakui oleh Undang-Undang”. Sehingga permohonan pengajuan kepengurusan yang diajukan oleh Penggugat tidak dapat diterima oleh Tergugat.

5. Bahwa dalil penggugat halaman 25-29 yang menyatakan bahwa substansi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tahun 2020 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kiranya hal tersebut dibuktikan terlebih dahulu secara hukum dan hal tersebut bukan menjadi kewenangan Tergugat untuk menilai;

6. Bahwa dalil penggugat pada gugatan halaman 29-30 yang menyatakan bahwa Tergugat tidak menerapkan asas kepastian hukum adalah suatu hal yang mengada-ada. Justru diterbitkannya objek sengketa merupakan suatu wujud pemberian kepastian hukum baik bagi Penggugat maupun bagi DPP Partai Demokrat. Tentunya proses penerbitan obyek sengketa telah melalui serangkaian proses penelitian, analisa dan pemeriksaan terhadap dokumen persyaratan yang diajukan oleh Penggugat untuk kemudian dicocokkan dengan ketentuan Perundang-Undangan. Sehingga telah jelas bahwa tindakan Tergugat telah sesuai dengan asas kepastian hukum.

7. Bahwa dalil penggugat dalam gugatannya halaman 30-31 yang menyatakan bahwa Tergugat melanggar asas kemanfaatan adalah suatu hal yang tidak benar.

Terbitnya objek sengketa justru memberikan manfaat baik bagi Penggugat untuk dapat menentukan langkah/upaya apa yang dapat dilakukan sebagai tindak lanjut penolakan pendaftaran. Manfaat terbitnya objek sengketa juga dirasakan oleh instansi terkait yaitu Komisi Pemilihan Umum yang selalu mendasarkan tahapan pemilihan umum pada kepengurusan yang secara legal diakui oleh Tergugat.

8. Bahwa dalil Penggugat sebagaimana dalam gugatannya halaman 31-33 yang menyatakan Tergugat tidak memenuhi asas kecermatan suatu hal yang tidak berdasar. Tergugat telah bertindak dengan cermat dengan melakukan pemeriksaan, analisa, serta pemeriksaan dokumen persyaratan yang diajukan oleh Penggugat untuk kemudian dicocokkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.

9. Bahwa dalil Penggugat sebagaimana dalam gugatannya halaman 31-34 yang menyebutkan bahwa Tergugat tidak mematuhi asas tidak menyalahgunakan kewenangan adalah suatu hal yang tidak benar. Tergugat dalam menjalankan kewenangannya selalu berdasarkan pada kewenangan atribusi yang telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaiama telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2017

tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.

Dalam Penundaan

Berkaitan dengan permohonan penundaan yang diajukan oleh Penggugat sebagaimana terbaca dalam halaman 34-39 gugatan pada Yang Terhormat Majelis Hakim, Tergugat berpendapat bahwa permohonan Penggugat sangat tidak beralasan karena alasan-alasan sebagai berikut:

a. Gugatan Tidak Menunda Pelaksanaan Objek Gugatan

Bahwa pada prinsipnya, dalam hukum acara peradilan tata usaha negara dikenal asas vermoden van rechtmatigheid atau presumptio iustae causa yang berarti bahwa setiap tindakan penguasa (dalam hal ini keputusan tata usaha negara) selalu harus dianggap benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sampai ada pembatalan, hal itu juga dianut oleh Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan sebagai berikut:

“Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat.”

Asas tersebut diperlukan oleh setiap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara agar untuk melancarkan kegiatan-kegiatan tata usaha negara tanpa hambatan.

Sebagai konsekuensi logis diberlakukannya asas ini setiap Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara secara langsung dapat dilaksanakan walapun menurut pendapat orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara dinyatakan batal, selama itu pula Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dianggap sah dan mengikat.

b. Tidak Terdapat Keadaan Mendesak

Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah mengatur mengenai penundaan/schorsing terhadap Keputusan Badan/ Pejabat Tata Usaha Negara (pemerintahan), sebagaimana yang berbunyi:

“Keputusan yang sudah ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi menimbulkan:

a. Kerugian negara;

b. Kerusakan lingkungan hidup; dan/atau c. Konflik sosial.”

Benar bahwa Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan:

“Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Akan tetapi, permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara harus memenuhi ketentuan Pasal 67 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan:

“Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2):

a. dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan;

b. tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.”

Saat ini tidak terdapat “keadaan yang sangat mendesak”, sehingga permohonan tersebut tidak relevan untuk dikabulkan.

Bahwa Penggugat mendalilkan objectum litis berdampak luas bagi kehidupan social dan politik hal tersebut sangatlah berlebihan. Permohonan penundaan yang diajukan oleh Penggugat tidak berdasarkan pada fakta yang sah, namun hanya didasarkan pada kepentingan pribadi yang keberatan terhadap kebijakan/keputusan ketua umumnya saja. Akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya objek sengketa a quo hanya dalam lingkungan intern Partai Demokrat saja dan tidak menimbulkan suatu hak dan kewajiban atau keadaan/perubahan hukum bagi kepentingan umum.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka mohon Yang Terhormat Majelis Hakim Pemeriksa perkara aquo berkenan memberikan putusan sebagai berikut:

PRIMAIR:

DALAM EKSEPSI:

1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;

2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara;

DALAM POKOK PERKARA:

1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);

2. Menerima dan mengabulkan jawaban Tergugat untuk seluruhnya;

3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini;

Dalam Penundaan

Menolak Permohonan Penundaan dari Penggugat untuk seluruhnya

SUBSIDAIR :

Mohon putusan yang seadil-adilnya dari suatu peradilan yang baik dan bijaksana (Ex Aequo Et Bono).

Bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat II Intervensi juga telah mengajukan Jawaban secara elektronik pada Persidangan e-Court tanggal 12 Agustus 2021, yaitu sebagai berikut:

I. DALAM EKSEPSI

A. PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA SECARA ABSOLUT