• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.Mimpi

1. Urgensi Mimpi

Al-Thabari sebagaimana dikutip Miftahul Huda menyatakan bahwa mimpi berarti tanda pengetahuan tentang hakikat (idrâk haqîqah) terhadap apa yang pernah dilihat waktu terjaga.329 Menurut Freud, mimpi adalah apa yang terpendam di bawah sadar (Onderbewustzin) dan timbul kembali keluar dari lapis jiwa.330

Mimpi secara majazi merupakan cita-cita di masa yang akan datang.331 Mimpi merupakan mesin penggerak manusia. Hanya orang yang memiliki mimpi yang mampu bertahan hidup dalam ujian yang ringan maupun berat. Mimpi diperlukan untuk pengontrol. Artinya, seseorang dengan mimpinya berusaha merencanakan dan menetapkan tujuan hidup di masa depan, sehingga dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang terbaik. Alternatif yang dapat dipilih adalah alternatif diantara berbagai kemungkinan yang ditawarkan oleh masa depan. Tanpa mimpi, seseorang tidak akan memiliki kemajuan, kelangsungan hidup dan masa depan.332 Di

329

Miftahul Huda dan Muhammad Idris, Nalar Pendidikan Anak. Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2008 160

330

Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, Jakarta: Rajawali, 1990, 34 331

Widyo Nugroho, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Universitas Gunadarma, 1996, 182 332

dalam kisah Yūsuf, mimpi menjadi sarana utama Nabi Ya‟qub untuk membimbing Yūsuf. Dalam menapaki suka duka perjalanan hidupnya,

mimpi itulah yang menyebabkan Nabi Ya‟kub bertahan meskipun

penglihatannya menjadi sangat terganggu.

Adanya dorongan kebutuhan hidup dalam kehidupan sehari-hari, maka manusia mempunyai mimpi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.333 Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia itu, Abraham Maslow mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi lima macam yang merupakan lima harapan manusia, yaitu:

a. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival) b. Harapan untuk memperoleh keamanan (safety)

c. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai

(being loving and love)

d. Harapan untuk memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan (status)

e. Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self-actualization) 334

Hakikat mimpi Nabi Yūsuf bukan sekedar harapan untuk memperoleh

kelangsungan hidup (survival), keamanan (safety), memiliki hak dan

333

Widyo Nugroho, Ilmu Budaya Dasar, 1996, 184 334

kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love), memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan (status), tetapi masa depan yang gemilang. Hal ini diketahui dari pemahaman Nabi Ya‟qub sebagai seorang nabi yang mengerti tabir mimpi anaknya, yaitu 11 bintang berarti 11 saudara, matahari adalah bapak, dan rembulan adalah ibu.335

Mimpi tersebut menunjukkan bahwa Yūsuf nantinya akan mendapat

anugrah besar dengan menjadi manusia mulia dan terhormat dalam pandangan Allah swt dan manusia, yaitu menjadi nabi Allah.336 Yūsuf ternyata tidak hanya sekedar mimpi tetapi ternyata diberi Allah kelangsungan hidup (survival), keamanan (safety), memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love), memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan (status), dan masa depan yang gemilang.

Dalam perspektif pendidikan, peran pendidik dalam mewujudkan

“mimpi” peserta didik adalah menumbuhkan kesadaran untuk meraih masa

depan yang cerah melalui mimpi. Pendidik juga berperan sebagai fasilitator bagi mereka dengan memberikan kesadaran dan motivasi mengenai makna belajar dalam kehidupannya. Pendidik juga memberikan pengalaman belajar kehidupan kepada peserta didik dan mendampinginya untuk meraih

335

Bisri Mustofa,Al Ibrîz li Ma‟rifâtil Qur‟anil „Adzîm, Kudus: Menara Kudus, 1995, 662, dalam stam (sejarah keturunan), nama anak perempuan tidak dihitung, karena anak dari anak perempuan adalah keturunan dari ayah suami anak perempuan itu (Hamka,Tasir Al-Azhar,1988,189. Menurut al-Thabari “Sebelas bintang maksudnya adalah al-Harthan, al-Thâriq, al-Dhayyâl, Qâbis, Masybah, Dzarûh, Dzu al-kanafât, Dzu al-Qar, Falîq, Wathaq,dan „Amûdain

(Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-TabariJami‟ul Bayan, Beirut: dar al-Fikr,

1978, 122 336

M.Quraish Shihab, M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an Vol 4, Jakarta: Lentera Hati, 2001, 384-388

cita-cita hidup. Adapun peserta didik berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman hidupnya sendiri. Pemahaman terhadap pengalaman-pengalaman hidup yang disadari bermakna itu akan membekas pada dirinya sampai dewasa nanti.

2. Dampak Positif Mimpi bagi Peserta didik

Al-Qurthubi sebagaimana dikutip Hamka mengartikan mimpi secara hakiki merupakan hal yang mulia yang bisa terjadi pada nabi-nabi, rasul-rasul dan orang-orang yang shalih.337 Yūsuf termasuk ke dalam golongan

ini. Adapun „ibrah mimpi Yūsuf antara lain, yaitu isyarat agar pendididk

menjernihkan hati peserta didik. Kejernihan hati merupakan kunci untuk memperoleh mimpi-mimpi yang benar. Kejernihan hati juga kunci untuk bisa merasakan kasih sayang Allah dan mendorong optimisme. Ketika

Yūsuf berpikir dengan kejernihan hatinya, dia bisa merasakan betapa Allah

cinta kepada dirinya. Cinta Allah membuat Yūsuf selalu merasa terjaga dan terjamin masa depannya meski dia harus dimasukkan ke dalam penjara dan ketidakadilan menimpanya. Selain itu, kasih sayang Allah kepada Yūsuf,

,juga Yūsuf rasakan ketika dia bisa berpikir bahwa semua yang terjadi

adalah ketentuan Allah untuk dirinya. 338

337

Hamka, Tafsîr Al-Azhar, jilid 12. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, 173, setelah Rasullullah wafat, wahyu tidak turun lagi, tetapi Mubasy-syirat, yaitu mimpi yang baik dan yang benar, yang dimimpikan oleh orang shalih atau dimimpikan orang lain untuknya. Mimpi itu ada tiga, yaitu mimpi dari Allah (mimpi yang bersifat rahmani, biasanya dialami oleh para nabi dan merupakan wahyu), mimpi dari syaitan untuk menyusahkan pikiran, dan mimpi dari orang yang terasa oleh seseorang di dalam hatinya sendiri ketika bangun (mimpi yang bersifat nafsani) (Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 174-175)

338

Mimpi dalam kehidupan sehari-hari menjadi sebuah akselerator pengembangan diri. Sikap optimis terhadap masa depan yang cerah dan sikap yang proaktif berperan penting untuk mewujudkan mimpi menjadi nyata. Oleh karena itu, peserta didik tidak cukup untuk dibimbing meraih cita-cita tetapi lebih mendasar lagi yaitu dibimbing untuk bersama-sama merumuskan cita-cita. Nabi Ya‟qub membimbing Yūsuf merumuskan cita-cita dengan meyakinkan Yūsuf bahwa melalui mimpi itu Allah telah mengistimewakannya dengan memilihnya menjadi seorang “Nabi” Allah di masa depan.339 Ternyata perkataan Ya‟kub benar sebab Allah juga memberikan kemampuan kepada Yūsuf berupa ilmu menafsirkan atau menakwilkan mimpi sebagai mukjizatnya. Menafsirkan mimpi berarti menyingkap rahasia dan makna yang terkandung dalam sebuah mimpi berkaitan dengan kehidupan manusia atau masa depan seseorang. Yūsuf menjadi seorang futurolog. Begitu juga, Allah akan menyempurnakan kenikmatan hidupnya dengan berbagai kebahagiaan di dunia dan akhirat sebagai tanda bahwa Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.340 Kenikmatan tersebut antara lain kenikmatan kenabian sebagaimana yang telah diterima ayah dan kakeknya sebagaimana firman Allah berikut:

339

Ahmad Showi al Maliki, Khasyiyah Showi „Ala Tafsîr Jalalain, Semarang: Toha Putera, Tth, 235

340

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,





















































6. Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang

bapakmu[743] sebelum itu, (yaitu) „Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya

Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.341

Mimpi mulia secara majazi akan muncul dalam diri peserta didik ketika pendidik bisa memberikan perhatian kepada peserta didik dengan cara sebagai berikut:

a. Memancing peserta didik mengungkapkan masalahnya, semua ide, dan cita-citanya.

b. Menyediakan diri sebagai pendengar aktif dan sosok yang senang mencarikan jalan keluar persoalan peserta didik secara cepat dan mudah.

Ya‟qub sebagai pendidik juga memberikan perhatian kepada Yūsuf dengan memancingnya untuk mengungkapkan masalahnya, menyediakan diri sebagai pendengar aktif dan sosok yang senang mencarikan jalan keluar sederhana bagi sekian banyak persoalan peserta didik yang bisa dipecahkan secara cepat dan mudah. Mungkin bagi peserta didik seperti Yūsuf, solusi

341

Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Semarang: PT Grafindo, 1994, 348, [743] Dimaksud bapak disini kakek dan ayah dari kakek.

berupa merahasiakan mimpi yang Ya‟qub tawarkan merupakan yang terbaik, tetapi lebih dari itu peserta didik akan senang ketika pendidik bisa memahami dan berkenan terlibat dalam persoalan mereka.

Mimpi bisa dicapai peserta didik dengan berusaha menghilangkan kegelisahannya dan mencari solusi untuk mengatasi perasaan penasarannya/curiousity dengan bertanya kepada pendidik, dan menggunakan pengalamannya. Peserta didik juga diharapkan melakukan saran yang diterimanya untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan berpikir positif. Hal yang sama telah dilakukan Yūsuf dengan melaksanakan nasehat ayahnya untuk merahasiakan mimpinya sebagaimana firman Allah swt berikut:































5. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan

mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang

nyata bagi manusia."342

B.Kasih Sayang

342

Dalam proses pendidikan, peran orang tua digantikan pendidik sehingga kasih sayang menjadi syarat mutlak dalam membangun hubungan/interaksi yang harmonis antara pendidik dan peserta didiknya.343 Kasih sayang merupakan suatu penyerahan diri tanpa pamrih dari pendidik tanpa pamrih kepada peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu kedewasaan.344 Kasih sayang ditandai oleh adanya perasaan sayang, mengasihi, mencintai, memperhatikan dan memberi tanpa memikirkan balasan yang akan diperoleh.345

Semua pendidik idealnya sayang kepada peserta didiknya dan tidak mau peserta didiknya mempunyai karakter yang buruk, tetapi ternyata masih banyak pendidik yang hanya memberikan kasih sayang semu karena keliru dalam memahami makna kasih sayang. Sebaiknya pendidik tidak hanya menyatakan kasih sayang tetapi juga mendidik dengan menegur dan memperingatkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta didik kemudian mengarahkan ke perilaku dan ucapan yang lebih baik. Teguran

tajam atas dasar kasih sayang telah dilakukan Ya‟qub setelah mengetahui

kebohongan anak-anaknya sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah swt berikut:

...













...



343

Jeanne Ellis Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners,Boston: Pearson, 2011, 442

344

Uyoh Sadulloh dkk, Pedagogik:Ilmu Mendidik, Bandung: Alfabeta, 2014, 157 345

18. … "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan

(yang buruk) itu..."346

Pendidik hendaknya bisa mencurahkan kasih sayang dan mendidik secara tepat baik dalam kondisi marah atau kondisi biasa. Hal ini berarti pendidik tidak berlebihan dalam memberikan kasih sayang kepada peserta didiknya. Kasih sayang yang diberikan oleh pendidik secara tidak merata akan membahayakan peserta didik. Mereka akan mudah menilai buruk pendidik dan tidak menghargai pendidik.

Oleh karena itu, sudah sewajarnya pendidik menampakkan kasih sayang kepada peserta didik bahwa kasih sayang yang diberikan adalah untuk mendidik agar menjadi dewasa dalam kehidupan rohani (mental) dan

jasmani (fisik). Hal yang sama telah dilakukan Ya‟qub dengan lebih

mencurahkan kasih sayangnya kepada Yūsuf dan Benyamin yang masih kecil sejak ibunya meninggal, meski ternyata tanpa disadari sikap Ya‟qub, membuat iri dan dengki anak-anaknya yang lain sehingga mereka menganggap bahwa Nabi Ya‟qub berada dalam kesesatan atau kekeliruan yang nyata, yaitu tidak adil dalam membagi cinta dan kasih sayang kepada putra-putranya.347 Kecemburuan terlihat dari pembicaraan saudara-saudara Yūsuf yang mengungkapkan kecemburuan mereka kepada Yūsuf sampai

pada rencana jahat yang ingin mereka lakukan, yaitu membunuh Yūsuf.348

346

Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 350 347

Muhammad bin Ahmad bin Iyas al Hanafi, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 92 348

Mereka merencanakan siasat jahat tersebut hanya untuk merebut cinta ayahnya,.349 sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya berikut:



































8. (Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yūsuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat).

Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.350

Kebutuhan kasih sayang peserta didik yang terpenuhi dengan cukup baik dari pendidik akan memberikan dampak positif antara lain sebagai berikut:

a. Mempertajam hati nurani

b. Mampu mendorong perkembangan mental c. Mendorong penyempurnaan spiritual

d. Memupuk harga diri (self esteem) berupa ketenangan jiwa, perasaan aman, dan percaya diri

e. Menimbulkan rasa percaya, terbuka, menghormati dan menghargai pendidik.351

Peserta didik yang sudah merasakan kasih sayang dari pendidiknya akan memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaan dan ketika dewasa akan belajar menyayangi, mengasihi, memperhatikan dan mencintai

349

Bisri Mustofa,Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, Kudus: Menara Kudus, 1995, 664 350

Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, hlm. 349 351

istrinya, anak-anaknya, sahabat dan masyarakat di sekitarnya secara maksimal.352 Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa ternyata bukan seberapa besar pendidik memberikan kasih sayang kepada peserta didik, tetapi seberapa banyak peserta didik bisa merasakan kasih sayang yang diterima dari pendidik.

Kasih sayang yang cukup telah didapatkan Yūsuf dari ayahnya,

ternyata berdampak positif bagi Yūsuf memiliki sikap peduli. Sebagai

contoh, Yūsuf memberi bantuan bahan makanan kepada rakyat negara

Mesir dan negara tetangga yang dilanda krisis pangan, serta saudara-saudara Yūsuf yang datang ke Mesir. Ketika krisis pangan berlangsung lama tidak hanya melanda negara Mesir, tetapi juga negara-negara lain termasuk

Kan‟an, tempat Yūsuf dilahirkan dan diasuh ayahnya dengan penuh cinta.353

Untuk mendapatkan kasih sayang yang cukup, peserta didik bisa membiasakan diri untuk lebih peka terhadap kasih sayang pendidik, menikmati kebersamaan dan aktivitas bersama pendidik, dan tidak membiarkan diri dalam perasaan sakit hati yang berkepanjangan sehingga memunculkan rasa benci dan permusuhan terhadap orang lain. Hal ini

sebagaimana yang Yūsuf lakukan ketika mengetahui kedatangan saudara

-saudara Yūsuf di kerajaan Mesir untuk menukarkan barang berharga dengan

352

Uyoh Sadulloh dkk, Pedagogik:Ilmu Mendidik, 2014, 157 353

bahan-bahan makanan, dia menyambut dengan baik.354 Meskipun ingatan Yūsuf saat itu masih kuat tentang perbuatan jahat mereka, Yūsuf tidak membalasnya dengan menyakiti mereka. Yūsuf tetap menghormati mereka sebagaimana lazimnya tamu, yaitu menjamu dengan baik.355

Kasih sayang yang berlebihan dari pendidik dapat menyebabkan peserta didik memiliki sikap ingin selalu diperlakukan istimewa, bersifat otoriter, diktator, rentan dengan masalah, tidak percaya diri, mudah putus asa, merasa cukup dengan apa yang telah diterimanya, sombong, dan tidak mandiri. Hal ini sebagaimana sikap saudara-saudara Yūsuf yang menganggap dirinya merupakan satu golongan atau kelompok yang kuat, sehingga menurut mereka, seharusnya Nabi Ya‟qub lebih cinta dan sayang kepada mereka daripada kepada Yūsuf dan Benyamin yang masih anak -anak dan mereka anggap lemah.356 Kekhawatiran Nabi Ya‟qub mereka sanggah dan mereka tetap mendesak Nabi Ya‟qub agar mengizinkan Yūsuf pergi bersama mereka dengan berjanji untuk menjaga Yūsuf dari datangnya marabahaya yang tidak mereka inginkan. Mereka meyakinkan, bahwa kekuatan mereka cukup kuat untuk mencegah datangnya bahaya yang mengancam keselamatan Yūsuf. Mereka juga meyakinkan, bahwa mereka termasuk orang-orang yang rugi dan lemah jika tidak bisa melindungi

354

Muhammad bin Ahmad bin Iyas al Hanafi, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 102 355

Ahmad Showî Al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 249 356

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,

Yūsuf.357

Allah swt menggambarkan sanggahan saudara-saudara Yūsuf atas kekhawatiran ayahnya dalam ayat berikut:





















14. Mereka berkata: "Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah

orang-orang yang merugi[745]."358

Sebenarnya Ya‟qub sudah menyayangi anak-anaknya secara

proporsional, tetapi saudara-saudara Yūsuf masih merasa belum merata kasih sayang yang diberikan ayahnya. Ya‟qub tidak salah telah bersikap mencurahkan kasih sayang lebih kepada Yūsuf dan Benyamin yang masih kecil apalagi ibunya sudah meninggal dunia. Dengan demikian, sudah menjadi sunnatullah bahwa ternyata kasih sayang memang tidak bisa merata seperti orang membagi beras. Hal ini terjadi karena kasih sayang adalah persoalan hati.

Peserta didik yang hidup kurang kasih sayang akan tumbuh dewasa dengan menampakkan kebencian terhadap masyarakat dan menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap orang lain. Ia juga dapat menjadi manusia yang tidak berperasaan dan suka melakukan hal-hal yang berbahaya.359 Hal ini dapat dilihat pada saudara-saudara Yūsuf cemburu terhadap Yūsuf, saudara tirinya yang masih kecil dan menilai ayahnya dalam kekeliruan

357

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001, 394

358

Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 350, [745] Maksudnya: menjadi orang-orang pengecut yang hidupnya tidak ada artinya.

359

yang nyata, akhirnya sampai pada rencana jahat yang ingin mereka lakukan,

yaitu membunuh Yūsuf.360 Ia juga melakukan tipu daya dengan memohon

dan mengiba di hadapan ayahnya agar diizinkan menghibur Yūsuf dengan membawanya bermain sambil menggembala ternaknya361 dan memberi bukti palsu sehingga seolah-olah Yūsuf mati diterkam serigala.362

Tipu daya juga terlihat ketika sore, saudara-saudara Yūsuf pulang ke rumah dengan memasang wajah yang memelas, sedih, dan menangis seolah-olah sedang ditimpa musibah besar.363 Hal-hal seperti itu sering terjadi dalam kehidupan peserta didik contoh untuk mendapatkan perhatian pendidik, peserta didik rela melakukan tipu daya dengan berpura-pura tidak bisa mengerjakan tugas individu yang diberikan pendidik dan mengiba agar dibantu pendidik untuk menyelesaikannya.

C.Ketahan-malangan

1. Urgensi Ketahan-malangan

Ketahan-malangan (sifat tahan banting) merupakan salah satu faktor pembentuk kesuksesan orang-orang besar.364 Secara bahasa, adversity

intellegence diartikan sebagai kecerdasan menghadapi kemalangan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stoltz, ditemukan fakta

360

Bisri Mustofa,Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 664 361

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,

392-393 362

Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 667 363

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,

398-399 364

Martin E.P Seligmen, Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan Dengan Psikology Positif, Terj. Eva Yulia Nukman, Bandung: Mizan, 2005, 125

bahwa orang hebat dan sukses adalah mereka yang tahan terhadap penderitaan, berani menghadapi tantangan, dan resiko dalam perjalanan hidupnya. Dalam menjalani kehidupan, manusia dapat dibagi atas tiga kategori, yakni: quitters (diam dan tidak dinamis), camper (selalu mencoba tetapi gampang menyerah setelah mendapat tantangan), dan climber (orang yang berani dan bertahan menghadapi tantangan kehidupan). Kesuksesan menurut Stoltz ibarat puncak gunung tertinggi yang mampu didaki oleh manusia. Orang sukses adalah mereka yang mau dan mampu mendaki/memanjat (climb) hingga ke puncak gunung ( to reach the top of

the hill).365

Adversity quotient is a difficult or unlucky situation or event (Ketahan-malangan adalah daya tahan individu untuk menghadapi tantangan).366

...adversity quotient is a new conceptual framework for understanding and enchanting all facets of success. There are three types of people quitter, camper and climber.

(Ketahan-malangan atau adversity quotient (AQ) merupakan konsep baru untuk memahami semua aspek kesuksesan. ada tiga bentuk ketahan malangan yaitu Quitters (diam dan tidak dinamis), Camper (selalu mencoba tetapi gampang menyerah setelah mendapat tantangan), dan

Climber (orang yang berani dan bertahan menghadapi tantangan

kehidupan). 367

Adversity Quotient (AQ) adalah suatu penilaian yang mengukur

bagaimana respon seseorang dalam menghadapi masalah. Adversity

Quotient (AQ) adalah seperangkat alat yang secara ilmiah bisa digunakan

untuk mengembangkan cara untuk menghadapi masalah, Adversity

365M. Seligman dan C. Peterson. “Strength,Virtue, and Character,” dalam Paul G. Stoltz and

Erik Weihenmayer, The Adversity AdvantagesTurning Everyday Struggles Into Everyday Greatness, 2006, 74

366

Martin H Manser, Oxford Learner‟s Dictionary, Cambridge: University Press, 2003, 25 367

Paul G. Stoltz. Adversity Quotient, Turning Obstacles into Opportunities, Canada: Published Jhon Wiley and Son, 1997, 93

Quotient (AQ) memberi tahu Anda seberapa jauh Anda mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan Anda untuk mengatasinya.

Adversity Quotient (AQ) meramalkan siapa yang mampu mengatasi

kesulitan dan siapa yang akan hancur, Adversity Quotient (AQ) meramalkan siapa yang akan melampui harapan-harapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapa yang akan gagal dan Adversity Quotient (AQ) meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan).368

Adapun faktor-faktor pembentuk ketahan-malangan adalah sebagai berikut: 369

a. Daya saing

Adversity Quotient (AQ) yang rendah dikarenakan tidak adanya daya

saing ketika menghadapi kesulitan, akan menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan untuk menciptakan peluang dalam kesulitan yang dihadapi.

b. Produktivitas

Respon konstruktif yang diberikan seseorang terhadap kesulitan akan membantu meningkatkan kinerja lebih baik, dan sebaliknya respon yang destruktif akan menimbulkan dampak kinerja yang rendah.

c. Motivasi

368

Paul G. Stoltz. Adversity Quotient, Turning Obstacles into Opportunities, 1997, 94 369

M. Seligman dan C. Peterson, The Adversity AdvantagesTurning Everyday Struggles Into Everyday Greatness, 2006, 74

Seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat, akan membuat seseorang mampu menciptakan peluang dalam kesulitan. Artinya, seseorang dengan motivasi yang kuat akan berupaya menyelesaikan kesulitan dengan menggunakan segenap kemampuan.

Dokumen terkait